Harry dan Hermione keduanya membuat suara protes, tetapi Hagrid
mengesampingkan mereka dengan satu lambaian salah satu tangannya yang besar.
'Bukan akhir dunia, aku akan bisa membantu Dumbledore begitu aku keluar dari
sini, aku bisa berguna bagi Order. Dan kalian semua punya Grubbly-Plank, kalian --
kalian akan lewat ujian dengan baik ...'
Suaranya bergetar dan pecah.
'Jangan kuatirkan aku,' dia berkata buru-buru, ketika Hermione bergerak akan
menepuk lengannya. Dia menarik sapu tangan berbintiknya yang besar dari kantong
mantelnya dan menyeka matanya dengan itu. 'Lihat,a ku tidak akan memberitahu
kalian semua ini sama sekali kalau tidak harus. Ngerti, kalau aku pergi ... well, aku
tak bisa pergi tanpa ... tanpa beritahu seseorang ... karena aku -- aku akan butuh kalian
berdua membantuku. Dan Ron, kalau dia bersedia.'
'Tentu saja kami akan membantumu,' kata Harry seketika. 'Apa yang kamu ingin
kami lakukan?'
Hagrid mendengus keras dan menepuk bahu Harry tanpa bicara dengan kekuatan
sedemikian rupa sehingga Harry terjatuh ke samping ke sebuah pohon.
'Aku tahu kalian akan bilang ya,' kata Hagrid ke dalam sapu tangannya, 'tapi aku
takkan ... pernah ... lupa ... well ... ayo ... sedikit lebih jauh lagi lewat sini ...
perhatikan diri kalian, sekarang, itu ada jelatang ...'
Mereka berjalan dalam keheningan selama lima belas menit lagi; Harry telah
membuka mulutnya untuk bertanya berapa jauh lagi mereka akan pergi saat Hagrid
melemparkan lengan kanannya untuk memberi tanda bahwa mereka harus berhenti.
'Benar-benar mudah,' dia berkata dengan lembut. 'Sangat tenang, sekarang ...'
Mereka berjalan lambat-lambat maju dan Harry melihat bahwa mereka sedang
menghadapi sebuah gundukan tanah yang besar hampir setinggi Hagrid sehingga dia
berpikir, dengan sentakan ketakutan, pastilah sarang binatang besar. Pohon-pohon
telah direnggut dari akarnya di sekitar gundukan itu, sehingga terletak pada petak
tanah kosong yang dikelilingi dengan tumpukan batang dan cabang pohon yang
membentuk semacam pagar barikade, di belakangnya Harry, Hermione dan Hagrid
sekarang berdiri.
'Sedang tidur,' bisik Hagrid.
Benar juga, Harry bisa mendengar deru berirama dari kejauhan yang kedengaran
seperti sepasang paru-paur besar sedang bekerja. Dia memandang sekilas ke samping
kepada Hermione, yang sedang menatap gundukan itu dengan mulut sedikit terbuka.
Dia tampak benar-benar ketakutan.
'Hagrid,' Hermione berkata dalam bisikan yang hampir tidak terdengar melewati
suara makhluk yang sedang tidur itu, 'siapa dia?'
Harry merasa ini pertanyaan yang ganjil ... 'Apa itu?' adalah yang direncanakannya
ingin ditanyakannya.
'Hagrid, kau bilang kepada kami --' kata Hermione, tongkatnya sekarang bergetar di
tangannya, 'kau bilang pada kami tak satupun dari mereka ingin datang!'
Harry memandang darinya kepada Hagrid dan kemudian, ketika dia menyadarinya,
dia memandang kembali ke gundukan itu dengan tarikan napas kecil penuh kengerian.
Gundukan tanah itu, yang bisa saja dia, Hermione dan Hagrid berdiri di atasnya
dengan mudah, sedang bergerak lambat-lamba naik-turun sejalan dengan napas dalam
mendengkur. Itu bukan gundukan sama sekali. Itu adalah punggung menikung dari
apa yang jelas-jelas --
'Well -- tidak -- dia tidak mau datang,' kata Hagrid, terdengar putus asa. 'Tapi aku
harus membawanya, Hermione, aku harus!'
'Tapi kenapa?' tanya Hermione, yang terdengar seolah-olah dia ingin menangis.
'Kenapa -- apa -- oh, Hagrid!'
'Aku tahu kalau aku membawanya kembali,' kata Hagrid, dia sendiri terdengar
hampir menangis, 'dan -- dan mengajarinya beberapa tata krama -- aku akan bisa
membawanya keluar dan perlihatkan pada semua orang dia tak berbahaya!'
'Tak berbahaya!' kata Hermione dengan melengking, dan Hagrid membuat suara
menyuruh diam dengan kalut menggunakan tangannya ketika makhluk besar di
hadapan mereka mendengkur keras-keras dan bergeser dalam tidurnya. 'Dia sudah
melukaimu sepanjang waktu ini, bukan? Itu sebabnya kamu mendapatkan semua luka
ini!'
'Dia tidak tahu kekuatannya sendiri!' kata Hagrid dengan bersungguh-sungguh.
'Dan dia semakin baik, dia tidak terlalu melawan lagi --'
'Jadi, ini sebabnya kamu butuh dua bulan untuk pulang!' kata Hermione dengan
perhatian teralih. 'Oh, Hagrid, kenapa kamu membawanya pulang kalau dia tidak mau
datang? Tidakkah dia akan lebih bahagia dengan orang-orangnya sendiri?'
'Mereka semua mengganggunya, Hermione, kar'na dia begitu kecil!' kata Hagrid.
'Kecil?' kata Hermione. 'Kecil?'
'Hermione, aku tidak bisa meninggalkannya,' kata Hagrid, air mata sekarang
bercucuran menuruni wajahnya yang lebam ke jenggotnya. 'Paham -- dia adikku!'
Hermione hanya menatapnya, mulutnya terbuka.
'Hagrid, saat kau bilang "adik",' kata Harry lambat-lambat, 'apakah maksudmu --?'
'Well -- adik lain ayah,' Hagrid memperbaiki. 'Tampaknya ibuku ikut raksasa lain
waktu dia tinggalkan ayahku, dan dia pergi dan dapat Grawp ini --'
'Grawp?' kata Harry.
'Yeah ... well, seperti itulah kedengarannya saat dia sebut namanya,' kata Hagrid
dengan cemas. 'Dia tidak bisa banyak bahasa Inggris ... aku sudcah coba ajari dia ...
ngomong-ngomong, wanita itu tampaknya tidak suka dia lebih dari aku. Paham,
dengan raksasa wanita, yang dihitung adalah menghasilkan anak-anak yang besar, dan
dia selalu agak ke sisi kerdil bagi raksasa -- cuma enam belas kaki (± 5 meter) --'
'Oh, ya, kecil!' kata Hermione, dengan semacam sindiran histeris. 'Kecil sekali!'
'Dia sedang ditendangi oleh mereka semua -- aku cuma tak bisa tinggalkan dia --'
'Apakah Madame Maxime mau membawanya pulang?' tanya Harry.
'Dia -- well, dia bisa lihat sangat penting bagiku,' kata Hagrid sambil memuntirkan
tangannya yang besar. 'Tapi -- tapi dia jadi bosan kepadanya setelah beberapa waktu,
harus kuakui ... jadi kami berpisah di perjalanan pulang ... walau dia janji tidak akan
beritahu siapapun ...'
'Bagaimana kamu bisa membawanya pulang tanpa diperhatikan siapapun?' kata
Harry.
'Well, itulah sebabnya butuh waktu begitu lama, paham,' kata Hagrid. 'Cuma bisa
bepergian waktu malam lewat daerah liar dan sebagainya. Tentu, dia bisa jalan cukup
baik kalau dia mau, tapi dia terus mau kembali.'
'Oh, Hagrid, kenapa kamu tidak membiarkannya!' kata Hermione, sambil merosot
ke sebuah pohon yang terenggut dan membenamkan wajahnya di dalam tangannya.
'Kau pikir apa yang akan kau lakukan dengan seorang raksasa bengis yang bahkan
tidak mau berada di sini?'
'Well, sekarang -- "bengis" -- itu agak keras,' kata Hagrid, masih memuntirkan
tangannya dengan gelisah. 'Aku akui dia mungkin menyerangku beberapa kali waktu
dia dalam suasana hati yang buruk, tapi dia semakin baik, jauh lebih baik, tenang.'
'Kalau begitu, untuk apa tali-tali itu?' Harry bertanya.
Dia baru saja memperhatikan tali-tali tebal mirip anak pohon yang merentang dari
sekitar batang-batang pepohonan di dekatnya ke tempat Grawp terbaring bergelung di
atas tanah dengan punggung menghadap mereka.
'Kamu harus mengikatnya?' kata Hermione dengan lemah.
'Well ... yeah ...' kata Hagrid, tampak cemas. 'Ngerti -- seperti yang kubilang -- dia
tidak benar-benar tahu kekuatannya sendiri.'
Harry mengerti sekarang kenapa ada kekurangan makhluk hidup lain yang
mencurigakan di bagian Hutan yang ini.
'Jadi, apa yang kamu ingin Harry dan Ron dan aku lakukan?' Hermione bertanya
dengan gelisah.
'Jaga dia,' kata Hagrid dengan parau. 'Setelah aku pergi.'
Harry dan Hermione saling berpandangan dengan sengsara, Harry menyadari
dengan perasaan tidak enak bahwa dia sudah berjanji kepada Hagrid bahwa dia akan
melakukan apapun yang dimintanya.
'Apa -- apa saja yang dimaksud dengan itu, tepatnya?' Hermione bertanya.
'Bukan makanan atau apapun!' kata Hagrid dengan bersemangat. 'Dia bisa dapatkan
makanannya sendiri, tak masalah. Burung dan ruda dan sebagainya ... bukan, teman
yang dia butuhkan. Kalau saja aku tahu seseorang akan terus berusaha bantu dia
sedikit ... mengajari dia, kalian tahu ...'
Harry tidak berkata apa-apa, tetapi berpaling untuk memandang bentuk raksasa
yang sedang tertidur di tanah di depan mereka. Tidak seperti Hagrid, yang hanya
tampak seperti seorang manusia yang berukuran terlalu besar, Grawp tampak
berbentuk aneh. Apa yang Harry anggap batu besar berlumur di sebelah kiri gundukan
tanah besar itu sekarang dikenalinya sebagai kepala Grawp. Perbandingannya jauh
lebih besar kepada tubuhnya daripada kepala manusia, dan hampir bulan sempurna
dan tertutup padat dengan rambut keriting yang lebat berwarna pakis. Pinggiran
sebelah telinga besar berdaging tampak di puncak kepala itiu, yang tampaknya
berada, agak mirip dengan kepala Paman Vernon, langsung di atas bahu dengan
sedikit atau tanpa leher di antaranya. Punggungnya, di baah apa yang tampak seperti
baju luar kecoklatan yang kotor yang terbuat dari kulit binatang yang dijahit kasar,
sangat lebar; dan selagi Grawp tidur, punggung itu tampaknya menegang pada
keliman kasar kulit binatang itu. Kaki-kakinya tergelung di bawah badan. Harry bisa
melihat tapak-tapak dari kaki besar, kotor, telanjang seperti kereta luncur, saling
bertumpuk di dasar Hutan yang bertanah.
'Kamu mau kami mengajari dia,' Harry berkata dengan suara lemah. Dia sekarang
mengerti apa arti peringatan Firenze. Usahnya tidak berhasil. Dia lebih baik
meninggalkannya. Tentu saja, centaur-centaur yang lain yang tinggal di Hutan pasti
mendengar usaha tanpa hasil Hagrid untuk mengajari Grawp bahasa Inggris.
'Yeah -- bahkan kalau kalian bicara dengannya sedikit saja,' kata Hagrid dengan
berharap. 'Kar'na kupikir, kalau dia bisa bicara dengan orang-orang, dia akan lebih
ngerti bahwa kita semua sebenarnya suka dia, dan mau dia tinggal.'
Harry memandang Hermione, yang mengintip balik kepadanya dari antara jari-jari
yang menutupi wajahnya.
'Agak membuat kau berharap kita punya Norbert kembali, bukan?' dia berkata, dan
Hermione tertawa dengan gemetar.
'Kalau begitu, kalian akan melakukannya?' kata Hagrid, yang tampaknya tidak
mendengar apa yang baru dikatakan Harry.
'Well ...' kata Harry, sudah terikat janjinya. 'Kami akan coba, Hagrid.'
'Aku tahu aku bisa andalkan kalian, Harry,' Hagrid berkata, sambi tersenyum
dengan mata sangat berair dan menyeka matanya dengan sapu tangannya lagi. 'Dan
aku tak mau kalian berusaha terlalu keras ... aku tahu kalian harus ikut ujian ... kalau
kalian bisa menyelinap ke sini dalam Jubah Gaib mungkin sekali seminggu dan
berbincang-bincang sedikit dengannya. Kalau begitu, aku akan bangunkan dia --
perkenalkan kalian --'
'Ap--jangan!' kata Hermione sambil melompat bangkit. 'Hagrid, jangan, jangan
bangunkan dia, benar-benar, kami tidak perlu --'
Tetapi Hagrid sudah melangkahi batang pohon besar di depan mereka dan sedang
menuju Grawp. Ketika dia sekitar sepuluh kaki jauhnya, dia mengangkat sebuah
cabang pohong panjang yang patah dari tanah, tersenyum meyakinkan melewati
bahunya kepada Harry dan Hermione, lalu menyodok Grawp keras-keras di tengah
punggung dengan ujung cabang pohon itu.
Raksasa itu meraung menggema di Hutan yang hening; burung-burung di puncak
pepohonan di atas kepala naik sambil mencicit-cicit dari tempat bertengger mereka
dan membumbung pergi. Sementara itu, di hadapan Harry dan Hermione, raksasa
Grawp sedang bangkit dari tanah, yang bergetar ketika dia menempatkan tangan yang
besar ke atasnya untuk mendorong dirinya sendiri ke lututnya. Dia memalingkan
kepalanya untuk melihat siapa dan apa yang telah mengganggunya.
'Baik-baik saja, Grawpy?' kata Hagrid, dengan suara ceria dibuat-buat, sambil
mundur dengan cabang pohon panjang itu terangkat, siap menyodok Grawp lagi.
'Tidur nyenyak, eh?'
Harry dan Hermione mundur sejauh mungkin sambil masih menjaga raksasa itu di
dalam penglihatan mereka. Grawp berlutut di antara dua pohon yang belum dia tarik
akarnya. Mereka memandang ke atas ke wajahnya yang besar mengejutkan yang
menyerupai bulan purnama kelabu dalam kegelapan tempat terbuka itu. Seolah-olah
fitur-fiturnya telah diukir pada sebuah bola batu besar. Hidungnya gemuk pendek dan
tak terbentuk, mulutnya miring dan penuh gigi-gigi kuning berbentuk tidak serasi
seukuran setengah batu bata; matanya, kecil untuk standar raksasa, berwarna coklat
kehijauan seperti lumpur dan sekarang setengah tertutup akibat ngantuk. Grawp
mengangkat buku-buku jari kotor, masing-masing sebesar bola kriket, ke matanya,
menggosoknya kuat-kuat, lalu, tanpa peringatan, mendorong dirinya bangkit dengan
kecepatan dan ketangkasan mengejutkan.
'Oh astaga!' Harry mendengar Hermione mencicit, ketakutan, di sampingnya.
Pohon-pohon tempat menambat ujung-ujung tali yang mengitari pergelangan
tangan dan mata kaki Grawp berkeriut tidak menyenangkan. Dia, seperti yang
dibilang Hagrid, setidaknya setinggi enam belas kaki. Sambil memandang dengan
mata muram ke sekitar, Grawp membentangkan sebuah tangan seukuran payung
pantai, menyambar sebuah sarang burung dari ranting-ranting atas sebatang pohon
pinus yang menjulang dan membalikkannya dengan raungan tidak senang yang jelas
karena tidak ada burung di dalamnya; telur-telur berjatuhan seperti granat ke tanah
dan Hagrid melemparkan lengannya menutupi kepalanya untuk melindungi dirinya
sendiri.
'Ngomong-ngomong, Grawpy,' teriak Hagrid, sambil memandang ke atas dengan
gelisah kalau-kalau ada telur jatuh lagi, 'Aku sudah membawa beberapa teman untuk
menemuimu. Ingat, aku bilang mungkin kulakukan? Ingat, waktu kubilang aku
mungkin harus pergi dalam perjalanan kecil dan tinggalkan mereka untuk menjagamu
sebentar? Ingat itu, Grawpy?'
Tetapi Grawp hanya meraung rendah lagi; sulit mengatakan apakah dia
mendengarkan Hagrid atau apakah dia bahkan mengenali suara yang Hagrid buat
sebagai perkataan. Dia sekarang meraih puncak pohon pinus dan sedang menariknya
ke arahnya, jelas hanya demi kesenangan melihat seberapa jauh pohon itu akan
melontar kembali saat dia melepaskan.
'Sekarang, Grawpy, jangan lakukan itu!' teriak Hagrid. 'Begitulah akhirnya kamu
tarik semua pohon lainnya --'
Dan benar juga, Harry bisa melihat tanah di sekitar akar pohon mulai retak.
'Aku punya teman untukmu!' Hagrid berteriak. 'Teman, ngerti! Lihat ke bawah, kau
badut besar, aku bawa beberapa teman untukmu!'
'Oh, Hagrid, jangan,' erang Hermione, tetapi Hagrid sudah mengangkat cabang
pohon itu lagi dan menusuk tajam ke lutut Grawp.
Raksasa itu melepaskan puncak pohon, yang berayun berbahaya dan membanjiri
Hagrid dengan hujan jarum pinus, dan memandang ke bawah.
'Ini,' kata Hagrid, sambil bergegas ke tempat Harry dan Hermione berdiri, 'adalah
Harry, Grawp! Harry Potter! Dia mungkin datang mengunjungimu kalau aku harus
pergi, paham?'
Raksasa itu baru menyadari bahwa Harry dan Hermione ada di sana. Mereka
mengamati, dengan gentar, ketika dia merendahkan kepalanya yang besar sehingga
dia bisa menatap mereka dengan mata muram.
'Dan ini Hermione, lihat? Her--' Hagrid bimbang. Sambil berpaling kepada
Hermione, dia berkata, 'Apakah kau keberatan kalau dia memanggilmu Hermy,
Hermione? Cuma saja itu nama yang sulit diingatnya.'
'Tidak, tidak sama sekali,' cicit Hermione.
'Ini Hermy, Grawp! Dan dia akan datang juga! Bukankah itu bagus? Eh? Dua
teman untukmu -- GRAWPY, JANGAN!'
Tangan Grawp telah lepas entah dari mana ke arah Hermione; Harry meraihnya dan
menariknya mundur ke belakang pohon, sehingga kepalan Grawp menggores batang
pohon tetapi menutup di udara kosong.
'ANAK NAKAL, GRAWPY!' mereka mendengar Hagrid menjerit, selagi
Hermione bergantung kepada Harry di belakang pohon, gemetaran dan merengek.
'ANAK YANG SANGAT NAKAL! KAU TIDAK SAMBAR -- ADUH!'
Harry menjulurkan kepalanya dari sisi batang pohon dan melihat Hagrid terbaring
telentang, tangannya di atas hidungnya. Grawp, tampaknya kehilangan kehilangan
minat, telah meluruskan diri lagi dan sekali lagi sibuk menarik pohon pinus itu sejauh
yang bisa dilakukan.
'Baik,' kata Hagrid dengan serak, sambil bangkit dengan satu tangan menjepit
hidung yang berdarah dan yang lainnya mengenggam busur silangnya, 'well ... di sana
kalian ... kalian sudah jumpa dia dan -- dan sekarang dia akan kenal kalian waktu
kalian kembali. Yeah ... well ...'
Dia memandang kepada Grawp, yang sekarang sedang menarik pohon pinus itu
kembali dengan ekspresi senang di wajah mirip batunya; akar-akarnya berderit ketika
dia merenggutnya dari tanah.
'Well, kurasa itu cukup untuk satu hari,' kata Hagrid. 'Well -- er -- kita akan
kembali sekarang, oke?'
Harry dan Hermione mengangguk. Hagrid memanggul busur silangnya lagi dan,
masih menjepit hidungnya, memimpin jalan kembali ke pepohonan.
Tak seorangpun bicara selama beberapa waktu, bahkan tidak juga ketika mereka
mendengar bunyi tubrukan di kejauhan yang berarti Grawp telah menarik pohon pinus
itu akhirnya. Wajah Hermione pucat dan kaku. Harry tidak bisa memikirkan satu hal
pun untuk dikatakan. Apa yang akan terjadi saat seseorang mengetahui bahwa Hagrid
telah menyembunyikan Grawp di Hutan Terlarang? Dan dia telah berjanji bahwa dia,
Ron dan Hermione akan meneruskan usaha-usaha Hagrid yang sama sekali tidak
berguna untuk membudayakan raksasa itu. Bagaimana bisa Hagrid, bahkan dengan
kapasitas besarnya untuk menipu dirinya sendiri bahwa monster-monster bertaring
tidak berbahaya dan patut dicintai, mengelabui dirinya sendiri bahwa Grawp akan
pernah bisa bercampur dengan manusia?
'Tunggu dulu,' kata Hagrid tiba-tiba, persis ketika Harry dan Hermione sedang
berjuang melewati sepetak rumput tebal di belakangnya. Dia menarik sebuah anak
panah dari tabung di bahunya dan memasangnya ke busur silang. Harry dan Hermione
mengangkat tongkat mereka; sekarang setelah mereka berhenti berjalan, mereka juga
bisa mendengar pergerakan di dekat sana.
'Oh, astaga,' kata Hagrid pelan.
'Kukira kami sudah memberitahumu, Hagrid,' kata suara lelaki yang dalam, 'bahwa
kamu tidak lagi disambut di sini?'
Badan telanjang seorang lelaki sejenak tampak melayang ke arah mereka melalui
cahaya hijau berbintik-bintik; lalu mereka melihat bahwa pinggulnya tergabung
dengan mulus ke tubuh kecoklatan seekor kuda. Centaur ini memiliki wajah yang
angkuh dan bertulang pipi tinggi, serta rambut hitam panjang. Seperti Hagrid, dia
bersenjata; sebuah tabung busur penuh anak panah dan sebuah busur panjang
terselempang di bahunya.
'Bagaimana keadaanmu, Magorian?' kata Hagrid dengan waspada.
Pohon-pohon di belakang centaur itu berdesir dan empat atau lima centaur lagi
muncul di belakangnya. Harry mengenali yang berbadan hitam dan berjanggut
sebagai Bane, yang telah ditemuinya hampir empat tahun yang lalu di malam yang
sama dengan pertemuannya dengan Firenze. Bane tidak memberi tanda dia pernah
melihat Harry sebelumnya.
'Jadi,' katanya, dengan nada suara keji di suaranya, sebelum berpaling segera
kepada Magorian. 'Kita setuju, kukira, apa yang akan kita lakukan kalau manusia ini
pernah memperlihatkan wajahnya lagi di dalam Hutan?'
'"Manusia ini" sekarang, aku ini?' kata Hagrid dengan tersinggung. 'Cuma kar'na
menghentikan kalian semua melakukan pembunuhan?'
'Kamu seharusnya tidak turut campur, Hagrid,' kata Magorian. 'Cara kami bukanlah
cara kalian, begitu pula hukum kami. Firenze telah mengkhianati dan mencemarkan
kami.'
'Aku tak tahu bagaimana kalian mengaturnya,' kata Hagrid dengan tidak sabar. 'Dia
tidak melakukan apapun kecuali membantu Albus Dumbledore --'
'Firenze telah memasuki pelayanan kepada manusia,' kata centaur kelabu dengan
wajah keras yang bergaris dalam.
'Pelayanan!' kata Hagrid dengan pedas. 'Dia sedang membantu Dumbledore itu saja
--'
'Dia menjajakan pengetahuan dan rahasia kami di antara manusia,' kata Magorian
dengan pelan. 'Tak bisa kembali lagi dari aib seperti ini.'
'Kalau kau bilang begitu,' kata Hagrid, sambil mengangkat bahu, 'tapi aku pribadi
menganggap kalian membuat kesalahan besar --'
'Begitu juga kamu, manusia,' kata Bane, 'kembali ke dalam Hutan kami setelah
kami memperingatkan kamu --'
'Sekarang, kalian dengarkan aku,' kata Hagrid dengan marah. 'Aku akan dapat lebih
sedikit dari Hutan "kami", kalau sama untuk kalian. Bukan tergantung kalian siapa
yang datang dan pergi di sini --'
'Juga tidak kamu, Hagrid,' kata Magorian dengan licin. 'Aku akan membiarkanmu
lewat hari ini karena kami ditemani oleh anak-anak mudamu --'
'Mereka bukan miliknya!' sela Bane dengan menghina. 'Murid-murid, Magorian,
dari sekolah! Mereka mungkin sudah mendapatkan untung dari ajaran Firenze si
pengkhianat itu.'
'Walaupun begitu,' kata Magorian dengan tenang, 'pembantaian anak-anak adalah
kejahatan mengerikan -- kami tidak menyentuh yang masih lugu. Hari ini, Hagrid,
kamu lewat. Mulai sekarang, menjauhlah dari tempat ini. Kamu hehilangan
persahabatan para centaur saat kamu membantu si pengkhianat Firenze lolos dari
kami.'
'Aku takkan terusir keluar dari Hutan oleh sekelompok bagal tua seperti kalian!'
kata Hagrid keras-keras.
'Hagrid,' kata Hermione dengan suara bernada tinggi dan ketakutan, ketika baik
Bane maupun centaur kelabu itu mengais-ngais di tanah, 'ayo pergi, kumohon ayo
pergi!'
Hagrid bergerak maju, tetapi busur silangnya masih terangkat dan matanya masih
terpaku dengan mengancam kepada Magorian.
'Kami tahu apa yang sedang kamu jaga di Hutan, Hagrid!' Magorian berseru kepada
mereka, ketika para centaur menyelinap keluar dari pandangan. 'Dan toleransi kami
sudah menyusut!'
Hagrid berpaling dan dari penampilannya sangat ingin berjalan lurus kembali
menuju Magorian.
'Kalian akan mentoleransinya selama dia di sini, Hutan ini juga miliknya seperti
milik kalian!' dia berteriak, sementara Harry dan Hermione mendorong sekuat tenaga
pada mantel tikus mondok Hagrid dalam usaha untuk menjaganya terus berjalan maju.
Masih merengut, dia memandang ke bawah; ekspresinya berubah menjadi agak
terkejut melihat mereka berdua mendorongnya; dia tampaknya tidak merasakannya.
'Tenanglah, kalian berdua,' dia berkata, sambil berpaling untuk berjalan terus
sementara mereka terengah-engah mengikuti di belakangnya. 'Bagal tua sialan, eh?'
'Hagrid,' kata Hermione terengah-engah, sambil melewati petak jelatang yang telah
mereka lewati di jalan masuk, 'kalau para centaur tidak mau manusia di dalam Hutan,
tampaknya Harry dan aku tidak akan bisa --'
'Ah, kau dengar apa yang mereka bilang,' kata Hagrid dengan tidak karuan, 'mereka
tidak akan melukai yang kecil - maksudku, anak-anak. Lagipula, kita tidak bisa
membiarkan diri kita diperintah oleh kelompok itu.'
'Usaha bagus,' Harry bergumam kepada Hermione, yang tampak kecewa.
Akhirnya mereka bergabung dengan jalan setapak dan, setelah sepuluh menit lagi,
pohon-pohon mulai merenggang; mereka bisa melihat petak-petak langit biru cerah
lagi dan, di kejauhan, suara sorak dan teriakan yang jelas.
'Apakah itu gol lagi?' tanya Hagrid, sambil berhenti sejenak di naungan pohonpohon
ketika stadiun Quidditch tampak. 'Atau menurut kalian pertandingan sudah
usai?'
'Aku tidak tahu,' kata Hermione dengan sengsara. Harry melihat bahwa dia tampak
awut-awutan; rambutnya penuh ranting dan daun, jubahnya robek di beberapa tempat
dan ada sejumlah goresan di wajah dan lengannya. Dia tahu dia sendiri pasti tidak
tampak jauh lebih baik.
'Kukira sudah berakhir, kalian tahu!' kalian Hagrid, masih memicingkan mata ke
stadium. 'Lihat - orang-orang sudah keluar - kalau kalian berdua bergegas kalian akan
bisa bercampur dengan kerumunan dan tak seorangpun akan tahu kalian tidak di
sana!'
'Gagasan bagus,' kata Harry. 'Well ... kalau begitu, sampai jumpa lagi, Hagrid.'
'Aku tidak percaya padanya,' kata Hermione dengan suara yang sangat tidak
mantap, saat mereka di luar jangkauan pendengaran Hagrid. 'Aku tidak percaya
padanya. Aku benar-benar tidak percaya padanya.'
'Tenang,' kata Harry.
'Tenang!' dia berkata lekas-lekas. 'Seorang raksasa! Seorang raksasa di dalam
Hutan! Dan kita harus memberinya pelajaran bahasa Inggris! Selalu mengasumsikan,
tentu saja, kita bisa melewati kawanan centaur pembunuh sewaktu masuk dan keluar!
Aku -- tidak -- percaya -- padanya!'
'Kita belum harus melakukan apapun!' Harry mencoba meyakinkannya dengan
suara pelan, selagi mereka bergabung dengan sekelompok anak-anak Hufflepuff yang
sedang mengoceh stream yang menuju balik ke kastil. 'Dia tidak meminta kita
melakukan apapun kecuali dia dipecat dan itu mungkin bahkan tidak terjadi.'
'Oh, ayolah, Harry!' kata Hermione dengan marah, diam di tempat sehingga orangorang
di belakangnya harus berbelok untuk menghindarinya. 'Tentu saja dia akan
dipecat dan, sejujurnya, setelah apa yang baru saja kita lihat, siapa yang bisa
menyalahkan Umbridge?'
Ada jeda sementara Harry melotot kepadanya, dan matanya terisi pelan-pelan
dengan air mata.
'Kamu tidak bersungguh-sungguh,' kata Harry pelan.
'Tidak ... well ... baiklah ... memang tidak,' dia berkata, sambil menyeka matanya
dengan marah. 'Tetapi kenapa dia harus membuat hidup begitu sulit bagi dirinya
sendiri -- bagi kita?'
'Aku tak tahu --'
'Weasley adalah Raja kami, Weasley adalah Raja kami, Dia tidak membiarkan
Quaffle masuk, Weasley adalah Raja kami ...'
'Dan aku berharap mereka berhenti menyanyikan lagu bodoh itu,' kata Hermione
dengan sengsara, 'Apa mereka belum cukup senang?'
Serombongan besar murid sedang bergerak menaiki halaman yang miring dari
lapangan..
'Oh, ayo masuk sebelum kita harus bertemu dengan anak-anak Slytherin,' kata
Hermione.
'Weasley bisa selamatkan apapun, Dia tak pernah tinggalakn satu gawangpun,
Itulah sebabnya anak-anak Gryffindor semua bernyanyi: Weasley adalah Raja kami.'
'Hermione ...' kata Harry lambat-lambat.
Lagu itu semakin keras, tetapi asalnya bukan dari kerumunan anak-anak Slytherin
yang memakai warna hija dan perak, melainkan dari kumpulan berwarna merah dan
emas yang bergerak lambat-lambat menuju kastil, sambil mengangkat sebuah figur
tunggal di atas banyak bahunya.
'Weasley adalah Raja kami, Weasley adalah Raja kami, Dia tidak membiarkan
Quaffle masuk, Weasley adalah Raja kami ...'
'Tidak?' kata Hermione dengan suara berbisik.
'YA!' kata Harry keras-keras.
'HARRY! HERMIONE!' jerit Ron, sambil melambaikan Piala Quidditch perak itu
di udara dan terlihat hampir tidak bisa mengendalikan diri.
'KITA MELAKUKANNYA! KITA MENANG!'
Mereka tersenyum kepadanya ketika dia lewat. Ada hiruk-pikuk kacau di pintu
depan kastil dan kepala Ron terbentur agak parah ke rangka pintu, tetapi tak
seorangpun tampaknya mau menurunkannya. Masih bernyanyi, kerumunan itu
menyelinap masuk ke dalam Aula Besar dan keluar dari pandangan. Harry dan
Hermione memandangi mereka pergi, sambil tersenyum, sampai untaian terakhir yang
menggema dari 'Weasley adalah Raja kami' menghilang. Lalu mereka berpaling
kepada satu sama lain, senyum mereka memudar.
'Kita simpan berita kita sampai besok, oke?' kata Harry.
'Ya, baiklah,' kata Hermione dengan letih. 'Aku tidak terburu-buru.'
Mereka menaiki undakan-undakan itu bersama-sama. Di pintu depan keduanya
memandang ke belakang secara naluriah ke Hutan Terlarang. Harry tidak yakin
apakah itu khayalannya, tetapi dia agak berpikir bahwa dia melihat sekumpulan kecil
burung-burung naik ke udara di atas puncak pohon di kejauhan, hampir seolah-olah
pohon tempat mereka membuat sarang baru saja ditarik dari akarnya.
HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB TIGA PULUH SATU --
OWL
Perasaan gembira Ron karena membantu Gryffindor memperoleh Piala Quidditch
sedemikian rupa sehingga dia tidak bisa tenang keesokan harinya. Yang ingin
dilakukannya hanyalah membicarakan pertandingan itu, jadi Harry dan Hermione
mendapati sangat sulit menemukan pembukaan untuk menyebut tentang Grawp.
Bukannya mereka mencoba sangat keras; tak seorangpun benar-benar ingin menjadi
orang yang membawa Ron kembali ke kenyataan dengan cara yang cukup brutal ini.
Karena itu adalah hari yang cerah dan hangat, mereka membujuknya untuk bergabung
dengan mereka mengulangi pelajaran di bawah pohon beech di tepi danau, di mana
mereka memiliki lebih sedikit kemungkinan terdengar orang lain daripada di ruang
duduk. Awalnya Ron tidak benar-benar menyetujui gagasan ini -- dia sungguhsungguh
menikmati ditepuk punggungnya oleh semua anak Gryffindor yang berjalan
melewati kursinya, tanpa menyebut riuh-rendah terkadang-kadang dari 'Weasley
adalah Raja kami' -- tapi setelah beberapa saat dia setuju bahwa sedikit udara segar
mungkin baik untuknya.
Mereka membentangkan buku-buku mereka di naungan pohon itu dan duduk
sementara Ron membicarakan penyelamatan pertamanya di pertandingan untuk yang
rasanya berlusin kalinya.
'Well, maksudmu, aku sudah membiarkan satu kali dari Davies, jadi aku sama
sekali tidak merasa percaya diri, tapi aku tak tahu, saat Bradley datang ke arahku,
entah dari mana, kupikir -- kamu bisa melakukan ini! Dan aku punya sekitar satu
detik untuk memutuskan ke mana harus terbang, kalian tahu, karena dia kelihatannya
sedang membidik gawang kanan -- sebelah kananku, tentu saja, sebelah kiri dia -- tapi
aku punya perasaan aneh bahwa dia sedang melakukan gerak tipu, dan jadi aku
mengambil resiko dan terbang ke kiri -- sebelah kanan dia, maksudku -- dan -- well --
kalian lihat apa yang terjadi,' dia mengakhiri dengan rendah hati, sambil menyapukan
rambutnya ke belakang tanpa perlu sehingga rambutnya tampak tersapu angin dan
sambil memandang berkeliling untuk melihat apakah orang-orang yang terdekat
dengan mereka -- sekelompok anak-anak kelas tiga Hufflepuff yang sedang bergosip -
- telah mendengarnya. 'Dan kemudian, saat Chambers datang ke arahku sekitar lima
menit kemudian -- Apa?' Ron bertanya, berhenti di tengah kalimat saat melihat
tampang Harry. 'Kenapa kau nyengir?'
'Tidak,' kata Harry cepat, dan melihat ke bawah ke catatan Transfigurasinya,
mencoba mengatur wajahnya. Sejujurnya Ron baru saja mengingatkan Harry pada
seorang pemain Quidditch Gryffindor lain yang pernah duduk sambil mengusutkan
rambutnya di bawah pohon yang sama ini. 'Aku cuma senang kita menang, itu saja.'
'Yeah,' kata Ron lambat-lambat, menerima kata-kata itu dengan senang, 'kita
menang. Apakah kamu lihat tampang Cho saat Ginny dapat Snitch tepat di bawah
hidungnya?'
'Kukira dia menangis, bukan?' kata Harry dengan getir.
'Well, yeah -- walaupun lebih karena marah daripada apapun ...' Ron merengut
sedikit. 'Tapi kamu melihat dia melemparkan sapunya waktu dia kembali ke tanah,
bukan?'
'Er --' kata Harry.
'Well, sebenarnya ... tidak, Ron,' kata Hermione dengan helaan napas berat, sambil
meletakkan bukunya dan memandangnya dengan pandangan minta maaf.
'Sebenarnya, bagian pertandingan yang Harry dan aku tonton hanyalah gol pertama
Davies.'
Rambut Ron yang dikusutkan dengan hati-hati tampaknya layu karena kecewa.
'Kalian tidak nonton?' dia berkata dengan lemah, sambil memandang dari yang satu ke
yang lain. 'Kalian tidak melihatku membuat penyelamatan-penyelamatan itu?'
'Well -- tidak,' kata Hermione, sambil mengulurkan sebelah tangan menentramkan.
'Tapi Ron, kami tidak mau pergi -- kami harus!'
'Yeah?' kata Ron, yang wajahnya semakin merah. 'Bagaimana bisa?'
'Gara-gara Hagrid,' kata Harry. 'Dia memutuskan untuk memberitahu kami kenapa
dia penuh luka sejak dia kembali dari para raksasa. Dia mau kami pergi ke dalam
Hutan bersamanya, kami tidak punya pilihan, kau tahu bagaimana dia. Ngomongngomong
...'
Ceritanya dikisahkan dalam lima menit, pada akhirnya kemarahan Ron digantikan
dengan tampang sama sekali tidak percaya.
'Dia membawa satu kembali dan menyembunyikannya di Hutan?'
'Yep,' kata Harry dengan murung.
'Tidak,' kata Ron, seolah-olah dengan mengatakan ini dia bisa membuatnya tidak
benar. 'Tidak, tidak mungkin.'
'Well, sudah dilakukannya,' kata Hermione dengan tegas. 'Grawp sekitar enam
belas kaki tingginya, suka merenggut pohon-pohon pinus setinggi dua puluh kaki, dan
mengenalku,' dia mendengus, 'sebagai Hermy.'
Ron tertawa gugup.
'Dan Hagrid mau kita ...?'
'Mengajarinya bahasa Inggris, yeah,' kata Harry.
'Dia sudah kehilangan akal,' kata Ron dengan suara hampir terpesona.
'Ya,' kata Hermione dengan jengkel, sambil membalik satu halaman Tranfigurasi
Menengah dan melotot pada serangkaian diagram yang memperlihatkan seekor
burung hantu berubah menjadi sepasang kaca mata opera. 'Ya, aku mulai mengira
begitu. Tapi, sayangnya, dia membuat Harry dan aku berjanji.'
'Well, kalian cuma harus mengingkari janji kalian, itu saja,' kata Ron dengan tegas.
'Maksudku, ayolah, kita akan menghadapi ujian dan kita sejauh ini --' dia mengangkat
tangannya untuk memperlihatkan jempol dan telunjuk yang hampir bersentuhan '--
dari dikeluarkan. Dan lagipula ... ingat Norbert? Ingat Aragog? Pernahkah kita
mendapat sesuatu yang baik dari berbgaul dengan teman-teman monster Hagrid yang
manapun juga?'
'Aku tahu, hanya saja -- kami berjanji,' kata Hermione dengan suara kecil.
Ron melicinkan rambutnya hingga rata lagi, tampak berpikir keras.
'Well,' dia menghela napas, 'Hagrid belum dipecat, bukan? Dia sudah bertahan
begini lama, mungkin dia akan bertahan sampai akhir semester dan kita tidak harus
pergi dekat-dekat Grawp sama sekali.'
*
Halaman sekolah berkilauan dalam sinar matahari seolah-olah baru dicat, langit tanpa
awan tersenyum pada dirinya sendiri di danau yang berpendaran dengan tenang;
halaman hijau seperti satin berdesir terkadang-kadang karena angin sepoi-sepoi.
Bulan Juni telah tiba, tetapi bagi anak-anak kelas lima ini hanya berarti satu hal:
OWL mereka sudah tiba akhirnya.
Guru-guru mereka tidak lagi memberikan mereka pekerjaan rumah; pelajaranpelajaran
dicurahkan untuk mengulangi topik-topik yang dipikir para guru paling
mungkin keluar di ujian. Atmosfer tergesa-gesa dan penuh tujuan menyingkirkan
hampir semua hal kecuali OWL dari pikiran Harry, walaupun dia terkadang bertanyatanya
selama pelajaran Ramuan apakah Lupin telah memberitahu Snape bahwa dia
harus terus memberikan Harry pelajaran Occlumency. Kalau sudah, maka Snape telah
mengabaikan Lupin seperti dia sekarang mengabaikan Harry. Ini sangat sesuai bagi
Harry, dia sangat sibuk dan cukup tegang tanpa kelas-kelas tambahan denga Snape,
dan demi kelegaannya Hermione terlalu disibukkan hari-hari ini untuk menganggunya
tentang Occlumency, dia menghabiskan banyak waktu bergumam kepada dirinya
sendiri, dan belum menggeletakkan pakaian peri lainnya selama berhari-hari.
Dia bukan satu-satunya orang yang bertingkah aneh ketika OWL semakin
mendekat. Ernie Macmillan telah mengembangkan kebiasaan menjengkelkan
menginterogasi orang-orang tentang latihan mengulang pelajaran mereka.
'Berapa jam menurutmu yang kalian lakukan dalam sehari?' dia menuntut Harry
dan Ron ketika mereka berbaris di luar Herbologi, dengan kilat aneh di matanya.
'Aku tak tahu,' kata Ron. 'Beberapa.'
'Lebih atau kurang dari delapan?'
'Kurang, kurasa,' kata Ron, tampak sedikit kuatir.
'Aku delapan,' kata Ernie, sambil menggembungkan dadanya. 'Delapan atau
sembilan. Aku memasukkan satu jam sebelum sarapan setiap hari. Delapan adalah
rata-rataku. Aku bisa melakukan sepuluh di akhir minggu yang baik. Aku melakukan
sembilan setengah di hari Senin. Tidak begitu bagus di hari Selasa -- cuma tujuh
seperempat. Lalu di hari Rabu --'
Harry sangat berterima kasih bahwa Profesor Sprout mengantarkan mereka ke
rumah kaca tiga pada titik itu, memaksa Ernie meninggalkan ceritanya.
Sementara itu, Draco Malfoy telah menemukan cara lain untuk menimbulkan rasa
panik.
'Tentu saja, bukan apa yang kalian ketahui,' dia terdengar berbicara kepada Crabbe
dan Goyle keras-keras di luar Ramuan beberapa hari sebelum ujian dimulai,
'melainkan siapa yang kalian kenal. Sekarang, Ayah akrab dengan kepala Penguasa
Ujian Penyihir -- Griselda Marchbanks tua itu -- kami pernah mengundangnya untuk
makan malam dan segalanya ...'
'Apakah menurut kalian itu benar?' Hermione berbisik gelisah kepada Harry dan
Ron.
'Tak ada yang bisa kita lakukan mengenai itu kalau benar,' kata Ron dengan
murung.
'Kukira tidak benar,' kata Neville pelan dari belakang mereka. 'Karena Griselda
Marchbanks adalah teman nenekku, dan dia belum pernah menyebut keluarga
Malfoy.'
'Seperti apa dia, Neville?' tanya Hermione seketika. 'Apakah dia keras?'
'Sedikit mirip Nenek, sebenarnya,' kata Neville dengan suara lemah.
'Walau begitu, mengenalnya tidak akan merugikan peluangmu, bukan?' Ron
memberitahunya dengan membesarkan hati.
'Oh, kukira itu tidak akan membuat perbedaan apapun,' kata Neville, lebih
menderita lagi. 'Gran selalu memberitahu Profesor Marchbanks aku tidak sepandai
ayahku ... well ... kalian lihat seperti apa dia di St Mungo.'
Neville menatap lekat-lekat ke lantai. Harry, Ron dan Hermione saling
berpandangan, tetapi tidak tahu apa yang harus dikatakan. Itu pertama kalinya Neville
mengakui bahwa mereka pernah bertemu di rumah sakit penyihir itu.
Sementara itu, perdagangan pasar gelap yang tumbuh subur yang menjual alat-alat
bantu konsentrasi, ketangkasan mental dan kesiap-siagaan telah muncul di antara
murid-murid kelas lima dan tujuh. Harry dan Ron sangat tergoda oleh botol Cairan
Otak Baruffio yang ditawarkan kepada mereka oleh anak kelas enam Ravenclaw
Eddie Carmichael, yang bersumpah benda itu satu-satunya yang bertanggung jawab
atas sembilan OWL 'Outstanding' yang diperolehnya musim panas sebelumnya dan
menawarkan satu pint penuh (sekitar setengah liter) hanya dua belas Galleon. Ron
meyakinkan Harry dia akan membayar bagiannya begitu dia meninggalkan Hogwarts
dan mendapatkan pekerjaan, tetapi sebelum mereka bisa menyelesaikan transaksi itu,
Hermione telah menyita botol itu dari Carmichael dan menuang isinya ke toilet.
'Hermione, kami mau membeli itu!' teriak Ron.
'Jangan bodoh,' dia membentak. 'Kalian sekalian saja mengambil cakar naga bubuk
Harold Dingle dan kena juga.'
'Dingle punya cakar naga bubuk?' kata Ron bersemangat.
'Tidak lagi,' kata Hermione. 'Aku menyita itu juga. Tak satupun dari benda-benda
ini benar-benar manjur, kalian tahu.'
'Cakar naga bubuk bisa!' kata Ron. 'Benda itu seharusnya sangat hebat, benar-benar
memberi otakmu dorongan, kau akan jadi sangat pintar selama beberapa jam --
Hermione, biarkan aku dapat sejumput, ayolah, tidak ada ruginya --'
'Benda ini bisa,' kata Hermione muram. 'Aku sudah memeriksanya, dan sebenarnya
adalah kotoran Doxy yang dikeringkan.'
Informasi ini menyingkirkan hasrat Harry dan Ron untuk obat perangsang otak.
Mereka menerima jadwal ujian mereka dan detil-detil prosedur OWL pada
pelajaran Transfigurasi mereka yang berikutnya.
'Seperti yang bisa kalian lihat,' Profesor McGonagall memberitahu kelas ketika
mereka menyalin tanggal dan waktu ujian mereka dari papan tulis, 'OWL kalian
terentang selama dua minggu berturut-turut. Kalian akan mengikuti ujian tertulis di
pagi hari dan praktek di sore hari. Ujian praktek Astronomi kalian, tentu saja, akan
berlangsung di malam hari.
'Sekarang, aku harus memperingatkan kalian bahwa mantera-mantera anti
menyontek yang paling keras telah dikerahkan pada kertas-kertas ujian kalian. Pena
Bulu Menjawab-Otomatis dilarang di aula ujian, begitu juga Remembrall, Manset
Penjiplak Yang-Bisa-Dilepaskan dan Tinta Pengkoreksi-Sendiri. Setiap tahun, aku
kuatir harus mengatakannya, tampaknya terdapat sedikitnya seorang murid yang
mengira dia bisa menghindari peraturan-peraturan Penguasa Ujian Penyihir. Aku
hanya bisa berharap bahwa bukan seseorang dari Gryffindor. Kepala Sekolah kita
yang baru --' Profesor McGonagall mengucapkan kata itu dengan tampang persis
seperti Bibi Petunia saat dia ingin mengenyahkan kotoran bandel '-- telah meminta
Kepala Asrama untuk memberitahu murid-murid mereka bahwa menyontek akan
dihukum seberat-beratnya -- karena, tentu saja, hasil ujian kalian akan mencerminkan
kekuasaan baru Kepala Sekolah pada sekolah ini --'
Profesor McGonagall menghela napas sedikit; Harry melihat lubang hidungnya
mengembang.
'-- bagaimanapun, itu bukan alasan untuk tidak mengerjakan yang terbaik. Kalian
harus memikirkan masa depan kalian sendiri.'
'Permisi, Profesor,' kata Hermione, tangannya di udara, 'kapan kami akan
mengetahui hasil ujian kami?'
'Burung hantu akan dikirim kepada kalian suatu waktu di bulan Juli,' kata Profesor
McGonagall.
'Bagus sekali,' kata Dean Thomas dengan bisikan yang terdengar jelas, 'jadi kami
tidak harus mengkhawatirkannya sampai liburan.'
Harry membayangkan duduk di kamar tidurnya di Privet Drive selama waktu enam
minggu, menunggu hasil OWLnya. Well, dia berpikir tanpa minat, setidaknya dia
akan yakin ada satu pos musim panas itu.
Ujian pertama mereka, Teori Jimat dan Guna-Guna, dijadwalkan untuk Senin pagi.
Harry setuju menguji Hermione setelah makan siang di hari Minggu, tetapi
menyesalinya hampir seketika; Hermione sangat gelisah dan terus merenggut kembali
buku itu darinya untuk memeriksa bahwa dia memberi jawaban yang sepenuhnya
benar, akhirnya menghantam Harry keras di hidungnya dengan tepi tajam Pencapaian
dalam Membuat Mantera.
'Kenapa kamu tidak melakukannya sendiri?' Harry berkata dengan tegas, sambil
menyerahkan buku itu kembali kepadanya, dengan mata berair.
Sementara itu, Ron sedang membaca catatan dua tahun Jimat dan Guna-Guna
dengan jair-jarinya di telinganya, bibirnya bergerak tanpa suara; Seamus Finnigan
sedang berbaring telentang di atas lantai, membacakan definisi Mantera Substantif
sementara Dean memeriksanya pada Buku Mantera Standar, Tingkat 5; dan Parvati
serta Lavender, yang sedang berlatih Mantera Penggerak dasar, sedang membuat
tempat pensil mereka berlomba mengitari tepi meja.
Makan malam tidak terlalu dipermasalahkan malam itu. Harry dan Ron tidak
banyak bicara, tetapi makan dengan lahap, setelah belajar keras sepanjang hari.
Hermione, di sisi lain, terus meletakkan pisau dan garpunya dan merogoh ke bawah
meja mencari tasnya, dari mana dia akan menyambar sebuah buku untuk memeriksa
beberapa fakta atau gambar. Ron baru saja memberitahunya bahwa dia harus makan
makanan yang pantas atau dia tidak akan tidur malam itu, saat garpunya tergelincir
dari jari-jarinya yang lemah dan mendarat dengan denting keras ke atas piringnya.
'Oh, astaga,' dia berkata dengan lemah, sambil menatap ke Aula Depan. 'Apakah itu
mereka? Apakah itu para pengujinya?'
Harry dan Ron berpaling di bangku mereka. Melalui pintu-pintu ke Aula Besar
mereka bisa melihat Umbridge berdiri bersama sekelompok kecil penyihir wanita dan
pria yang tampak kuno. Umbridge, Harry senang melihatnya, tampak agak gugup.
'Haruskah kita pergi dan melihat lebih seksama?' kata Ron.
Harry dan Hermione mengangguk dan mereka bergegas menuju pintu-pintu ganda
ke Aula Depan, memperlambat saat mereka melangkahi ambang pintu untuk berjalan
dengan tenang melewati para penguji. Harry mengira Profesor Marchbanks pastilah
penyihir wanita kecil bungkuk dengan wajah begitu berkerut sehingga tampaknya
seolah-olah diselubungi sarang laba-laba; Umbridge sedang berbicara kepadanya
dengan sikap berbeda. Profesor Marchbanks tampaknya sedikit tuli; dia menjawab
Profesor Umbridge dengan sangat keras mengingat mereka hanya berjarak satu kaki
jauhnya.
'Perjalanannya baik-baik saja, perjalanan baik-baik saja, kami sudah melakukannya
banyak kali sebelumnya!' dia berkata dengan tidak sabar. 'Sekarang, aku belum
mendengar dari Dumbledore akhir-akhir ini!' dia menambahkan, sambil mengintai ke
sekitar Aula seolah-olah berharap Dumbledore mungkin tiba-tiba muncul dari sebuah
lemari sapu. 'Tak ada gagasan di mana dia, kurasa?'
'Tidak sama sekali,' kata Umbridge, sambil memberi pandangan dengki kepada
Harry, Ron dan Hermione, yang sekarang sedang berlama-lama di sekitar kaki tangga
karena Ron berpura-pura mengikat tali sepatunya. 'Tapi saya berani bilang Menteri
Sihir akan menemukan jejaknya segera mungkin.'
'Aku meragukannya,' teriak Profesor Marchbanks yang kecil, 'tidak kalau
Dumbledore tidak mau ditemukan! Aku seharusnya tahu ... mengujinya sendiri dalam
Transfigurasi serta Jimat dan Guna-Guna waktu dia mengikuti NEWTnya ...
melakukan hal-hal dengan tongkat yang belum pernah kulihat sebelumnya.'
'Ya ... well ...' kata Profesor Umbridge selagi Harry, Ron dan Hermione menyeret
kaki mereka menaiki tangga pualam selambat yang mereka berani lakukan, 'mari saya
perlihatkan kepada Anda ruang guru. Saya berani bilang Anda pasti ingin secangkir
teh setelah perjalanan Anda.'
Malam itu kurang menyenangkan. Semua orang sedang mencoba melakukan
pengulangan pelajaran di menit terakhir tetapi tak seorangpun kelihatannya mendapat
banyak kemajuan. Harry pergi tidur awal tetapi kemudian berbaring terjaga selama
rasanya berjam-jam. Dia ingin konsultasi karirnya dan pernyataan marah McGonagall
bahwa dia akan membantunya menjadi seorang Auror kalaupun itu hal terakhir yang
dilakukannya. Dia berharap telah mengutarakan ambisi yang lebih mungkin tercapai
sekarang setelah masa ujian tiba. Dia tahu dia bukan satu-satunya yang berbaring
terjaga, tetapi tak seorangpun yang lainnya di kamar asrama itu berbicara dan
akhirnya, satu per satu, mereka tertidur.
Tak satupun dari anak-anak kelas lima berbicara banyak saat sarapan pagi pagi
berikutnya. Parvati sedang berlatih mantera-mantera sambil berbisik sementara
tempat garam di depannya bergetar; Hermione sedang membaca ulang Pencapaian
dalam Membuat Mantera begitu cepatnya sehingga matanya tampak kabur; dan
Neville terus menjatuhkan pisau dan garpunya dan menyenggol selai jeruk.
Begitu makan pagi usai, anak-anak kelas lima dan tujuh bergerak ramai-ramai ke
sekitar Aula Depan sementara murid-murid lain pergi menghadiri pelajaran; lalu, pada
pukul sembilan setengah, mereka dipanggil maju kelas demi kelas untuk memasuki
kembali Aula Besar, yang telah diatur ulang persis seperti yang telah dilihat Harry di
dalam Pensieve saat ayahnya, Sirius dan Snape mengikuti OWL mereka; keempat
meja asrama telah dipindahkan dan digantikan dengan banyak meja untuk satu orang,
semuanya menghadap ke ujung meja guru dari Aula tempat Profesor McGonagall
berdiri menghadapi mereka. Saat mereka semua sudah duduk dan tenang, dia berkata,
'Kalian boleh mulai,' dan membalikkan sebuah jam pasir besar di atas meja tulis di
sampingnya, yang di atasnya juga terdapat pena-pena bulu cadangan, botol-botol tinta
dan gulungan-gulungan perkamen.
Harry membalikkan kertasnya, jantungnya berdebar keras -- tiga baris di sebelah
kanannya dan empat tempat duduk di depan Hermione sudah menulis tergesa-gesa --
dan merendahkan matanya ke pertanyaan pertama: a) Berikan mantera dan b)
gambarkan pergerakan tongkat yang dibutuhkan untuk membuat benda-benda
terbang.
Harry mendapat ingatan sekejab sebuah tongkat yang membumbung tinggi ke
udara dan mendarat keras ke atas tengkorak tebal troll ... sambil tersenyum sedikit, dia
membungkuk ke atas kertas dan mulai menulis.
*
'Well, tidak terlalu buruk, bukan?' tanya Hermione dengan cemas di Aula Depan dua
jam kemudian, masih menggenggam kertas ujian. 'Aku tidak yakin aku sudah berbuat
yang terbaik pada Mantera Jenaka, aku kehabisan waktu. Apakah kalian memasukkan
mantera pembalik untuk cegukan? Aku tidak yakin apakah harus melakukannya,
rasanya terlalu berlebihan -- dan pada pertanyaan dua puluh tiga --'
'Hermione,' kata Ron dengan keras, 'kita sudah membahas ini sebelumnya ... kita
tidak akan mendiskusikan setiap ujian setelahnya, sudah cukup buruk
mengerjakannya sekali.'
Anak-anak kelas lima makan siang dengan sisa sekolah (keempat meja asrama
telah muncul kembali untuk jam makan siang), lalu mereka berbaris ke ruangan kecil
di samping Aula Besar, tempat mereka harus menunggu sampai dipanggil untuk ujian
praktek mereka. Ketika kelompok-kelompok kecil dari murid-murid dipanggil maju
dengan urutan alfabetis, mereka yang ditinggal menggumamkan mantera-mantera dan
berlatih gerakan-gerakan tongkat, terkadang tak sengaja menyodok satu sama lain di
punggung atau mata.
Nama Hermione dipanggil. Sambil gemetaran, dia meninggalkan ruangan bersama
Anthony Goldstein, Gregory Goyle dan Daphne Greengrass. Murid-murid yang sudah
diuji tidak kembali setelahnya, jadi Harry dan Ron tidak punya gambaran bagaimana
hasil yang dicapaiHermione.
'Dia akan baik-baik saja, ingat dia dapat seratus dua belas persen pada salah satu
ujian Jimat dan Guna-Guna kita?' kata Ron.
Sepuluh menit kemudian, Profesor Flitwick memanggil, 'Parkinson, Pansy -- Patil,
Padma -- Patil, Parvati -- Potter, Harry.'
'Semoga sukses,' kata Ron pelan. Harry berjalan masuk ke dalam Aula Besar,
sambil mencengkeram tongkatnya begitu erat sehingga tangannya bergetar.
'Profesor Tofty bebas, Potter,' cicit Profesor Flitwick, yang sedang berdiri persis di
bagian dalam pintu. Dia menunjukkan Harry ke arah penguji yang tampak seperti
yang tertua dan terbotak yang sedang duduk di belakang sebuah meja kecil di sudut
jauh, dekat Profesor Marchbanks, yang sedang menguji Draco Malfoy.
'Potter, bukan?' kata Profesor Tofty sambil memeriksa catatannya dan mengintip
dari atas kacamata jepitnya kepada Harry ketika dia mendekat. 'Potter yang terkenal?'
Dari sudut matanya, Harry jelas-jelas melihat Malfoy melemparkan pandangan
tajam kepadanya; gelas anggur yang sedang dibuat Malfoy melayang jatuh ke lantai
dan terbanting pecah. Harry tidak bisa menahan untuk nyengir; Profesor Tofty
tersenyum balik kepadanya dengan membesarkan hati.
'Begitulah,' dia berkata dengan suara tua bergetar, 'tak perlu gugup. Sekarang, kalau
aku bisa memintamu mengambil cangkir telur ini dan membuatnya berguling
untukku.'
Secara keseluruhan, Harry mengira jalannya cukup baik. Mantera Melayangnya
jelas jauh lebih baik daripada milik Malfoy, walaupun dia berharap dia tidak
mencampuradukkan Mantera Pengubah Warna dan Pertumbuhan, sehingga tikus yang
seharusnya dia ubah menjadi jingga menggembung mengejutkan dan seukuran luak
sebelum Harry bisa meralat kesalahannya. Dia senang Hermione tidak berada di Aula
saat itu dan lalai menyebutkannya kepadanya setelah itu. Namun dia bisa
memberitahu Ron; Ron telah menyebabkan sebuah piring makan malam berubah
menjadi sebuah jamur besar dan tidak punya gambaran bagaimana itu terjadi.
Tidak ada waktu untuk bersantai malam itu, mereka langsung ke ruang duduk
setelah makan malam dan membenamkan diri mereka dalam pengulangan pelajaran
untuk Transfigurasi hari berikutnya; Harry pergi tidur dengan kepala berdengung
penuh akan model dan teori mantera yang rumit.
Dia lupa definisi Mantera Pengganti ketika ujian tertulisnya keesokan paginya
tetapi berpikir prakteknya bisa jauh lebih buruk. Setidaknya dia berhasil meng-
Hilangkan keseluruhan iguananya, sementara Hannah Abbot yang malam sepenuhnya
kacau di meja berikutnya dan entah bagaimana berhasil menggandakan musangnya
menjadi sekumpulan flamingo, menyebabkan ujian dihentikan selama sepuluh menit
sementara burung-burung itu ditangkap dan dibawa keluar Aula.
Mereka mengikuti ujian Herbologi di hari Rabu (selain gigitan kecil dari Geranium
Bertaring, Harry merasa dia mendapatkan hasil yang cukup baik); dan kemudian, di
hari Kamis, Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Di sini, untuk pertama kalinya, Harry
merasa yakin dia lulus. Dia tidak punya masalah apapun dengan pertanyaanpertanyaan
tertulis dan merasakan kesenangan khusus, selama ujian praktek,
memperlihatkan kontra-kutukan dan mantera-mantera pertahanan tepat di hadapan
Umbridge, yang sedang menonton dengan tenang dari dekat pintu-pintu ke Aula
Depan.
'Oh, bravo!' teriak Profesor Tofty, yang sedang menguji Harry lagi, saat Harry
mempertunjukkan mantera pengenyah Boggart. 'Memang sangat bagus! Well, kukira
itu saja, Potter ... kecuali ...'
Dia mencondongkan badan ke depan sedikit.
'Kudengar, dari temanku tersayang Tiberius Ogden, bahwa kamu bisa
menghasilkan Patronus? Untuk nilai tambahan ...?'
Harry mengangkat tongkatnya, memandang langsung kepada Umbridge dan
membayangkannya dipecat.
'Expecto patronum!'
Kijang peraknya muncul dari ujung tongkatnya dan berlari di Aula. Semua penguji
memandang berkeliling untuk menonton kemajuannya dan saat dia larut menjadi
kabut perak Profesor Tofty menepuk tangannya yang penuh urat dan bengkok dengan
antusias.
'Bagus sekali!' katanya. 'Sangat bagus, Potter, kamu boleh pergi!'
Ketika Harry melewati Umbridge di samping pintu, mata mereka beradu. Ada
senyum tak menyenangkan di sekitar mulutnya yang lebar dan kendur, tetapi dia tidak
peduli. Kecuali dia sangat keliru (dan dia tidak berencana memberitahu siapapun,
kalau-kalau memang begitu), dia baru saja menerima sebuah OWL 'Outstanding'.
Pada hari Jumat, Harry dan Ron libur sehari sementara Hermione mengikuti ujian
Runo Kunonya, dan karena mereka punya dua hari penuh di akhir minggu mereka
memperbolehkan diri sendiri waktu bebas dari pengulangan pelajaran. Mereka
meregangkan tubuh dan menguap di samping jendela terbuka, yang melaluinya
sedang berhembus udara musim panas yang hangat selagi mereka bermain catur sihir.
Harry bisa melihat Hagrid di kejauhan, mengajar sebuah kelas di tepi hutan. Dia
sedang mencoba menebak makhluk apa yang sedang mereka periksa -- pikirnya
pastilah unicorn, karena anak-anak lelaki tampaknya berdiri agak di belakang -- ketika
lubang potret terbuka dan Hermione merangkak naik, tampaknya tidak senang.
'Bagaimana Rune?' kata Ron sambil menguap dan meregangkan badan.
'Aku salah menerjemahkan ehwaz,' kata Hermione dengan marah. 'Artinya
persekutuan, bukan pertahanan; aku mencampuradukkan dengan eihwaz.'
'Ah well,' kata Ron dengan malas, 'itu hanya satu kesalahan, bukan, kamu masih
bisa dapat --'
'Oh, diamlah!' kata Hermione dengan marah. 'Mungkin satu kesalahan itu yang
membuat perbedaan antara lulus dan gagal. Dan terlebih lagi, seseorang memasukkan
Niffler lagi ke dalam kantor Umbridge. Aku tidak tahu bagaimana mereka melewati
pintu baru itu, tapi aku baru saja lewat sana dan Umbridge sedang menjerit keras
sekali -- dari suaranya, makhluk itu mencoba mengigit kakinya --'
'Bagus,' kata Harry dan Ron bersama-sama.
'Tidak bagus!' kata Hermione dengan garang. 'Dia mengira Hagrid yang
melakukannya, ingat? Dan kita tidak mau Hagrid diusir!'
'Dia sedang mengajar saat ini, Umbridge tidak bisa menyalahkannya,' kata Harry
sambil memberi isyarat keluar jendela.
'Oh, kamu kadang-kadang begitu naif, Harry. Kamu benar-benar berpikir Umbridge
akan menunggu bukti?' kata Hermione, yang kelihatannya bertekad berada dalam
kemarahan memuncak, dan dia berjalan cepat menuju kamar anak perempuan,
membanting pintu di belakangnya.
'Betapa gadis menyenangkan yang bertemperamen manis,' kata Ron dengan sangat
pelan, sambil menyolok ratunya maju untuk memukuli salah satu menteri Harry.
Suasana hati Hermione yang buruk bertahan hampir sepanjang akhir minggu itu,
walaupun Harry dan Ron mendapati cukup mudah mengabaikannya karena mereka
menghabiskan sebagian besar hari Sabtu dan Minggu mengulangi pelajaran untuk
ujian Ramuan di hari Senin, ujian yang paling tidak ditunggu Harry -- dan yang dia
yakin akan menjadi kejatuhan bagi ambisinya menjadi seorang Auror. Benar juga, dia
mendapati ujian tertulisnya sulit, walaupun dia berpikir dia mungkin mendapat nilai
penuh pada pertanyaan tentang Ramuan Polijus; dia bisa menggambarkan
pengaruhnya dengan akurat, karena telah meminumnya secara ilegal di tahun
keduanya.
Ujian praktek di sore hari tidak semengerikan yang diduganya. Dengan
ketidakhadiran Snape, dia mendapati bahwa dia jauh lebih santai daripada biasanya
ketika membuat ramuan. Neville, yang duduk sangat dekat dengan Harry, juga
tampak lebih gembira daripada yang pernah dilihat Harry selama kelas Ramuan.
Ketika Profesor Marchbanks berkata, 'Tolong menjauh dari kuali kalian, ujian sudah
usai,' Harry menyumbat tabung contohnya sambil merasa dia mungkin tidak mencapai
nilai bagus tetapi dia telah, dengan keberuntungan, menghindari kegagalan.
'Hanya empat ujian lagi,' kata Parvati Patil dengan letih ketika mereka menuju ke
ruang duduk Gryffindor lagi.
'Hanya!' kata Hermione dengan panas. 'Aku punya Arithmancydan itu mungkin
mata pelajaran yang tersulit!'
Tak seorangpun cukup bodoh untuk membentak balik, jadi dia tidak bisa
menyalurkan ketidaksenangannya kepada salah satu dari mereka dan akhirnya
menurunkan ke melarang beberapa anak kelas satu terkikik-kikik terlalu keras di
ruang duduk.
Harry bertekad mengerjakan sebaik mungkin di ujian Pemeliharaan Satwa Gaib di
hari Selasa sehingga tidak mengecewakan Hagrid. Ujian praktek bertempat di sore
hari di halaman sekolah tepi Hutan Terlarang, tempat murid-murid diharuskan
mengidentifikasi dengan tepat Knarl yang tersembunyi di antara selusin landak
(caranya adalah dengan menawarkan mereka semua susu secara bergantian: Knarl,
makhluk yang sangat pencuriga yang bulunya dibuat pena bulu dengan banyak sifat
sihir, umumnya mengamuk pada apa yang mereka lihat sebagai usaha untuk meracuni
mereka); lalu memperlihatkan cara penanganan yang tepat dari seekor Bowtruckle;
memberi makan dan membersihkan seekor Kepiting Api tanpa mengalami luka bakar
yang serius; dan memilih, dari banyak pilihan makanan, makanan yang akan mereka
berikan kepada unicorn yang sakit.
Harry bisa melihat Hagrid menonton dengan cemas dari jendela kabinnya. Saat
penguji Harry, seorang penyihir wanita agak gemuk kali ini, tersenyum kepadanya
dan memberitahunya dia boleh pergi, Harry memberi Hagrid acungan jempol cepat
sebelum menuju ke kastil kembali.
Ujian teori Astronomi di hari Rabu pagi berjalan cukup baik. Harry tidak yakin dia
mendapatkan nama-nama semua bulan Jupiter dengan benar, tetapi setidaknya pasti
bahwa tak satupun dari mereka yang ditinggali tikus. Mereka harus menunggu hingga
malam untuk ujian praktek Astronomi mereka, alih-alih sore itu dicurahkan untuk
Ramalan.
Bahkan dengan standar Harry yang rendah pada Ramalan, ujian itu berlangsung
dengan sangat buruk. Dia sama saja berusaha melihat gambar-gambar bergerak di
permukaan meja bukannya di bola kristal yang dengan bandelnya hampa; dia sama
sekali tidak mampu saat membaca daun teh, berkata tampaknya seolah-olah Profesor
Marchbanks dalam waktu dekat akan bertemu dengan seorang asing yang bundar,
berkulit gelap dan basah, dan mengakhiri seluruh kegagalan itu dengan
mencampuradukkan garis kehidupan dan garis kepala di telapak tangannya dan
memberitahunya bahwa dia seharusnya sudah mati Selasa sebelumnya.
'Well, kita selalu akan gagal di yang satu itu,' kata Ron dengan murung saat mereka
menaiki tangga pualam. Dia baru saja membuat Harry merasa lebih baik dengan
memberitahunya bagaimana dia memberitahu pengujinya secara mendetil tentang
lelaki jelek dengan kutil di hidungnya di dalam bola kristalnya, hanya untuk melihat
ke atas dan menyadari dia telah melukiskan pantulan pengujinya.
'Kita seharusnya tidak mengambil mata pelajaran bodoh itu sejak awal,' kata Harry.
'Walau begitu, setidaknya kita bisa melepaskannya sekarang.'
'Yeah,' kata Harry. 'Tidak lagi berpura-pura kita peduli apa yang terjadi saat Jupiter
dan Uranus menjadi terlalu bersahabat.'
'Dan dari sekarang, aku tidak peduli kalau daun tehku mengeja mati, Ron, mati --
aku hanya akan membuang mereka ke tempat sampah di mana mereka seharusnya
berada.'
Harry tertawa persis ketika Hermione datang sambil berlari di belakang mereka.
Dia berhenti tertawa seketika, kalau-kalau hal itu menjengkelkannya.
'Well, kukira aku melalui Arithmancy dengan baik,' katanya, dan Harry dan Ron
keduanya menghela napas lega. 'Cukup waktu untuk melihat sekilas ke peta bintang
kita sebelum makan malam, lalu ...'
Saat mereka mencapai puncak Menara Astronomi pada pukul sebelas, mereka
mendapati malam yang sempurna untuk memandang bintang, tanpa awan dan tenang.
Halaman sekolah bermandikan cahaya bulan keperakan dan ada sedikit angin dingin
di udara. Masing-masing dari mereka memasang teleskopnya dan, saat Profesor
Marchbanks memberi aba-aba, mulai mengisi peta bintang kosong yang telah
diberikan kepada mereka.
Profesor Marchbanks dan Tofty berjalan di antara mereka, mengawasi ketika
mereka memasukkan kedudukan tepat bintang-bintang dan planet-planet yang sedang
mereka amati. Semuanya hening kecuali gersik perkamen, keriut teleskop yang
kadang-kadang timbul saat disesuaikan di atas penopangnya, dan bunyi coretan
banyak pena bulu. Setengah jam berlalu, kemudian satu jam, petak-petak kecil cahaya
emas yang dipantulkan di atas tanah di bawah mulai menghilang ketika lampu-lampu
di jendela-jendela kastil dipadamkan.
Namun, selagi Harry melengkapi konstelasi Orion pada petanya, pintu-pintu depan
kastil terbuka tepat di bawah tempatnya berdiri, sehingga cahaya tumpah melewati
undakan-undakan batu sedikit ke halaman. Harry memandang sekilas ke bawah ketika
dia membuat sedikit penyesuaian pada kedudukan teleskopnya dan melihat lima atau
enam bayangan yang diperpanjang bergerak di atas rumput yang disinari dengan
terang sebelum pintu-pintu itu berayun menutup dan halaman sekali lagi menjadi
lautan kegelapan.
Harry menempatkan matanya kembali ke teleskopnya dan memfokuskannya
kembali, sekarang memeriksa Venus. Dia memandang ke bawah ke petanya untuk
memasukkan planet itu ke sana, tetapi sesuatu mengalihkan perhatiannya,
menghentikannya dengan pena bulu tertahan di atas perkamen, dia memicingkan mata
ke bawah ke halaman sekolah yang berbayang-bayang dan melihat enam figur
berjalan di halaman. Kalau mereka tidak bergerak, dan cahaya bulan tidak
membingkai puncak kepala mereka, mereka tidak akan terbedakan dari tanah gelap
tempat mereka berjalan. Bahkan dari jarak sejauh ini, Harry memiliki perasaan aneh
dia mengenali cara jalan yang terpendek dari mereka, yang tampaknya memimpin
kelompok itu.
Dia tidak bisa memikirkan kenapa Umbridge berjalan-jalan di luar setelah tengah
malam, terlebih lagi ditemani oleh lima orang lainnya. Lalu seseorang batuk di
belakangnya, dan dia ingat bahwa dia sedang mengikuti sebuah ujian. Dia sudah lupa
kedudukan Venus. Sambil menjejalkan matanya ke teleskop, dia menemukannya lagi
dan sekali lagi akan memasukkannya ke dalam petanya saat, waspada terhadap suara
aneh apapun, dia mendengar bunyi ketukan di kejauhan yang menggema melalui
halaman yang sepi, diikuti dengan segera oleh gonggongan seekor anjing besar.
Dia melihat ke atas, jantungnya berdetak keras. Ada cahaya di jendela-jendela
Hagrid dan orang-orang yang dia amati menyeberangi halaman sekarang membentuk
siluet di jendela-jendela itu. Pintu terbuka dan dia melihat dengan jelas enam figur
yang tampak menyolok berjalan melewati ambang pintu. Pintu tertutup lagi dan ada
keheningan.
Harry merasa tidak tenang. Dia memandang sekilas ke sekitarnya untuk melihat
apakah Ron dan Hermione memperhatikan apa yang telah diperhatikannya, tetapi
Profesor Marchbanks berjalan ke belakangnya pada saat itu dan, tidak ingin tampak
seolah-olah dia mencuri pandang ke pekerjaan orang lain, Harry buru-buru
membungkuk ke atas peta bintangnya dan berpura-pura menambahkan catatan
kepadanya sementara sebenarnya mengintip dari atas tempat itu ke kabin Hagrid.
Figur-figur itu sekaranng sedang bergerak menyeberangi jendela-jendela kabin,
sementara menghalangi cahayanya.
Dia bisa merasakan mata Profesor Marchbanks di balik lehernya dan menekankan
matanya lagi ke teleskopnya, menatap ke atas kepada bulan walaupun dia sudah
menandai kedudukannya sejam yang lalu, tetapi ketika Profesor Marchbanks bergerak
terus dia mendengar raungan dari kabin di kejauhan yang menggema melalui
kegelapan tepat ke puncak Menara Astronomi. Beberapa orang di sekeliling Harry
berkelit dari balik teleskop mereka dan mengintip ke arah kabin Hagrid.
Profesor Tofty mengeluarkan batuk kecil yang kering lagi.
'Coba konsentrasi sekarang, anak-anak,' dia berkata dengan lembut.
Kebanyakan orang kembali kepada teleskop mereka. Harry memandang ke sebelah
kirinya. Hermione sedang menatap lekat-lekat ke kabin Hagrid.
'Ahem -- dua puluh menit lagi,' kata Profesor Tofty.
Hermione terlompat dan kembali seketika ke peta bintangnya; Harry memandang
ke bawah kepada petanya sendiri dan memperhatikan bahwa dia salah memberi label
Venus sebagai Mars. Dia membungkuk untuk mengoreksinya.
Ada bunyi letusan keras dari tanah. Beberapa orang berteriak 'Aduh!' saat mereka
menyodok wajah mereka sendiri dengan ujung teleskop mereka karena terburu-buru
untuk melihat apa yang sedang terjadi di bawah.
Pintu Hagrid telah terbuka mendadak dan dari cahaya yang membanjiri keluar dari
kabin itu mereka melihatnya dengan sangat jelas sebagai figur besar yang sedang
meraung dan mengepalkan tinjunya, dikelilingi oleh enam orang, yang semuanya,
dinilai dari alur kecil cahaya merah yang sedang mereka pancarkan ke arahnya,
tampaknya berusaha mem-Bekukannya.
'Tidak!' teriak Hermione.
'Sayangku!' kata Profesor Tofty dengan suara tersinggung. 'Ini ujian!'
Tetapi tak seorangpun memberi perhatian sedikitpun lagi pada peta bintang mereka.
Pancaran sinar merah masih beterbangan di samping kabin Hagrid, namun entah
bagaimana tampaknya memantul darinya; dia masih tegak dan masih, sejauh yang
bisa dilihat Harry, melawan. Jeritan dan teriakan menggema menyeberangi halaman;
seorang lelaki berteriak, 'Berbuatlah yang pantas, Hagrid!'
Hagrid meraung, 'Pantas apanya, kau takkan membawakan seperti ini, Dawlish!'
Harry bisa melihat garis bentuk Fang yang kecil, yang sedang berusaha membela
Hagrid, melompat berulang-ulang kepada para penyihir yang mengelilinginya sampai
sebuah Mantera Pembeku mengenainya dan dia jatuh ke tanah. Hagrid mengeluarkan
lolong kemarahan, mengangkat pelakunya dari tanah dan melemparkannya; pria itu
terbang sejauh kelihatannya sepuluh kaki dan tidak bangun lagi. Hermione menghela
napas keras, kedua tangan menutupi mulutnya; Harry memandang kepada Ron dan
melihat bahwa dia juga tampak takut. Tak seorangpun dari mereka pernah melihat
Hagrid marah besar sebelumnya.
'Lihat!' cicit Parvati, yang sedang bersandar pada tembok dan menunjuk ke kaki
kastil tempat pintu-pintu depan terbuka lagi; lebih banyak cahaya jatuh ke halaman
yang gelap dan sebuah bayangan hitam panjang tunggal sekarang berdesir
menyeberangi halaman.
'Sekarang, benar-benar!' kata Profesor Tofty dengan cemas. 'Cuma enam belas
menit lagi yang tersisa, kalian tahu!'
Tetapi tak seorangpun memberinya perhatian sedikitpun: mereka sedang
mengamati orang yang sekarang berlari cepat ke arah pertarungan di samping kabin
Hagrid.
'Beraninya kamu!' figur itu berteriak selagi berlari. 'Beraninya kamu!'
'Itu McGonagall!' bisik Hermione.
'Tinggalkan dia sendiri! Sendiri, kataku!' kata suara Profesor McGonagall melalui
kegelapan. 'Atas dasar apa kalian menyerangnya? Dia tidak melakukan apapun,
apapun yang membenarkan --'
Hermione, Parvati dan Lavender semuanya menjerit. Figur-figur di sekeliling kabin
telah menembakkan tidak kurang dari empat Pembeku kepada Profesor McGonagall.
Di tengah jalan antara kabin dan kastil sinar-sinar merah itu menghantamnya; sejenak
dia tampak bercahaya dan berkilauan merah mengerikan, lalu dia terangkat dari
kakinya, mendarat keras di punggungnya, dan tidak bergerak lagi.
'Gargoyle melompat!' teriak Profesor Tofty, yang juga kelihatannya telah
melupakan ujian sama sekali. 'Tak ada peringatan apapun! Perilaku yang keterlaluan!'
'PENGECUT!' teriak Hagrid; suaranya terbawa jelas hingga ke puncak menara, dan
beberapa lampu berkelap-kelip di bagian dalam kastil.
'PENGECUT SIALAN! RASAKAN ITU -- DAN ITU --'
'Oh astaga --' bisik Hermione.
Hagrid memberi dua pukulan besar pada para penyerangnya yang terdekat; dinilai
dari kejatuhan mereka yang segera, mereka terpukul hingga pingsan. Harry melihat
Hagrid membungkuk, dan mengira dia akhirnya dikalahkan sebuah mantera. Tetapi,
sebaliknya, saat berikutnya Hagrid berdiri lagi dengan apa yang tampak seperti
karung di punggungnya -- lalu Harry sadar bahwa tubuh Fang yang lemah dipanggul
di bahunya.
'Tangkap dia, tangkap dia!' jerit Umbridge, tetapi pembantunya yang tersisa
tampaknya sangat enggan masuk ke dalam jangkauan kepalan tangan Hagrid;
memang, dia sedang mundur begitu cepatnya sehingga dia tersandung salah satu
rekannya yang tidak sadar dan terjatuh. Hagrid telah berpaling dan mulai berlari
dengan Fang masih bergantung di sekeliling lehernya. Umbridge mengirikan Mantera
Pembeku terakhir mengejarnya tetapi meleset; dan Hagrid, sambil berlari dengan
kecepatan penuh menuju gerbang-gerbang di kejauhan, menghilang dari ke dalam
kegelapan.
Ada keheningan menggetaran selama beberapa menit ketika semua orang menatap
dengan mulut terbuka ke halaman. Lalu suara Profesor Tofty berkata dengan lemah,
'Um ... lima menit lagi, semuanya.'
Walaupun dia hanya mengisi dua pertiga petanya, Harry putus asa ingin ujian itu
berakhir. Saat akhirnya terjadi dia, Ron dan Hermione menjejalkan paksa teleskop
mereka dengan sembarangan kembali ke tempatnya dan berlari menuruni tangga
spiral. Tak seorangpun dari para murid yang pergi tidur; mereka semua berbicara
keras-keras dan penuh semangat di kaki tangga tentang apa yang telah mereka
saksikan.
'Wanita jahat itu!' Hermione terengah-engah, tampaknya mengalami kesulitan
berbicara karena marah. 'Mencoba menyelinap pada Hagrid di malam buta!'
'Dia jelas ingin menghindari tontonan lain seperti Trelawney,' kata Ernie Macmillan
dengan bijaksana, sambil menjejalkan diri untuk bergabung dengan mereka.
'Hagrid bertindak hebat, bukan?' kata Ron, yang tampak lebih gelisah daripada
terkesan. 'Bagaimana semua mantera itu bisa memantul darinya?'
'Pastilah darah raksasanya,' kata Hermione dengan bergetar. 'Sangat sulit mem-
Bekukan seorang raksasa, mereka seperti troll, benar-benar kuat ... tapi Profesor
McGonagall yang malang ... empat Pembeku tepat di dada dan dia tidak muda lagi,
bukan?'
' Mengerikan, mengerikan,' kata Ernie, sambil menggelengkan kepalanya dengan
angkuh. 'Well, aku akan pergi tidur. Malam, semuanya.'
Orang-orang di sekitar mereka menjauh, masih berbicara dengan bersemangat
tentang apa yang baru saja mereka lihat.
'Setidaknya mereka tidak bisa membawa Hagrid ke Azkaban,' kata Ron. 'Kurasa dia
akan bergabung dengan Dumbledore, bukan begitu?'
'Kurasa begitu,' kata Hermione, yang tampak ingin menangis. 'Oh, ini mengerikan,
aku benar-benar mengira Dumbledore akan kembali sebelum waktu yang lama, tetapi
sekarang kita juga kehilangan Hagrid.'
Mereka berjalan kembali ke ruang duduk Gryffindor dan mendapatinya penuh.
Keributan di halaman sekolah telah membuat beberapa orang terjaga, yang bergegas
membangunkan teman-teman mereka. Seamus dan Dean, yang tiba sebelum Harry,
Ron dan Hermione, sekarang sedang menceritakan kepada semua orang apa yang
telah mereka lihat dan dengar dari puncak Menara Astronomi.
'Tetapi mengapa memecat Hagrid sekarang?' tanya Angelina Johnson, sambil
menggelengkan kepalanya. 'Tidak seperti Trelawney, dia mengajar jauh lebih baik
dari biasanya tahun ini!'
'Umbridge benci setengah-manusia,' kata Hermione dengan getir, sambil
menjatuhkan diri ke sebuah kursi berlengan. 'Dia selalu berusaha mengeluarkan
Hagrid.'
'Dan dia mengira Hagrid memasukkan Niffler ke dalam kantornya,' seru Katie Bell.
'Oh, astaga,' kata Lee Jordan sambil menutup mulutnya. 'Akulah yang memasukkan
Niffler ke dalam kantornya. Fred dan George meninggalkan beberapa ekor kepadaku;
aku melayangkan mereka melalui jendelanya.'
'Dia akan memecatnya bagaimanapun,' kata Dean. 'Hagrid terlalu dekat dengan
Dumbledore.'
'Itu benar,' kata Harry sambil merosot ke sebuah kursi berlengan di samping kursi
Hermione.
'Aku hanya berharap Profesor McGonagall baik-baik saja,' kata Lavender
bercucuran air mata.
'Mereka membawanya kembali ke kastil, kami menonton melalui jendela asrama,'
kata Colin Creevey. 'Dia tidak tampak begitu baik.'
'Madam Pomfrey akan menyembuhkannya,' kata Alicia Spinnet dengan tegas. 'Dia
belum pernah gagal.'
Hampir jam empat di pagi hari sebelum ruang duduk kosong. Harry merasa terjaga
penuh; gambar Hagrid yang berlari cepat ke dalam kegelapan menghantuinya; dia
begitu marah kepada Umbridge sehingga dia tidak bisa memikirkan hukuman yang
cukup kejam untuknya, walaupun saran Ron menjadikannya makanan untuk sekotak
Skrewt Ujung-Meletup yang kelaparan ada gunanya. Dia jatuh tertidur sambil
merenungkan balas dendam mengerikan dan bangkit dari tempat tidur tiga jam
kemudian sambil merasa jelas-jelas tidak tentram.
Ujian terakhir mereka, Sejarah Sihir, tidak akan berlangsung sampai sore itu. Harry
sangat ingin kembali tidur setelah sarapan, tetapi dia telah mengharapkan pagi itu
untuk mengulang pelajaran di menit terakhir, jadi alih-alih dia duduk dengan
kepalanya di tangannya di samping jendela ruang duduk, sambil mencoba keras tidak
tertidur ketika dia membaca beberapa bagian dari tumpukan catatan setinggi tiga
setengah kaki yang telah dipinjamkan Hermione kepadanya.
Anak-anak kelas lima memasuki Aula Besar pada pukul dua dan mengambil tempat
mereka di depan kertas ujian mereka yang menghadap ke bawah. Harry merasa letih
sekali. Dia hanya ingin ini berakhir, sehingga dia bisa pergi dan tidur; lalu besok, dia
dan Ron akan turun ke lapangan Quidditch -- dia akan terbang dengan sapu Ron --
dan menikmati kebebasan mereka dari mengulang pelajaran.
'Balikkan kertas-kertas kalian,' kata Profesor Marchbanks dari depan Aula, sambil
membalikkan jam pasir raksasa. 'Kalian boleh mulai.'
Harry menatap lekat-lekat pertanyaan pertama. Beberapa detik kemudian barulah
dia sadar bahwa dia belum mencerna satu katapun; ada seekor kumbang yang
mendengung dengan mengalihkan perhatian di salah satu jendela yang tinggi.
Lambat-lambat, dengan berbelit-belit, dia akhirnya mulai menulis jawaban.
Dia mendapati sangat sulit mengingat nama-nama dan terus salah pada tanggaltanggal.
Dia melompati pertanyaan empat (Menurutmu, apakah undang-undang
tongkat memberi kontribusi, atau menuntun ke pengendalian yang lebih baik dari,
kerusuhan goblin di abad kedelapan belas?), sambil berpikir bahwa dia akan kembali
kepadanya kalau dia punya waktu di akhir. Dia mencoba pertanyaan lima (Bagaimana
Undang-Undang Kerahasiaan dilanggar di tahun 1749 dan patokan apa yang
diperkenalkan untuk mencegah terjadinya kembali?) tetapi punya kecurigaan
mengganggu bahwa dia melewatkan beberapa poin penting; dia punya perasaan para
vampir masuk ke suatu tempat di dalam ceritanya.
Dia mencari pertanyaan yang pasti bisa dijawabnya dan matanya turun ke nomor
sepuluh : Gambarkan keadaan yang menuntun pada pembentukan Konfederasi
Penyihir Internasional dan jelaskan mengapa para penyihir Liechtenstein menolak
bergabung.
Aku tahu ini, Harry berpikir, walaupun otaknya terasa tumpul dan hampa. Dia bisa
membayangkan sebuah judul, dengan tulisan tangan Hermione: Pembentukan
Konfederasi Penyihir Internasional ... dia baru saja membaca catatan itu pagi ini.
Dia mulai menulis, sambil melihat ke atas sekali-kali untuk memeriksa jam pasir
besar di atas meja tulis di samping Profesor Marchbanks. Dia duduk tepat di belakang
Parvati Patil, yang rambut gelap panjangnya jatuh ke punggung kursinya. Sekali atau
dua kali dia mendapati dirinya sendiri menatap ke cahaya keemasan kecil yang
berkilau saat dia menggerakkan kepalanya sedikit, dan harus memberi kepalanya
sedikit goyangan untuk menjernihkannya.
... Ketua Tertinggi pertama dari Konfederasi Penyihir Internasional adalah Pierre
Bonaccord, tetapi penunjukkannya ditentang oleh komunitas sihir Liechtenstein,
karena --
Di sekeliling Harry pena-pena bulu mengores perkamen seperti tikus-tikus yang
berlarian dan membuat liang. Matahari sangat panas di bagian belakang kepalanya.
Apa yang telah dilakukan Bonaccord untuk melukai perasaan para penyihir
Liechtenstein? Harry punya perasaan ada hubungannya dengan para troll ... dia
memandang dengan hampa ke bagian belakang kepala Parvati lagi. Kalau saja dia
bisa melakukan Legilimency dan membuka jendela di belakang kepalanya dan
melihat ada apa tentang troll yang menyebabkan perpecahaan antara Pierre Bonaccord
dan Liechtenstein ...
Harry menutup matanya dan mengubur wajahnya di dalam tangannya, sehingga
pijar merah kelopak matanya menjadi gelap dan sejuk. Bonaccord ingin
menghentikan perburuan troll dan memberi para troll hak-hak ... tetapi Liechtenstein
memiliki masalah dengan satu suku troll gunung yang luar biasa kejam ... itu dia.
Dia membuka matanya; matanya pedih dan berair ketika melihat perkamen putih
terang. Lambat-lambat, dia menulis dua baris tentang para troll, lalu membaca apa
yang telah dibuatnya sedemikan jauh. Tampaknya tidak begitu informatif atau
mendetil, namun dia yakin catatan Hermione tentang Konfederasi telah berlanjut
hingga berhalaman-halaman.
Dia menutup matanya lagi, mencoba melihat mereka, mencoba mengingat ...
Konfederasi telah bertemu untuk pertama kalinya di Prancis, ya, dia sudah menulis itu
...
Para goblin telah berusaha hadir dan diusir ... dia juga sudah menulis itu ...
Dan tak seorangpun dari Liechtenstein mau datang ...
Pikir, dia menyuruh dirinya sendiri, wajahnya di dalam tangannya, sementara di
sekelilingnya pena bulu menggoreskan jawaban tanpa henti dan pasir mengucur
melalui jam pasir di depan ...
Dia sedang berjalan menyusuri koridor gelap yang sejuk ke Departemen Misteri
lagi, berjalan dengan langkah tegas dan penuh tujuan, terkadang berlari, bertekad
untuk mencapai tujuannya pada akhirnya ... pintu hitam itu berayun membuka
untuknya seperti biasa, dan di sinilah dia di dalam ruangan melingkar dengan banyak
pintu ...
Lurus menyeberangi lantai batu dan melewati pintu kedua ... petak-petak cahaya
menari-nari di dinding dan lantai dan bunyi detik mekanis aneh itu, tetapi tak ada
waktu untuk menjelajah, dia harus bergegas ...
Dia berlari kecil beberapai kaki terakhir ke pintu ketiga, yang terayun membuka
persis seperti yang lainnya ...
Sekali lagi dia berada di dalam sebuah ruangan seukuran katedral yang penuh
dengan rak-rak dan bola-bola kaca ... jantungnya sekarang berdebar sangat cepat ...
dia akan sampai ke sana kali ini ... saat dia mencapai nomor sembilan puluh tujuh dia
berbelok ke kiri dan bergegas menyusuri lorong di antara dua baris ...
Tetapi ada sebuah bentuk di atas lantai di bagian terujung, sebuah bentuk hitam
yang sedang bergerak di atas lantai seperti seekor binatang yang terluka ... perut Harry
mengerut karena takut ... karena bersemangat ...
Sebuah suara keluar dari mulutnya sendiri, suara tinggi, dingin yang tak memiliki
kebaikan manusia ...
'Ambilkan untukku ... turunkan, sekarang ... aku tidak bisa menyentuhnya ... tapi
kamu bisa.'
Bentuk hitam di atas lantai bergerak sedikit. Harry melihat sebuah tangan putih
berjari panjang yang mengenggam sebuah tongkat naik di ujung lengannya sendiri ...
mendengar suara tinggi, dingin yang berkata 'Crucio!'
Lelaki di atas lantai itu mengeluarkan jerit kesakitan, mencoba berdiri tetapi
terjatuh kembali, sambil merintih. Harry sedang tertawa. Dia mengangkat tongkatnya,
kutukan terangkat dan figur itu mengerang dan menjadi tak bergerak.
'Lord Voldemort sedang menunggu.'
Dengan sangat lambat, lengannya bergetar, lelaki di atas tanah mengangkat
bahunya beberapa inci dan menaikkan kepalanya. Wajahnya berlumuran darah dan
cekung, mengerenyit kesakitan tetapi kaku menantang.
'Kau akan harus membunuhku,' bisik Sirius.
'Tak diragukan lagi pada akhirnya akan kulakukan,' kata suara dingin itu. 'Tapi
mulanya kamu akan mengambilnya untukku, Black ... kamu kira kamu sudah
merasakah sakit sejauh ini? Pikir lagi ... kira punya waktu berjam-jam dan tak
seorangpun yang akan mendengarmu berteriak ...'
Tetapi seseorang menjerit saat Voldemort menurunkan tongkatnya lagi; seseorang
berteriak dan jatuh ke samping dari sebuah meja tulis yang panas ke atas lantai batu
yang dingin; Harry bangun ketika dia mengenai tanah, masih berteriak, bekas lukanya
terbakar, ketika Aula Besar riuh-rendah di sekitarnya.
HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB TIGA PULUH DUA --
Keluar dari Api
'Aku tidak akan pergi ... aku tidak butuh sayap rumah sakit ... aku tidak mau'
Dia sedang meracau selagi mencoba melepaskan diri dari Profesor Tofty, yang
sedang memandang Harry dengan penuh kekuatiran setelah membantunya keluar ke
Aula Depan dengan tatapan murid-murid di sekeliling mereka.
'Aku -- aku baik-baik saja, sir,' Harry tergagap, sambil menyeka keringat dari
wajahnya. 'Benar ... aku cuma tertidur ... dapat mimpi buruk ...'
'Tekanan ujian!' kata penyihir pria tua itu dengan bersimpati, sambil menepuk bahu
Harry dengan gemetaran. 'Hal itu terjadi, anak muda, terjadi! Seakrang, minum air
yang menyejukkan, dan mungkin kamu akan siap kembali ke Aula Besar? Ujian
hampir usai, tapi kamu mungkin bisa menyelesaikan jawaban terakhirmu dengan
baik?'
'Ya,' kata Harry dengan liar. 'Maksudku ... tidak ... aku sudah melakukan --
melakukan sejauh yang kubisa, kukira ...'
'Sangat bagus, sangat bagus,' kata penyihir tua itu. 'Aku akan pergi mengumpulkan
kertas ujianmu dan kusarankan kamu pergi dan berbaring.'
'Saya akan melakukannya,' kata Harry sambil mengangguk penuh semangat.
'Terima kasih banyak.'
Begitu tumit orang tua itu menghilang dari ambang pintu ke dalam Aula Besar,
Harry berlari menaiki tangga pualam, menderu cepat menyusuri koridor-koridor
begitu cepatnya sehingga potret-potret yang dia lalui menggumamkan celaan, menaiki
lebih banyak tangga lagi, dan akhirnya masuk seperti topan melalui pintu-pintu ganda
sayap rumah sakit, mengakibatkan Madam Pomfrey -- yang sedang menyendokkan
sedikit cairan biru terang ke dalam mulut Montague yang terbuka -- menjerit takut.
'Potter, kamu pikir apa yang sedang kamu lakukan?'
'Saya perlu bertemu Profesor McGonagall,' Harry terengah-engah, napasnya
merobek-robek paru-parunya. 'Sekarang ... penting!'
'Beliau tidak ada di sini, Potter,' kata Madam Pomfrey dengan sedih. 'Beliau
ditransfer ke St Mungo pagi ini. Empat Mantera Pembeku langsung ke dada pada
usianya? Ajaib mereka tidak membunuhnya.'
'Dia ... pergi?' kata Harry, terguncang.
Bel berdering tepat di luar kamar asrama dan dia mendengar kegaduhan biasa dari
murid-murid di kejauhan yang mulai membanjir keluar ke koridor-koridor di atas dan
di bawahnya. Dia tetap tidak bergerak, sambil memandang Madam Pomfrey. Teror
tumbuh di dalam dirinya.
Tak seorangpun tertinggal untuk diberitahu. Dumbledore telah pergi, Hagrid telah
pergi, tetapi dia selalu mengharapkan Profesor McGonagall akan berada di sana, lekas
marah dan tidak luwes, mungkin, tetapi selalu dapat diandalkan kehadirannya ...
'Aku tidak terkejut kamu terguncang, Potter,' kata Madam Pomfrey, dengan
semacam persetujuan dashyat di wajahnya. 'Seolah-olah salah satu dari mereka akan
bisa Membekukan Minerva McGonagall saat berhadapan langsung di bawah sinar
matahari! Kepengecutan, itulah namanya ... kepengecutan yang patut dibenci ... kalau
aku tidak kuatir apa yang akan terjadi dengan kalian para murid tanpa diriku, aku
akan mengundurkan diri sebagai protes.'
'Ya,' kata Harry dengan hampa.
Dia berputar dan berjalan tak tentu arah dari sayap rumah sakit ke koridor yang
penuh sesak di mana dia berdiri, dikelilingi kerumunan, rasa panik mengembang di
dalam dirinya seperti gas beracun sehingga kepalanya berputar dan dia tidak bisa
memikirkan apa yang harus dilakukan ...
Ron dan Hermione, kata sebuah suara di dalam kepalanya.
Dia berlari lagi, sambil mendorong murid-murid menyingkir dari jalannya, tak
memperhatikan protes marah mereka. Dia berlari cepat kembali menuruni dua lantai
dan berada di puncak tangga pualam ketika dia melihat mereka bergegas ke arahnya.
'Harry!' kata Hermione seketika, sambil terlihat sangat ketakutan. 'Apa yang
terjadi? Apakah kamu baik-baik saja? Apakah kamu sakit?'
'Ke mana kamu?' tuntut Ron.
'Ikut aku,' Harry berkata dengan cepat. 'Ayolah, aku harus memberitahu kalian
sesuatu.'
Dia menuntun mereka menyusuri koridor lantai pertama, mengintip melalui
ambang-ambang pintu, dan akhirnya menemukan sebuah ruang kelas kosong ke mana
dia masuk, menutup pintu di belakang Ron dan Hermione saat mereka berada di
dalam, dan bersandar ke pintu itu, menghadap mereka.
'Voldemort menangkap Sirius.'
'Apa?'
'Bagaimana kamu --?'
'Aku lihat. Baru saja. Waktu aku tertidur saat ujian.'
'Tapi -- tapi di mana? Bagaimana?' kata Hermione, wajahnya putih.
'Aku tak tahu bagaimana,' kata Harry. 'Tapi aku tahu persis di mana. Ada sebuah
ruangan di Departemen Misteri yang penuh dengan rak-rak yang berisikan bola-bola
kaca kecil ini dan mereka ada di ujung baris sembilan puluh tujuh ... dia berusaha
menggunakan Sirius untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya dari dalam sana
... dia sedang menyiksanya ... bilang dia akan mengakhirinya dengan membunuhnya!'
Harry mendapati suaranya bergetar, begitu pula lututnya. Dia pindah ke sebuah
meja dan duduk di atasnya, sambil mencoba menguasai dirinya sendiri.
'Bagaimana kita akan pergi ke sana?' dia bertanya kepada mereka.
Ada keheningan sejenak. Lalu Ron berkata, 'P-pergi ke sana?'
'Pergi ke Departemen Misteri, sehingga kita bisa menyelamatkan Sirius!' Harry
berkata keras-keras.
'Tapi -- Harry ...' kata Ron dengan lemah.
'Apa? Apa?' kata Harry.
Dia tidak mengerti mengapa mereka berdua menatapnya dengan mulut terbuka
seolah-olah dia sedang meminta mereka melakukan sesuatu yang tidak masuk akal.
'Harry,' kata Hermione dengan suara agak ketakutan, 'er ... bagaimana ... bagaimana
Voldemort masuk ke dalam Kementerian Sihir tanpa ada yang menyadari dia ada di
sana?'
'Bagaimana aku tahu?' teriak Harry. 'Pertanyaannya adalah bagaimana kita akan
masuk ke dalam sana!'
'Tapi ... Harry, pikirkan ini,' kata Hermione, sambil maju selangkah ke arahnya,
'saat ini pukul lima sore ... Kementerian Sihir pastilah penuh pekerja ... bagaimana
Voldemort dan Sirius bisa masuk tanpa terlihat? Harry ... mereka mungkin dua
penyihir yang paling dicari-cari di dunia ... menurutmu mereka bisa masuk ke dalam
sebuah gedung yang penuh dengan Auror tanpa terdeteksi?'
'Aku tak tahu, Voldemort menggunakan Jubah Gaib atau sesuatu!' Harry berteriak.
'Lagipula, Departemen Misteri selalu sepenuhnya kosong kapanpun aku berada di --'
'Kamu belum pernah berada di sana, Harry,' kata Hermione pelan. 'Kamu
memimpikan tempat itu, itu saja.'
'Itu bukan mimpi biasa!' Harry berteriak ke wajahnya, sambil berdiri dan maju
selangkah mendekat kepadanya.Dia ingin mengguncangnya. 'Kalau begitu bagaimana
kamu menjelaskan ayah Ron, tentang apa semua itu, bagaimana aku tahu apa yang
terjadi kepadanya?'
'Dia benar juga,' kata Ron pelan, sambil memandang Hermione.
'Tapi ini hanya -- hanya begitu tidak mungkin,' kata Hermione dengan putus asa.
'Harry, bagaimana Voldemort bisa menangkap Sirius kalau dia berada di Grimmauld
Place sepanjang waktu?'
'Sirius mungkin tidak tahan dan cuma ingin sedikit udara segar,' kata Ron,
terdengar kuatir. 'Dia dari dulu sangat ingin keluar dari rumah itu --'
'Tapi kenapa,' Hermione bertahan, 'kenapa Voldemort mau menggunakan Sirius
untuk mengambil senjata itu, atau apapun benda itu?'
'Aku tak tahu, mungkin ada banyak alasan!' Harry menjerit kepadanya. 'Mungkin
Sirius hanyalah seseorang yang Voldemort tidak peduli jika terluka --'
'Kalian tahu apa, aku baru saja terpikir sesuatu,' kata Ron dengan suara berbisik.
'Adik Sirius adalah seorang Pelahap Maut, bukan? Mungkin dia memberitahu Sirius
rahasia bagaimana mengambil senjata itu!'
'Yeah -- dan itulah sebabnya Dumbledore sangat ingin menahan Sirius terkurung
sepanjang waktu!' kata Harry.
'Lihat, aku menyesal,' jerit Hermione, 'tapi tak satupun dari kalian masuk akal, dan
kita tidak punya bukti untuk ini, tak ada bukti Voldemort dan Sirius bahkan ada di
sana --'
'Hermione, Harry melihat mereka!' kata Ron, memberondongnya.
'OK,' katanya, tampak takut namun bertekad, 'aku cuma harus mengatakan ini --'
'Apa?'
'Kamu ... ini bukan kritik, Harry! Tapi kamu memang ... semacam ... maksudku --
tidakkah menurutmu kamu punya sedikit -- hal tentang menyelamatkan orang!'
katanya.
Harry melotot kepadanya.
'Dan apa artinya itu, "hal tentang menyelamatkan orang"?'
'Well ... kamu ...' dia tampak lebih gelisah dari sebelumnya. 'Maksudku ... tahun
lalu, contohnya ... di danau ... saat Turnamen ... kamu seharusnya tidak ... maksudku,
kamu tidak perlu menyelamatkan gadis kecil Delacour itu ... kamu agak ... terbawa ...'
Sebuah gelombang kemarahan panas membara menyapu badan Harry, bagaimana
bisa dia mengingatkannya pada kesalahan itu sekarang?
'Maksudku, kamu hebat dan sebagainya,' kata Hermione cepat-cepat, tampak benarbenar
ngeri melihat tampang Harry, 'semua orang mengira itu hal yang mengagumkan
untuk dilakukan --'
'Lucu,' kata Harry melalui gigi-gigi yang digertakkan, 'karena aku jelas-jelas ingat
Ron berkata aku membuang waktu bertindak sebagai pahlawan ... apakah menurutmu
ini seperti yang waktu itu? Kaurasa aku ingin bertindak sebagai pahlawan lagi?'
'Tidak, tidak, tidak!' kata Hermione, terlihat kaget. 'Itu bukan yang kumaksud sama
sekali!'
'Well, keluarkan apa yang ingin kau katakan, karena kita sedang membuang waktu
di sini!' Harry berteriak.
'Aku sedang mencoba mengatakan -- Voldemort mengenalmu, Harry! Dia
membawa Ginny turun ke dalam Kamar Rahasia untuk memikatmu ke sana, hal-hal
seperti itulah yang dilakukannya, dia tahu kamu adalah -- jenis orang yang akan pergi
menolong Sirius! Bagaimana kalau dia cuma mencoba membuat kamu masuk ke
dalam Departemen Mist--?'
'Hermione, tidak masalah apakah dia melakukannya untuk membuatku ke sana atau
tidak -- mereka sudah membawa McGonagall ke St Mungo, tak seorangpun dari
Order tersisa di Hogwarts yang bisa kita beritahu, dan kalau kita tidak pergi, Sirius
mati!'
'Tapi Harry -- bagaimana kalau mimpimu -- cuma itu, sebuah mimpi?'
Harry mengeluarkan raungan frustrasi. Hermione bahkan melangkah mundur
darinya, tampak kuatir.
'Kau tidak mengerti!' Harry berteriak kepadanya, 'Aku tidak sedang mimpi buruk,
aku tidak hanya bermimpi! Menurutmu semua Occlumency itu untuk apa, menurutmu
kenapa Dumbledore ingin mencegahku melihat hal-hal ini? Karena memang NYATA,
Hermione -- Sirius terperangkap, aku sudah melihatnya. Voldemort menangkapnya,
dan tak seorangpun yang tahu, dan itu berarti kita satu-satunya yang bisa
menyelamatkannya, dan kalau kamu tidak mau melakukannya, baik, tapi aku akan
pergi, paham? Dan kalau aku ingat dengan benar, kau tidak punya masalah dengan hal
menyelamatkan orang-ku waktu kamu yang kuselamatkan dari Dementor, atau --' dia
memberondong Ron '-- waktu adikmu yang kuselamatkan dari Basilisk --'
'Aku tak pernah bilang aku punya masalah!' kata Ron dengan panas.
'Tapi Harry, kamu baru saja bilang,' kata Hermione dengan garang, 'Dumbledore
mau kamu belajar menghalangi hal-hal ini dari pikiranmu, kalau kamu mengerjakan
Occlumency dengan semestinya kamu tidak akan pernah melihat ini --'
'KALAU KAUKIRA AKU AKAN BERTINDAK SEOLAHOLAH
AKU TIDAK MELIHAT --'
'Sirius bilang kepadamu tak ada yang lebih penting daripada kamu belajar
menutupp pikiranmu!'
'WELL,
KUDUGA DIA AKAN MENGATAKAN SESUATU YANG BERBEDA KALAU D
IA TAHU APA YANG BARU SAJA AKU --'
Pintu ruang kelas membuka. Harry, Ron dan Hermione berputar cepat. Ginny
berjalan masuk, terlihat ingin tahu, diikuti dari dekat oleh Luna, yang seperti biasa
tampak seolah-olah dia melintas masuk tanpa disengaja.
'Hai,' kata Ginny dengan tidak yakin. 'Kami mengenali suara Harry. Apa yang
sedang kamu teriakkan?'
'Tak usah peduli,' kata Harry dengan kasar.
Ginny mengangkat alisnya.
'Tidak perlu berbicara dengan nada begitu kepadaku,' dia berkata dengan dingin,
'aku hanya ingin tahu apakah aku bisa membantu.'
'Well, kamu tidak bisa,' kata Harry singkat.
'Kau agak kasar, kau tahu,' kata Luna dengan tenang.
Harry menyumpah dan berpaling. Hal terakhir yang diinginkannya sekarang adalah
percakapan dengan Luna Lovegood.
'Tunggu,' kata Hermione tiba-tiba. 'Tunggu ... Harry, mereka bisa membantu.'
Harry dan Ron memandangnya.
'Dengar,' dia berkata dengan mendesak, 'Harry, kita perlu memastikan apakah
Sirius benar-benar telah meninggalkan Markas Besar.'
'Aku sudah bilang, aku lihat --'
'Harry, aku mohon padamu, tolong!' kata Hermione dengan putus asa. 'Tolong
periksa saja bahwa Sirius tidak ada di rumah sebelum kita menyerbu ke London.
Kalau kita mendapati dia tidak ada di sana, aku bersumpah aku tidak akan mencoba
menghentikanmu. Aku akan ikut, aku akan m-melakukan apapun yang diperlukan
untuk mencoba menyelamatkannya.'
'Sirius sedang disiksa SEKARANG!' teriak Harry. 'Kita tidak punya waktu untuk
dibuang.'
'Tapi kalau ini tipuan Voldemort, Harry, kita harus periksa, kita harus.'
'Bagaimana?' Harry menuntut. 'Bagaimana kita akan memeriksanya?'
'Kita harus menggunakan api Umbridge dan lihat apakah kita bisa
menghubunginya,' kata Hermione, yang tampak benar-benar ngeri memikirkan itu.
'Kita akan menarik Umbridge pergi lagi, tapi kita butuh pengintai, dan di situlah kita
bisa menggunakan Ginny dan Luna.'
Walaupun jelas sedang berjuang memahami apa yang sedang terjadi, Ginny berkata
segera, 'Yeah, kami akan melakukannya,' dan Luna berkata, 'Waktu kau bilang
"Sirius", apakah kau sedang membicarakan Stubby Boardman?'
Tak seorangpun menjawabnya.
'OK,' Harry berkata dengan agresif kepada Hermione, 'OK, kalau kamu bisa
memikirkan suatu cara melakukan ini dengan cepat, aku ikut, kalau tidak aku akan
pergi ke Departemen Misteri sekarang juga.'
'Departemen Misteri?' kata Luna, tampak agak terkejut. 'Tapi bagaimana kamu
akan pergi ke sana?'
Lagi-lagi, Harry mengabaikannya.
'Benar,' kata Hermione, sambil memuntirkan tangannya bersamaan dan berjalan
bolak-balik di antara meja-meja. 'Benar ... well ... salah satu dari kita harus pergi
mencari Umbridge dan -- dan mengirimnya ke arah yang salah, menjauhkannya dari
kantornya. Mereka bisa bilang padanya -- aku tidak tahu -- bahwa Peeves sedang
melakukan sesuatu yang mengerikan seperti biasa.'
'Aku akan melakukannya,' kata Ron seketika. 'Aku akan memberitahunya Peeves
sedang menghancurkan departemen Transfigurasi atau sesuatu, letaknya bermil-mil
dari kantornya. Kalau dipikir-pikir, aku mungkin bisa membujuk Peeves untuk
melakukannya kalau aku bertemu dengannya di jalan.'
Tanda keseriusan keadaan itu adalah Hermione tidak keberatan menghancurkan
departemen Transfigurasi.
'OK,' katanya, alisanya mengerut sementara dia terus berjalan. 'Sekarang, kita perlu
menjauhkan murid-murid dari kantornya saat kita mendobrak masuk, atau beberapa
anak Slytherin pasti akan pergi mengisikinya.'
'Luna dan aku bisa berdiri di kedua ujung koridor,' kata Ginny dengan segera, 'dan
memperingatkan orang-orang untuk tidak ke sana karena seseorang melepaskan
banyak Gas Pencekik.' Hermione tampak terkejut pada kesiapan Ginny menciptakan
kebohongan ini; Ginny mengangkat bahu dan berkata, 'Fred dan George
merencanakan melakukannya sebelum mereka pergi.'
'OK,' kata Hermione. 'Well kalau begitu, Harry, kamu dan aku akan berada di
bawah Jubah Gaib dan kita akan menyelinap masuk ke dalam kantor dan kamu bisa
berbicara kepada Sirius --'
'Dia tidak ada di sana, Hermione!'
'Maksudku, kamu bisa -- bisa memeriksa apakah Sirius ada di rumah atau tidak
sementara aku berjaga-jaga, kukira kamu seharusnya tidak berada di dalam sana
sendirian, Lee sudah membuktikan jendela-jendelanya adalah titik lemah, dengan
mengirimkan Niffler-Niffler itu melaluinya.'
Walaupun melalui kemarahan dan ketidaksabarannya, Harry mengenali tawaran
Hermione untuk menemaninya ke dalam kantor Umbridge sebagai tanda solidaritas
dan kesetiaan.
'Aku ... OK, trims,' dia bergumam.
'Benar, well, kalaupun kita melakukan semua itu, kukira kita tidak akan bisa
mengambil lebih dari lima menit,' kata Hermione, tampak lega bahwa Harry
kelihatannya menerima rencana itu, 'tidak dengan Filch dan Regu Penyelidik sialan
itu berkeliaran.'
'Lima menit cukup,' kata Harry. 'Ayolah, ayo pergi --'
'Sekarang?' kata Hermione, tampak terguncang.
'Tentu saja sekarang!' kata Harry dengan marah. 'Menurutmu apa, kita akan
menunggu sampai sehabis makan malam atau apa? Hermione, Sirius sedang disiksa
tepat saat ini!'
'Aku -- oh, baiklah,' dia berkata dengan putus asa. 'Kamu pergi ambil Jubah Gaib
dan kami akan menemuimu di ujung koridor Umbridge, OK?'
Harry tidak menjawab, melainkan berlari cepat keluar dari ruangan itu dan mulai
berjuang melewati kerumunan yang ramai di luar. Dua lantai di atas dia bertemu
Seamus dan Dean, yang menegurnya dengan riang dan memberitahunya mereka
merencanakan perayaan akhir ujian dari senja hingga fajar di ruang duduk. Harry
hampir tidak mendengar mereka. Dia bersusah payah melewati lubang potret
sementara mereka masih mendebatkan berapa banyak Butterbeer pasar gelap yang
akan mereka butuhkan dan sedang memanjat keluar, Jubah Gaib dan pisau Sirius
aman di dalam tasnya, sebelum mereka memperhatikan dia telah meninggalkan
mereka.
'Harry, apakah kamu mau memasukkan beberapa Galleon? Harold Dingle mengira
dia bisa menjual sedikit Whisky-Api kepada kami --'
Tetapi Harry sudah berlari menyusuri koridor kembali, dan beberapa menit
kemudian sedang melompati sedikit anak tangga terakhir untuk bergabung dengan
Ron, Hermione, Ginny dan Luna, yang berkerumun bersama di ujung koridor
Umbridge.
'Dapat,' dia terengah-engah. 'Kalau begitu, siap pergi?'
'Baiklah,' bisik Hermione ketika sekelompok anak-anak kelas enam yang berbicara
keras-keras melewati mereka. 'Jadi Ron -- kamu pergi membawa Umbridge menjauh
... Ginny, Luna, kalau kalian bisa mulai mengeluarkan orang-orang dari koridor ...
Harry dan aku akan mengambil Jubah dan menunggu sampai keadaan aman ...'
Ron berjalan pergi, rambut merah terangnya tampak jelas hingga ke ujung lorong;
sementara itu kepala Ginny yang sama menyalanya tampak di antara murid-murid
yang berdesak-desakan yang mengelilingi mereka di arah yang berlawanan, diikuti
oleh kepala pirang Luna.
'Ke mari,' gumam Hermione, sambil menarik pergelangan tangan Harry dan
menariknya kembali ke celah tempat kepala batu jelek seorang penyihir pria abad
pertengahan berdiri bergumam kepada dirinya sendiri di atas sebuah tiang. 'Apakah --
apakah kamu yakin kamu baik-baik saja, Harry? Kamu masih sangat pucat.'
'Aku baik,' dia berkata singkat, sambil menarik Jubah Gaib keluar dari tasnya.
Sejujurnya, bekas lukanya sakit, tetapi begitu parah sehingga dia berpikir Voldemort
belum memberi Sirius pukulan mematikan; jauh lebih sakit dari ini waktu Voldemort
menghukum Avery ...
'Ini,' katanya; dia melemparkan Jubah Gaib menutupi mereka berdua dan mereka
berdiri sambil mendengarkan dengan hati-hati pada gumaman Latin patung di depan
mereka.
'Kalian tidak boleh datang ke sini!' Ginny sedang berseru kepada kerumunan.
'Tidak, maaf, kalian harus berputar ke tangga putar, seseorang melepaskan Gas
Pencekik di sekitar sini --'
Mereka bisa mendengar orang-orang mengeluh; satu suara masam berkata, 'aku
tidak melihat ada gas.'
'Itu karena tidak berwarna,' kata Ginny dengan suara putus asa yang meyakinkan,
'tapi kalau kamu mau berjalan melewatinya, teruskan, dengan begitu kami akan punya
tubuhmu sebagai bukti untuk idiot berikutnya yang tidak percaya pada kami.'
Lambat laun, kerumunan menipis. Berita tentang Gas Pencekik tampaknya telah
menyebar; orang-orang tidak berdatangan ke arah sini lagi. Saat akhirnya daerah
sekitar kosong, Hermione berkata pelan, 'Kukira hanya sebaik itulah yang bisa kita
dapat, Harry -- ayolah, mari lakukan.'
Mereka bergerak maju, diselubungi Jubah. Luna sedang berdiri memunggungi
mereka di ujung jauh koridor. Ketika mereka melewati Ginny, Hermione berbisik,
'Bagus ... jangan lupa tandanya.'
'Tanda apa?' gumam Harry, ketika mereka mendekati pintu Umbridge.
'Nyanyian keras "Weasley adalah Raja kami" kalau mereka melihat Umbridge
datang,' jawab Hermione, ketika Harry memasukkan bilah pisau Sirius ke celah antara
pintu dan dinding. Kunci berbunyi membuka dan mereka memasuki kantor itu.
Anak-anak kucing yang mengilat sedang mandi sinar matahari petang yang
menghangatkan plakat mereka, tetapi selain itu kantor itu hening dan tidak
berpenghuni seperti kali terakhir. Hermione menghela napas lega.
'Kukira dia mungkin telah menambahkan pengamanan tambahan setelah Niffler
kedua itu.'
Mereka menarik lepas Jubah itu; Hermione bergegas ke jendela dan berdiri di luar
pandangan, sambil mengintip ke bawah ke halaman sekolah dengan tongkatnya
dikeluarkan. Harry berlari ke perapian, menyambar pot bubuk Floo dan melemparkan
sejumput ke dalam kisi, menyebabkan nyala api zamrud timbul di sana. Dia berlutut
cepat-cepat, memasukkan kepalanya ke dalam api yang menari-nari dan berteriak,
'Grimmauld Place nomor dua belas!'
Kepalanya mulai berputar seolah-olah dia baru saja turun permainan di udara
walaupun lututnya terus tertahan di lantai kantor yang dingin. Dia terus memicingkan
matanya melawan abu yang berputar dan saat putarannya berhenti dia membuka mata
dan mendapati dirinya memandang ke dapur panjang yang dingin dari Grimmauld
Place.
Tak seorangpun ada di sana. Dia sudah menduga ini, namun belum siap
menghadapi gelombang campuran rasa ngeri dan panik yang tampaknya meledak di
perutnya saat melihat ruangan yang sepi itu.
'Sirius?' dia berteriak. 'Sirius, apakah kamu di sana?'
Suaranya menggema di ruangan itu, tetapi tidak ada jawaban kecuali bunyi decit
kecil di sebelah kanan api.
'Siapa di sana?' dia berseru, sambil bertanya-tanya apakah itu cuma seekor tikus.
Kreacher si peri-rumah bergerak pelan ke dalam pandangan. Dia terlihat sangat
senang tentang sesuatu, walaupun dia tampaknya baru saja mengalami luka
mengerikan di kedua tangannya, yang diperban berat.
'Kepala bocah Potter itu ada di dalam api,' Kreacher memberitahu dapur yang
kosong itu, sambil mencuri pandang aneh penuh kemenangan sembunyi-sembunyi
kepada Harry. 'Untuk apa dia datang, Kreacher ingin tahu?'
'Di mana Sirius, Kreacher?' Harry menuntut.
Peri-rumah itu tertawa kecil menciut-ciut.
'Tuan sudah keluar, Harry Potter.'
'Ke mana dia pergi? Ke mana dia pergi, Kreacher?'
Kreacher hanya terkekeh.
'Kuperingatkan kamu!' kata Harry, sepenuhnya sadar bahwa jangkauannya untuk
memberikan hukuman kepada Kreacher hampir tidak ada dalam kedudukan ini.
'Bagaimana dengan Lupin? Mad-Eye? Salah satu dari mereka, apakah ada yang di
sana?'
'Tak seorangpun di sini kecuali Kreacher!' kata peri itu dengan senang, dan sambil
berpaling dari Harry dia mulai berjalan lambat-lambat menuju pintu di ujung dapur.
'Kreacher pikir dia akan bincang-bincang sedikit dengan nyonyanya sekarang, ya, dia
lama tidak punya kesempatan, tuan Kreacher telah menjauhkannya darinya --'
'Ke mana Sirius pergi?' Harry berteriak kepada peri itu. 'Kreacher, apakah dia pergi
ke Departemen Misteri?'
Kreacher berhenti di tengah jalan. Harry hanya bisa melihat belakang kepala
botaknya melalui lautan kaki kursi di hadapannya.
'Tuan tidak memberitahu Kreacher malang ke mana dia pergi,' kata peri itu pelan.
'Tapi kamu tahu!' teriak Harry. 'Bukankah begitu? Kamu tahu di mana dia!'
Ada keheningan sejenak, lalu peri itu mengeluarkan kekeh terkerasnya.
'Tuan tidak akan kembali dari Departemen Misteri!' dia berkata dengan senang.
'Kreacher dan nyonyanya akan sendirian lagi!'
Dan dia bergegas maju dan menghilang melalui pintu ke aula.
'Kau --!'
Tetapi sebelum dia bisa mengutarakan kutukan atau hinaan tunggal, Harry
merasakan rasa sakit hebat di puncak kepalanya; dia menghirup banyak abu dan,
sambil tercekik, mendapati dirinya diseret ke belakang melalui nyala api, sampai
mendadak dengan mengerikan dia sedang menatap ke wajah pucat lebwa Profesor
Umbridge yang telah menyeretnya ke belakang keluar dari api dan sekarang sedang
membengkokkan lehernya sejauh yang bisa dilakukan, seolah-olah dia akan merobek
tenggorokan Harry.
'Kau kira,' dia berbisik, sambil membengkokkan leher Harry ke belakang lebih jauh
lagi, sehingga dia sekarang memandang ke atas ke langit-langit, 'bahwa setelah dua
Niffler aku akan membiarkan satu lagi makhluk busuk pencari sampah memasuki
kantorku tanpa sepengetahuanku? Aku punya Mantera Pendeteksi Tersembunyi
ditempatkan di sekeliling ambang pintuku setelah yang terakhir masuk, kau bocah
bodoh. Ambil tongkatnya,' dia menghardik seseorang yang tidak bisa dilihat, dan
Harry merasa sebuah tangan meraba-raba di bagian dalam kantong dada jubahnya dan
mengeluarkan tongkat itu. 'Miliknya juga.'
Harry mendengar bunyi decit di dekat pintu dan tahu bahwa tongkat Hermione juga
baru saja diambil paksa darinya.
'Aku mau tahu kenapa kalian ada di dalam kantorku,' kata Umbridge, sambil
menggoyangkan kepalan yang mencengkeram rambut Harry sehingga dia
sempoyongan.
'Aku sedang -- mencoba mengambil Fireboltku!' Harry berkata dengan parau.
'Pembohong.' Dia mengguncangkan kepalanya lagi. 'Fireboltmu ada di bawah
penjagaan ketat di ruang bawah tanah, seperti yang kau tahu benar, Potter. Kamu
memasukkan kepalamu ke dalam apiku. Dengan siapa kamu berkomunikasi?'
'Tak seorangpun --' kata Harry, sambil mencoba menarik lepas darinya. Dia
merasakan beberapa rambutnya berpisah dari kepalanya.
'Pembohong!' teriak Umbridge. Dia melemparkannya menjauh dan Harry
terbanting ke meja tulis. Sekarang dia bisa melihat Hermione ditahan pada dinding
oleh Millicent Bulstrode. Malfoy sedang bersandar di ambang jendela, sambil
tersenyum menyeringai selagi dia melemparkan tongkat Harry ke udara dengan satu
tangan dan menangkapnya kembali.
Ada kegaduhan di luar dan beberapa anak Slytherin yang besar-besar masuk,
masing-masing sambil mencengkeram Ron, Ginny, Luna dan -- yang membuat Harry
bingung -- Neville, yang terperangkap dalam pegangan mencekik Crabbe dan tampak
berada dalam bahaya mati lemas segera. Mereka berempat semuanya disumpal
mulutnya.
'Dapat mereka semua,' kata Warrington, sambil mendorong Ron dengan kasar maju
ke dalam ruangan. 'Yang satu itu,' dia menyodokkan satu jari gemuk kepada Neville,
'mencoba menghentikanku mengambil dia,' dia menunjuk kepada Ginny, yang sedang
berusaha menendang tulang kering anak perempuan Slytherin bertubuh besar yang
sedang memeganginya, 'jadi kubawa serta juga.'
'Bagus, bagus,' kata Umbridge, sambil mengamati pergumulan Ginny. 'Well,
tampaknya seakan-akan Hogwarts akan segera menjadi daerah bebas-Weasley,
bukan?'
Malfoy tertawa keras-keras dan seperti penjilat. Umbridge memberinya senyum
lebar puas diri dan menempati sebuah kursi berlengan yang diselimuti kain, sambil
berkedip kepada para tangkapannya seperti seekor katak di atas bedeng bunga.
'Jadi, Potter,' katanya. 'Kamu menempatkan pengintai di sekitar kantorku dan kamu
mengirim badut ini,' dia mengangguk kepada Ron -- Malfoy tertawa lebih keras lagi --
'untuk memberitahuku hantu jail sedang membuat kekacauan di departemen
Transfigurasi padahal aku tahu persis bahwa dia sedang sibuk melumuri tinta ke
lensa-lensa semua teleskop sekolah -- Mr Filch baru saja memberitahuku.
'Jelas, sangat penting bagimu untuk berbicara kepada seseorang. Apakah Albus
Dumbledore? Atau keturunan campuran itu, Hagrid? Aku ragu Minerva McGonagall,
kudengar dia masih terlalu sakit untuk berbicara kepada siapapun.'
Malfoy dan beberapa anggota Regu Penyelidik yang lainnya tertawa lagi
mendengar itu. Harry mendapati dirinya begitu penuh amarah dan kebencian sehingga
dia gemetaran.
'Bukan urusanmu kepada siapa aku berbicara,' dia menggeram.
Wajah Umbridge yang kendur tampak mengencang.
'Baiklah,' dia berkata dengan suaranya yang paling berbahaya dan pura-pura manis.
'Sangat baik, Mr Potter ... aku menawarkan kepadamu peluang untuk memberitahuku
dengan bebas. Kamu menolak. Aku tidak punya pilihan kecuali memaksamu. Draco --
jemput Profesor Snape.'
Malfoy menyimpan tongkat Harry ke bagian dalam jubahnya dan meninggalkan
ruangan itu sambil tersenyum menyeringai, tetapi Harry hampir tidak memperhatikan.
Dia baru saja menyadari sesuatu; dia tidak bisa percaya dia begitu bodoh hingga
melupakannya. Dia telah mengira bahwa semua anggota Order, semua yang bisa
membantunya menyelamatkan Sirius, telah pergi -- tetapi dia salah. Masih ada
seorang anggota Order of Phoenix di Hogwarts -- Snape.
Ada keheningan di kantor itu kecuali gerakan gelisah dan decit sepatu yang
dihasilkan dari usaha anak-anak Slytherin untuk menjaga Ron dan yang lainnya di
bawah kendali. Bibir Ron berdarah ke atas karpet Umbridge selagi dia berjuang
melawan Warrington; Ginny masih berusaha menginjak kaki anak perempuan kelas
enam yang mencengkeram erat kedua lengan atasnya; Neville berubah semakin ungu
di bagian wajah selagi menarik lengan-lengan Crabbe; dan Hermione sedang
mencoba, dengan sia-sia, untuk melemparkan Millicent Bulstrode menjauh darinya.
Namun, Luna berdiri dengan lemah di sisi penangkapnya, sambil menatap dengan
tidak jelas keluar jendela seolah-olah agak bosan dengan kejadian itu.
Harry memandang balik kepada Umbridge, yang sedang mengamatinya dengan
seksama. Dia sengaja menjaga wajahnya tetap tenang dan hampa ketika langkahlangkah
kaki di koridor di luar dan Draco Malfoy memasuki ruangan, diikuti dari
dekat oleh Snape.
'Anda ingin menjumpaiku, Kepala Sekolah?' kata Snape, sambil memandang
berkeliling kepada semua pasangan murid yang sedang bergumul dengan ekspresi
sama sekali tidak peduli.
'Ah, Profesor Snape,' kata Umbridge, sambil tersenyum lebar dan berdiri lagi. 'Ya,
saya ingin botol Veritaserum yang lain, tolong, secepat yang Anda bisa.'
'Anda mengambil botol terakhir saya untuk menginterogasi Potter,' katanya sambil
memandangnya dengan dingin melalui tirai rambut hitamnya yang berminyak.
'Tentunya Anda tidak menggunakannya semua? Saya memberitahu Anda bahwa tiga
tetes sudah cukup.'
Umbridge merona.
'Anda bisa membuat lagi, bukan?' katanya, suaranya menjadi semakin manis seperti
anak perempuan seperti yang selalu terjadi saat dia marah besar.
'Tentu saja,' kata Snape, bibirnya melengkung. 'Butuh siklus bulan penuh untuk
matang, jadi aku seharusnya sudah menyiapkan untuk Anda dalam waktu sekitar satu
bulan.'
'Satu bulan?' keluh Umbridge, sambil menggembung mirip katak. 'Satu bulan? Tapi
aku butuh malam ini, Snape! Aku baru saja mendapati Potter menggunakan apiku
untuk berkomunikasi dengan seseorang atau beberapa orang yang tidak dikenal!'
'Benarkah?' kata Snape, sambil memperlihatkan tanda ketertarikan pertamanya
yang lemah ketika dia memandang berkeliling kepada Harry. 'Well, tidak
mengejutkanku. Potter tidak pernah memperlihatkan banyak kecenderungan untuk
mengikuti peraturan-peraturan sekolah.'
Matanya yang gelap dan dingin menusuk ke dalam mata Harry, yang beradu
pandang dengannya tanpa berkedip, sambil berkonsentrasi keras pada apa yang telah
dilihatnya di dalam mimpinya, menghendaki Snape membacanya di dalam
pikirannya, memahaminya ...
'Aku ingin menginterogasinya!' ulang Umbridge dengan marah, dan Snape
mengalihakan pandangan dari Harry kembali kepada wajahnya yang bergetar karena
marah. 'Aku ingin Anda menyediakan untukku sebuah ramuan yang akan
memaksanya menceritakan yang sebenarnya kepadaku!'
'Saya sudah memberitahu Anda,' kata Snape dengan licin, 'bahwa saya tidak punya
stok Veritaserum lagi. Kecuali Anda ingin meracuni Potter -- dan kuyakinkan Anda
saya akan memberikan simpati terbesar kepada Anda kalau Anda melakukannya --
saya tidak bisa membantu Anda. Satu-satunya masalah adalah kebanyakan bisa
bereaksi terlalu cepat untuk memberi korban banyak waktu untuk menceritakan
kebenaran.'
Snape memandang kembali kepada Harry, yang menatapnya, sangat ingin
berkomunkasi tanpa kata-kata.
Voldemort menangkap Sirius di dalam Departemen Misteri, dia berpikir dengan
putus asa. Voldemort menangkap Sirius --
'Kamu berada dalam masa percobaan!' jerit Profesor Umbridge, dan Snape
memandang balik kepadanya, alisnya sedikit terangkat. 'Kamu sengaja bersikap tidak
membantu! Aku mengharapkan yang lebih baik, Lucius Malfoy selalu memujimujimu!
Sekarang keluar dari kantorku!'
Snape membungkuk menyindir dan berbalik untuk pergi. Harry tahu kesempatan
terakhirnya untuk memberitahu Order apa yang sedang terjadi sedang berjalan keluar
dari pintu.
'Dia menangkap Padfoot!' teriaknya. 'Dia menangkap Padfoot di tempat itu
disembunyikan!'
Snape berhenti dengan tangannya di atas pegangan pintu Umbridge.
'Padfoot?' jerit Profesor Umbridge, sambil memandang dengan bersemangat dari
Harry kepada Snape. 'Apa itu Padfoot? Di mana itu disembunyikan? Apa yang dia
maksudkan, Snape?'
Snape memandang kepada Harry. Wajahnya tidak dapat diduga. Harry tidak bisa
bilang apakah dia mengerti atau tidak, tetapi dia tidak berani berbicara lebih jelas lagi
di hadapan Umbridge.
'Aku tidak punya gambaran,' kata Snape dengan dingin. 'Potter, kalau aku mau
omong kosong diteriakkan kepadaku aku akan memberimu Minuman Mengoceh. Dan
Crabbe, longgarkan peganganmu sedikit. Kalau Longbottom mati lemas artinya
banyak pekerjaan membuat laporan yang melelahkan dan aku takut aku akan harus
menyebutkannya pada referensimu kalau kamu pernah melamar kerja.'
Dia menutup pintu di belakangnya dengan bantingan, meninggalkan Harry dalam
penderitaan yang lebih parah daripada sebelumnya: Snape adalah harapan terakhirnya.
Dia memandang kepada Umbridge, yang tampaknya merasakan hal yang sama,
dadanya naik-turun dengan kemarahan dan frustrasi.
'Baiklah,' katanya, dan dia menarik tongkatnya keluar. 'Sangat baik ... aku tidak
punya pilihan lain ... ini lebih dari masalah disiplin sekolah ... ini masalah keamanan
Kementerian ... ya ... ya ...'
Dia kelihatannya sedang meyakinkan dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu. Dia
sedang memindahkan berat tubuhnya dengan gugup dari satu kaki ke kaki lain, sambil
menatap Harry, memukul-mukulkan tongkatnya pada telapak tangannya yang kosong
dan bernapas dengan berat. Selagi Harry memperhatikannya, dia merasa tidak berdaya
tanpa tongkatnya sendiri.
'Kamu memaksaku, Potter ... aku tidak mau,' kata Umbridge, masih bergerak tidak
tenang di tempat, 'tapi kadang-kadang keadaan membenarkan penggunannya ... aku
yakin Menteri akan mengerti bahwa aku tidak punya pilihan.'
Malfoy mengamatinya dengan ekspresi lapar di wajahnya.
'Kutukan Cruciatus seharusnya bisa mengendurkan lidahmu,' kata Umbridge pelan.
'Tidak!' jerit Hermione. 'Profesor Umbridge -- itu ilegal!'
Tetapi Umbridge tidak memperhatikan. Ada tampang kejam, bersemangat, tidak
sabar di wajahnya yang belum pernah dilihat Harry sebelumnya. Dia mengangkat
tongkatnya.
'Menteri tidak akan mau Anda melanggar hukum, Profesor Umbridge!' jerit
Hermione.
'Apa yang tidak diketahui Cornelius tidak akan melukainya,' kata Umbridge, yang
sekarang sedikit terengah-engah selagi dia menunjuk tongkatnya ke bagian-bagian
tubuh Harry yang berbeda-beda secara bergantian, tampaknya mencoba memutuskan
di mana akan memberikan rasa sakit terbesar. 'Dia tidak pernah tahu aku
memerintahkan Dementor mengejar Potter musim panas lalu, tapi tetap saja dia
senang diberikan kesempatan untuk mengeluarkannya dari sekolah.'
'Anda yang melakukannya?' Harry terkesiap. 'Anda mengirim Dementor
mengejarku?'
'Seseorang harus bertindak,' bisik Umbridge, selagi tongkatnya diam sambil
menunjuk tepat ke kening Harry. 'Mereka semua mengoceh tentang mendiamkan
kamu dengan suatu cara -- mendiskreditkan kamu -- tapi aku satu-satunya yang benarbenar
melakukan sesuatu ... hanya saja kamu berkelit dari yang satu itu, bukan,
Potter? Namun tidak hari ini, tidak sekarang --' Dan sambil mengambil napas dalam,
dia menjerit, 'Cruc--'
'TIDAK!' teriak Hermione dengan suara pecah dari belakang Millicent Bulstrode.
'Tidak -- Harry -- kita harus memberitahunya!'
'Tidak mau!' jerit Harry sambli menatap bagian kecil Hermione yang bisa
dilihatnya.
'Kita harus, Harry, atau dia akan tetap memaksanya keluar darimu, apa ... apa
gunanya?'
Dan Hermione mulai menangis dengan lemah ke punggung jubah Millicent
Bulstrode. Millicent segera berhenti mencoba menggencetnya ke dinding dan
mengelak darinya sambil terlihat jijik.
'Well, well, well!' kata Umbridge, tampak penuh kemenangan. 'Nona Kecil Tanya-
Semua akan memberi kita beberapa jawaban. Ayolah kalau begitu, nak, ayo!'
'Er -- my -- nee -- jangan!' teriak Ron melalui sumbat mulutnya.
Ginny sedang menatap Hermione seolah-olah dia belum pernah melihatnya
sebelumnya. Neville, masih bernapas dengan tercekik, juga sedang menatapnya.
Tetapi Harry baru saja memperhatikan sesuatu. Walaupun Hermione sedang terisakisak
dengan putus asa ke dalam tangannya, tidak ada bekas air mata.
'Aku -- aku minta maaf, semuanya,' kata Hermione. 'Tapi -- aku tidak bisa
menahannya --'
'Itu benar, itu benar, nak!' kata Umbridge sambil meraih pundak Hermione,
mendorongnya ke kursi kain yang ditinggalkan dan mencondongkan badan ke
atasnya. 'Kalau begitu sekarang ... dengan siapa Potter berkomunikasi baru saja?'
'Well,' Hermione menelan ludah, 'well, dia sedang mencoba berbicara kepada
Profesor Dumbledore.'
Ron membeku, matanya lebar; Ginny berhenti mencoba menginjak jari kaki
penangkapnya yang dari Slytherin; dan bahkan Luna tampak agak terkejut. Untung
saja, perhatian Umbridge dan antek-anteknya terfokus terlalu khusus pada Hermione
untuk memperhatikan tanda-tanda mencurigakan ini.
'Dumbledore?' kata Umbridge dengan bersemangat. 'Kalau begitu, kamu tahu di
mana Dumbledore?'
'Well ... tidak!' Hermione tersedu sedan. 'Kami sudah mencoba Leaky Cauldron di
Diagon Alley dan Three Broomsticks dan bahkan Hog's Head --'
'Gadis idiot -- Dumbledore tidak akan duduk di sebuah bar saat seluruh
Kementerian sedang mencarinya!' teriak Umbridge, kekecewaan terukir di setiap garis
kendur wajahnya.
'Tapi -- tapi kami perlu memberitahunya sesuatu yang penting!' rengek Hermione,
sambil memegang tangannya lebih erat lagi ke wajahnya, yang Harry tahu, bukan
karena sedih, tetapi untuk menyamarkan tidak adanya air mata.
'Ya?' kata Umbridge dengan serbuan kembali semangat yang mendadak. 'Apa yang
ingin kalian beritahukan kepadanya?'
'Kami ... kami ingin memberitahunya itu sudah s-siap!' Hermione tercekik.
'Apa yang siap?' tuntut Umbridge, dan sekarang dia mencengkeram bahu Hermione
lagi dan mengguncangnya sedikit. 'Apa yang siap, nak?'
'Sen ... senjata itu,' kata Hermione.
'Senjata? Senjata?' kata Umbridge, dan matanya tampaknya meletus karena
bersemangat. 'Kalian telah mengembangkan semacam metode perlawanan? Sebuah
senjata yang bisa kalian gunakan untuk melawan Kementerian? Atas perintah
Profesor Dumbledore, tentu saja?'
'Y-y-ya,' Hermione terengah-engah, 'tetapi dia harus pergi sebelum siap dan se-sesekarang
kami sudah menyelesaikannya untuknya, dan kami tidak b-b-bisa
menemukannya u-u-untuk memberitahunya!'
'Senjata seperti apa?' kata Umbridge dengan kasar, tangannya yang gemuk pendek
masih erat di bahu Hermione.
'Kami tidak b-b-benar-benar mengerti,' kata Hermione, sambil terisak keras. 'Kami
h-h-hanya melakukan apa yang P-P-Profesor Dumbledore suruh l-l-lakukan.'
Umbridge meluruskan diri, tampak gembira.
'Bawa aku ke senjata itu,' katanya.
'Aku tidak mau memperlihatkan kepada ... mereka,' kata Hermione dengan nyaring,
sambil memandang berkeliling kepada anak-anak Slytherin melalui jari-jarinya.
'Kamu tidak boleh membuat persyaratan,' kata Profesor Umbridge dengan kasar.
'Baik,' kata Hermione, sekarang tersedu-sedu ke dalam tangannya lagi. 'Baik ...
biarkan mereka melihatnya, kuharap mereka menggunakannya kepadamu! Nyatanya,
aku berharap kamu mengundang banyak orang untuk datang melihat! It -- itu akan
pantas kamu dapatkan -- oj, aku akan senang kalau se -- seluruh sekolah tahu di mana
letaknya, dan bagaimana m-menggunakannya, dan kemudian kalau kamu membuat
salah satu dari mereka marah mereka akan bisa m-mengatasimu!'
Kata-kata ini punya pengaruh kuat pada Umbridge: dia memandang sekilas dan
penuh curiga kepada Regu Penyelidiknya, matanya yang menonjol diam sebentar
pada Malfoy, yang terlalu lambat menyamarkan tampang bersemangat dan rakus yang
muncul di wajahnya.
Umbridge menatap Hermione lagi agak lama, lalu berkata dengan apa yang jelas
dipikirnya suara keibuan.
'Baiklah, sayang, cuma kau dan aku ... dan kita akan bawa Potter juga, baik?
Bangkitlah, sekarang.'
'Profesor,' kata Malfoy dengan bersemangat, 'Profesor Umbridge, kukira beberapa
dari Regu harus ikut bersama Anda untuk menjaga --'
'Aku seorang pejabat Kementerian yang berijazah penuh, Malfoy, apakah kamu
benar-benar mengira aku tidak bisa menangani dua remaja tak bertongkat sendirian?'
tanya Umbridge dengan tajam. 'Bagaimanapun, kedengarannya senjata ini bukan
sesuatu yang harus dilihat anak-anak sekolah. Kamu akan tetap di sini sampai aku
kembali dan memastikan tak seorangpun dari yang ini --' dia memberi isyarat kepada
Ron, Ginny, Neville dan Luna '-- lolos.'
'Baiklah,' kata Malfoy, tampak dongkol dan kecewa.
'Dan kalian berdua bisa pergi di depanku dan memperlihatkan jalannya kepadaku,'
kata Umbridge, sambil menunjuk kepada Harry dan Hermione dengan tongkatnya.
'Pimpin jalannya.'
HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB TIGA PULUH TIGA --
Perlawanan dan Pelarian
Harry tidak punya gambaran apa yang sedang direncanakan Hermione, atau bahkan
apakah dia punya rencana. Dia berjalan setengah langkah di belakangnya ketika
mereka menyusuri koridor di luar kantor Umbridge, tahu akan terlihat sangat
mencurigakan kalau dia tampak tidak tahu ke mana mereka akan pergi. Dia tidak
berani mencoba berbicara kepadanya; Umbridge berjalan begitu dekat di belakang
mereka sehingga dia bisa mendengar napas marahnya.
Hermione memimpin jalan menuruni tangga ke Aula Depan. Hiruk-pikuk suara
bising dan denting alat-alat makan pada piring bergema keluar dari pintu-pintu ganda
ke Aula Besar -- tampaknya luar biasa begi Harry bahwa dua puluh kaki jauhnya
orang-orang sedang menikmati makan malam, merayakan akhir ujian, tidak peduli
akan dunia ...
Hermione berjalan lurus keluar dari pintu depan dari kayu ek dan menuruni
undakan-undakan batu ke udara sore yang sejuk. Matahari sedang turun ke puncak
pepohonan di Hutan Terlarang sekarang, dan selagi Hermione berjalan cepat-cepat
dengan maksud tertentu menyeberangi rumput -- Umbridge berlari-lari kecil untuk
menjaga jarak -- bayangan-bayangan gelap panjang pepohonan itu beriak di rumput di
belakang mereka seperti jubah.
'Disembunyikan di gubuk Hagrid, bukan?' kata Umbridge dengan bersemangat ke
telinga Harry.
'Tentu saja tidak,' kata Hermione dengan pedas. 'Hagrid mungkin melepaskannya
dengan tidak sengaja.'
'Ya,' kata Umbridge, yang kegembiraannya tampaknya meningkat. 'Ya, dia pasti
berbuat begitu, tentu saja, si kasar keturunan campuran yang besar itu.'
Dia tertawa. Harry merasakan desakan kuat untuk berputar dan mencengkeram
tenggorokannya, tetapi menahan diri. Bekas lukanya berdenyut di udara sore yang
lembut tetapi belum membara panas seklai, seperti yang diketahuinya akan terjadi
kalau Voldemort telah berniat membunuh.
'Kalau begitu ... di mana?' tanya Umbridge, dengan isyarat ketidakyakinan di
suaranya ketika Hermione terus berjalan menuju Hutan.
'Di dalam sana, tentu saja,' kata Hermione sambil menunjuk ke pepohonan gelap.
'Harus berada di suatu tempat yang tidak akan ditemukan murid-murid secara tidak
sengaja, bukankah begitu?'
'Tentu saja,' kata Umbridge, walaupun dia terdengar sedikit gelisah sekarang.
'Tentu saja ... baiklah, kalau begitu ... kalian berdua tetap di depanku.'
'Kalau begitu, bolehkah kami pegang tongkat Anda, kalau kami akan pergi duluan?'
Harry bertanya kepadanya.
'Tidak, kukira tidak, Mr Potter,' kata Umbridge dengan manis, sambil menyodok
punggungnya dengan tongkat itu. 'Aku kuatir Kementerian lebih menghargai
nyawaku daripada nyawa kalian.'
Ketika mereka mencapai tempat teduh yang sejuk dari perpohonan pertama, Harry
mencoba memandang mata Hermione; berjalan ke dalam Hutan tanpa tongkat baginya
kelihatan lebih gila-gilaan daripada apapun yang pernah mereka lakukan sejauh ini
pada malam ini. Akan tetapi, Hermione hanya memandang sekilas kepada Umbridge
dengan merendahkan dan berjalan lurus ke pepohonan, bergerak dengan kecepatan
sedemikan rupa sehingga Umbridge, dengan kakinya yang lebih pendek, mengalami
kesulitan menjaga jarak.
'Apakah sangat jauh masuknya?' Umbridge bertanya, ketika jubahnya robek pada
sebuah duri.
'Oh ya,' kata Hermione, 'ya, tersembunyi dengan baik.'
Perasaan waswas Harry meningkat. Hermione tidak mengambil jalan setapak yang
mereka ikuti untuk mengunjungi Grawp, melainkan yang satunya yang dia ikuti tiga
tahun yang lalu menuju sarang monster Aragog. Hermione tidak bersamanya pada
kesempatan itu; dia ragu Hermione punya gambaran bahaya apa yang berada di
ujungnya.
'Er -- apakah kau yakin ini jalan yang benar?' dia bertanya kepadanya dengan
tajam.
'Oh ya,' Hermione berkata dengan suara tegas, sambil menghantam semak belukar
dengan apa yang dianggapnya bunyi bising yang sama sekali tidak perlu. Di belakang
mereka, Umbridge tersandung sebuah pohon muda yang tumbang. Tak satupun dari
mereka berhenti untuk membantunya bangkit lagi; Hermione hanya berjalan terus,
sambil berseru dengan keras lewat bahunya, 'Sedikit lebih masuk lagi!'
'Hermione, turunkan suaramu,' Harry bergumam, sambil bergegas untuk
mengejarnya. 'Apapun bisa mendengarkan di sini --'
'Aku mau kita terdengar,' dia menjawab pelan, selagi Umbridge berlari kecil
dengan ribut mengejar mereka. 'Kau akan paham ...'
Mereka berjalan terus selama waktu yang kelihatannya lama, sampai mereka sekali
lagi berada begitu dalam di Hutan sehingga kanopi pohon yang rimbun menghalangi
sinar matahari. Harry memiliki perasaan yang pernah dirasakannya sebelumnya di
Hutan, bahwa mereka sedang diawasi mata-mata tak terlihat.
'Seberapa jauh lagi?' tuntut Umbridge dengan marah dari belakang mereka.
'Tidak jauh sekarang!' teriak Hermione, ketika mereka keluar ke tempat terbuka
yang suram dan lembab. 'Cuma sedikit --'
Sebuah anak panah melayang di udara dan mendarat dengan bunyi gedebuk
mengancam di pohon persis di atas kepalanya. Udara mendadak penuh suara kuku
binatang; Harry bisa merasakan dasar Hutan itu bergetar; Umbridge menjerit kecil
dan mendorongnya ke depannya seperti perisai --
Harry merenggut dirinya bebas darinya dan berpaling. Sekitar lima puluh centaur
bermunculan dari tiap sisi, busur mereka terangkat dan terisi, menunjuk kepada Harry,
Hermione dan Umbridge. Mereka mundur pelan-pelan ke tengah tempat terbuka itu,
Umbridge sambil mengeluarkan rengek kengerian kecil. Harry memandang ke
samping kepada Hermione. Dia tersenyum penuh kemenangan.
'Siapa kalian?' kata sebuah suara.
Harry memandang ke kiri. Centaur bertubuh cokelat yang dipanggil Magorian
sedang berjalan ke arah mereka keluar dari lingkaran: busurnya, seperti busur yang
lainnya, terangkat. Di sebelah kanan Harry, Umbridge masih merengek-rengek,
tongkatnya gemetaran hebat sementara dia menunjuknya ke centaur yang maju itu.
'Aku bertanya kepada kalian siapa kalian, manusia,' kata Magorian dengan kasar.
'Aku Dolores Umbridge!' kata Umbridge dengan suara ketakutan bernada tinggi.
'Menteri Muda Senior bagi Menteri Sihir dan Kepala Sekolah serta Penyelidik Tinggi
Hogwarts!'
'Kau berasal dari Kementerian Sihir?' kata Magorian, sementara banyak centaur di
lingkaran yang mengitari bergeser dengan resah.
'Itu benar!' kata Umbridge, dengan suara yang bahkan lebih tinggi, 'jadi berhatihatilah!
Dengan hukum yang disahkan Departemen Peraturan dan Pengendalian
Makhluk-Makhluk Sihir, serangan apapun oleh keturunan campuran seperti dirimu
kepada seorang manusia --'
'Kau panggil kami apa?' teriak centaur hitam yang tampak liar, yang Harry kenali
sebagai Bane. Ada banyak gumaman marah dan pengetatan tali busur di sekitar
mereka.
'Jangan panggil mereka begitu!' Hermione berkata dengan marah, tetapi Umbridge
tampaknya tidak mendengarnya. Masih menunjuk tongkatnya yang bergetar ke
Magorian, dia meneruskan, 'Hukum Lima Belas "B" menyatakan dengan jelas bahwa
"serangan apapun oleh makhluk sihir yang dianggap memiliki kecerdasan mendekati
manusia, dan oleh karena itu dipertimbangkan bertanggung jawab atas tindakantindakannya
--'
'"Kecerdasan mendekati manusia"?' ulang Magorian, sementara Bane dan beberapa
yang lain meraung marah dan mencakar tanah. 'Kami menganggap itu penghinaan
besar, manusia! Kecerdasan kami, untungnya, jauh melebihi kecerdasanmu sendiri.'
'Apa yang sedang kalian lakukan di Hutan kami?' teriak centaur kelabu berwajah
keras yang telah dilihat Harry dan Hermione di perjalanan terakhir mereka ke dalam
Hutan. 'Kenapa kalian ada di sini?'
'Hutan kalian?' kata Umbridge, gemetaran sekarang tidak hanya karena takut tetapi
juga, tampaknya, karena marah. 'Aku akan mengingatkan kalian bahwa kalian tinggal
di sini hanya karena Menteri Sihir mengizinkan kalian menempati area-area tanah
tertentu --'
Sebuah anak panah terbang begitu dekat kepalanya sehingga mengenai rambut
tikusnya ketika lewat: dia mengeluarkan jeritan memekakkan dan melemparkan
tangannya ke atas kepalanya, sementara beberapa centaur meneriakkan persetujuan
mereka dan yang lainnya tertawa kasar. Suara tawa mereka yang liar dan meringkik
menggema di sekitar tempat terbuka yang pencahayaannya suram itu dan penampakan
kuku-kuku mereka yang mencakar-cakar sangat mengerikan.
'Hutan siapa sekarang, manusia?' teriak Bane.
'Keturunan campuran kotor!' dia menjerit, tangannya masih erat di atas kepalanya.
'Makhluk buas! Binatang tak terkendali!'
'Diamlah!' teriak Hermione, tetapi terlambat: Umbridge menunjuk tongkatnya
kepada Magorian dan menjerit, 'Incarcerous!'
Tali-tali melayang keluar dari udara seperti ular-ular tebal, membelitkan diri
dengan ketat mengitari badan centaur itu dan menjerat lengannya: dia berteriak marah
dan bertumpu pada kaki belakangnya, mencoba membebaskan diri, sementara
centaur-centaur yang lain menyerbu.
Harry menyambar Hermione dan menariknya ke tanah; wajah di bawah di dasar
Hutan, dia mengenal saat kengerian ketika kuku-kuku binatang berderap di
sekitarnya, tetapi centaur-centaur itu melompati dan mengitari mereka, sambil
berteriak dan menjerit marah.
'Tidaaaaak!' dia mendengar Umbridge memekik. 'Tidaaaaaak ... aku Menteri Muda
Senior ... kalian tidak bisa -- Lepaskan tangan kalian dariku, kalian binatang ...
tidaaaak!'
Harry melihat kilatan cahaya merah dan tahu dia telah mencoba Membekukan salah
satu dari mereka; lalu Umbridge menjerit sangat keras. Sambil mengangkat kepalanya
beberapa inci, Harry melihat bahwa Umbridge telah dicengkeram dari belakang oleh
Bane dan diangkat tinggi-tinggi ke udara, menggeliat dan menjerit ketakutan.
Tongkatnya jatuh dari tangannya ke tanah, dan jantung Harry terlompat. Kalau saja
dia bisa meraihnya --
Tetapi ketika dia mengulurkan sebelah tangan ke arahnya, sebuah kuku centaur
turun ke tongkat itu dan mematahkannya menjadi dua.
'Sekarang!' raung sebuah suara di telinga Harry dan sebuah lengan berbulu lebat
turun dari udara kosong dan menyeretnya ke atas. Hermione juga telah ditarik
bangkit. Melewati punggung dan kepala para centaur yang berwarna-warni, Harry
melihat Umbridge dibawa pergi melewati pepohonan oleh Bane. Sambil menjerit
tanpa henti, suaranya semakin redup sampai mereka tak lagi bisa mendengarnya
melebihi derap langkah kuku-kuku di sekitar mereka.
'Dan ini?' kata centaur kelabu berwajah keras yang sedang memegang Hermione.
'Mereka masih kecil,' kata sebuah suara lambat-lambat dan muram dari belakang
Harry. 'Kita tidak menyerang anak-anak.'
'Mereka membawa dia ke sini, Ronan,' balas centaur yang memegang Harry begitu
erat. 'Dan mereka tidak begitu kecil ... dia hampir mencapai kedewasaan, yang satu
ini.'
Dia menggoyangkan Harry pada leher jubahnya.
'Tolong,' kata Hermione terengah-engah, 'tolong, jangan serang kami, kami tidak
berpikiran sepertinya, kami bukan pegawai Kementerian Sihir! Kami cuma datang ke
sini karena kami berharap kalian akan menyingkirkan dia dari kami.'
Harry tahu seketika, dari tampang di wajah centaur kelabu yang memegang
Hermione, bahwa dia telah membuat kesalahan besar dengan mengatakan ini. Centaur
kelabu itu menggoyangkan kepalanya ke belakang, kaki belakangnya menyentak
dengan marah, dan berteriak, 'Kau lihat, Ronan? Mereka sudah punya keangkuhan
kaum mereka! Jadi kami harus melakukan pekerjaan kotor kalian, bukan, gadis
manusia? Kami harus bertindak sebagai pelayan kalian, mengenyahkan musuh-musuh
kalian seperti anjing setia?'
'Tidak!' kata Hermione dengan cicit ketakutan. 'Tolong -- aku tidak bermaksud
begitu! Aku hanya berharap kalian akan bisa -- menolong kami --'
Tetapi dia tampaknya beralih dari buruk ke lebih buruk.
'Kami tidak menolong manusia!' bentak centaur yang sedang memegang Harry,
mengetatkan cengkeramannya dan menaikkan kaki depannya sedikit pada saat yang
sama, sehingga kaki Harry meninggalkan tanah sejenak. 'Kami sebuah ras yang
terpisah dan bangga menjadi begitu. Kami tidak akan mengizinkan kalian berjalan
dari sini, sambil membual bahwa kami melakukan perintah kalian!'
'Kami tidak akan mengatakan sesuatu seperti itu!' Harry berteriak. 'Kami tahu
kalian tidak melakukan apa yang kalian lakukan karena kami mau kalian --'
Tetapi tampaknya tak seorangpun mendengarkan dia.
Seekor centaur berjanggut di bagian belakang kerumunan berteriak, 'Mereka datang
tanpa diminta, mereka harus membayar konsekuensinya!'
Raungan persetujuan menyambut kata-kata ini dan seekor centaur berwarna cokelat
kelabu berteriak, 'Mereka bisa bergabung dengan wanita itu!'
'Kalian bilang kalian tidak melukai yang tak bersalah!' teriak Hermione, air mata
asli mengalir menuruni wajahnya sekarang. 'Kami tidak melakukan apapun untuk
melukai kalian, kami tidak menggunakan tongkat ataupun ancaman, kami cuma mau
kembali ke sekolah, tolong biarkan kami kembali --'
'Kami tidak semua seperti pengkhianat Firenze, gadis manusia!' teriak centaur
kelabu itu, disambut lebih banyak ringkik persetujuan dari teman-temannya. 'Mungkin
kau kira kamu kuda cantik yang bisa bicara? Kami adalah orang-orang kuno yang
tidak akan menerima penyerangan dan penghinaan penyihir! Kami tidak mengenali
hukum kalina, kami tidak mengakui kelebihan kalian, kami --'
Tetapi mereka tidak mendengar apa lagi para centaur itu, karena pada saat itu
datang suara hantaman di tepi tempat terbuka itu begitu kerasnya sehingga mereka
semua, Harry, Hermione dan sekitar lima puluh centaur yang mengisi tempat terbuka
itu, memandang berkeliling. Centaur Harry membiarkannya jatuh ke tanah lagi ketika
tangannya terbang ke busur dan tabung anak panahnya. Hermione juga telah
dijatuhkan, dan Harry bergegas ke arahnya ketiak dua batang pohon tebal terkuak
mengerikan dan bentuk dashyat Grawp si raksasa muncul di celahnya.
Para centaur yang terdekat dengannya mundur ke belakang; tempat terbuka itu
sekarang menjadi hutan busur dan anak panah yang menunggu ditembakkan,
semuanya mengarah ke atas ke wajah kelabu besar yang sekarang terbayang di atas
mereka persis dari bawah kanopi ranting tebal. Mulut Grawp yang miring terbuka
bodoh, mereka bisa melihat gigi-gigi kuningnya yang mirip batu bata berkilauan
dalam cahaya temaram, matanya yang berwarna lumpur menyipit ketika dia
memicingkannya ke makhluk-mahkluk di kakinya.Tali-tali putus mengekor dari
kedua mata kakinya.
Dia membuka mulutnya lebih lebar lagi.
'Hagger.'
Harry tidak tahu apa artinya 'hagger', atau dari bahasa apa itu, dia juga tidak terlalu
peduli; dia sedang mengamati kaki Grawp, yang hampir sepanjang seluruh badan
Harry. Hermione mencengkeram lengannya erat-erat, para centaur diam, menatap ke
atas kepada raksasa itu, yang kepala bundar besarnya bergerak dari sisi ke sisi selagi
dia terus memandangi mereka seolah-olah sedang mencari sesuatu yang telah
dijatuhkannya.
'Hagger!' dia berkata lagi, lebih bertubi-tubi.
'Pergi dari sini, raksasa!' seru Magorian. 'Kau tidak diterima di antara kami!'
Kata-kata ini tampaknya tidak menimbulkan kesan apapun pada Grawp. Dia
membungkuk sedikit (lengan para centaur menegang pada busur mereka), lalu
berteriak, 'HAGGER!'
Beberapa centaur tampak kuatir sekarang. Namun, Hermione menarik napas cepat.
'Harry!' dia berbisik. 'Kukira dia sedang mencoba mengatakan "Hagrid!'
Persis pada saat ini Grawp melihat mereka, satu-satunya manusia di lautan centaur.
Dia merendahkan kepalanya sekitar satu kaki lagi, sambil menatap mereka lekat-lekat.
Harry bisa merasakan Hermione gemetaran ketika Grawp membuka mulutnya lebarlebar
lagi dan berkata, dengan suara yang dalam dan bergemuruh, 'Hermy.'
'Ya ampun,' kata Hermione sambil mencengkeram lengan Harry begitu eratnya
sehingga mati rasa dan terlihat seolah-olah dia akan pingsan, 'dia -- dia ingat!'
'HERMY!' raung Grawp. 'DI MANA HAGGER?'
'Aku tidak tahu!' cicit Hermione, ketakutan. 'Maafkan aku, Grawp, aku tidak tahu!'
'GRAWP MAU HAGGER!'
Salah satu tangan besar raksasa itu menjulur ke bawah. Hermione mengeluarkan
jeritan sungguh-sungguh, berlari mundur beberapa langkah dan terjatuh. Tanpa
tongkat, Harry menguatkan diri untuk memukul, menendang, menggigit ataupun
apapun lagi yang harus dilakukannya ketika tangan itu menukik ke arahnya dan
menjatuhkan seekor centaur seputih salju.
Itulah yang ditunggu-tunggu para centaur -- jari-jari terulur Grawp berada satu kaki
dari Harry ketika lima puluh anak panah membumbung di udara ke raksasa itu,
menghujani wajahnya yang besar, menyebabkan dia melolong kesakitan dan marah
dan menegakkan diri, sambil menggosok wajahnya dengan tangannya yang besar,
mematahkan tangkai-tangkai anak panah tetapi memaksa mata anak panah semakin
dalam.
Dia menjerit dan menyentakkan kakinya yang besar dan para centaur berhamburan
menghindari, butiran-butiran darah Grawp sebesar kerikil menghujani Harry ketika
dia menarik Hermione bangkit dan mereka berdua berlari secepat mungkin mencari
perlindungan ke pepohonan. Begitu berada di sana mereka memandang ke belakang;
Grawp sedang meraih-raih dengan membabi-buta kepada para centaur sementara
darah mengalir menuruni wajahnya; mereka mundur dengan kacau, berderap pergi
melalui pepohonan di sisi lain tempat terbuka iru. Harry dan Hermione menyaksikan
Grawp meraung marah sekali lagi dan mengejar mereka, menghantam lebih banyak
pohon lagi ke samping selagi dia lewat.
'Oh tidak,' kata Hermione, gemetar begitu hebar sehingga lututnya lemas. 'Oh, itu
mengerikan. Dan dia bisa membunuh mereka semua.'
'Aku tidak begitu cerewet tentang itu, sejujurnya,' kata Harry dengan getir.
Suara-suara derap para centaur dan raksasa yang melakukan kesalahan besar itu
semakin redup. Selagi Harry mendengarkannya, bekas lukanya berdenyut hebat lagi
dan gelombang kengerian melandanya.
Mereka telah membuang begitu banyak waktu -- mereka bahkan semakin jauh dari
menyelamatkan Sirius dibandingkan dengan ketika dia mendapatkan penglihatan itu.
Bukan hanya Harry berhasil menghilangkan tongkatnya tetapi mereka juga tertahan di
tengah Hutan Terlarang tanpa sarana transportasi sama sekali.
'Rencana cerdik,' dia memarahi Hermione karena harus melepaskan sebagian
amarahnya. 'Rencana yang benar-benar cerdik. Ke mana kita pergi dari sini?'
'Kita perlu kembali ke kastil,' kata Hermione dengan lemah.
'Pada saat kita melakukannya, Sirius mungkin sudah mati!' kata Harry sambil
menendang pohon di dekatnya dengan marah. Ocehan bernada tinggi berasal dari atas
kepala dan dia memandang ke atas dan melihat Bowtruckle marah yang
mengacungkan jari-jari seperti ranting kepadanya.
'Well, kita tidak bisa melakukan apa-apa tanpa tongkat,' kata Hermione putus asa,
sambil menyeret dirinya bangkit lagi. 'Ngomong-ngomong, Harry, tepatnya
bagaimana rencanamu untuk sampai ke London?'
'Yeah, kami baru saja bertanya-tanya tentang itu,' kata sebuah suara akrab dari
belakangnya.
Harry dan Hermione bergerak mendekat secara naluriah dan mengintip ke
pepohonan.
Ron muncul dalam pandangan, diikuti dari dekat oleh Ginny, Neville dan Luna.
Mereka semua tampak terluka sedikit -- ada beberapa goresan panjang sepanjang pipi
Ginny; sebuah benjolan ungu membengkak di atas mata kanan Neville; bibir Ron
berdarah lebih parah dari sebelumnya -- tetapi semuanya terlihat agak puas diri.
'Jadi,' kata Ron sambil mendorong ke samping sebuah ranting yang bergantung
rendah dan mengulurkan tongkat Harry, 'punya ide?'
'Bagaimana kalian lolos?' tanya Harry heran, sambil mengambil tongkatnya dari
Ron.
'Beberapa Pembeku, sebuah Mantera Pelucut Senjata, Neville menghasilkan
Mantera Perintang yang bagus,' kata Ron dengan ringan, sekarang menyerahkan
kembali tongkat Hermione juga. 'Tapi Ginny yang terbaik, dia dapat Malfoy -- Guna-
Guna Hantu Kelelawar -- hebat, seluruh wajahnya tertutup benda-benda besar
berkepak-kepak. Ngomong-ngomong, kami lihat kalian dari jendela menuju ke dalam
Hutan dan mengikuti. Apa yang sudah kalian perbuat dengan Umbridge?'
'Dia dibawa pergi,' kata Harry. 'Oleh sekawanan centaur.'
'Dan mereka meninggalkan kalian?' tanya Ginny, tampak heran.
'Tidak, mereka dikejar oleh Grawp,' kata Harry.
'Siapa Grawp?' Luna bertanya dengan berminat.
'Adik Hagrid,' kata Ron cepat. 'Ngomong-ngomong, jangan pedulikan itu sekarang.
Harry, apa yang kau temukan di dalam api? Apakah Kau-Tahu-Siapa dapat Sirius atau
--?'
'Ya,' kata Harry, ketika bekas lukanya menusuk sakit lagi, 'dan aku yakin Sirius
masih hidup, tapi aku tidak punya gambaran bagaimana kita akan sampai ke sana
untuk menolongnya.'
Mereka semua terdiam, tampak agak takut; masalah yang mereka hadapi
tampaknya tak bisa diatasi.
'Well, kita harus terbang, bukan?' kata Luna, dengan suara terdekat dengan tak
berkhayal yang pernah Harry dengar digunakannya.
'OK,' kata Harry dengan kesal, sambil memberondongnya. 'Pertama-tama, "kita"
tidak akan melakukan apa-apa kalau kau melibatkan dirimu ke dalamnya, dan yang
kedua, Ron satu-satunya yang punya sapu yang tidak sedang dikawal oleh troll
penjaga, jadi --'
'Aku punya sapu!' kata Ginny.
'Yeah, tapi kau tidak ikut,' kata Ron dengan marah.
'Maaf, tapi aku peduli apa yang terjadi pada Sirius sebesar dirimu!' kata Ginny,
rahangnya tegang sehingga kemiripannya dengan Fred dan George mendadak tampak
jelas.
'Kau terlalu --' Harry mulai, tetapi Ginny berkata dengan garang, 'Aku tiga tahun
lebih tua darimu ketika kau bertarung dengan Kau-Tahu-Siapa karena Batu Bertuah,
dan berkat aku Malfoy terperangkap di kantor Umrbridge dengan hantu-hantu
melayang raksasa menyerangnya --'
'Yeah, tapi --'
'Kami semua ada di dalam DA bersama-sama,' kata Neville pelan. 'Itu semua
seharusnya tentang melawan Kau-Tahu-Siapa, bukan? Dan ini kesempatan pertama
yang kita miliki untuk melakukan sesuatu yang nyata -- atau apakah itu hanya
permainan atau apa?'
'Tidak -- tentu saja bukan --' kata Harry tidak sabaran.
'Kalau begitu kami harus ikut juga,' kata Neville dengan sederhana. 'Kami mau
membantu.'
'Itu benar,' kata Luna sambil tersenyum gembira.
Mata Harry berjumpa mata Ron. Dia tahu Ron sedang memikirkan persis yang
dipikirkannya: kalau dia bisa memilih para anggota DA manapun, selain dirinya
sendiri, Ron dan Hermione, untuk bergabung dengannya dalam usaha menyelamatkan
Sirius, dia tidak akan memilih Ginny, Neville atau Luna.
'Well, lagipula, tidak masalah,' kata Harry melalui gigi-gigi yang dikertakkan,
'karena kami masih belum tahu bagaimana pergi ke sana --'
'Kukira kita sudah membereskan itu,' kata Luna menjengkelkan. 'Kita terbang!'
'Lihat,' kata Ron, hampir tidak menahan amarahnya, 'kau mungkin bisa terbang
tanpa sapu tapi kami-kami yang lain tidak bisa menumbuhkan sayap kapanpun kami -
-'
'Ada cara-cara terbang selain dengan sapu,' kata Luna dengan tenang.
'Kurasa kita akan naik ke punggung Kacky Snorgle atau apapun itu?' Ron
menuntut.
'Snorckack Tanduk-Kisut tidak terbang,' kata Luna dengan suara bermartabat, 'tapi
mereka bisa, dan Hagrid bilang mereka sangat pandai menemukan tempat-tempat
yang dicari para penunggangnya.'
Harry berputar. Berdiri di antara dua pohon, mata putih mereka berkilau
mengerikan, adalah dua Thestral, sedang mengamati percakapan bisik-bisik itu
seolah-olah mereka mengerti setiap patah kata.
'Ya!' dia berbisik sambil bergerak ke arah mereka. Mereka menggoyangkan kepala
reptil mereka, melemparkan ke belakang surai hitam panjang, dan Harry mengulurkan
tangannya dengan bersemangat dan menepuk-nepuk leher bersinar yang terdekat;
bagaimana bisa dia pernah menganggap mereka jelek?
'Apakah benda kuda sinting itu?' kata Ron dengan tidak yakin, sambil menatap ke
sebuah titik sedikit ke kiri dari Thestral yang sedang ditepuk Harry. 'Yang tak bisa
kau lihat kecuali kau menyaksikan seseorang mati?'
'Yeah,' kata Harry.
'Berapa banyak?'
'Cuma dua.'
'Well, kita perlu tiga,' kata Hermione, yang masih tampak sedikit terguncacng,
tetapi tetap saja bertekad.
'Empat, Hermione,' kata Ginny sambil merengut.
'Sebenarnya, kukira kita berenam,' kata Luna dengan tenang, sambil menghitung.
'Jangan bodoh, kita tidak bisa semuanya pergi!' kata Harry dengan marah. 'Lihat,
kalian bertiga --' dia menunjuk kepada Neville, Ginny dan Luna, 'kalian tidak terlibat
dalam ini, kalian tidak --'
Mereka meledak protes. Bekas lukanya menusuk lebih menyakitkan lagi. Setiap
saat yang mereka tunda berharga, dia tidak punya waktu untuk berdebat.
'OK, baik, pilihan kalian,' dia berkata dengan kasar, 'tapi kecuali kita bisa
menemukan lebih banyak Thestral kalian tidak akan bisa --'
'Oh, banyak yang akan datang,' kata Ginny dengan pasti, yang seperti Ron sedang
memicingkan mata ke arah yang salah, tampaknya di bawah kesan bahwa dia sedang
memandangi kuda-kuda itu.
'Apa yang membuatmu mengira begitu?'
'Karena, kalau-kalau kau belum memperhatikan, kamu dan Hermione penuh darah,'
dia berkata dengan tenang, 'dan kita tahu Hagrid memikat Thestral dengan daging
mentah. Itu mungkin sebabnya yang dua ini muncul dari awal.'
Harry merasakan tarikan lembut di jubahnya pada saat itu dan saat memandang ke
bawah melihat Thestral terdekat sedang menjilati lengan bajunya, yang lembab
dengan darah Grawp.
'OK, kalau begitu,' dia berkata, ide bagus timbul, 'Ron dan aku akan mengambil
yang dua ini dan pergi duluan, dan Hermione bisa tinggal di sini bersama kalian
bertiga dan dia akan menarik lebih banyak Thestral --'
'Aku tidak akan tinggal di belakang!' kata Hermione dengan marah.
'Tidak perlu,' kata Luna sambil tersenyum .'Lihat, sekarang datang lebih banyak
lagi ... kalian berdua pasti sangat bau ...'
Harry berpaling: tak kurang dari enam atau tujuh Thestral sedang berjalan melalui
pepohonan, sayap-sayap kasar mereka yang besar terlipat erat ke tubuh mereka, mata
mereka berkilauan dalam kegelapan. Dia tidak punya alasan sekarang.
'Baiklah,' dia berkata dengan marah, 'pilih satu dan naiki, kalau begitu.'
HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB TIGA PULUH EMPAT --
Departemen Misteri
Harry membelitkan tangannya erat-erat ke surai halus Thestral terdekat,
menempatkan sebelah kaki ke tunggul di dekatnya dan berjuang dengan canggung
naik ke punggung kuda itu. Dia tidak keberatan, melainkan memutarkan kepalanya,
memperlihatkan taring-taringnya, dan berusaha melanjutkan penjilatan bersemangat
ke jubahnya.
Harry menemukan ada cara menyangkutkan lututnya ke belakang sendi sayap yang
membuatnya merasa lebih aman, lalu memandang berkeliling kepada yang lainnya.
Neville telah mengangkat dirinya ke punggung Thestral berikutnya dan sekarang
sedang berusaha mengayunkan sebelah kaki yang pendek melewati punggung
makhluk itu. Luna sudah di tempat, duduk menyamping dan mengatur jubahnya
seolah-olah dia melakukan ini setiap hari. Namun, Ron, Hermione dan Ginny masih
berdiri tak bergerak di tempat, dengan mulut ternganga dan menatap.
'Apa?' dia berkata.
'Bagaimana kami harus naik?' kata Ron dengan lemah. 'Kalau kami tidak bisa
melihat benda-benda ini?'
'Oh, mudah,' kata Luna sambil meluncur dari Thestralnya dan berjalan cepat ke
arahnya, Hermione dan Ginny. 'Kemarilah ...'
'Ini gila,' Ron bergumam, sambil memindahkan tangannya yang bebas dengan giat
ke leher kudanya. 'Gila ... kalau saja aku bisa melihatnya --'
'Kau sebaiknya berharap dia tetap tidak tampak,' kata Harry dengan muram. 'Kalau
begitu, kita semua siap?'
Mereka semua mengangguk dan dia melihat lima pasang lutut mengetat dari balik
jubah mereka.
'OK ...'
Dia memandang ke bawah ke bagian belakang kepala hitam berkilat Thestralnya
dan menelan ludah.
'Kementerian Sihir, pintu masuk pengunjung, London, kalau begitu,' dia berkata
dengan tidak yakin. 'Er ... kalau kamu tahu ... ke mana harus pergi ...'
Sejenak Thestral Harry tidak melakukan apapun sama sekali; lalu, dengan gerakan
menyapu yang hampir menjatuhkannya, sayap-sayap di kedua sisi membentang; kuda
itu meringkuk lambat-lambat, lalu meluncur ke atas begitu cepat dan begitu curam
sehingga Harry harus mencengkeramkan lengan dan kakinya dengan erat pada kuda
itu agar tidak meluncur mundur lewat pantatnya yang kurus. Dia menutup matanya
dan menekankan wajahnya ke surai halus kuda itu sementara mereka melalui rantingranting
puncak pepohonan dan membumbung ke luar ke sinar matahari senja semerah
darah.
Harry mengira dia belum pernah bergerak begitu cepat: Thestral itu melintas di atas
kastil, sayap-sayapnya yang lebar hampir tidak mengepak, udara sejuk menampar
wajah Harry; matanya dipicingkan melawan angin yang menderu, dia memandang
berkeliling dan melihat kelima temannya membumbung di belakangnya, masingmasing
dari mereka membungkuk serendah mungkin ke leher Thestral mereka untuk
melindungi diri mereka dari aliran udaranya.
Mereka ada di atas halaman sekolah Hogwarts, mereka telah melewati Hogsmeade;
Harry bisa melihat pegunungan dan lembah di bawah mereka. Ketika sinar matahari
mulai menghilang, Harry melihat sekumpulan kecil cahaya ketika mereka melewati
lebih banyak desa, lalu sebuah jalan berliku di mana sebuah mobil tunggal sedang
pulang melalui perbukitan ...
'Ini aneh!' Harry hampir tidak mendengar Ron berteriak dari suatu tempat di
belakangnya dan dia membayangkan bagaimana rasanya ngebut pada ketinggian ini
tanpa pendukung yang kasat mata.
Senja tiba: langit berubah menjadi ungu kehitaman yang ringan dengan bintangbintang
perak kecil, dan segera saja hanya cahaya dari kota-kota kecil Muggle
memberi mereka eptunjuk seberapa jauh mereka dari tanah, atau seberapa cepat
mereka bergerak. Lengan Harry terbeliti erat ke sekitar leher kudanya selagi dia
memintanya pergi lebih cepat lagi. Berapa banyak waktu yang telah lewat sejak dia
melihat Sirius terbaring di lantai Departemen Misteri? Berapa lama lagi Sirius akan
mampu menahan Voldemort? Yang Harry tahu dengan pasti hanyalah bahwa ayah
angkatnya belum melakukan yang diinginkan Voldemort, juga dia belum meninggal,
karena dia yakin bahwa hasilnya akan mengakibatkan dia merasakan kegembiraan
Voldemort atau kemarahannya mengalir ke tubuhnya sendiri, membuat bekas lukanya
membara menyakitkan seperti yang terjadi pada malam Mr Weasley diserang.
Mereka terus terbang melalui kegelapan yang semakin pekat; wajah Harry terasa
kaku dan dingin, kakinya mati rasa akibat mencengkeram sisi tubuh Thestral itu
begitu erat, tetapi dia tidak berani menggeser posisinya kalau-kalau dia tergelincir ...
dia tuli akibat deru bergemuruh udara di telinganya, dan mulutnya kering dan beku
akibat udara malam yang dingin. Dia telah kehilangan rasa berapa jauh mereka pergi;
semua keyakinannya ada pada binatang di bawahnya, yang masih melintas dengan
tujuan tertentu melalui malam, hampir tidak mengepakkan selagi dia ngebut ke depan
terus.
Kalau mereka terlambat ...
Dia masih hidup, dia masih melawan, aku bisa merasakannya ...
Kalau Voldemort memutuskan Sirius tidak akan menyerah ...
Aku akan tahu ...
Perut Harry tersentak; kepala Thestral itu mendadak mengarah ke tanah dan dia
bahkan meluncur ke depan beberapa inci di sepanjang lehernya. Mereka turun
akhirnya ... dia mengira mendengar sebuah pekik di belakangnya dan berputar dengan
berbahaya, tetapi tidak bisa melihat tanda-tanda tubuh jatuh ... mungkin mereka
semua mengalami guncangan dari pergantian arah itu, seperti dirinya.
Dan sekarang sinar-sinar jingga cemerlang semakin besar dan bulat di segala sisi;
mereka bisa melihat puncak gedung-gedung, aliran lampu-lampu seperti mata
serangga yang berkilauan, petak-petak kuning pucat yang merupakan jendela-jendela.
Dengan sangat mendadak, kelihatannya, mereka meluncur dengan cepat menuju
trotoar; Harry mencengkeram Thestral dengan setiap tenaganya, menguatkan diri
untuk hantaman mendadak, tetapi kuda itu menyentuh tanah yang gelap seringan
bayangan dan Harry meluncur dari punggungnya, memandang sekeliling ke jalan
tempat tong sampah yang kepenuhan itu masih berdiri dekat kotak telepon rusak,
keduanya kehilangan warnan dalam cahaya jingga terang dari lampu-lampu jalan.
Ron mendarat di dekat situ dan segera turun dari Thestralnya ke atas trotoar.
'Takkan pernah lagi,' dia berkata, sambil berjuang untuk bangkit. Dia bergerak akan
menjauh dari Thestralnya, tetapi, karena tidak bisa melihatnya, bertubrukan dengan
kaki belakangnya dan hampir terjatuh lagi. 'Takkan pernah, takkan pernah lagi ... itu
yang terburuk --'
Hermione dan Ginny mendarat di kedua sisinya: keduanya meluncur turun dari
tunggangan mereka sedikit lebih anggun daripada Ron, walaupun dengan ekspresi
lega yang sama karena kembali ke tanah yang kokoh; Neville melompat turun,
gemetaran; dan Luna turun dengan tenang.
'Kalau begitu, ke mana kita pergi dari sini?' dia bertanya kepada Harry dengan
suara berminat yang sopan, seolah-olah ini semua hanyalah tamasya yang menarik.
'Ke sana,' dia berkata. Dia memberikan Thestralnya tepukan cepat berterima kasih,
lalu memimpin jalan cepat-cepat ke kotak telepon rusak itu dan membuka pintunya.
'Masuklah!' dia mendesak yang lainnya, ketika mereka bimbang.
Ron dan Ginny berjalan cepat ke dalam dengan patuh; Hermione, Neville dan Luna
menyelinap masuk setelah mereka; Harry memandang sekilas sekali lagi kepada
Thestral-Thestral itu, yang sekarang mengais-ngais mencari sisa-sisa makanan busuk
di dalam tong sampah, lalu memaksakan dirinya ke dalam kotak mengikuti Luna.
'Siapapun yang paling dekat dengan alat penerima, putar enam dua empat empat
dua!' dia berkata.
Ron melakukannya, lengannya bengkok dengan aneh untuk meraih pemutarnya;
ketika alat itu berputar kembali ke tempat suara wanita yang tenang terdengar di
dalam kotak itu.
'Selamat datang ke Kementerian Sihir. Mohon sebutkan nama dan urusan Anda.'
'Harry Potter, Ron Weasley, Hermione Granger,' Harry berkata dengan sangat
cepat, 'Ginny Weasley, Neville Longbottom, Luna Lovegood ... kami ke sini untuk
menyelamatkan seseorang, kecuali Menterimu bisa melakukannya terlebih dahulu!'
'Terima kasih,' kata suara wanita tenang itu. 'Para pengunjung, harap ambil lencanalencana
itu dan sematkan ke bagian depan jubah kalian.'
Setengah lusin lencana meluncur keluar dari luncuran logam tempat koin-koin
kembalian biasanya muncul. Hermione mengambilnya dan menyerahkan tanpa suara
kepada Harry lewat kepala Ginnya; dia memandang sekilas ke yang teratas, Harry
Potter, Misi Penyelamatan.
'Para pengunjung Kementerian, Anda sekalian diharuskan melalui pemeriksaan dan
menyerahkan tongkat Anda untuk diregistrasi di meja keamanan, yang terletak di
ujung jauh dari Atrium.'
'Baik!' kata Harry keras-keras, ketika bekas lukanya berdenyut lagi. 'Sekarang
bisakah kita bergerak?'
Lantai kotak telepon bergetar dan trotoar naik melewati jendela-jendela kacanya;
Thestral yang sedang mengais-ngais sampah bergeser ke luar dari penglihatan;
kegelapan menutupi kepala mereka dan dengan suara menggerinda yang menjemukan
mereka merosot ke kedalamanan Kementerian Sihir.
Secuil cahaya keemasan mengenai kaki mereka dan, semakin lebar, naik ke badan
mereka. Harry membengkokkan lututnya dan memegang tongkatnya sesiaga mungkin
dalam kondisi terjejal seperti itu ketika dia mengintip lewat kaca untuk melihat
apakah ada yang sedang menunggu mereka di Atrium, tetapi tampaknya tempat itu
benar-benar kosong. Cahayanya lebih suram daripada saat siang hari, tidak ada api
menyala di perapian yang terpasang di dinding, tetapi ketika lift itu berhenti dengan
lancar dia melihat bahwa simbol-simbol keemasan terus berputar berkelok-kelok di
langit-langit biru gelap.
'Kementerian Sihir mengharapkan Anda melalui hari yang menyenangkan,' kata
suara wanita itu.
Pintu kotak telepon terbuka; Harry jatuh keluar, diikuti segera oleh Neville dan
Luna. Satu-satunya suara di Atrium adalah deru air yang mantap dari air mancur
keemasan, di mana pancaran-pancaran dari tongkat penyihir wanita dan pria, ujung
anak panah centaur, puncak topi goblin dan telinga-telinga peri rumah terus
menyembur ke kolam yang mengelilinginya.
'Ayo,' kata Harry pelan dan mereka berenam berlari cepat menyusuri aula, Harry
memimpin, melewati air mancur menuju meja tulis tempat penyihir penjaga yang
menimbang tongkat Harry dulu duduk, dan yang sekarang kosong.
Harry merasa yakin seharusnya ada penjaga keamanan di sana, yakin bahwa
ketidakhadiran mereka adalah tanda tak mengenakkan, dan firasat tidak enaknya
semakin meningkat ketika mereka melewati gerbang-gerbang keemasan ke lift. Dia
menekan tombol 'turun' terdekat dan sebuah lift hampir segera berdentang masuk ke
dalam penglihatan, jeruji-jeruji keemasannya bergeser memisah dengan bunyi
kelontang hebat yang menggema dan mereka bergegas masuk. Harry menusuk tombol
angka sembilan; jeruji-jeruji itu menutup dengan bunyi hantaman dan lift mulai
menurun, sambil bergemerincing dan berderak. Harry tidak sadar betapa ributnya lift
di hari kedatangannya bersama Mr Weasley; dia yakin hiruk-pikuk itu akan
menyiagakan semua penjaga keamanan di dalam gedung itu, tetapi ketika lift
berhenti, suara wanita tenang itu berkata, 'Departemen Misteri,' dan jeruji-jeruji
bergeser membuka. Mereka melangkah keluar ke koridor di mana tak ada yang
bergerak kecuali obor-obor terdekat, yang berkelap-kelip akibat aliran udara dari lift.
Harry berpaling ke pintu hitam polos itu. Setelah berbulan-bulan memimpikannya,
dia ada di sini akhirnya.
'Ayo pergi,' dia berbisik, dan memimpin jalan menyusuri koridor itu, Luna tepat di
belakangnya, memandang sekeliling dengan mulut sedikit terbuka.
'OK, dengar,' kata Harry sambil berhenti lagi dua meter dari pintu itu. 'Mungkin ...
mungkin beberapa orang harus tinggal di sini sebagai -- sebagai pengintai, dan --'
'Dan bagaimana kami akan memberitahumu ada yang datang?' tanya Ginny, alisnya
terangkat. 'Kamu bisa saja satu mil jauhnya.'
'Kami ikut denganmu, Harry,' kata Neville.
'Ayo terus,' kata Ron dengan tegas.
Harry masih tidak ingin membawa mereka semua bersamanya, tetapi tampaknya
dia tidak punya pilihan. Dia berpaling untuk menghadap pintu itu dan berjalan maju ...
persis seperti di dalam mimpinya, pintu itu mengayun terbuka dan dia berjalan cepat
melewati ambang pintu, yang lainnya mengikuti.
Mereka berdiri di atas sebuah ruangan melingkar yang besar. Segala hal di sini
hitam termasuk lantai dan langit-langit; pintu-pintu hitam identik, tanpa tanda dan
tanpa pegangan terletak pada jarak-jarak tertentu mengelilingi dinding-dinding yang
hitam, diselang-seling dengan cabang-cabang lilin yang nyala apinya membara biru;
cahaya dingin, berkilauan terpantul di lantai pualam berkilat membuatnya tampak
seolah-olah ada air gelap di bawahnya.
'Seseorang tutup pintunya,' Harry bergumam.
Dia menyesal memberikan perintah ini begitu Neville mematuhinya. Tanpa celah
panjang yang meneruskan cahaya dari koridor yang diterangi obor di belakang
mereka, tempat itu menjadi begitu gelap sehingga sejenak satu-satunya hal yang bisa
mereka lihat hanyalah kumpulan nyala api biru yang bergetar di dinding dan
pantulannya yang remang-remang di atas lantai.
Di dalam mimpi-mimpinya, Harry selalu berjalan dengan tujuan tertentu
menyeberangi ruangan ini ke pintu yang langsung berada di seberang pintu masuknya
dan berjalan terus. Tetapi ada sekitar selusin pintu di sini. Persis ketika dia sedang
memandangi pintu-pintu di seberangnya, mencoba memutuskan mana yang benar, ada
suara gemuruh hebat dan lilin-lilin mulai bergerak ke samping. Dinding melingkar itu
sedang berputar.
Hermione meraih lengan Harry seolah-olah takut lantai mungkin bergerak juga,
tetapi tidak. Selama beberapa detik, nyala api biru di sekeliling mereka menjadi
buram menyerupai deretan neon selagi dinding semakin cepat berputar; lalu, sama
mendadaknya dengan mulanya, gemuruh itu berhenti dan semuanya menjadi diam
sekali lagi.
Mata Harry membara dengan garis-garis biru; hanya itu yang bisa dilihatnya.
'Tentang apa itu tadi?' bisik Ron dengan takut.
'Kukira itu untuk menghentikan kita mengetahui dari pintu mana kita masuk,' kata
Ginny dengan suara berbisik.
Harry sadar seketika bahwa dia benar: dia tidak bisa mengenali pintu keluar
daripada menemukan seekor semut di lantai hitam pekat itu; dan pintu yang
merekakan untuk maju bisa jadi salah satu dari selusin pintu yang mengelilingi
mereka.
Bagaimana kita akan keluar kembali?' kata Neville dengan perasaan tidak enak.
'Well, itu tidak masalah sekarang,' kata Harry dengan bertenaga, sambil berkedip
untuk menghapus garis-garis biru dari penglihatannya, dan menggenggam tongkatnya
lebih erat dari sebelumnya, 'kita tidak perlu keluar sampai kita menemukan Sirius --'
'Tapi jangan berseru memanggilnya!' Hermione berkata dengan mendesak; tetapi
Harry belum pernah lebih tidak memerlukan nasehatnya, nalurinya adalah untuk tak
bersuara sebisa mungkin.
'Kalau begitu, ke mana kita pergi, Harry?' Ron bertanya.
'Aku tidak --' Harry mulai. Dia menelan ludah. 'Di dalam mimpi-mimpi itu aku
melewati pintu di ujung koridor dari lift ke sebuah ruangan gelap -- itu ruangan ini --
dan lalu aku melewati pintu lainnya ke sebuah ruangan yang seperti ... berkilauan.
Kita harus mencoba beberapa pintu,' dia berkata dengan tergesa-gesa, 'aku akan tahu
jalan yang benar saat aku melihatnya. Ayo.'
Dia berjalan cepat lurus ke pintu yang sekarang di hadapannya, yang lainnya
mengikuti dari dekat di belakangnya, meletakkan tangan kirinya pada permukaannya
yang dingin dan berkilat, mengangkat tongkatnya siap untuk menyerang sewaktu
pintu itu terbuka, dan mendorongnya.
Pintu itu berayun membuka dengan mudah.
Setelah kegelapan di ruangan pertama, lampu-lampu yang bergantung rendah pada
rantai-rantai keemasan dari langit-langit memberi kesan bahwa ruangan persegi
panjang ini jauh lebih terang, walaupun tidak ada lampu-lampu berkelap-kelip dan
berkilauan seperti yang dilihat Harry di dalam mimpi-mimpinya. Tempat itu kosong
kecuali beberapa meja tulis dan, di bagian paling tengah ruangan itu, sebuah tangki
gelap besar berisikan cairan hijau dalam, cukup besar untuk direnangi mereka semua;
sejumlah benda seputih mutiara sedang melayang-layang berkeliling dengan malas di
dalamnya.
'Benda apa itu?' bisik Ron.
'Tak tahu,' kata Harry.
'Apakah itu ikan?' bisik Ginny.
'Aquavirius Maggots!' kata Luna dengan bersemangat. 'Dad bilang Kementerian
sedang membiakkan --'
'Bukan,' k ata Hermione. Dia terdengar aneh. Dia bergerak maju untuk melihat
melalui bagian samping tangki. 'Itu otak.'
'Otak?'
'Ya ... aku ingin tahu apa yang sedang mereka lakukan dengan semua otak itu?'
Harry bergabung dengannya di samping tangki. Benar juga, tidak mungkin salah
sekarang setelah dia melihat dari dekat. Berkilauan mengerikan, mereka melayang
masuk dan keluar dari pandangan di dalam cairan hijau itu, terlihat seperti kembang
kol yang berlendir.
'Ayo keluar dari sini,' kata Harry. 'Ini tidak benar, kita harus mencoba pintu lain.'
'Ada pintu-pintu di sini juga,' kata Ron sambil menunjuk ke sekeliling dinding.
Jantung Harry merosot; seberapa besar tempat ini?
'Dalam mimpiku aku lewat ruangan gelap itu ke dalam ruangan kedua,' dia berkata.
'Kukira kita harus kembali dan mencoba dari sana.'
Jadi mereka bergegas kembali ke ruangan melingkar yang gelap itu; bentuk
remang-remang dari semua otak itu sekarang berenang-renang di depan mata Harry
menggantikan nyala-nyala lilin biru.
'Tunggu!' kata Hermione dengan tajam, ketika Luna bergerak akan menutup pintu
ruangan otak di belakang mereka. 'Flagrate!'
Dia menggambar dengan tongkatnya di tengah udara dan sebuah tanda 'X' menyala
timbul di pintu. Begitu pintu berbunyi menutup di belakang mereka ada gemuruh
hebat, dan sekali lagi dinding mulai berputar sangat cepat, tetapi sekarang ada tanga
buram merah-emas yang besar di antara warna biru redup dan, ketika semuanya diam
lagi, tanda silang menyala itu masih terbakar, memperlihatkan pintu yang telah
mereka coba.
'Pemikiran bagus,' kata Harry. 'OK, mari coba yang satu ini --'
Lagi-lagi, dia berjalan langsung ke pintu di hadapannya dan mendorongnya
terbuka, tongkatnya masih terangkat, yang lainnya mengikuti dia.
Ruangan ini lebih besar dari yang sebelumnya, bercahaya suram dan berbentuk
persegi, dan di tengahnya mencekung, membentuk sebuah lubang batu besar sedalam
sekitar dua puluh kaki. Mereka sedang berdiri di deretan paling puncak dari apa yang
tampak seperti bangku-bangku batu yang terdapat di sekeliling ruangan itu dan
menurun dengan langkah-langkah curam seperti sebuah amphitheater, atau ruang
sidang tempat Harry disidang oleh Wizengamot. Akan tetapi, alih-alih sebuah kursi
berantai, ada mimbar batu yang ditinggikan di pusat lubang itu, di atasnya terdapat
sebuah atap melengkung dari batu yang tampak begitu kuno, retak dan remuk
sehingga Harry heran benda itu masih berdiri. Tanpa didukung dinding-dinding di
sekitarnya, pada tap melengkung itu bergantung sebuah tirai atau tudung hitam yang
compang-camping yang, walaupun udara dingin di sekitar tak bergerak, sedang
berkibar sedikit seolah-olah baru saja disentuh.
'Siapa di sana?' kata Harry sambil melompat turun ke atas bangku di bawah. Tidak
ada suara yang menjawab, tetapi tudung itu terus berkibar dan bergoyang.
'Hati-hati!' bisik Hermione.
Harry bersusah payah menuruni bangku-bangku itu satu per satu sampai dia
mencapai dasar batu lubang cekung itu. Langkah-langkah kakinya bergema kuat
selagi dia berjalan lambat-lambat menuju mimbar. Atap melengkung tirus itu tampak
jauh lebih tinggi dari tempatnya berdiri sekarang daripada ketika dia memandang ke
bawah ke arahnya dari atas. Tudung itu masih bergoyang dengan lembut, seolah-olah
seseorang baru saja melewatinya.
'Sirius?' Harry berucap lagi, tetapi lebih pelan sekarang karena dia sudah lebih
dekat.
Dia memiliki perasaan teraneh bahwa ada seseorang yang berdiri tepat di belakang
tudung itu di sisi lain atap melengkung. Sambil mencengkeram tongkatnya dengan
sangat erat, dia berjalan miring mengitari mimbar, tetapi tak ada seorangpun di sana;
yang bisa dilihat hanyalah sisi lain tudung hitam compang-camping itu.
'Ayo pergi,' seru Hermione dari tengah tangga batu. 'Ini tidak benar, Harry, ayolah,
ayo pergi.'
Dia terdengar takut, jauh lebih takut daripada saat di ruangan tempat semua otak itu
berenang, walau begitu Harry berpikir atap melengkung itu memiliki sejenis
keindahan, walaupun sudah tua. Tudung yang berdesir lembut menggugah rasa ingin
tahunya; dia merasakan kehendak kuat untuk memanjat ke mimbar dan berjalan
melaluinya.
'Harry, ayo pergi, OK?' kata Hermione lebih kuat.
'OK,' dia berkata, tetapi tidak bergerak. Dia baru saja mendengar sesuatu. Ada
bisikan lemah, suara-suara gumaman yang berasal dari sisi lain tudung itu.
'Apa yang kau bilang?' dia berkata, dengan sangat keras, sehingga kata-katanya
menggema ke sekitar bangku-bangku batu itu.
'Tak seorangpun berbicara, Harry!' kata Hermione, sekarang bergerak lebih
mendekat kepadanya.
'Seseorang sedang berbisik di belakang sana,' dia berkata, sambil bergerak menjauh
dari jangkauannya dan terus merengut ke tudung itu.
'Kamukah itu, Ron?'
'Aku di sini, sobat,' kata Ron sambil muncul dari sisi lain atap melengkung itu.
'Tak bisakah yang lainnya mendengarnya?' Harry menuntut, karena bisikan dan
gumaman itu semakin kuat, tanpa benar-benar bermaksud meletakkannya di sana, dia
mendapati kakinya ada di atas mimbar.
'Aku juga bisa mendengar mereka,' bisik Luna sambil bergabung dengan mereka
dari sisi lain atap melengkung itu dan menatap tudung yang bergoyang. 'Ada orangorang
di dalam sana!'
'Apa maksudmu, "di dalam sana"?' tuntut Hermione, sambil melompat turun dari
anak tangga terakhir dan terdengar jauh lebih marah daripada seharusnya, 'tidak ada
yang "di dalam sana", itu cuma atap melengkung, tidak ada ruangan untuk siapapun
berada di sana. Harry, hentikan, pergilah dari sana --'
Dia mencengkeram lengannya dan menarik, tetapi Harry bertahan.
'Harry, kita seharusnya ada di sini untuk Sirius!' dia berkata dengan suara tegang
bernada tinggi.
'Sirius,' Harry mengulangi, masih memandang dengan terpesona ke tudung yang
terus bergoyang itu. 'Yeah ...'
Sesuatu akhirnya kembali ke tempat di dalam otaknya; Sirius, ditangkap, diikat dan
disiksa, dan dia sedang memandangi atap melengkung ini ...
Dia mundur beberapa langkah dari mimbar itu dan merenggutkan matanya dari
tudung.
'Ayo pergi,' dia berkata.
'Itulah yang sedang kucoba -- well, ayolah, kalau begitu!' kata Hermione, dan dia
memimpin jalan kembali mengitari mimbar. Di sisi lain, Ginny dan Neville sedang
menatap tudung itu juga, tampaknya terpesona. Tanpa bicara, Hermione memegang
lengan Ginny, Ron menyambar lengan Neville, dan mereka membawa keduanya
dengan tegas kembali ke bangku terendah dan merangkak sepanjang jalan kembali ke
pintu.
'Menurutmu atap melengkung itu apa?' Harry bertanya kepada Hermione ketika
mereka sampai kembali ke ruangan melingkar yang gelap itu.
'Aku tidak tahu, tapi apapun itu, itu berbahaya,' dia berkata dengan tegas, lagi-lagi
menggoreskan tanda silang menyala di pintu.
Sekali lagi, dinding berputar dan diam lagi. Harry mendekati pintu lain dengan
sembarangan dan mendorongnya. Pintu itu tidak bergerak.
'Ada yang salah?' kata Hermione.
'Pintunya ... terkunci ...' kata Harry, sambil mengempaskan berat badannya ke
pintu, tetapi pintu tidak bergeming.
'Kalau begitu, ini dia, bukan?' kata Ron dengan bersemangat, sambil bergabung
dengan Harry dalam usaha membuka paksa pintu itu. 'Pasti!'
'Menyingkirlah!' kata Hermione dengan tajam. Dia menunjuk tongkatnya ke tempat
di mana ada pengunci pada pintu biasa dan berkata, 'Alohomora!'
Tak ada yang terjadi.
'Pisau Sirius!' kata Harry. Dia menariknya keluar dari bagian dalam jubahnya dan
menyelipkannya ke dalam celah di antara pintu dan dinding. Yang lainnya mengamati
dengan bersemangat ketika dia menelusurkannya dari atas ke bawah, menariknya dan
lalu mengayunkan bahunya lagi ke pintu. Pintu itu tetap tertutup rapat seperti
sebelumnya. Terlebih lagi, saat Harry melihat ke bawah ke pisaunya, dia melihat
bilahnya sudah melebur.
'Benar, kita akan tinggalkan ruangan itu,' kata Hermione memutuskan.
'Tapi bagaimana kalau yang satu itu?' kata Ron, sambil menatapnya dengan
campuran ketakutan dan keinginan.
'Tidak mungkin, Harry bisa melewati semua pintu itu dalam mimpinya,' kata
Hermione, sambil menandai pintu itu dengan tanda silang menyala lain sementara
Harry menyimpan kembali pegangan pisau Sirius yang sekarang tak berguna ke
dalam kantongnya.
'Kalian tahu apa yang mungkin berada di dalam sana?' kata Luna dengan
bersemangat, ketika dinding mulai berputar lagi.
'Sesuatu yang mengerikan, tak diragukan lagi,' kata Hermione dengan suara rendah
dan Neville mengeluarkan tawa kecil yang gugup.
Dinding berhenti dan Harry, dengan perasaan putus asa yang semakin meningkat,
mendorong pintu berikutnya hingga terbuka.
'Ini dia!'
Dia tahu seketika dari cahaya indah, menari-nari, berkilau bagai berlian. Ketika
mata Harry menjadi terbiasa dengan kilau cemerlang itu, dia melihat jam-jam bersinar
dari setiap permukaan, besar dan kecil, jam kakek dan jam kereta, bergantungan di
ruang antara rak-rak buku atau berada di atas meja-meja tulis yang berada di ruangan
itu, sehingga suara detik sibuk, terus-menerus mengisi tempat itu seperti ribuan
langkah kaki kecil yang berderap. Sumber cahaya menari-nari secemerlang berlian itu
adalah sebuah toples kristal menjulang yang berdiri di ujung jauh dari ruangan itu.
'Lewat sini!'
Jantung Harry berdebar hebat sekarang setelah dia tahu mereka ada di jalan yang
benar; dia memimpin jalan menyusuri ruang sempit di antara barisan meja tulis,
menuju, seperti yang dilakukannya dalam mimpinya, sumber cahaya itu, toples kristal
yang hampir setinggi dirinya yang terletak di atas sebuah meja tulis dan tampak penuh
angin yang berombak dan berkilauan.
'Oh, lihat!' kata Ginny, ketika mereka mendekat, sambil menunjuk ke pusat toples
itu.
Melayang-layang di arus berkilauan di dalamnya adalah sebuah telur kecil
secemerlang permata. Ketika telur itu naik di dalam toples, dia retak membuka dan
sebuah burung kolibri muncul, yang dibara ke puncak toples itu, tetapi ketika burung
itu jatuh di dalam cairan itu bulunya menjadi kusut dan lembab lagi, dan pada saat dia
dibawa ke dasar toples dia telah tertutup sekali lagi di dalam telurnya.
'Jalan terus!' kata Harry dengan tajam, karena Ginny menunjukkan tanda-tanda
ingin berhenti dan menonton kemajuan telur itu kembali menjadi buurng.
'Kau berlengah-lengah cukup lama di dekat lengkungan tua itu!' dia berkata dengan
jengkel, tetapi mengikutinya melewati toples itu ke satu-satunya pintu di belakangnya.
'Ini dia,' Harry berkata lagi, dan jantungnya sekarang berdebar begitu keras dan
cepat sehingga dia merasa pasti mengganggu ucapannya, 'lewat sini --'
Dia memandang sekilas kepada mereka semua; mereka sudah mengeluarkan
tongkat mereka dan mendadak tampak serius dan cemas. Dia memandang kembali ke
pintu dan mendorongnya. Pintu itu mengayun terbuka.
Mereka ada di sana, mereka telah menemukan tempatnya: tinggi seperti gereja dan
penuh dengan rak-rak menjulang yang berisikan bola-bola kaca kecil berdebu. Bolabola
itu berkilauan dengan redup dalam cahaya yang berasal dari tempat lilin yang
dipasang pada jarak-jarak tertentu di sepanjang rak. Seperti di ruang melingkar di
belakang mereka, nyala api lilin-lilin itu membara biru. Ruangan itu sangat dingin.
Harry berjalan maju dan mengintip ke salah satu gang penuh bayang-bayang di
antara dua barisan rak. Dia tidak bisa mendengar apapun atau melihat tanda
pergerakan terkecilpun.
'Kau bilang baris sembilan puluh tujuh,' bisik Hermione.
'Yeah,' bisik Harry, sambil memandang ke atas pada ujung barisan terdekat. Di
bawah lilin-lilin bersinar biru yang menjulur dari barisan itu berkilauan angka perak
lima puluh tiga.
'Kita harus pergi ke kanan, kukira,' bisik Hermione, sambil memicingkan mata ke
baris berikutnya. 'Ya ... itu lima puluh empat ...'
'Siaga dengan tongkat kalian,' Harry berkata dengan lembut.
Mereka berjalan maju lambat-lambat, sambil memandang sekilas ke belakang
mereka selagi menyusuri lorong-lorong panjang yang terdiri atas rak-rak, yang ujungujung
semakin jauhnya hampir berada dalam kegelapan total. Label-label kecil
menguning telah dipasang di bawah setiap bola kaca di atas rak. Beberapa di
antaranya memiliki pendar aneh yang berubah-ubah, yang lainnya pudar dan gelap di
dalamnya seperti bola lampu yang rusak.
Mereka melewati baris delapan puluh empat ... delapan puluh lima ... Harry
mendengarkan kuat-kuat mencari suara pergerakan terkecil, tetapi Sirius mungkin
disumbat mulutnya sekarang, atau tidak sadar ... atau, kata sebuah suara tak diminta di
dalam kepalanya, dia mungkin sudah mati ...
Aku pasti merasakannya, dia memberitahu dirinya sendiri, jantungnya sekarang
memukul-mukul jakunnya, aku pasti sudah tahu ...
'Sembilan puluh tujuh!' bisik Hermione.
Mereka berdiri berkumpul di ujung barisan, memandang ke lorong di sampingnya.
Tak seorangpun ada di sana.
'Dia tepat di ujung,' kata Harry, yang mulutnya telah menjadi sedikit kering. 'Kalian
tidak bisa melihat dengan jelas dari sini.'
Dan dia memimpin mereka di antara baris-baris menjulang bola-bola kaca,
beberapa di antaranya berpendar lembut ketika mereka lewat ...
'Dia seharusnya di dekat sini,' bisik Harry, yakin bahwa setiap langkah akan
membawa ke penglihatannya bentuk Sirius dengan pakaian compang-camping di atas
lantai yang semakin gelap. 'Di suatu tempat di sini ... benar-benar dekat ...'
'Harry?' kata Hermione ingin melihat reaksinya, tetapi dia tidak ingin menanggapi.
Mulutnya sangat kering.
'Di suatu tempat di sekitar ... sini ...' dia berkata.
Mereka telah mencapai akhir barisan dan muncul ke dalam cahaya lilin yang lebih
redup lagi. Tak ada seorangpun di sana. Yang ada hanyalah keheningan yang
menggema dan penuh debu.
'Dia mungkin ...' Harry berbisik dengan parau, sambil mengintip ke lorong
berikutnya. 'Atau mungkin ...' Dia bergegas melihat ke lorong satunya setelah itu.
'Harry?' kata Hermione lagi.
'Apa?' bentaknya.
'Ku ... kukira Sirius tidak ada di sini.'
Tak seorangpun berbicara. Harry tidak mau memandang satupun dari mereka. Dia
merasa mual. Dia tidak mengerti mengapa Sirius tidak ada di sini. Dia harus berada di
sini. Di sinilah dia, Harry, telah melihatnya ...
Dia berlari ke ruang di ujung barisan-barisan, menatapi baris-baris itu. Satu demi
satu gang kosong bekerjap lewat. Dia berlari ke arah yang lainnya, melewati temantemannya
yang memandangi. Tidak ada tanda Sirius di manapun, maupun petunjuk
pergumulan apapun.
'Harry?' Ron memanggil.
'Apa?'
Dia tidak ingin mendengar apa yang harus dikatakan Ron; tidak ingin mendengar
Ron memberitahunya bahwa dia bodoh atau menyarankan bahwa mereka harus
kembali ke Hogwarts, tetapi panas menjalar naik di wajahnya dan dia merasa seolaholah
dia ingin bersembunyi di bawah sini di dalam kegelapan untuk waktu yang lama
sebelum menghadapi terangnya Atrium di atas dan pandangan-pandangan menuduh
yang lainnya ...
'Sudahkah kau melihat ini?' kata Ron.
'Apa?' kata Harry, tetapi dengan bersemangat kali ini -- pastilah sebuah tanda
bahwa Sirius tadi ada di sini, sebuah petunjuk. Dia berjalan kembali ke tempat mereka
semuanya berdiri, sedikit lebih jauh dari baris sembilan puluh tujuh, tetapi tidak
menemukan apa-apa kecuali Ron yang menatap ke salah satu bola kaca berdebu di
rak.
'Apa?' Harry mengulangi dengan murung.
'Ada -- ada namamu di atasnya,' kata Ron.
Harry bergeser sedikit mendekat. Ron sedang menunjuk ke salah satu bola kaca
kecil yang berpendar dengan cahaya dalam yang redup, walaupun bola itu sangat
berdebu dan tampaknya belum tersentuk selama bertahun-tahun.
'Namaku?' kata Harry dengan hampa.
Dia melangkah maju. Tidak setinggi Ron, dia harus menjulurkan lehernya untuk
membaca label kekuningan yang ditempelkan ke rak tepat di bawah bola kaca
berdebu itu. Dalam tulisan seperti laba-laba tertulis sebuah tanggal sekitar enam belas
tahun sebelumnya, dan di bawah itu:
S.P.T kepada A.P.W.B.D
Pangeran Kegelapan dan (?) Harry Potter
Harry menatapnya.
'Apa itu?' Ron bertanya, terdengar heran. 'Kenapa namamu ada di bawah sini?'
Dia memandang sekilas ke label-label lain di rak itu.
'Aku tidak ada di sini,' dia berkata, terdengar bingung. 'Tak satupun dari kami ada
di sini.'
'Harry, kukira kau seharusnya tidak menyentuhnya,' kata Hermione dengan tajam,
ketika dia mengulurkan tangannya.
'Kenapa tidak?' dia berkata. 'Berkaitan denganku, 'kan?'
'Jangan, Harry,' kata Neville tiba-tiba. Harry memandangnya. Wajah bundar
Neville berkilat sedikit karena keringat. Dia tampak seolah-olah tidak bisa menerima
ketegangan lagi.
'Ada namaku di atasnya,' kata Harry.
Dan merasa sedikit sembrono, dia menutupkan jari-jarinya ke sekitar permukaan
bola berdebu itu. Dia telah mengharapkan bola itu terasa dingin, tetapi tidak.
Sebaliknya, terasa seolah-olah telah tergeletak dalam sinar matahari selama berjamjam,
seolah-olah cahaya berpendar dari dalamnya menghangatkannya. Menduga,
bahkan mengharapkan, bahwa sesuatu yang dramatis akan terjadi, sesuatu yang
mengasyikkan yang mungkin membuat perjalanan panjang dan berbahaya mereka
berharga pada akhirnya, Harry mengangkat bola kaca itu dari raknya dan menatapnya.
Tak ada yang terjadi sama sekali. Yang lainnya bergesert mendekati Harry,
menatap bola itu ketika dia menyekanya dari debu yang terkumpul.
Dan kemudian, tepat dari belakang mereka, sebuah suara yang dipanjangpanjangkan
berbicara.
'Sangat bagus, Potter. Sekarang berpalinglah, baik-baik dan lambat, dan berikan itu
kepadaku.'
HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB TIGA PULUH LIMA --
Di Balik Tudung
Bentuk-bentuk hitam bermunculan dari udara kosong di sekeliling mereka,
menghalangi jalan mereka di kiri dan di kanan; mata-mata berkilatan melalui celah di
kerudung, selusin ujung tongkat yang menyala diarahkan langsung ke jantung
mereka; Ginny terkesiap ngeri.
'Kepadaku, Potter,' ulang suara Lucius Malfoy yang dipanjang-panjangkan selagi
dia mengulurkan tangannya, dengan telapak tangan menghadap ke atas.
Isi tubuh Harry jungkir balik memualkan. Mereka terperangkap, dan musuh
menang dalam jumlah dua banding satu.
'Kepadaku,' kata Malfoy lagi.
'Di mana Sirius?' Harry berkata.
Beberapa Pelahap Maut tertawa; suara perempuan yang parau dari tengah figurfigur
berbayang-bayang di sebelah kiri Harry berkata penuh kemenangan, 'Pangeran
Kegelapan selalu tahu!'
'Selalu,' gema Malfoy dengan lembut. 'Sekarang, berikan ramalannya kepadaku,
Potter.'
'Aku mau tahu di mana Sirius!'
'Aku mau tahu di mana Sirius!' tiru wanita di sebelah kirinya.
Dia dan teman-teman Pelahap Mautnya telah mendekat sehingga mereka hanya
satu kaki dari Harry dan yang lainnya, cahaya dari tongkat mereka menyilaukan mata
Harry.
'Kalian menangkapnya,' kata Harry, sambil mengabaikan rasa panik yang
meningkat di dadanya, ketakutan yang telah dilawannya sejak mereka memasuki baris
sembilan puluh tujuh. 'Dia di sini. Aku tahu itu.'
'Bayi kecil itu terbangun ketakutan dan mengira apa yang dimimpikannya benar,'
kata wanita itu dengan suara bayi mengejek yang mengerikan. Harry merasa Ron
bergerak di sampingnya.
'Jangan lakukan apapun,' Harry bergumam. 'Belum lagi --'
Wanita yang telah mengejeknya mengeluarkan tawa menjerit.
'Kalian dengar dia? Kalian dengar dia? Memberikan instruksi kepada anak-anak
lain seolah-olah dia berpikir untuk bertarung dengan kita!'
'Oh, kamu tidak kenal Potter sebaik aku, Bellatrix,' kata Malfoy dengan lembut.
'Dia punya kelemahan besar terhadap sifat kepahlawanan; Pangeran Kegelapan
mengerti hal ini tentang dia. Sekarang berikan ramalannya kepadaku, Potter.'
'Aku tahu Sirius ada di sini,' kata Harry, walaupun rasa panik menyebabkan
dadanya tertarik dan dia merasa seolah-olah dia tidak bisa bernapas dengan baik. 'Aku
tahu kalian menangkapnya!'
Lebih banyak lagi Pelahap Maut yang tertawa, walaupun wanita itu tertawa paling
keras.
'Sudah waktunya kamu belajar perbedaan antara kehidupan dan mimpi, Potter,' kata
Malfoy. 'Sekarang berikan ramalannya kepadaku, atau kami mulai menggunakan
tongkat.'
'Kalau begitu, teruskan,' kata Harry, sambil mengangkat tongkatnya sendiri setinggi
dada. Ketika dia berbuat demikian, lima tongkat milik Ron, Hermione, Neville, Ginny
dan Luna naik di kedua sisinya. Simpul di perut Harry menegang. Kalau Sirius benarbenar
tidak berada di sini, dia telah memimpin teman-temannya pada kematian
mereka tanpa alasan sama sekali ...
Tetapi para Pelahap Maut tidak menyerang.
'Serahkan ramalan itu dan tak seorangpun perlu terluka,' kata Malfoy dengan
dingin.
Giliran Harry yang tertawa.
'Yeah, benar!' katanya. 'Kuberikan kepadamu benda ini -- ramalan, bukan? Dan
kamu hanya akan membiarkan kami pulang, begitu?'
Kata-kata itu baru saja keluar dari mulutnya ketika Pelahap Maut wanita itu
menjerit: 'Accio rama--'
Harry siap menghadapinya: dia berteriak 'Protego!' sebelum wanita itu
menyelesaikan manteranya, dan walaupun bola kaca itu meluncur ke tepi jari-jarinya
dia berhasil mempertahankannya.
'Oh, dia tahu cara bermain, bayi kecil mungil Potter,' katanya, matanya yang gila
menatap melalui celah kerudungnya. 'Sangat bagus, kalau begitu --'
'KUBILANG PADAMU, JANGAN!' Lucius Malfoy meraung kepada wanita itu.
'Kalau kamu membantingnya --!'
Pikiran Harry berpacu. Para Pelahap Maut menginginkan bola kaca berdebu ini.
Dia tidak berminat padanya. Dia cuma ingin mengeluarkan mereka semua dari ini
hidup-hidup, memastikan tak seorangpun dari teman-temannya membayar harga
mahal untuk kebodohannya ...
Wanita itu melangkah maju, menjauh dari teman-temannya, dan menarik lepas
kerudungnya. Azkaban telah mencekungkan wajah Bellatrix Lestrange, membuatnya
kurus kering dan mirip tengkorak, tetapi wajah itu penuh kilau fanatik yang hebat.
'Kamu butuh bujukan lagi?' katanya, dadanya naik turun dengan cepat. 'Baiklah --
ambil yang terkecil,' dia memerintahkan para Pelahap Maut di sampingnya. 'Biarkan
dia menyaksikan selagi kita menyiksa gadis kecil itu. Aku akan melakukannya.'
Harry merasakan yang lainnya mendekat ke sekeliling Ginny; dia melangkah ke
samping sehingga dia tepat di depannya, ramalan itu dipegang ke dadanya.
'Kamu harus membanting ini kalau kamu ingin menyerang salah satu dari kami,' dia
memberitahu Bellatrix. 'Kukira bosmu tidak akan terlalu senang kalau kamu pulang
tanpa benda itu, bukan?'
Bellatrix tidak bergerak; dia hanya menatapnya, ujung lidahnya membasahi
mulutnya yang tipis.
'Jadi,' kata Harry, 'ngomong-ngomong, ramalan seperti apa yang sedang kita
bicarakan?'
Dia tidak bisa memikirkan apa yang harus dilakukan kecuali terus berbicara.
Lengan Neville tertekan pada lengannya, dan dia bisa merasakannya gemetaran; dia
bisa merasakan napas cepat salah satu dari yang lainnya di belakang kepalanya. Dia
berharap mereka semua sedang berpikir keras tentang cara-cara keluar dari ini, karena
pikirannya kosong.
'Ramalan seperti apa?' ulang Bellatrix, seringai memudar dari wajahnya. 'Kau
bercanda, Harry Potter.'
'Tidak, tidak sedang bercanda,' kata Harry, matanya beralih dari satu Pelahap Maut
ke Pelahap Maut lainnya, mencari titik lemah, ruang tempat mereka bisa lolos.
'Kenapa Voldemort menginginkannya?'
Beberapa Pelahap Maut mendesis pelan.
'Kau berani menyebutkan namanya?' bisik Bellatrix.
'Yeah,' kata Harry, sambil mempertahankan genggaman eratnya pada bola kaca itu,
mengharapkan usaha lain untuk menyihirnya dari dirinya. 'Yeah, aku tidak punya
masalah mengatakan Vol--'
'Tutup mulutmu!' Bellatrix menjerit. 'Kau berani mneyebutkan namanya dengan
bibirmu yang tak berharga, kau berani menodainya dengan lidah darah-campuranmu,
kau berani --'
'Kau tahu dia juga berdarah-campuran?' kata Harry sembarangan. Hermione
mengerang kecil di telinganya. 'Voldemort? Yeah, ibunya seorang penyihir wanita
tetapi ayahnya Muggle -- atau apakah dia memberitahu kalian semua dia berdarahmurni?'
'STUPEF--'
'TIDAK!'
Seberkas sinar merah meluncur dari ujung tongkat Bellatrix Lestrange, tetapi
Malfoy membelokkannya; manteranya menyebabkan mantera Bellatrix mengenai rak
satu kaki di sebelah kiri Harry dan beberapa bola kaca di sana pecah.
Dua figur, seputih mutiara seperti hantu, berubah-ubah seperti asap,
membentangkan diri dari pecahan-pecahan kaca di atas lantai dan masing-masing
mulai berbicara; suara mereka salng berlomba, sehingga hanya potongan-potongan
dari apa yang sedang mereka katakan yang bisa terdengar melampaui teriakan Malfoy
dan Bellatrix.
'... pada saat titik balik matahari akan datang yang baru ...' kata figur seorang lelaki
tua berjanggut.
'JANGAN MENYERANG! KITA BUTUH RAMALAN ITU!'
'Dia berani -- dia berani --' jerit Bellatrix tidak karuan, 'dia berdiri di sana --
keturunan campuran yang kotor --'
'TUNGGU SAMPAI KITA DAPATKAN RAMALANNYA!' bentak Malfoy.
'... dan tak satupun akan datang setelah ...' kata figur seorang wanita muda.
Kedua figur yang muncul dari bola-bola yang pecah telah melebur ke udara
kosong. Tak ada yang tersisa dari mereka atau rumah mereka terdahulu kecuali
pecahan-pecahan kaca di atas lantai. Namun, mereka telah memberi Harry gagasan.
Masalahnya adalah menyampaikannya kepada yang lainnya.
'Kalian belum memberitahuku apa yang begitu istimewa tentang ramalan yang
seharusnya kuserahkan ini,' dia berkata, mengulur waktu. Dia menggerakkan kakinya
lambat-lambat ke samping, mencari-cari kaki orang lain.
'Jangan main-main dengan kami, Potter,' kata Malfoy.
'Aku tidak sedang main-main,' kata Harry, setengah pikirannya pada percakapan
itu, setengah lagi pada kakinya yang berkeliaran. Dan kemudian dia menemukan jari
kaki orang lain dan menginjaknya. Tarikan napas tajam di belakangnya
memberitahunya bahwa jari-jari itu milik Hermione.
'Apa?' Hermione berbisik.
'Dumbledore tak pernah memberitahumu alasan kamu memiliki bekas luka itu
tersembunyi di dalam Departemen Misteri?' Malfoy mencemooh.
'Aku -- apa?' kata Harry. Dan sejenak dia lupa akan rencananya. 'Kenapa dengan
bekas lukaku?'
'Apa?' bisik Hermione lebih mendesak di belakangnya.
'Mungkinkah ini?' terdengar senang penuh kedengkian; beberapa Pelahap Maut
tertawa lagi, dan di balik tawa mereka, Harry berdesis kepada Hermione,
menggerakkan bibirnya sesedikit mungkin, 'Banting rak --'
'Dumbledore tak pernah bilang kepadamu?' Malfoy mengulangi. 'Well, ini
menjelaskan mengapa kamu tidak datang lebih awal, Potter, Pangeran Kegelapan
bertanya-tanya mengapa --'
'-- waktu aku bilang sekarang --'
'-- kamu tidak datang sambil berlari ketika beliau memperlihatkan tempat
persembunyiannya kepadamu di dalam mimpi-mimpimu. Beliau mengira
keingintahuan alamiah akan membuatmu mau mendengar perkataan setepat-tepatnya
...'
'Begitukah?' kata Harry. Di belakangnya dia merasakan bukannya mendengar
Hermione menyampaikan pesannya kepada yang lainnya dan dia terus berbicara,
untuk mengalihkan perhatian para Pelahap Maut. 'Jadi dia mau aku datang
mengambilnya, bukan begitu? Kenapa'
'Kenapa?' Malfoy terdengar sangat senang. 'Karena satu-satunya orang yang
diizinkan mengambil ramalan dari Departemen Misteri, Potter, adalah mereka yang
ditulis dalam ramalan itu, seperti yang Pangeran Kegelapan temukan saat beliau
mencoba menggunakan orang-orang lainnya untuk mencurinya bagi beliau.'
'Dan mengapa dia mau mencuri ramalan mengenai aku?'
'Mengenai kalian berdua, Potter, mengenai kalian berdua ... tidakkah kamu pernah
bertanya-tanya mengapa Pangeran Kegelapan mencoba membunuhmu saat bayi?'
Harry menatap ke lubang mata tempat mata kelabu Malfoy mengkilat. Apakah
ramalan ini alasan orang tua Harry mati, alasan dia membawa bekas luka berbentuk
sambaran kilat? Apakah jawaban ini semua tergenggam di dalam tangannya?'
'Seseorang membuat ramalan tentang Voldemort dan aku?' dia berkata pelan,
sambil menatap kepada Lucius Malfoy, jari-jarinya mengetat pada bola kaca hangat di
dalam tangannya. Benda itu hampir tidak lebih besar daripada sebuah Snitch dan
masih kasar karena debu. 'Dan dia membuatku datang dan mengambilnya? Kenapa
dia tidak bisa datang dan mengambilnya sendiri?'
'Mengambilnya sendiri?' jerit Bellatrix, melampaui tawa sinting.
'Pangeran Kegelapan, berjalan ke dalam Kementerian Sihir, saat mereka semua
begitu manisnya mengabaikan kembalinya beliau? Pangeran Kegelapan,
menampakkan diri kepada para Auror, padahal saat itu mereka sedang membuang
waktu mereka pada sepupuku tersayang?'
'Jadi, dia menyuruh kalian melakukan pekerjaan kotor baginya, bukan?' kata Harry.
'Seperti dia mencoba membuat Sturgis mencurinya -- dan Bode?'
'Sangat bagus, Potter, sangat bagus ...' kata Malfoy lambat-lambat. 'Tapi Pangeran
Kegelapan tahu kamu tidak bod--'
'SEKARANG!' jerit Harry.
Lima suara berbeda di belakangnya berteriak, 'REDUCIO!' Lima kutukan
melayang ke lima arah berbeda dan rak-rak di seberang mereka meledak saat kutukan
itu mengenainya; susunan menjulang itu berayun ketika seratus bola kaca meletus
pecah, figur-figur seputih mutiara membentang ke udara dan melayang di sana, suara
mereka menggema dari siapa yang tahu masa lalu mana yang sudah lama mati dari
antara hujan kaca yang terbanting dan serpih-serpih kayu yang sekarang menghujani
lantai --
'LARI!' Harry berteriak, sementara rak-rak itu berayun berbahaya dan lebih banyak
bola kaca lagi mulai berjatuhan dari atas. Dia meraih segenggam jubah Hermione dan
menyeretnya maju, sambil menempatkan satu lengan di atas kepalanya selagi
potongan-potongan rak dan pecahan-pecahan kaca menghujani mereka. Seorang
Pelahap Maut menerjang maju melalui awan debu dan Harry menyikutnya keras-keras
di wajah yang bertopeng; mereka semuanya menjerit, ada teriakan kesakitan, dan
bunyi hantaman bergemuruh ketika rak-rak itu saling menjatuhi, secara aneh
menggemakan potongan-potongan para Penglihat yang dilepaskan dari bola-bola
mereka --
Harry mendapati jalan di depan bebas dan melihat Ron, Ginny dan Luna berlari
cepat melewatinya, lengan-lengan mereka di atas kepala; sesuatu yang berat
membentur sisi wajahnya tetapi dia hanya menundukkan kepalanya dan berlari cepat
ke depan; sebuah tangan menangkapnya di bahu; dia mendengar Hermione berteriak,
'Stupefy!' Tangan itu melepaskannya seketika --
Mereka berada di ujung baris sembilan puluh tujuh; Harry berbelok ke kanan dan
mulai berlari cepat dengan bersemangat; dia bisa mendengar langkah-langkah kaki
tepat di belakang mereka dan suara Hermione yang mendesak Neville untuk terus;
tepat di depan, pintu tempat mereka masuk terbuka; Harry bisa melihat cahaya
berkelap-kelip toples itu; dia melalui ambang pintu dengan cepat, ramalan itu masih
tergenggam erat dan aman di tangannya, dan menunggu yang lainnya menderu cepat
melalui ambang pintu sebelum membanting pintu di belakang mereka --
'Colloportus!' Hermione terengah-engah dan pintu itu menyegel sendiri dengan
bunyi yang aneh.
'Di mana -- di mana yang lainnya?' Harry terkesiap.
Dia mengira Ron, Luna dan Ginny ada di depan mereka, bahwa mereka akan
menunggu di dalam ruangan ini, tetapi tak seorangpun di sana.
'Mereka pasti salah jalan!' bisik Hermione, dengan rasa ngeri di wajahnya.
'Dengar!' bisik Neville.
Langkah-langkah kaki dan teriakan-teriakan menggema dari balik pintu yang baru
saja mereka segel; Harry meletakkan telinganya dekat ke pintu untuk mendengarkan
dan mendengar Lucius Malfoy meraung, 'Tinggalkan Nott, tinggalkan dia, kataku --
luka-lukanya tidak ada apa-apanya bagi Pangeran Kegelapan dibandingkan dengan
kehilangan ramalan itu. Jugson, kembali ke sini, kita perlu pengaturan! Kita akan
dibagi ke dalam pasangan-pasangan dan mencari, dan jangan lupa, bersikap lembut
pada Potter sampai kita dapat ramalan itu, kalian bisa membunuh yang lainnya kalau
perlu -- Bellatrix, Rodolphus, kalian ambil yang kiri; Crabbe, Rabastan, pergi ke
kanan -- Jugson, Dolohov, pintu tepat di depan -- Macnair dan Avery, lewat sini --
Rookwood, sebelah sana -- Mulciber, ikut aku!'
'Apa yang harus kita lakukan?' Hermione bertanya kepada Harry, gemetaran dari
kepala hingga kaki.
'Well, sebagai permulaan, kita tidak berdiri di sini menunggu mereka menemukan
kita,' kata Harry. 'Ayo pergi dari pintu ini.' Mereka berlari sepelan yang mereka bisa,
melewati toples berkilau tempat telur kecil itu menetas dan utuh kembali, menuju
pintu keluar ke lorong melingkar di ujung jauh ruangan itu. Mereka hampir sampai di
sana saat Harry mendengar sesuatu yang besar dan berat menubruk pintu yang telah
Hermione sihir tertutup.
'Berdiri di samping!' kata sebuah suara kasar. 'Alohomora!'
Ketika pintu itu melayang terbuka, Harry, Hermione dan Neville menukik ke
bawah meja-meja. Mereka bisa melihat bagian bawah jubah-jubah kedua Pelahap
Maut semakin mendekat, kaki-kaki mereka bergerak dengan cepat.
'Mereka mungkin berlari langsung ke aula,' kata suara kasar itu.
'Periksa ke bawah meja-meja,' kata yang lain.
Harry melihat lutut-lutut para Pelahap Maut membengkok; sambil menjulurkan
tongkatnya dari bawah meja, dia berteriak, 'STUPEFY!'
Seberkas sinar merah mengenai Pelahap Maut terdekat, dia jatuh ke belakang ke
sebuah jam besar dan menjatuhkannya, namun, Pelahap Maut kedua, melompat ke
samping untuk menghindari mantera Harry dan menunjuk tongkatnya sendiri kepada
Hermione, yang sedang merangkak keluar dari bawah meja untuk mendapatkan
bidikan yang lebih baik.
'Avada --'
Harry meluncur menyeberangi lantai dan menarik Pelahap Maut itu di sekitar lutut,
menyebabkannya tumbang dan bidikannya miring. Neville membalikkan sebuah meja
karena ingin untuk membantu; dan sambil menunjuk tongkatnya dengan liar kepada
pasangan yang sedang bergumul itu, dia berteriak:
'EXPELLIARMUS!'
Tongkat Harry maupun tongkat Pelahap Maut itu melayang dari tangan mereka dan
membumbung ke belakang ke arah pintu masuk ke Aula Ramalan; keduanya berjuang
bangkit dan mengejar tongkat-tongkat itu, si Pelahap Maut di depan, Harry dekat ke
tumitnya, dan Neville di belakang, jelas ketakutan atas apa yang telah dia lakukan.
'Menyingkirlah, Harry!' jerit Neville, jelas bertekad untuk memperbaiki kerusakan.
Harry melemparkan dirinya sendiri ke samping ketika Neville membidik lagi dan
berteriak:
'STUPEFY!'
Pancaran sinar merah melayang tepat di atas bahu si Pelahap Maut dan mengenai
lemari berpintu kaca di dinding yang penuh dengan jam-jam pasir berbagai bentuk;
lemari itu jatuh ke lantai dan terbuka, kaca-kaca melayang ke mana-mana,
melambung kembali ke dinding, sepenuhnya diperbaiki, lalu jatuh lagi, dan pecah --
Pelahap Maut itu telah menyambar tongkatnya, yang tergeletak di atas lantai di
samping toples berkilauan itu. Harry menunduk ke belakang meja lain ketika lelaki itu
berpaling; topengnya telah tergeser sehingga dia tidak bisa melihat. Dia
merenggutnya hingga lepas dengan tangannya yang bebas dan berteriak: 'STUP--'
'STUPEFY!' jerit Hermione, yang baru saja mengejar mereka. Pancaran sinar
merah mengenai si Pelahap Maut di tengah dadanya: dia membeku, lengannya masih
terangkat, tongkatnya jatuh ke lantai dengan bunyi keras dan dia roboh ke belakang ke
arah toples itu. Harry menduga akan mendengar bunyi hantaman, bahwa lelaki itu
akan membentur kaca padat dan tergelincir ke lantai, tetapi alih-alih, kepalanya
terbenam melalui permukaan toples seolah-olah benda itu bukan apa-apa melainkan
sebuah gelembung sabun dan dia terdiam, telentang di atas meja, dengan kepalanya
tergeletak di dalam toples yang penuh angin berkilauan itu.
'Accio tongkat!' jerit Hermione. Tongkat Harry melayang dari sebuah sudut gelap
ke dalam tangannya dan dia melemparkannya kepada Harry.
'Trims,' katanya. 'Baik, ayo keluar dari --'
'Awas!' kata Neville, ketakutan. Dia sedang menatap kepala si Pelahap Maut di
dalam toples.
Mereka bertiga semuanya mengangkat tongkat mereka lagi, tetapi tak seorangpun
dari mereka menyerang: mereka semuanya sedang menatap, dengan mulut terbuka,
terkejut, pada apa yang sedang terjadi pada kepala pria itu.
Kepala itu mengerut sangat cepat, semakin botak, rambut hitam dan jenggot
pendeknya tertarik masuk ke dalam tengkoraknya; pipinya menjadi licin,
tengkoraknya bundar dan tertutup rambut-rambut halus mirip buah persik ...
Sebuah kepala bayi sekarang terletak mengerikan di atas leher gemuk berotot
Pelahap Maut itu selagi dia berjuang untuk bangkit lagi; tetapi bahkan saat mereka
menonton, dengan mulut mereka terbuka, kepala itu mulai menggembung ke ukuran
sebelumnya lagi; rambut hitam tebal mulai tumbuh dari kepala dan dagunya ...
'Itu Waktu,' kata Hermione dengan suara terpesona. 'Waktu ...'
Si Pelahap Maut menggelengkan kepala jeleknya lagi, mencoba menjernihkannya,
tetapi sebelum dia bisa menguasai diri kepala itu mengerut kembali ke keadaan bayi
sekali lagi ...
Ada teriakan dari sebuah ruangan di dekat situ, lalu bunyi benturan dan jeritan.
'RON?' Harry menjerit, sambil berpaling cepat dari perubahan mengerikan yang
sedang berlangsung di hadapan mereka. 'GINNY? LUNA?'
'Harry!' Hermione menjerit.
Pelahap Maut itu telah menarik kepalanya keluar dari toples. Penampilannya sangat
aneh, kepala bayinya yang kecil menangis keras-keras sementara lengannya yang
gemuk memukul-mukul dengan berbahaya ke segala arah, hampir mengenai Harry,
yang menunduk. Harry mengangkat tongkatnya tetapi herannya Hermione
menyambar tangannya.
'Kau tidak boleh melukai seorang bayi!'
Tidak ada waktu untuk mendebatkan poin itu; Harry bisa mendengar lebih banyak
langkah kaki yang semakin keras dari Aula Ramalan dan tahu, terlambat, bahwa dia
seharusnya tidak berteriak dan memberitahukan kedudukan mereka.
'Ayo!' katanya, dan sambil meninggalkan Pelahap Maut berkepala bayi yang jelek
itu terhuyung-huyung di belakang mereka berangkat menuju pintu yang terbuka di
ujung lain ruangan itu, yang menuntun kembali ke lorong hitam itu.
Mereka telah berlari setengah jalan ke arahnya saat Harry melihat melalui pintu
yang terbuka dua lagi Pelahap Maut berlari menyeberangi ruangan hitam itu menuju
mereke; sambil berbelok ke kiri, dia masuk ke dalam sebuah kantor kecil yang gelap
dan kacau dan membanting pintu di belakang mereka.
'Collo--' mulai Hermione, tetapi sebelum dia bisa menyelesaikan mantera itu pintu
telah terdobrak membuka dan kedua Pelahap Maut itu masuk dengan cepat .
Dengan jeritan kemenangan, keduanya berteriak:
'IMPEDIMENTA!'
Harry, Hermione dan Neville semuanya terhantam mundur; Neville terlempar
melampaui meja dan menghilang dari pandangan; Hermione terbanting ke sebuah
lemari buku dan segera terbanjiri buku-buku berat yang berjatuhan; bagian belakang
kepala Harry menghantam dinding batu di belakangnya, sinar-sinar kecil meledak di
depan matanya dan sejenak dia terlalu pusing dan bingung untuk bereaksi.
'KITA DAPAT DIA!' teriak Pelahap Maut yang terdekat dengan Harry. 'DI
DALAM SEBUAH KANTOR--'
'Silencio!' jerit Hermione dan suara lelaki itu menghilang. Dia terus menggerakkan
mulutnya melalui lubang di topengnya, tetapi tidak ada suara yang muncul. Dia
didorong ke samping oleh teman Pelahap Mautnya.
'Petrificus Totalus!' teriak Harry, ketika Pelahap Maut kedua itu mengangkat
tongkatnya. Lengan dan kakinya berbunyi bersamaan dan dia jatuh ke depan, dengan
wajah di bawah ke atas permadani di kaki Harry, kaku seperti papan dan tidak bisa
bergerak.
'Bagus, Ha--'
Tetapi Pelahap Maut yang baru saja dibuat bisu oleh Hermione melakukan gerakan
menyayat tiba-tiba dengan tongkatnya; seberkas apa yang terlihat seperti nyala api
ungu lewat tepat di dada Hermione. Dia mengeluarkan bunyi 'Oh' kecil seolah-olah
terkejut dan roboh ke lantai, tempat dia terbaring tidak bergerak.
'HERMIONE!'
Harry jatuh berlutut di sampingnya selagi Neville merangkak cepat ke arahnya dari
bawah meja, tongkatnya dipegang di hadapannya. Pelahap Maut itu menendang keraskeras
kepala Neville ketika dia muncul -- kakinya mematahkan tongkat Neville
menjadi dua dan mengenai wajahnya. Neville mengeluarkan lolong kesakitan dan
mundur, sambil mengenggam mulut dan hidungnya. Harry berputar, tongkatnya
sendiri dipegang tinggi-tinggi, dan melihat bahwa si Pelahap Maut telah
merenggutkan topengnya hingga lepas dan sedang menunjuk tongkatnya tepat kepada
Harry, yang mengenali wajah panjang, pucat, terpelintir itu dari Daily Prophet:
Antonin Dolohov, penyihir yang membunuh keluarga Prewett.
Dolohov menyeringai. Dengan tangannya yang bebas, dia menunjuk dari ramalan
yang masih tergenggam di tangan Harry, kepada dirinya sendiri, lalu kepada
Hermione. Walaupun dia tidak lagi bisa berbicara, maksudnya tidak mungkin lebih
jelas lagi. Berikan ramalannya kepadaku, atau kamu akan mengalami yang sama
,sepertinya ...
'Seperti kamu tidak akan membunuh kami semua, begitu aku menyerahkannya!'
kata Harry.
Deru kepanikan di dalam dirinya menghalanginya berpikir dengan benar: dia
meletakkan satu tangan ke bahu Hermione, yang masih hangat, walaupun tidak berani
memandangnya dengan sepantasnya. Jangan biarkan dia mati, jangan biarkan dia
mati, salahku kalau dia mati...
'Ababun yang kau lakukan, Harry,' kata Neville dengan sengit dari bawah meja,
sambil menurunkan tangannya untuk memperlihatkan hidung yang jelas patah dan
darah bercucuran ke mulut dan dagunya, 'jagan berikan kepadanya!'
Lalu ada bunyi benturan di luar pintu dan Dolohov melihat lewat bahunya --
Pelahap Maut berkepala bayi itu muncul di ambang pintu, kepalanya menangis,
tinjunya yang besar masih memukul-mukul tak terkendali pada semua hal di
sekitarnya. Harry meraih peluangnya:
'PETRIFICUS TOTALUS!'
Mantera itu mengenai Dolohov sebelum dia bisa menghadangnya dan dia roboh ke
depan melintang di atas temannya, mereka berdua kaku seperti papan dan tidak bisa
bergerak seincipun.
'Hermione,' Harry berkata seketika, sambil mengguncangkannya selagi Pelahap
Maut berkepala bayi menghilang dari pandangan lagi. 'Hermione, bangun ...'
'Aba yang dilakukannya kebadanya?' kata Neville, sambil merangkak keluar dari
bawah meja untuk berlutut ke sisinya yang lain, darah mengucur dari hidungnya yang
membengkak cepat.
'Aku tak tahu ...'
Neville meraba-raba pergelangan tangan Hermione.
'Idu ada deyut, Harry, adu yakin itu.'
Gelombang kelegaan yang begitu kuat menyapu diri Harry sehingga sejenak dia
merasa kepalanya ringan.
'Dia masih hidup?'
'Yeah, dudira begitu.'
Ada jeda sementara Harry mendengarkan lekat-lekat mencari suara langkah kaki
lagi, tetapi yang bisa didengarnya hanya rengekan Pelahap Maut berkepala bayi itu di
ruangan berikutnya.
'Neville, kita tidak jauh dari pintu keluar,' Harry berbisik, 'kita persis di sebelah
ruangan melingkar itu ... kalau saja kita bisa menyeberangkan kalian dan menemukan
pintu yang benar sebelum para Pelahap Maut lain datang, aku yakin kamu bisa
membawa Hermione ke koridor dan ke dalam lift ... lalu kalian bisa menemukan
seseorang ... menghidupkan tanda bahaya ...'
'Dan aba yang akan kabu lakukan?' kata Neville, sambil menyeka hidungnya yang
berdarah dengan lengan bajunya dan merengut kepada Harry.
'Aku harus menemukan yang lainnya,' kata Harry.
'Well, adu akan menjari mereka besamamu,' kata Neville dengan tegas.
'Tapi Hermione --'
'Kida akan bawa dia besama kida,' kata Neville tegas. 'Adu akan bawa dia -- kabu
lebih pandai betarung degan bereka daripada adu --'
Dia berdiri dan menyambar salah satu lengan Hermione, sambil melotot kepada
Harry, yang ragu-ragu, lalu meraih lengan yang lain dan membantu mengangkat
Hermione yang lemah dari bahu Neville.
'Tunggu,' kata Harry, sambil merenggut tongkat Hermione dari lantai dan
mendorongnya ke tangan Neville, 'kamu sebaiknya mengambil ini.'
Neville menendang ke samping pecahan-pecahan tongkatnya sendiri selagi mereka
berjalan lambat-lambat ke pintu.
'Nenekku akan membunuhku,' kata Neville dengan parau, darah memercik dari
hidungnya selagi dia berbicara, 'idu dongkad laba ayahku.'
Harry menjulurkan kepalanya keluar dari pintu dan memandang ke sekitar dengan
hati-hati. Si Pelahap Maut berkepala bayi sedang menjerit-jerit dan memukul-mukul
benda-benda, menjatuhkan jam-jam besar dan membalikkan meja-meja, sambil
menangis dan kebingungan, sementara lemari berpintu kaca yang Harry curigai
sekarang mengandung Pembalik Waktu terus jatuh, pecah dan memperbaiki sendiri di
dinding di belakang mereka.
'Dia tidak akan pernah memperhatikan kita,' bisiknya. 'Ayolah ... tetapdekat ke
belakangku ...'
Mereka berjalan pelan-pelan keluar dari kantor itu dan kembali menuju pintu ke
lorong hitam itu, yang sekarang tampaknya sepenuhnya ditinggalkan. Mereka berjalan
beberapa langkah ke depan, Neville terhuyung-huyung sedikit karena berat Hermione;
pintu Ruang Waktu berayun menutup di belakang mereka dan dinding-dinding mulai
berputar sekali lagi. Hantaman baru-baru ini pada belakang kepala Harry tampaknya
menggoyahkannya; dia menyipitkan matanya, sambil berayun sedikit, sampai
dinding-dinding berhenti bergerak lagi. Dengan hati mencelos, Harry melihat bahwa
tanda-tanda silang menyala yang dibuat Hermione telah menghilang dari pintu-pintu.
'Jadi ke arah mana menurutmu--?'
Tetapi sebelum mereka bisa membuat keputusan ke arah mana harus dicoba,
sebuah pintu di kanan mereka membuka dan tiga orang jatuh keluar darinya.
'Ron!' teriak Harry dengan parau, sambil berlari ke arah mereka. 'Ginny -- apakah
kalian baik --?'
'Harry,' kata Ron, sambil terkikik lemah, tiba-tiba maju, sambil menyambar bagian
depan jubah Harry dan menatap kepadanya dengan mata tidak fokus, 'di sana kamu ...
ha ha ha ... kamu tampak lucu, Harry ... kamu berantakan sekali ...'
Wajah Ron sangat putih dan sesuatu yang gelap mengucur dari sudut mulutnya.
Saat berikutnya lututnya roboh, tetapi dia masih mencengkeram bagian depan jubah
Harry, sehingga Harry tertarik menjadi bungkuk.
'Ginny?' Harry berkata dengan takut. 'Apa yang terjadi?'
Tetapi Ginny menggelengkan kepalanya dan meluncur dari tembok ke posisi
duduk, sambil terengah-engah dan memegang mata kakinya.
'Kukira mata kakinya retak, aku mendengar bunyi patah,' bisik Luna, yang sedang
membungkuk ke atasnya dan dia sendiri tampak tidak terluka. 'Empat dari mereka
mengejar kami ke sebuah ruangan gelap yang penuh planet; tempat itu sangat aneh,
kadang-kadang kami hanya melayang di kegelapan --'
'Harry, kami melihat Uranus dari dekat!' kata Ron, masih terkikik lemah. 'Ngerti,
Harry? Kami melihat Uranus -- ha ha ha --'
Sebuah gelembung darah timbul di sudut mulut Ron dan pecah.
'-- bagaimanapun, salah satu dari mereka menyambar kaki Ginny, aku
menggunakan Kutukan Pengecil dan meledakkan Pluto di hadapannya, tetapi ...'
Luna memberi isyarat tanpa harapan kepada Ginny, yang sedang bernapas dengan
lemah, matanya masih tertutup.
'Dan bagaimana dengan Ron?' kata Harry dengan takut, ketika Ron terus terkikik,
masih bergantungan di bagian depan jubah Harry.
'Aku tidak tahu dengan apa mereka menyerang dia,' kata Luna dengan sedih, 'tapi
dia jadi agak aneh, aku hampir tidak bisa membawanya sama sekali.'
'Harry,' kata Ron, sambil menarik telinga Harry ke mulutnya dan masih terkikikkikik
dengan lemah, 'kau tahu siapa anak perempuan ini, Harry? Dia Loony ... Loony
Lovegood ... ha ha ha.'
'Kita harus keluar dari sini,' kata Harry dengan tegas. 'Luna, bisakah kamu bantu
Ginny?'
'Ya,' kata Luna, sambil menusukkan tongkatnya ke balik telinganya untuk
disimpan, lalu meletakkan satu lengan melingkari pinggul Ginny dan menariknya
bangkit.
'Cuma mata kakiku, aku bisa melakukannya sendiri!' kata Ginny dengan tidak
sabar, tetapi saat berikutnya dia tumbang ke samping dan meraih Luna untuk
mendapat dukungan. Harry menarik lengan Ron melewati bahunya seperti, berbulanbulan
yang lalu, dia menarik lengan Dudley. Dia memandang berkeliling: mereka
punya peluang satu banding dua belas untuk mendapatkan pintu keluar yang tepat
pada kali pertama --
Dia menghela Ron ke arah sebuah pintu, mereka berada beberapa kaki darinya saat
pintu lain di seberang aula membuka dan tiga Pelahap Maut bergegas masuk,
dipimpin oleh Bellatrix Lestrange.
'Di sana mereka!' dia menjerit.
Mantera-mantera Pembeku meluncur dari seberang ruangan: Harry menyeruduk
melalui pintu di depan, menghempaskan Ron dari dirinya dengan sembarangan dan
menunduk untuk membantu Neville masuk bersama Hermione: mereka semua
melewati ambang pintu tepat waktunya untuk membanting pintu terhadap Bellatrix.
'Colloportus!' teriak Harry, dan dia mendengar tiga tubuh menabrak pintu di sisi
lain.
'Tidak masalah!' kata suara seorang lelaki. 'Ada cara-cara lain untuk masuk --
KAMI DAPATKAN MEREKA, MEREKA ADA DI SINI!'
Harry berputar; mereka kembali ke Ruangan Otak dan, benar juga, ada pintu-pintu
di sekeliling dinding. Dia bisa mendengar langkah-langkah kaki di aula di belakang
mereka ketika lebih banyak lagi Pelahap Maut datang sambil berlari untuk bergabung
dengan yang pertama.
'Luna -- Neville -- bantu aku!'
Mereka bertiga berlari mengitari ruangan, sambil menyegel pintu-pintu; Harry
menubruk sebuah meja dan terguling ke atasnya karena terburu-buru mendekati pintu
berikutnya.
'Colloportus!'
Ada bunyi langkah-langkah kaki yang berlarian di balik pintu-pintu, beberapa
waktu sekali tubuh berat lain akan menabrakkan diri pada salah satu pintu, sehingga
pintu itu berkeriut dan bergetar; Luna dan Neville sedang menyihir pintu-pintu di
sepanjang dinding di seberang -- kemudian, ketika Harry mencapai bagian paling
puncak ruangan itu, dia mendengar Luna menjerit.
'Collo-- aaaaaaaaargh ...'
Dia berpaling tepat waktunya untuk melihat Luna melayang di udara, lima Pelahap
Maut menyerbu ke dalam ruangan melalui pintu yang tidak sempat dijangkaunya;
Luna menghantam sebuah meja, meluncur di permukaannya dan ke atas lantai di sisi
lain tempat dia terbaring telentang, sekaku Hermione.
'Tangkap Potter!' jerit Bellatrix, dan dia berlari ke arahnya; Harry mengelakkannya
dan berlari cepat ke sisi ruangan lainnya; dia aman selama mereka mengira mereka
mungkin mengenai ramalan itu --
'Hei!' kata Ron, yang terhuyung-huyung bangkit dan sekarang sedang
sempoyongan seperti mabuk ke arah Harry, sambil terkikik. 'Hei Harry, ada otak di
dalam sini, ha ha ha, bukankah itu lucu, Harry?'
'Ron, menyingkirlah, tunduk --'
Tetapi Ron sudah menunjuk tongkatnya ke tangki.
'Jujur saja, Harry, itu semua otak -- lihat -- Accio otak!'
Adegan itu tampaknya terhenti sebentar. Harry, Ginny dan Neville serta setiap
Pelahap Maut berpaling untuk mengamati bagian atas tangki itu ketika sebuah otak
meluncur keluar dari cairan hijau itu seperti seekor ikan yang melompat: sejenak
kelihatannya tertahan di udara, lalu membumbung ke arah Ron, sambil berputar, dan
apa yang tampak seperti pita-pita gambar yang bergerak melayang dari otak itu,
terurai seperti gulungan-gulungan film --
'Ha ha ha, Harry, lihat itu --' kata Ron, sambil menyaksikannya memuntahkan isi
perutnya yang menyolok, 'Harry kemari dan sentuhlah, aku yakin pasti aneh --'
'RON, JANGAN!'
Harry tidak tahu apa yang akan terjadi kalau Ron menyentuh tentakel-tentakel
pikiran yang sekarang melayang di belakang otak itu, tetapi dia yakin pasti bukan
sesuatu yang bagus. Dia berlari maju tetapi Ron sudah menangkap otak itu ke dalam
tangannya yang terentang.
Saat menyentuh kulitnya, tentakel-tentakel itu mulai membelitkan diri ke sekeliling
lengan Ron seperti tali.
'Harry, lihat apa yang terjadi -- Tidak -- tidak -- aku tidak suka -- tidak, hentikan --
hentikan --'
Tetapi pita-pita tipis itu berputar mengelilingi dada Ron sekarang; dia menyentak
dan menariknya sementara otak itu merapat kepadanya seperti tubuh gurita.
'Diffindo!' jerit Harry, berusaha memutuskan antena-antena yang membelitkan diri
dengan ketat di sekeliling Ron di hadapannya, tetapi antena-antena itu tidak bisa
patah. Ron terjatuh, masih memukul-mukul pengikatnya.
'Harry, benda itu akan mencekiknya!' jerit Ginny, tak bisa bergerak karena mata
kakinya yang retak di atas lantai -- lalu seberkas sinar merah melayang dari tongkat
salah satu Pelahap Maut dan mengenainya tepat di wajah. Dia jatuh ke samping dan
terbaring di sana tidak sadarkan diri.
'STUBEFY!' teriak Neville, sambil berputar dan melambaikan tongkat Hermione
kepada Pelahap Maut yang mendekat, 'STUBEFY, STUBEFY!'
Tetapi tak ada yang terjadi.
Salah satu Pelahap Maut menembakkan Mantera Pembekunya sendiri kepada
Neville; meleset beberapa inci. Harry dan Neville sekarang hanya dua orang yang
tersisa untuk melawan lima Pelahap Maut, dua di antaranya mengirimkan aliran sinar
perak seperti anak panah yang meleset tetapi meninggalkan lubang-lubang di dinding
di belakang mereka. Harry lari ketika Bellatrix Lestrange mengejarnya: sambil
memegang ramalan itu tinggi-tinggi di atas kepalanya, dia berlari cepat kembali ke
sisi ruangan yang lain; yang bisa dia pikirkan hanyalah menarik para Pelahap Maut
menjauh dari yang lainnya.
Tampaknya berhasil; mereka mengejarnya, sambil membuat kursi-kursi dan mejameja
melayang tetapip tidak berani menyihir dia kalau-kalau mereka merusak ramalan
itu, dan dia berlari melalui satu-satunya pintu yang masih terbuka, pintu tempat para
Pelahap Maut itu sendiri datang, dalam hati berdoa bahwa Neville akan tetap bersama
Ron dan menemukan suatu cara untuk melepaskan dia. Dia lari beberapa kaki ke
sebuah ruangan baru dan merasakan lantai menghilang --
Dia jatuh di anak tangga batu yang curam satu demi satu, sambil terpelanting di
setiap deret sampai akhirnya, dengan hantaman keras yang membuatnya terkejut, dia
mendarat telentang di lubang cekung tempat atap batu melengkung berdiri di atas
mimbarnya. Seluruh ruangan itu berdering dengan tawa para Pelahap Maut: dia
memandang ke atas dan melihat lima yang tadi berada di dalam Ruangan Otak turun
ke arahnya, sementara banyak lagi muncul dari ambang pintu lain dan mulai
melompat dari bangku ke bangku ke arahnya. Harry bangkit walaupun kakinya
gemetaran begitu hebatnya sehingga hampir tidak bisa menyokong dirinya: ramalan
itu ajaibnya masih belum pecah di tangan kirinya, tongkatnya tergenggam erat di
tangan kanan. Dia mundur, sambil memandang berkeliling, mencoba menjaga semua
Pelahap Maut di dalam penglihatannya. Bagian belakang kakinya mengenai sesuatu
yang padat: dia telah mencapai mimbar tempat atap melengkung itu berada. Dia
memanjat ke belakang ke atas mimbar itu.
Para Pelahap Maut semuanya berhenti, sambil menatapnya. Beberapa terengahengah
sekeras dirinya. Salah satunya berdarah hebat, Dolohov, yang bebas dari
Kutukan Pengikat-Tubuh, sedang mengerling, tongkatnya menunjuk tepat ke wajah
Harry.
'Potter, perlombaanmu sudah dijalani,' kata Lucius Malfoy dengan suara dipanjangpanjangkan,
sambil menarik lepas topengnya, 'sekarang serahkan ramalannya
kepadaku seperti anak baik.'
'Biarkan -- biarkan yang lainnya pergi, dan aku akan memberikannya kepadamu!'
kata Harry dengan putus asa.
Beberapa Pelahap Maut tertawa.
'Kamu tidak berada dalam posisi untuk tawar-menawar, Potter,' kata Lucius
Malfoy, wajahnya yang pucat merona karena senang. 'Kamu lihat, kami bersepuluh
dan kamu hanya sendiri ... atau apakah Dumbledore tak pernah mengajarmu cara
menghitung?'
'Dia tidak seddiri!' teriak sebuah suara dari atas mereka. 'Dia masih bunya adu!'
Hati Harry mencelos: Neville sedang berjuang menuruni bangku-bangku batu ke
arah mereka, tongkat Hermoine tergenggam erat di tangannya yang gemetaran.
'Neville -- jangan -- kembali kepada Ron --'
'STUBEFY!' Neville berteriak lagi, sambil menunjuk tongkatnya kepada tiap-tiap
Pelahap Maut secara bergantian. 'STUBEFY! STUBE--'
Salah satu Pelahap Maut yang terbesar meraih Neville dari belakang, menjepit
lengannya ke sisi tubuhnya. Dia meronta dan menendang; beberapa Pelahap Maut
tertawa.
'Longbottom, bukan?' ejek Lucius Malfoy. 'Well, nenekmu sudah biasa kehilangan
anggota keluarga akibat kami ... kematianmu tidak akan jadi guncangan besar.'
'Longbottom?' ulang Bellatrix, dan sebuah senyuman yang sangat jahat menerangi
wajahnya yang cekung. 'Kenapa, aku sudah mendapat kesenangan bertemu orang
tuamu, nak.'
'ADU TAHU KAU DUDAH!' raung Neville, dan dia melawan cengkeraman
penangkapnya begitu keras sehingga Pelahap Maut itu berteriak, 'Seserorang Bekukan
dia!'
'Tidak, tidak, tidak,' kata Bellatrix. Dia tampak sangat gembira, penuh kesenangan
ketika dia memandang sekilas kepada Harry, lalu kembali kepada Neville. 'Tidak,
mari lihat seberapa lama Longbottom tahan sebelum dia gila seperti orang tuanya ...
kecuali Potter mau memberikan ramalan itu kepada kita.'
'JAGAN BERIKAN PADA BEREKA!' raung Neville, yang tampaknya lupa diri,
menendang dan menggeliat ketika Bellatrix mendekat kepadanya dan penangkapnya
dengan tongkat terangkat. 'JAGAN BERIKAN PADA BEREKA, HARRY!'
Bellatrix mengangkat tongkatnya. 'Crucio!'
Neville menjerit, kakinya terangkat naik ke dadanya sehingga Pelahap Maut yang
sedang memegangnya sejenak hilang keseimbangan. Pelahap Maut itu
menjatuhkannya dan dia jatuh ke lantai, sambil menggeliat dan menjerit kesakitan.
'Itu hanya awalnya!' kata Bellatrix, sambil mengangkat tongkatnya sehingga jeritan
Neville berhenti dan dia berbaring terisak-isak di kakinya. Bellatrix berpaling dan
menatap Harry. 'Sekarang, Potter, berikan ramalan itu kepada kami, atau saksikan
teman kecilmu mati dengan cara yang keras!'
Harry tidak harus berpikir; tidak ada pilihan. Ramalan itu panas karena tangannya
yang menggenggamnya ketika dia mengulurkannya. Malfoy melompat maju untuk
mengambilnya.
Lalu, tinggi di atas mereka, dua pintu lagi terbuka dan lima orang berlari cepat ke
dalam ruangan: Sirius, Lupin, Moody, Tonks dan Kingsley.
Malfoy berpaling, dan mengangkat tongkatnya, tetapi Tonks sudah mengirimkan
Mantera Pembeku tepat kepadanya. Harry tidak menunggu untuk melihat apakah
mantera itu kena, melainkan menukik turun dari mimbar menyingkir. Para Pelahap
Maut sepenuhnya teralihkan perhatiannya oleh kemunculan anggota-anggota Order,
yang sekarang menghujani mantera-mantera kepada mereka selagi mereka melompat
dari tiap undakan menuju lantai cekung itu. Melalui tubuh-tubuh yang berlarian,
kilasan-kilasan cahaya, Harry bisa melihat Neville merangkak. Dia mengelakkan
pancaran sinar merah lainnya dan menjatuhkan dirinya ke tanah untuk meraih Neville.
'Apakah kamu baik-baik saja?' teriaknya, ketika mantera lain membumbung
beberapa inci di atas kepala mereka.
'Ya,' kata Neville, sambil berusaha bangkit.
'Dan Ron?'
'Kukira dia baik -- dia masih betarung degan otak idu waktu adu pegi --'
Lantai batu di antara mereka meledak ketika sebuah mantera menghantamnya,
meninggalkan sebuah lubang di tempat tangan Neville berada beberapa detik
sebelumnya; keduanya berjuang menjauh dari titik itu, lalu sebuah lengan gemuk
keluar entah dari mana, menyambar Harry di sekitar leher dan menariknya berdiri
tegak, sehingga jari-jari kakinya hampir tidak mengenai lantai.
'Berikan kepadaku,' geram sebuah suara di telinganya, 'berikan ramalannya
kepadaku --'
Lelaki itu menekan batang tenggorok Harry begitu ketatnya sehingga dia tidak bisa
bernapas. Melalui mata yang berair dia melihat Sirius sedang berduel dengan seorang
Pelahap Maut sekitar sepuluh kaki jauhnya; Kingsley sedang melawan dua orang
seketika; Tonks, masih setengah jalan di antara bangku-bangku berderet itu, sedang
menembakkan mantera-mantera kepada Bellatrix -- tak seorangpun tampaknya
menyadari bahwa Harry sedang sekarat. Dia membalikkan tongkatnya ke belakang ke
arah samping lelaki itu, tetapi tidak punya napas untuk mengucapkan mantera, dan
tangan lelaki itu yang bebas sedang meraba-raba ke tangan Harry yang sedang
memegang ramalan --
'AARGH!'
Neville telah menerjang entah dari mana; tak mampu mengucapkan mantera
dengan jelas, dia menusukkan tongkat Hermione keras-keras ke lubang mata topeng si
Pelahap Maut. Lelaki itu melepaskan Harry seketika dengan lolongan kesakitan.
Harry berputar untuk menghadapnya dan terengah-engah mengucapkan:
'STUPEFY!'
Pelahap Maut itu jatuh ke belakang dan topengnya terlepas: itu Macnair, calon
pembunuh Buckbeak, salah satu matanya sekarang bengkak dan merah darah.
'Trims!' Harry berkata kepada Neville, sambil menariknya ke samping ketika Sirius
dan Pelahap Mautnya tiba-tiba lewat, sedang berduel begitu hebatnya sehingga
tongkat-tongkat mereka tampak buram; lalu kaki Harry menyentuh sesuatu yang
bundar dan keras dan dia tergelincir. Sejenak dia mengira dia menjatuhkan ramalan
itu, tetapi kemudian dia melihat mata sihir Moody berputar menjauh di lantai.
Pemiliknya sedang terbaring, berdarah di kepala, dan penyerangnya sekarang
menuju Harry dan Neville: Dolohov, wajahnya yang panjang dan pucat miring karena
senang.
'Tarantallegra!' dia berteriak, tongkatnya menunjuk Neville, yang kakinya segera
bergerak dalam semacam tarian menghentak gila-gilaan, membuatnya kehilangan
keseimbangan dan menjadikannya terjatuh ke lantai lagi. 'Sekarang, Potter --'
Dia membuat gerakan yang sama dengan tongkatnya seperti yang dipergunakannya
kepada Hermione persis ketika Harry menjerit, 'Protege!'
Harry merasakan sesuatu melintasi wajahnya seperti pisau tumpul; tenaganya
menjatuhkannya ke samping dan dia jatuh ke atas kaki Neville yang menyentaknyentak,
tetapi Mantera Pelindung itu menghentikan yang terburuk dari mantera itu.
Dolohov mengangkat tongkatnya lagi. 'Accio ramal—'
Sirius telah meluncur cepat entah dari mana, membentur Dolohov dengan bahunya
dan membuatnya melayang menjauh. Ramalan itu sekali lagi melayang ke ujung jarijari
Harry tetapi dia berhasil mempertahankannya. Sekarang Sirius dan Dolohov
sedang berduel, tongkat-tongkat mereka berkilat seperti pedang, bunga-bunga api
melayang dari ujung tongkat mereka --
Dolohov menarik mundur tongkatnya untuk membuat gerakan menyayat yang
sama seperti yang dipergunakannya kepada Harry dan Hermione. Sambil melompat
bangkit, Harry menjerit, 'Petrificus Totalus!' Sekali lagi, lengan-lengan Dolohov
berbunyi bersamaan dan dia terjatuh ke belakang, mendarat dengan hantaman keras di
punggungnya.
'Bagus!' teriak Sirius, sambil memaksa kepala Harry turun ketika sepasang Mantera
Pembeku terbang ke arah mereka. 'Sekarang aku mau kau keluar dari --'
Mereka berdua menunduk lagi; sebuah pancaran sinar hijau hampir mengenai
Sirius. Di seberang ruangan Harry melihat Tonks jatuh dari tengah tangga batu,
tubuhnya yang lemah roboh dari bangku batu dan Bellatrix, penuh kemenangan,
berlari kembali ke arah kegaduhan itu.
'Harry, bawa ramalannya, bawa Neville dan larilah!' Sirius berteriak, sambil berlari
untuk menemui Bellatrix. Harry tidak melihat apa yang terjadi berikutnya: Kingsley
berayun di depan penglihatannya, sedang bertarung dengan Rookwood yang penuh
bopeng dan tidak lagi bertopeng; pancaran sinar hijau lain melayang di atas kepala
Harry ketika dia meluncur ke arah Neville --
'Bisakah kau berdiri?' dia berteriak ke telinga Neville, sementara kaki Neville
menyentak dan berkedut tak terkendali. 'Letakkan lenganmu di sekeliling leherku --'
Neville melakukannya -- Harry menghela -- kaki Neville masih melayang ke segala
arah, kaki-kaki itu tidak bisa menyokongnya, dan kemudian, entah dari mana, seorang
pria menerjang mereka: keduanya jatuh ke belakang, kaki Neville melambai-lambai
dengan liar seperti kaki kumbang yang terbalik, Harry dengan lengan kiri dinaikkan
tinggi-tinggi di udara mencoba menyelamatkan bola kaca kecil itu dari bantingan.
'Ramalan itu, berikan kepadaku ramalan itu, Potter!' bentak suara Lucius Malfoy di
telinganya, dan Harry merasakan ujung tongkat Harry menekan keras di antara tulang
iganya.
'Tidak -- lepaskan -- aku ... Neville -- tangkap!'
Harry melemparkan ramalan itu di lantai, Neville memutar dirinya di punggung dan
menangkap bola itu ke dadanya. Malfoy menunjuk tongkatnya kepada Neville, tetapi
Harry menusukkan tongkatnya sendiri ke belakang lewat bahunya dan berteriak,
'Impedimenta!'
Malfoy terbanting dari punggungnya. Ketika Harry berjuang bangkit lagi dia
memandang berkeliling dan melihat Malfoy menghantam mimbar tempat Sirius dan
Bellatrix sekarang berduel. Malfoy mengarahkan tongkatnya kepada Harry and
Neville lagi, tetapi sebelum dia bisa menarik napas untuk menyerang, Lupin telah
melompat ke antara mereka.
'Harry, kumpulkan yang lainnya dan PERGI!'
Harry meraih Neville di bagian bahu jubahnya dan mencoba mengangkatnya ke
deretan pertama anak tangga batu; kaki Neville berkedut dan menggelepar dan tidak
mau menyokong berat tubuhnya; Harry menghela lagi dengan segenap kekuatan yang
dimilikinya dan mereka memanjat satu anak tangga lagi --
Sebuah mantera mengenai bangku batu di tumit Harry; bangku itu remuk dan dia
terjatuh ke anak tangga di bawah. Neville merosot ke tanah, kakinya masih
menggelepar dan memukul-mukul, dan dia menjejalkan ramalan itu ke dalam
kantongnya.
'Ayolah!' kata Harry dengan putus asa, sambil menarik jubah Neville. 'Coba dorong
dengan kakimu --'
Dia menghela lagi dan jubah Neville robek di bagian keliman sebelah kiri-- bola
kaca kecil itu jatuh dari kantongnya dan, sebelum salah satu dari mereka bisa
menangkapnya, salah satu kaki Neville yang menggelepar menendangnya: benda itu
terbang sekitar sepuluh kaki ke samping kanan mereka dan terbanting di anak tangga
di bawah mereka. Selagi mereka berdua menatap tempat pecahnya, terkejut akan apa
yang terjadi, sebuah figur seputih mutiara dengan mata yang sanagt diperbesar
muncul ke udara, tak diperhatikan oleh siapapun kecuali mereka ... Harry bisa melihat
mulutnya bergerak, tetapi dalam semua keributan dan teriakan serta jeritan di
sekeliling mereka, tak satu katapun dari mantera itu yang bisa terdengar. Figur itu
berhenti berbicara dan melarut jadi hilang.
'Harry, maab!' teriak Neville, wajahnya sedih sementara kakinya terus
menggelepar. 'Adu sagat mejesal, Harry, adu tak bemaksud --'
'Tidak masalah!' Harry berteriak. 'Coba saja berdiri, ayo keluar dari --'
'Dubbledore!' kata Neville, wajahnya yang berkeringat mendadak beralih, menatap
melalui bahu Harry.
'Apa?'
'DUBBLEDORE!'
Harry berpaling untuk melihat ke tempat yang sedang dipandangi Neville. Tepat di
atas mereka, terbingkai di ambang pintu dari Ruangan Otak, berdiri Albus
Dumbledore, tongkatnya di atas, wajahnya putih dan marah. Harry merasakan
semacam desakan muatan listrik melalui setiap partikel tubuhnya -- mereka selamat.
Dumbledore bergegas menuruni anak-anak tangga melewati Neville dan Harry,
yang tidak berpikir untuk pergi lagi. Dumbledore sudah berada di kaki tangga ketika
para Pelahap Maut terdekat menyadari dia ada di sana dan berteriak kepada yang
lainnya. Salah satu Pelahap Maut lari, berjuang seperti monyet menaiki anak-anak
tangga batu di seberang. Mantera Dumbledore menariknya balik begitu mudahnya
dan tanpa susah payah seolah-olah dia mengaitnya dengan kawat yang tidak tampak --
Hanya satu pasang yang masih bertarung, tampaknya tidak sadar akan orang yang
baru tiba. Harry melihat Sirius mengelak dari pancaran sinar merah Bellatrix: dia
menertawai Bellatrix.
'Ayolah, kamu bisa melakukan lebih baik dari itu!' dia berteriak, suaranya
menggema di sekitar ruangan besar itu.
Pancaran sinar kedua mengenainya tepat di dada.
Tawa belum menghilang dari wajahnya, tetapi matanya melebar karena terguncang.
Harry melepaskan Neville, walaupun dia tidak sadar melakukannya. Dia melompat
menuruni anak-anak tangga itu lagi, sambil menarik keluar tongkatnya, ketika
Dumbledore juga berpaling ke arah mimbar.
Kelihatannya Sirius butuh waktu yang sangat lama untuk jatuh: tubuhnya
melengkung dengan anggun selagi dia merosot ke belakang melalui tudung compangcamping
yang tergantung di atap melengkung itu.
Harry melihat tampak ketakutan bercampur terkejut di wajah ayah angkatnya yang
lelah, yang dulu tampan ketika dia jatuh melewati ambang pintu kuno itu dan
menghilang ke belakang tudung, yang berkibar sejenak seolah-olah dalam angin
kencang, lalu kembali ke tempatnya.
Harry mendengar jerit kemenangan Bellatrix Lestrange, tetapi tahu itu tidak berarti
apa-apa -- Sirius hanya terjatuh ke bawah atap melengkung itu, dia akan muncul
kembali dari sisi lainnya setiap saat ...
Tetapi Sirius tidak muncul kembali.
'SIRIUS!' Harry menjerit. 'SIRIUS!'
Dia telah mencapai lantai, napasnya terengah-engah membakar dirinya. Sirius
pastilah hanya di belakang tirai, dia, Harry, akan menariknya keluar kembali ...
Tetapi ketika dia mencapai tanah dan berlari cepat menuju mimbar, Lupin
menangkap Harry di sekitar dada, menahannya kembali.
'Tidak ada yang bisa kamu lakukan, Harry --'
'Kejar dia, selamatkan dia, dia baru saja lewat!'
'-- sudah terlambat, Harry.'
'Kita masih bisa menjangkaunya --' Harry berjuang keras dan ganas, tetapi Lupin
tidak mau melepaskan.
'Tidak ada yang bisa kamu lakukan, Harry ... tidak ada ... dia sudah pergi.'
HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB TIGA PULUH ENAM --
Satu-Satunya Yang Pernah Ditakuti Dia
'Dia belum pergi!' Harry berteriak.
Dia tidak percaya; dia tidak mau mempercayainya; walau begitu dia melawan
Lupin dengan setiap kekuatan yang dimilikinya. Lupin tidak mengerti; orang-orang
bersemubunyi di balik tirai itu; Harry telah mendengar mereka berbisik-bisik pada
saat pertama kali dia memasuki ruangan itu. Sirius sedang bersembunyi, hanya
menghilang dari pandangan.
'SIRUS!' dia berteriak. 'SIRIUS!'
'Dia tidak bisa kembali, Harry,' kata Lupin, suaranya berubah selagi dia berjuang
menahan Harry. 'Dia tidak bisa kembali, karena dia sudah m--'
'DIA -- BELUM -- MARI!' raung Harry. 'SIRIUS!'
Ada pergerakan yang sedang berlangsung di sekitar mereka, kesibukan yang tak
menentu, kilatan-kilatan mantera lagi. Bagi Harry itu adalah kebisingan tak berarti,
kutukan-kutukan tertangkis yang melayang melewati mereka tidak berarti, tak ada
yang berarti kecuali bahwa Lupin harus berhenti berpura-pura bahwa Sirius -- yang
sedang berdiri beberapa kaki dari mereka di belakang tirai tua itu -- tidak akan muncul
setiap saat, menggoyangkan rambut gelapnya ke belakang dan bersemangat untuk
memasuki kembali pertarungan itu.
Lupin menyeret Harry menjauh dari mimbar itu. Harry, yang masih menatap ke
atap melengkung itu, merasa marah kepada Sirius sekarang karena membuatnya
menunggu.
Tetapi beberapa bagian dari dirinya sadar, bahkan saat dia berjuang untuk lepas
dari Lupin, bahwa Sirius belum pernah membuatnya menunggu sebelumnya ... Sirius
telah mempertaruhkan semuanya, selalu begitu, untuk melihat Harry, untuk
membantunya ... kalau Sirius tidak muncul kembali dari atap melengkung itu saat
Harry berteriak memanggilnya seolah-olah hidupnya tergantung pada itu, satusatunya
penjelasan yang mungkin adalah bahwa dia tidak bisa kembali ... bahwa dia
memang benar-benar ...
Dumbledore telah mengumpulkan sebagian besar Pelahap Maut yang tersisa di
tengah ruangan, kelihatannya tak dapat bergerak karena tali-tali yang tak kasat mata;
Mad-Eye Moody telah merangkak menyeberangi ruangan ke tempat Tonks terbaring,
dan sedang berusaha membangunkannya, di belakang mimbar masih ada kilatankilatan
cahaya, gerutuan dan teriakan-teriakan -- Kingsley telah lari ke depan untuk
meneruskan duel Sirius dengan Bellatrix.
'Harry?'
Neville telah meluncur menuruni bangku-bangku batu satu per satu ke tempat di
mana Harry berdiri. Harry tidak lagi berjuang melawan Lupin, yang meskipun begitu
tetap mempertahankan cengkeraman pencegahan di lengannya.
'Harry ... adu idut sedih ...' kata Neville. Kaki-kakinya masih menari-nari tak
terkendali. 'Abakah ladi-ladi itu -- abakah Sirius Black -- temanmu?'
Harry mengangguk.
'Ini,' kata Lupin pelan, dan sambil menunjuk tongkatnya ke kaki Neville dia
berkata, 'Finite.' Mantera itu terangkat: kaki Neville terjatuh kembali ke lantai dan
tetap diam. Wajah Lupin pucat. 'Ayo -- ayo cari yang lainnya. Di mana mereka
semua, Neville?'
Lupin berpaling dari atap melengkung itu ketika dia berbicara. Kedengarannya
seakan-akan setiap kata membuatnya kesakitan.
'Bereka sebua ada di beladang sana,' kata Neville. 'Sebuah otak serang Ron tabi adu
rasa dia baid-baid saja -- dan Herbione bingsan, tabi dami bisa rasakan denyud nadi --'
Ada bunyi letusan keras dan jeritan dari belakang mimbar. Harry melihat Kingsley
menghantam tanah sambil berteriak kesakitan. Bellatrix Lestrange telah berbalik dan
lari selagi Dumbledore melambai-lambai ke sekeliling. Dia mengarahkan sebuah
mantera kepadanya tetapi Bellatrix menangkisnya; dia setengah jalan menaiki anakanak
tangga itu sekarang.
'Harry -- jangan!' teriak Lupin, tetapi Harry sudah merenggut lengannya dari
pegangan Lupin yang mengendor.
'DIA MEMBUNUH SIRIUS!' teriak Harry.
'DIA MEMBUNUHNYA. AKAN KUBUNUH DIA!'
Dan Harry pergi, berjuang menaiki bangku-bangku batu itu; orang-orang berteriak
di belakangnya tetapi dia tidak peguli. Tepi jubah Bellatrix melambai-lambai keluar
dari pandangan di depannya dan mereka kembali ke ruangan tempat otak-otak itu
berenang-renang ...
Bellatrix mengarahkan sebuah kutukan lewat bahunya. Tangki itu naik ke udara
dan roboh. Harry dibanjiri ramuan berbau busuk di dalamnya: otak-otak itu tergelincir
dan meluncur ke atasnya dan mulai memutar tentakel-tantakel panjang berwarna
mereka, tapi dia berteriak, 'Wingardium Leviosa!' dan mereka terbang menjauh
darinya ke udara. Sambil tergelincir dan meluncur, dia berlari menuju pintu; dia
melompati Luna, yang sedang mengerang di lantai, melewati Ginny, yang berkata,
'Harry -- apa --?', melewati Ron, yang terkikik-kikik dengan lemah, dan Hermione,
yang masih pingsan. Dia merenggut pintu hingga terbuka ke dalam aula hitam
melingkar dan melihat Bellatrix menghilang melalui sebuah pintu di sisi lain ruangan
itu; di belakangnya adalah koridor yang mengarah kembali ke lift.
Harry berlari, tetapi Bellatrix telah membanting pintu di belakangnya dan dindingdinding
sudah berputar. Sekali lagi, dia dikelilingi oleh kilatan-kilatan cahaya biru
dari tempat lilin yang sedang berputar.
'Di mana pintu keluarnya?' dia berteriak dengan putus asa, ketika dinding itu
berhenti lagi. 'Di mana jalan keluarnya?'
Ruangan itu tampaknya telah menunggu dia bertanya. Pintu yang tepat di
belakangnya membuka dan koridor menuju lift membentang di hadapannya, diterangi
obor dan kosong. Dia berlari ...
Dia bisa mendengar lift bergemerincing di depan; dia berlari cepat menyusuri
lorong, berayun membelok di sudut dan menghantamkan tinjunya ke tombol untuk
memanggil lift kedua. Lift itu berkerincing dan berbunyi keras semakin rendah; jerujijerujinya
bergeser membuka dan Harry berlari ke dalam, sekarang memukul tombol
yang bertandakan 'Atrium'. Pintu-pintu bergeser menutup dan dia naik ...
Dia memaksa keluar dari lift sebelum jeruji-jeruji terbuka penuh dan memandang
berkeliling. Bellatrix hampir di lift telepon di ujung lain aula itu, tetapi dia
memandang ke belakang ketika Harry berlari cepat ke arahnya dan mengarahkan
mantera lain kepadanya. Harry mengelak di belakang Air Mancur Persaudaraan Sihir:
mantera itu meluncur melewatinya dan mengenai gerbang-gerbang emas tempa di
ujung lain Atrium sehingga gerbang-gerbang itu berdering seperti bel. Tidak ada
bunyi langkah kaki lagi. Bellatrix telah berhenti berlari. Harry meringkuk di belakang
patung-patung, sambil mendengarkan.
'Keluarlah, keluarlah, Harry kecil!' dia memanggilnya dengan suara bayi ejekan,
yang menggema di lantai kayu terpelitur. 'Kalau begitu, untuk apa kamu mengejarku?
Kukira kamu ada di sini untuk membalaskan dendam sepupuku tersayang!'
'Memang!' teriak Harry, dan sejumlah hantu Harry tampaknya ikut berseru
Memang! Memang! Memang ke seluruh ruangan itu.
'Aaaaaah ... apakah kamu sayang kepadanya, bayi Potter kecil?'
Kebencian naik di dalam diri Harry seperti yang belum pernah dikenalnya; dia
mengayunkan dirinya sendiri keluar dari balik air mancur dan berteriak, 'Crucio!'
Bellatrix menjerit: mantera itu telah membuatnya terjatuh, tetapi dia tidak
menggeliat dan berteriak kesakitan seperti Neville -- dia sudah bangkit kembali,
terengah-engah, tak lagi tertawa. Harry menghindar ke belakang air mancur keemasan
itu lagi. Mantera balasannya mengenai kepala penyihir pria tampan itu, yang meledak
dan mendarat dua puluh kaki jauhnya, mengukirkan goresan-goresan panjang di lantai
kayu.
'Belum pernah menggunakan Kutukan Tak Termaafkan sebelumnya, bukan, nak?'
dia berteriak. Dia telah meninggalkan suara bayinya sekarang. 'Kau harus
bersungguh-sungguh, Potter! Kau harus benar-benar mau menyebabkan rasa sakit --
menikmatinya -- kemarahan pada tempatnya tidak akan melukaiku untuk waktu yang
lama -- akan kuperlihatkan kepadamu bagaimana caranya. Aku akan memberimu
pelajaran --'
Harry sedang berjalan miring mengitari air mancur ini ke sisi lain ketika Bellatrix
berteriak, 'Crucio!' dan dia terpaksa menunduk lagi ketika lengan centaur, yang
memegang busurnya, lepas dan mendarat dengan bunyi keras di atas lantai dekat
dengan kepala penyihir keemasan itu.
'Potter, kau tak bisa menang melawanku!' dia berteriak.
Harry bisa mendengarnya bergerak ke kanan, mencoba mendapatkan bidikan jelas.
Dia mundur mengitari patung menjauh darinya, meringkuk di belakang kaki centaur,
kepalanya sama tinggi dengan kepala peri-rumah.
'Aku dulu dan masih pelayan Pangeran Kegelapan yang paling setia. Aku belajar
Ilmu Hitam darinya, dan aku tahu mantera-mantera dengan kekuatan yang kau, bocah
kecil menyedihakan, takkan pernah bisa berharap untuk menyaingi --'
'Stupefy!' teriak Harry. Dia telah berjalan miring ke kanan ke tempat goblin berdiri
tersenyum kepada penyihir pria yang sekarang tak berkepala dan membidik ke
punggung Bellatrix ketika dia mengintip ke sekeliling air mancur. Bellatrix bereaksi
begitu cepat sehingga Harry hampir tidak punya waktu untuk menunduk.
'Protego!'
Pancaran cahaya merah, Mantera Pembekunya sendiri, melambung kembali
kepadanya. Harry berjuang kembali ke balik air mancur dan salah satu telinga goblin
melayang menyeberangi ruangan.
'Potter, aku akan memberimu satu kesempatan!' teriak Bellatrix. 'Berikan kepadaku
ramalan itu -- gulingkan ke arahku sekarang -- dan aku mungkin membiarkanmu
hidup!'
'Well, kau harus membunuhku, karena ramalannya sudah hilang!' Harry meraung
dan, ketika dia meneriakkannya, rasa sakit membara di keningnya; bekas lukanya
terbakar lagi, dan dia merasakan desakan kemarahan yang sama sekali tidak terkait
dengan kemarahannya sendiri. 'Dan dia tahu!' kata Harry, dengan tawa sinting untuk
menandingi tawa Bellatrix. 'Sobat lamamu tercinta Voldemort tahu ramalan itu sudah
hilang! Dia tidak akan senang kepadamu, bukan?'
'Apa? Apa maksudmu?' dia menjerit, dan untuk pertama kalinya ada ketakutan
dalam suaranya.
'Ramalan itu terbanting saat aku mencoba membuat Neville naik anak-anak tangga
itu! Kalau begitu, menurutmu apa yang akan dikatakan Voldemort tentang itu?'
Bekas lukanya membara dan panas ... rasa sakitnya membuat matanya berair ...
'PEMBOHONG!' Bellatrix berteriak, tetapi Harry bisa mendengar kengerian di
balik kemarahan itu sekarang. 'KAU MEMILIKINYA, POTTER,
DAN KAU AKAN MEMBERIKANNYA KEPADAKU! Accio ramalan!
ACCIO RAMALAN!'
Harry tertawa lagi karena dia tahu itu akan membuatnya marah; rasa sakit yang
bertambah di kepalanya begitu parah sehingga dia mengira tengkoraknya mungkin
meledak. Dia melambaikan tangannya yang kosong dari balik goblin bertelinga satu
dan menariknya kembali cepat-cepat ketika Bellatrix mengirim pancaran sinar hijau
yang lain melayang ke arahnya.
'Tak ada apa-apa di sana!' dia berteriak. 'Tak ada yang bisa dipanggil! Ramalan itu
pecah dan tak seorangpun mendengar apa katanya, beritahu bosmu itu!'
'Tidak!' dia menjerit. 'Tidak benar, kau bohong! TUAN, AKU BERUSAHA,
AKU BERUSAHA -- JANGAN HUKUM AKU --'
'Jangan buang napasmu!' teriak Harry, matanya dipicingkan melawan rasa sakit di
bekas lukanya, sekarang lebih mengerikan daripada sebelumnya. 'Dia tidak bisa
mendengarmu dari sini!'
'Tak bisakah aku, Potter?' kata sebuah suara tinggi dan dingin.
Harry membuka matanya.
Tinggi, kurus dan berkerudung hitam, wajahnya yang mengerikan mirip ular putih
dan cekung, mata-mata dengan anak mata berbentuk celah menatap ... Lord
Voldemort telah muncul di tengah aula, tongkatnya menunjuk kepada Harry yang
berdiri membeku, tidak mampu bergerak.
'Jadi, kamu membanting ramalanku?' kata Voldemort dengan lembut sambil
menatap Harry dengan mata merah tak berbelas kasihan itu. 'Tidak, Bella, dia tidak
berbohong ... aku melihat kebenaran memandangku dari dalam pikirannya yang tak
berharga ... berbulan-bulan persiapan, berbulan-bulan usaha ... dan para Pelahap
Mautku telah membiarkan Harry Potter menghalangiku lagi ...'
'Tuan, aku sangat menyesal, aku tidak tahu, aku sedang bertarung dengan Black si
Animagus!' Bellatrixi terisak-isak, sambil menjatuhkan dirinya sendiri ke kaki
Voldemort selagi dia berjalan lambat-lambat mendekat. 'Tuan, Anda harus tahu --'
'Diamlah, Bella,' kata Voldemort dengan berbahaya. 'Aku akan berurusan
denganmu sebentar lagi. Apakah menurutmu aku memasuki Kementerian Sihir untuk
mendengar kau tersedu-sedan meminta maaf?'
'Tapi Tuan -- dia ada di sini -- dia di bawah --'
Voldemort tidak mengacuhkan.
'Aku tak punya hal lain untuk diucapkan kepadamu, Potter,' dia berkata pelah. 'Kau
sudah membuatku kesal terlalu sering, sudah terlalu lama. AVADA KEDAVRA!'
Harry bahkan tidak membuka mulutnya untuk melawan; pikirannya kosong,
tongkatnya menunjuk ke lantai tanpa guna.
Tetapi patung keemasan penyihir pria tak berkepala di air mancur itu telah menjadi
hidup, melompat dari pedestalnya untuk mendarat dengan bunyi keras di lantai antara
Harry dan Voldemort. Mantera itu hanya sepintas mengenai dadanya selagi patung itu
merentangkan lengannya untuk melindungi Harry.
'Apa --?' teriak Voldemort sambil memandang berkeliling. Dan kemudian dia
berbisik, 'Dumbledore!'
Harry memandang ke belakangnya, jantungnya berdebar keras. Dumbledore sedang
berdiri di depan gerbang-gerbang keemasan itu.
Voldemort mengangkat tongkatnya dan pancaran cahaya hijau lain mengarah ke
Dumbledore, yang berpaling dan hilang bersama kibasan jubahnya. Detik berikutnya,
dia sudah muncul kembali di belakang Voldemort dan melambaikan tongkatnya ke
sisa-sisa air mancur itu. Patung-patung lain menjadi hidup. Patung penyihir wanita
lari ke Bellatrix, yang menjerit dan mengirim mantera-mantera yang memberkas
tanpa guna ke dadanya, sebelum patung itu menukik ke arahnya, menjepitnya ke
lantai. Sementara itu, goblin dan peri-rumah berlari tergesa-gesa menuju perapianperapian
yang ditempatkan di sepanjang dinding dan centaur berlengan satu berderap
ke Voldemort, yang menghilang dan muncul kembali di samping kolam. Patung tak
berkepala itu mendorong Harry mundur, menjauh dari pertarungan, ketika
Dumbledore maju ke arah Voldemort dan centaur keemasan itu berlari mengitari
mereka berdua.
'Datang ke sini malam ini adalah tindakan yang bodoh, Tom,' kata Dumbledore
dengan tenang. 'Para Auror sedang dalam perjalanan --'
'Pada saat itu aku sudah pergi, dan kau sudah mati!' ludah Voldemort. Dia
mengirimkan kutukan pembunuh lain kepada Dumbledore tetapi meleset, alih-alih
malah mengenai meja penjaga keamanan, yang meledak terbakar.
Dumbledore mengibaskan tongkatnya sendiri: kekuatan mantera yang keluar
darinya sedemikian rupa sehingga Harry, walaupun dilindungi oleh pengawal
keemasannya, merasakan rambutnya berdiri tegak ketika mantera itu lewat dan kali
ini Voldemort terpaksa menyihir sebuah perisai perak berkilauan dari udara untuk
menangkisnya. Mantera itu, apapun itu, tidak mengakibatkan kerusakan yang tampak
pada perisai, walaupun nada yang dalam seperti gong bergema darinya -- suara yang
anehnya mengerikan.
'Kau tidak ingin membunuhku, Dumbledore?' seru Voldemort, matanya yang merah
tua menyipit dari puncak perisai itu. 'Di atas kebrutalan semacam ini, bukan?'
'Kita berdua tahu bahwa ada cara-cara lain untuk menghancurkan seseorang, Tom,'
Dumbledore berkata dengan tenang, sambil terus berjalan ke arah Voldemort seolaholah
dia tidak memiliki rasa takut di dunia ini, seolah-olah tak ada yang telah terjadi
untuk menyela jalan-jalannya menyusuri aula. 'Hanya mengambil hidupmu tidak akan
membuatku puas, aku akui --'
'Tak ada yang lebih buruk daripada kematian, Dumbledore!' bentak Voldemort.
'Kau sangat salah,' kata Dumbledore, masih mendekat kepada Voldemort dan
berbicara dengan ringan seakan-akan mereka sedang membahas masalah itu sambil
minum. Harry merasa takut melihatnya berjalan terus, tanpa pertahanan, tanpa perisai;
dia ingin meneriakkan peringatan, tapi pengawal tak berkepalanya terus memaksanya
mundur menuju dinding, menghalangi semua usahanya untuk keluar dari
belakangnya. 'Memang, kegagalanmu memahami bahwa ada hal-hal yang jauh lebih
buruk daripada kematian selalu menjadi kelemahan terbesarmu --'
Pancaran sinar hijau lain melayang dari balik perisai perak itu. Kali ini centaur
bertangan satu, yang berderap ke hadapan Dumbledore, yang menerima ledakan dan
hancur menjadi seratus keping, tapi sebelum pecahan-pecahan itu bahkan mengenai
lantai, Dumbledore telah menarik tongkatnya dan melambaikannya seolah-olah
mengacungkan cemeti. Sebuah nyala api tipis panjang melayang dari ujungnya;
membelitkan dirinya mengelilingi Voldemort, perisai dan semuanya. Sejenak,
tampaknya Dumbledore telah menang, tetapi kemudian tali berapi itu berubah
menjadi seekor ular, yang melepaskan pegangannya pada Voldemort seketika dan
berpaling, sambil mendesis marah, untuk menghadapi Dumbledore.
Voldemort menghilan; ular itu bertumpu pada ekornya di lantai, siap menyerang.
Ada ledakan nyala api di udara di atas Dumbledore persis ketika Voldemort muncul
kembali, berdiri di pedestal di tengah kolam tempat baru-baru ini lima patung berdiri.
'Awas!' Harry menjerit.
Tetapi bahkan saat dia menjerit, pancaran sinar hijau lain melayang kepada
Dumbledore dari tongkat Voldemort dan ular itu menyerang.
Fawkes menukik turun ke hadapan Dumbledore, membuka paruhnya lebar-lebar
dan menelan pancaran sinar hijau itu seluruhnya: dia meledak menjadi nyala api dan
jatuh ke lantai, kecil, keriput dan tak bisa terbang. Pada saat yang sama, Dumbledore
mengacungkan tongkatnya dalam suatu gerakan panjang dan luwes -- ular itu, yang
sesaat lagi akan membenamkan taringnya ke tubuhnya, melayang tinggi di udara dan
menghilang menjadi segumpal asap gelap; dan air di kolam naik dan menutupi
Voldemort seperti kepompong kaca yang mencair.
Selama beberapa detik Voldemort hanya tampak sebagai figur gelap, beriak, tanpa
wajah, berkelap-kelip dan kabur di atas pedestal, jelas sedang berjuang
mengenyahkan zat mencekik itu.
Lalu dia hilang dan air jatuh dengan bunyi keras kembalike kolamnya, tumpah
dengan liar lewat sisi-sisinya, membanjiri lantai berpelitur.
'TUAN!' jerit Bellatrix.
Yakin sudah berakhir, yakin Voldemort sudah memutuskan untuk melarikan diri,
Harry bergerak lari dari balik pengawal patungnya, tetapi Dumbledore berteriak:
'Tetap di tempatmu, Harry!'
Untuk pertama kalinya, Dumbledore terdengar ketakutan. Harry tidak mengerti
kenapa: aula itu kosong kecuali diri mereka sendiri, Bellatrix yang tersedu-sedu masih
terperangkap di bawah patung penyihir wanita, dan Fawkes di bayi phoenix sedang
berkaok dengan lemah di atas lantai.
Lalu bekas luka Harry meledak terbuka dan dia tahu dia sudah mati: rasa sakitnya
di luar bayangan, rasa sakit tak tertahankan.
Dia menghilang dari aula itu, dia terkunci dalam belitan seekor makhluk bermata
merah, begitu eratnya terikat sehingga Harry tidak tahu di mana tubuhnya berakhir
dan tubuh makhluk itu dimulai: mereka melebur bersama, terikat oleh rasa sakit, dan
tidak ada jalan keluar.
Dan saat makhluk itu berbicara, dia menggunakan mulut Harry, sehingga dalam
penderitaannya dia merasakan rahangnya bergerak.
'Bunuh aku sekarang, Dumbledore ...'
Buta dan sekarat, setiap bagian tubuhnya menjerit minta dilepaskan, Harry
merasakan makhluk itu menggunakannya lagi.
'Kalau kematian bukan apa-apa, Dumbledore, bunuh bocah ini ...'
Biarkan rasa sakitnya berhenti, pikir Harry ... biarkan dia membunuh kami ...
hentikanlah, Dumbledore ... kematian bukan apa-apa dibandingkan dengan ini ...
Dan aku akan melihat Sirius lagi ...
Dan selagi hati Harry penuh dengan emosi, belitan makhluk itu mengendur, rasa
sakitnya hilang; Harry sedang berbaring dengan muka di bawah di atas lantai,
kacamatanya hilang, gemetaran seolah-olah dia berbaring di atas es, bukan kayu ...
Dan ada suara-suara yang menggema di aula itu, lebih banyak suara daripada yang
seharusnya ... Harry membuka matanya, melihat kacamatanya tergeletak di tumit
patung tak berkepala yang telah menjaganya, tetapai sekarang terbaring telentang,
retak dan tak bergerak. Dia mengenakannya dan mengangkat kepalanya sedikit untuk
mendapati hidung bengkok Dumbledore beberapa inci dari hidungnya sendiri.
Kau baik-baik saja, Harry?'
'Ya,' kata Harry, gemetaran begitu hebat sehingga dia tidak bisa menahan
kepalanya dengan benar. 'Yeah -- di mana Voldemort, di mana -- siapa semua -- apa --
'
Atrium penuh dengan orang; lantai memantulkan lidah-lidah api hijau yang telah
menyala di semua perapian di sepanjang dinding; dan aliran penyihir wanita dan pria
yang muncul dari mereka. Ketika Dumbledore menariknya bangkit kembali, Harry
melihat patung-patung emas kecil peri-rumah dan goblin itu, memimpin Cornelius
Fudge yang tampak tercengang maju.
'Dia ada di sini!' teriak seorang lelaki berjubah merah tua dengan rambut diekor
kuda, yang sedang menunjuk ke tumpukan puing keemasan di sisi lain aula itu,
tempat Bellatrix terbaring terperangkap hanya beberapa saat sebelumnya. 'Aku
melihatnya, Mr Fudge, aku bersumpah itu Kau-Tahu-Siapa, dia menarik seorang
wanita dan ber-Disapparate!'
'Aku tahu, Williamson, aku tahu, aku melihatnya juga!' repet Fudge, yang sedang
mengenakan piyama di bawah mantel garis-garisnya dan terengah-engah seolah-olah
dia baru saja lari bermil-mil. 'Jenggot Merlin -- di sini -- di sini! -- di Kementerian
Sihir -- surga agung di atas -- tampaknya tidak mungkin -- astaga -- bagaimana
mungkin --?'
'Kalau Anda turun ke Departemen Misteri, Cornelius,' kata Dumbledore --
tampaknya puas bahwa Harry tidak apa-apa, dan berjalan maju sehingga para
pendatang baru sadar dia ada di sana untuk pertama kalinya (beberapa di antara
mereka mengangkat tongkat mereka; yang lainnya hanya tampak heran; patungpatung
peri dan goblin bertepuk tangan dan Fudge terlompat sehingga kakinya yang
mengenakan selop meninggalkan lantai) '-- Anda akan menemukan beberapa Pelahap
Maut yang lolos terkurung di Kamar Kematian, terikat oleh Kutukan Anti-
Disapparate dan menanti keputusanmu atas apa yang harus dilakukan kepada mereka.
'Dumbledore!' Fudge terengah-engah, dari sampingnya dengan heran. 'Kau -- di sini
-- aku -- aku --'
Dia memandang dengan liar ke sekitar kepada para Auror yang telah dibawanya
besertanya dan tidak mungkin lebih jelas lagi bahwa dia setengah berniat untuk
berteriak, 'Tangkap dia!'
'Cornelius, aku siap bertarung dengan orang-orangmu -- dan menang, lagi!' kata
Dumbledore dengan suara menggelegar. 'Tapi beberapa menit yang lalu Anda melihat
bukti, dengan matamu sendiri, bahwa aku telah menceritakan yang sebenarnya
kepadamu selama setahun. Lord Voldemort telah kembali, Anda telah mengejar orang
yang salah selama dua belas bulan, dan sudah waktunya -- Anda mendengarkan akal
sehat!'
'Aku -- tidak -- well --' gertak Fudge sambil memandang berkeliling seolah-olah
berharap seseorang akan memberitahunya apa yang harus dilakukan. Ketika tak
seorangpun melakukannya, dia berkata, 'Baiklah -- Dawlish! Turun ke Departemen
Misteri dan lihat ... Dumbledore, kau -- kau harus memberitahuku persisnya -- Air
Mancur Persaudaraan Sihir -- apa yang terjadi?' dia menambahkan dengan semacam
rengekan, sambil memandang sekeliling ke lantai, di mana sisa-sisa patung penyihir
wanita, penyihir pria dan centaur itu sekarang tergeletak terpencar.
'Kita bisa membahas itu setelah aku mengirim Harry kembali ke Hogwarts,' kata
Dumbledore.
'Harry -- Harry Potter?'
Fudge berputar dan menatap Harry, yang masih berdiri di dinding di samping
patung jatuh yang telah menjaganya selama duel Dumbledore dan Voldemort.
'Dia -- di sini?' kata Fudge, sambil membelalak kepada Harry. 'Kenapa -- ada apa
ini semua?'
'Aku akan menjelaskan semuanya,' ulang Dumbledore, 'saat Harry sudah kembali
ke sekolah.'
Dia berjalan menjauh dari kolam ke tempat kepala penyihir pria itu tergeletak di
lantai. Dia menunjuk tongkatnya dan bergumam, 'Portus.' Kepala itu berkilau biru dan
bergetar dengan bising di lantai kayu selama beberapa detik, lalu menjadi diam sekali
lagi.
'Sekarang pahami ini, Dumbledore!' kata Fudge, ketika Dumbledore memungut
kepala itu dan berjalan kembali kepada Harry sambil membawanya. 'Kamu belum
mendapat pengesahan untuk Portkey itu! Kau tak bisa melakukan hal seperti itu tepat
di hadapan Menteri Sihir, kau -- kau --'
Suaranya terputus-putus ketika Dumbledore mengamatinya dengan berkuasa lewat
kacamata setengah bulannya.
'Anda akan memberikan perintah untuk memberhentikan Dolores Umbridge dari
Hogwarts,' kata Dumbledore. 'Anda akan menyuruh para Auror Anda untuk berhenti
mencari guru Pemeliharaan Satwa Gaibku supaya dia bisa kembali bekerja. Aku akan
memberi Anda ...' Dumbledore menarik sebuah jam dengan dua belas jarum dari
kantongnya dan mengamatinya '... setengah jam waktuku malam ini, di mana kukira
kita akan lebih dari bisa mengungkap poin-poin penting tentang apa yang telah terjadi
di sini. Setelah itu, aku perlu kembali ke sekolahku. Kalau Anda butuh bantuan lagi
dariku Anda, tentu saja, akan diterima dengan senang hati untuk menghubungi ke
Hogwarts. Surat-surat yang dialamatkan kepada Kepala Sekolah akan sampai ke
tanganku.'
Fudge membelalak lebih parah dari sebelumnya, mulutnya terbuka dan wajahnya
yang bundar semakin merah jambu di bawah rambut kelabunya yang kusut.
'Aku -- kamu --'
Dumbledore memalingkan punggungnya kepadanya.
'Ambil Portkey ini, Harry.'
Dia mengulurkan kepala patung keemasan itu dan Harry menempatkan tangannya
di atasnya, tidak peduli apa yang dilakukannya setelah itu atau ke mana dia pergi.
'Aku akan menemuimu dalam setengah jam,' kata Dumbledore pelan. 'Satu ... dua
... tiga ...'
Harry merasakan sensasi yang sudah dikenalkan seperti sebuah kail disentakkan ke
balik pusarnya. Lantai kayu berpelitur itu menghilang dari bawah kakinya; Atrium,
Fudge dan Dumbledore semua telah hilang dan dia terbang maju dalam putaran
cahaya dan suara ...
HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB TIGA PULUH TUJUH --
Ramalan yang Hilang
Kaki Harry mengenai tanah padat; lututnya melengkung sedikit dan kepala penyihir
pria keemasan itu jatuh dengan bunyi bergema ke atas lantai. Dia memandang
berkeliling dan melihat bahwa dia telah tiba di kantor Dumbledore.
Semuanya tampaknya telah memperbaiki diri sendiri selama ketidakhadiran Kepala
Sekolah. Instrumen-instrumen perak yang halus itu berada sekali lagi di atas mejameja
berkaki kurus panjang, mengeluarkan asap dan menderu tenang. Potret-potret
para kepala sekolah sedang tidur di bingkai mereka, kepala mereka tersandar ke
belakang ke kursi berlengan atau terhadap tepi lukisan. Harry memandang melalui
jendela. Ada garis hijau pucat yang mengagumkan di sepanjang cakrawala: fajar
sedang menyingsing.
Keheningan dan ketiadaan gerakan, hanya dipecahkan sekali-kali oleh dengkur atau
dengus terkadang potret yang sedang tidur, tidak mampu ditanggungnya. Kalau
sekitarnya bisa mencerminkan perasaan di dalam dirinya, lukisan-lukisan itu akan
menjerit kesakitan. Dia berjalan berkeliling kantor tenang dan indah itu, sambil
bernapas dengan cepat, mencoba tidak berpikir. Tetapi dia harus berpikir ... tidak ada
jalan keluar ...
Salahnya Sirius mati; semuanya salahnya. Kalau dia, Harry, tidak cukup bodoh
untuk jatuh pada tipuan Voldemort, kalau dia tidak begitu yakin bahwa apa yang telah
dilihatnya dalam mimpinya nyata, kalau saja dia membuka pikirannya pada
kemungkinan bahwa Voldemort, seperti yang dikatakan Hermione, sedang bertumpu
pada kesukaan Harry berperan jadi pahlawan ...
Tak tertahankan, dia tidak akan memikirkannya, dia tidak bisa menerimanya ... ada
kehampaan mengerikan di dalam dirinya yang tidak ingin dirasakan atau
diperiksanya, suatu lubang gelap tempat Sirius dulu berada, tempat Sirius
menghilang; dia tidak ingin harus berada sendirian di ruang besar yang hening itu, dia
tidak bisa menerimanya --
Sebuah lukisan di belakangnya mendengkur keras, dan sebuah suara tenang
berkata, 'Ah ... Harry Potter ...'
Phineas Nigellus menguap panjang, sambil merentangkan lengannya selagi dia
mengamati Harry lewat matanya yang sipit dan licik.
'Dan apa yang membawamu ke sini pagi-pagi begini?' kata Phineas akhirnya.
'Kantor ini seharusnya terlarang untuk semua orang kecuali Kepala Sekolah yang
berhak. Atau apakah Dumbledore mengirimmu ke sini? Oh, jangan bilang padaku ...'
Dia menguap lebar menggetarkan lagi. 'Pesan lain untuk cucu buyutku yang tidak
berharga?'
Harry tidak bisa berbicara. Phineas Nigellus tidak tahu bahwa Sirius sudah mati,
tetapi Harry tidak bisa memberitahunya. Mengatakannya keras-keras akan
membuatnya final, mutlak, tak bisa ditebus lagi.
Beberapa potret lagi telah bergerak sekarang. Ketakutan diinterogasi membuat
Harry berjalan menyeberangi ruangan dan meraih kenop pintu.
Kenop itu tidak mau berputar. Dia terkunci.
'Kuharap ini berarti,' kata penyihir pria gemuk berhidung merah yang tergantung di
dinding di belakang meja tulis Kepala Sekolah, 'bahwa Dumbledore akan segera
kembali di antara kita?'
Harry berpaling. Penyihir pria itu sedang mengamatinya dengan penuh minat.
Harry mengangguk. Dia menarik kenop pintu di belakang punggungnya lagi, tetapi
tetap tak bisa digerakkan.
'Oh bagus,' kata penyihir itu. 'Sangat membosankan tanpa dia, benar-benar sangat
membosankan.'
Dia duduk di atas kursi mirip tahta tempat dia dilukis dan tersenyum ramah kepada
Harry.
'Dumbledore sangat memujimu, seperti yang kuyakin kau ketahui,' dia berkata
dengan senang. 'Oh ya. Sangat menghargaimu.'
Rasa bersalah mengisi seluruh dada Harry seperti parasit besar yang berat, yang
sekarang menggeliat-geliut. Harry tidak bisa menerima ini, dia tidak tahan lagi
menjadi dirinya sendiri ... dia belum pernah merasa terperangkap di dalam kepala dan
tubuhnya sendiri, tak pernah berharap begitu dalamnya bahwa dia bisa menjadi orang
lain; siapapun, yang lain ...
Perapian kosong itu meledak dengan nyala api hijau zamrud, membuat Harry
melompat menjauh dari pintu, menatap lelaki yang berputar di bagian dalam kisi.
Ketika bentuk Dumbledore yang tinggi membentang dari api, para penyihir pria dan
wanita di dinding-dinding yang mengelilingi tersentak bangun, banyak dari mereka
mengeluarkan jerit penyambutan.
'Terima kasih,' kata Dumbledore dengan lembut.
Mulanya dia tidak memandang Harry, melainkan berjalan ke tempat bertengger di
samping pintu dan menarik, dari bagian dalam kantong jubahnya, Fawkes yang kecil,
jelek, tak berbulu, yang ditempatkannya dengan lembut ke atas nampan abu halus di
bawah tonggak keemasan tempat Fawkes yang telah dewasa biasanya berdiri.
'Well, Harry,' kata Dumbledore, akhirnya berpaling dari burung bayi itu, 'kamu
akan senang mendengar bahwa tak satupun dari teman-temanmu sesama murid yang
akan menderita luka permanen dari kejadian malam ini.'
Harry mencoba mengatakan, 'Bagus,' tetapi tidak ada suara yang keluar.
Tampaknya bagi dia Dumbledore sedang mengingatkannya atas jumlah kerusakan
yang telah dia sebabkan, dan walaupun Dumbledore sekali ini memandang langsung
kepadanya, dan walaupun ekspresinya baik hati bukannya menuduh, Harry tidak
sanggup beradu pandang dengannya.
'Madam Pomfrey sedang merawat semua orang,' kata Dumbledore. 'Nymphadora
Tonks mungkin perlu menghabiskan sedikit waktu di St Mungo, tetapi tampaknya dia
akan sembuh total.'
Harry puas dengan mengangguk kepada karpet, yang semakin cerah karena langit
di luar semakin pucat. Dia yakin semua potret di sekeliling ruangan itu sedang
mendengarkan dengan seksama pada setiap kata yang diucapkan Dumbledore,
bertanya-tanya dari mana Dumbledore dan Harry, dan mengapa ada yang luka.
'Aku tahu bagaimana perasaanmu, Harry,' kata Dumbledore dengan sangat pelan.
'Tidak, Anda tidak tahu,' kata Harry, dan suaranya mendadak keras dan kuat;
amarah membara memuncak dalam dirinya; Dumbledore tidak tahu apa-apa tentang
perasaannya.
'Kau lihat, Dumbledore?' kata Phineas Nigellus dengan licik. 'Jangan pernah
mencoba mengerti para murid. Mereka membencinya. Mereka jauh lebih suka disalah
mengerti dengan tragis, berkubang dalam mengasihani diri sendiri, bersusah hati
dalam --'
'Itu cukup, Phineas,' kata Dumbledore.
Harry memalingkan punggungnya kepada Dumbledore dan memandang penuh
tekad keluar jendela. Dia bisa melihat stadium Quidditch di kejauhan. Sirius pernah
muncul di sana sekali, menyamar sebagai anjing hitam lusuh, sehingga dia bisa
menonton Harry bermain ... dia mungkin datang untuk melihat apakah Harry sebagus
James dulu ... Harry tak pernah bertanya kepadany ...
'Tak usah malu atas apa yang sedang kamu rasakan, Harry,' kata suara Dumbledore.
'Sebaliknya ... kenyataan bahwa kamu bisa merasakan sakit seperti ini adalah
kekuatanmu yang terbesar.'
Harry merasakan amarah membara itu menjilat isi tubuhnya, menyala dalam
kehampaan mengerikan, mengisinya dengan hasrat untuk melukai Dumbledore karena
ketenangannya dan kata-kata kosongnya.
'Kekuatanku yang terbesar, begitu?' kata Harry, suaranya bergetar selagi dia
menatap keluar ke stadium Quidditch, tak lagi melihatnya. 'Anda tidak punya
gambaran ... Anda tidak tahu ...'
'Apa yang tidak kutahu?' tanya Dumbledore tenang.
Itu sudah terlalu berlebihan. Harry berpaling, gemetaran karena marah.
'Aku tidak mau membicarakan bagaimana perasaanku, oke?'
'Harry, penderitaan seperti ini membuktikan kamu masih manusia! Rasa sakit ini
bagian dari menjadi manusia --'
'KALAU BEGITU -- AKU -- TIDAK -- MAU -- JADI -- MANUSIA!' Harry
meraung, dan dia meraih instrumen perak halus dari meja berkaki kurus panjang di
sampingnya dan melemparkannya ke seberang ruangan, benda itu pecah menjadi
seratus kepingan kecil menghantam dinding. Beberapa lukisan mengeluarkan jeritan
marah dan ketakutan, dan potret Armando Dippet berkata, 'Yang benar!'
'AKU TIDAK PEDULI!' Harry menjerit kepada mereka, sambil menyambar
sebuah lunaskop dan melemparkannya ke dalam perapian. 'AKU SUDAH MUAK,
AKU SUDAH CUKUP MELIHAT, AKU MAU KELUAR,
AKU MAU ITU BERAKHIR, AKU TIDAK PEDULI LAGI --'
Dia meraih meja tepat instrumen perak itu berada tadi dan melemparkan itu juga.
Meja itu patah di atas lantai dan kaki-kakinya berguling ke arah yang berbeda-beda.
'Kamu memang peduli,' kata Dumbledore. Dia tidak bergeming atau membuat satu
gerakanpun untuk menghentikan Harry menghancurkan kantornya. Ekspresinya
tenang, hampir tidak acuh. 'Kamu terlalu peduli sehingga kamu merasa seolah-olah
kamu akan berdarah hingga mati karena rasa sakitnya.'
'AKU -- TIDAK!' Harry menjerit, begitu kerasnya sehingga dia takut
tenggorokannya mungkin robek, dan selama sedetik dia ingin menyerang Dumbledore
dan mematahkannya juga; menghancurkan wajah tua yang tenang itu,
mengguncangnya, melukainya, membuatnya merasakan bagian kecil kengerian di
dalam dirinya sendiri.
'Oh, ya, kamu peduli,' kata Dumbledore, lebih tenang lagi. 'Kamu sekarang sudah
kehilangan ibumu, ayahmu, dan hal terdekat dengan orang tua yang pernah kau kenal.
Tentu saja kamu peduli.'
'ANDA TIDAK TAHU BAGAIMANA PERASAANKU!' Harry meraung. 'ANDA
-- BERDIRI DI SANA -- ANDA --'
Tetapi kata-kata tak lagi cukup, membanting benda-benda tidak lagi membantu; dia
ingin berlari, dia ingin terus berlari dan tak pernah memandang ke belakang, dia ingin
berada di suatu tempat sehingga dia tidak bisa melihat mata biru cerah itu
menatapnya, wajah tua tenang yang menimbulkan kebencian itu. Dia berbalik dan
berlari ke pintu, meraih kenop pintu lagi dan merenggutnya membuka.
Tetapi pintu itu tidak mau membuka.
Harry berpaling kembali kepada Dumbledore.
'Biarkan aku keluar,' katanya. Dia gemetaran dari kepala hingga kaki.
'Tidak,' kata Dumbledore, sederhana.
Selama beberapa detik mereka saling berpandangan.
'Biarkan aku keluar,' Harry berkata lagi.
'Tidak,' Dumbledore mengulangi.
'Kalau Anda tidak -- kalau Anda menahan saya di sini -- kalau Anda tidak
membiarkan aku --'
'Dengan segala cara teruskan menghancurkan barang-barang milikku,' kata
Dumbledore dengan tenang. 'Aku berani bilang aku punya terlalu banyak.'
Dia berjalan mengitari mejanya dan duduk di belakangnya, sambil mengamati
Harry.
'Biarkan aku keluar,' Harry berkata lagi, dengan suara yang dingin dan hampir
setenang suara Dumbledore.
'Tidak sampai aku mengatakan yang harus kukatakan,' kata Dumbledore.
'Apakah Anda -- apakah Anda kira aku mau --apakah Anda kira aku --
AKU TIDAK PEDULI APA YANG HARUS ANDA KATAKAN!' Harry meraung.
'Aku tidak ingin mendengar apapun yang harus Anda katakan!'
'Kamu akan mendengarkan,' kata Dumbledore dengan mantap. 'Karena kamu belum
semarah kepadaku seperti yang seharusnya. Kalau kamu menyerangku, seperti yang
kutahu hampir kau lakukan, aku akan sepenuhnya pantas menerimanya.'
'Apa yang sedang Anda bicarakan --?'
'Karena kesalahankulah Sirius meninggal,' kata Dumbledore dengan jelas. 'Atau
seharusnya kukatakan, hampir seluruhnya salahku -- aku tidak akan begitu arogan
untuk mengklaim tanggung jawab atas keseluruhannya. Sirius adalah lelaki yang
berani, pintar dan enerjik, dan lelaki seperti ini biasanya tidak puas duduk di rumah
dalam persembunyian saat mereka percaya orang lain sedang berada dalam bahaya.
Walaupun begitu, kamu seharusnya tidak pernah percaya sekejabpun bahwa kamu
perlu pergi ke Departemen Misteri malam ini. Kalau aku bersikap terbuka kepadamu,
Harry, seperti yang seharusnya kulakukan, kamu sudah akan tahu sejak lama bahwa
Voldemort mungkin mencoba memikatmu ke Departemen Misteri, dan kamu tidak
akan pernah tertipu untuk pergi ke sana malam ini. Dan Sirius tidak akan pernah
datang mengejarmu. Kesalahannya berada pada diriku, dan pada diriku sendiri.'
Harry masih berdiri dengan tangan di kenop pintu tetapi tidak menyadarinya. Dia
sedang menatap Dumbledore, hampir tidak bernapas, mendengarkan namun hampir
tidak mengerti apa yang sedang didengarnya.
'Silakan duduk,' kata Dumbledore. Itu bukan perintah, melainkan permohonan.
Harry bimbang, lalu berjalan lambat-lambat menyeberangi ruangan yang sekarang
diceceri gigi-gigi perak dan potongan-potongan kayu, dan mengambil tempat duduk
yang menghadap meja tulis Dumbledore.
'Apakah saya harus memahami,' kata Phineas Nigellus lambat-lambat dari samping
kiri Harry, 'bahwa cucu buyut saya -- anggota keluarga Black yang terakhir -- sudah
mati?'
'Ya, Phineas,' kata Dumbledore.
'Aku tak percaya,' kata Phineas dengan kasar.
Harry memalingkan kepalanya tepat waktu untuk melihat Phineas bergegas keluar
dari potretnya dan tahu dia telah pergi mengunjungi lukisannya yang lain di
Grimmauld Place. Dia mungkin akan berjalan dari potret ke potret, memanggil Sirius
di seluruh rumah itu ...
'Harry, aku berhutang penjelasan kepadamu,' kata Dumbledore. 'Penjelasan tentang
kesalahan-kesalahan seorang tua. Karena aku paham sekarang apa yang telah
kulakukan, dan yang tak kulakukan, sehubungan denganmu, memikul semua tanda
kelemahan akibat usia. Orang muda tidak tahu bagaimana pikiran dan perasaan orang
tua. Tetapi orang tua bersalah kalau mereka lupa bagaimana rasanya menjadi orang
muda ... dan tampaknya aku telah lupa, akhir-akhir ini ...'
Matahari sedang terbit sekarang; ada lingkaran jingga menyilaukan yang tampak
dari atas pegunungan dan langit di atasnya tak berwarna dan cemerlang. Sinar itu
jatuh pada Dumbledore, ke atas warna perak alis dan janggutnya, ke atas garis-garis
yang terukir dalam di wajahnya.
'Aku menebak, lima belas tahun yang lalu,' kata Dumbledore, 'saat kulihat bekas
luka di keningmu, kemungkinan artinya. Aku menebak bahwa itu mungkin tanda
suatu hubungan yang ditempa antara kamu dan Voldemort.'
'Anda telah memberitahuku tentang ini sebelumnya, Profesor,' kata Harry dengan
terus terang. Dia tidak peduli bersikap kasar. Dia tidak peduli tentang apapun lagi.
'Ya,' kata Dumbledore dengan nada minta maaf. 'Ya, tapi kau paham -- penting
dimulai dengan bekas lukamu. Karena menjadi jelas, tak lama setelah kamu
bergabung kembali dengan dunia sihir, bahwa aku benar, dan bahwa bekas lukamu
memberimu peringatan saat Voldemort berada di dekatmu, atau merasakan emosi
yang kuat.'
'Aku tahu,' kata Harry dengan letih.
'Dan kemampuanmu ini -- untuk mendeteksi kehadiran Voldemort, bahkan saat dia
menyamar, dan untuk mengetahui apa yang sedang dirasakannya saat emosinya
bangkit -- telah menjadi semakin nyata semenjak Voldemort kembali ke tubuhnya
sendiri dan kekuatannya yang sepenuhnya.'
Harry tidak repot-repot mengangguk. Dia sudah tahu semua ini.
'Baru-baru ini,' kata Dumbledore, 'aku menjadi kuatir bahwa Voldemort mungkin
menyadari hubungan antara kalian ada. Benar juga, tiba waktunya ketika kamu
memasuki ingatan dan pikirannya begitu jauh sehingga dia merasakan kehadiranmu.
Aku sedang berbicara, tentu saja, tentang malam ketika kamu menyaksikan
penyerangan atas Mr Weasley.'
'Yeah, Snape bilang padaku,' Harry bergumam.
'Profesor Snape, Harry,' Dumbledore mengkoreksinya dengan pelan. 'Tetapi
tidakkah kamu bertanya-tanya mengapa bukan aku yang menjelaskannya kepadamu?
Mengapa aku tidak mengajarimu Occlumency? Mengapa aku tidak sedikitpun
memandangmu selama berbulan-bulan?'
Harry memandang ke atas. Dia sekarang bisa melihat bahwa Dumbledore terlihat
sedih dan letih.
'Yeah,' Harry berkomat-kamit. 'Yeah, aku bertanya-tanya.'
'Kau paham,' Dumbledore meneruskan, 'aku percaya tidak akan lama sebelum
Voldemort berusaha memaksakan jalannya ke dalam pikiranmu, memanipulasi dan
menyesatkan pemikiranmu, dan aku tidak ingin memberinya lebih banyak dorongan
untuk melakukan hal ini. Aku yakin bahwa kalau dia menyadari bahwa hubungan kita
lebih dekat -- atau pernah lebih dekat -- daripada kepala sekolah dan murid, dia akan
meraih peluangnya untuk menggunakanmu sebagai alat memata-mataiku. Aku takut
penggunaan yang akan dilakukannya kepadamu, kemungkinan bahwa dia mungkin
mencoba merasukimu. Harry, aku percaya aku benar berpikir bahwa Voldemort akan
menggunakanmu dengan cara demikian. Pada kesempatan-kesempatan langka saat
kita berhubungan dekat, kukira aku melihat bayangannya bergerak dari balik matamu
...'
Harry ingat perasaan bahwa seekor ular yang tertidur telah bangkit dalam dirinya,
siap menyerang, pada saat-saat ketika dia dan Dumbledore beradu pandang.
'Maksud Voldemort untuk merasukimu, seperti yang diperlihatkannya malam ini,
bukanlah kehancuranku. Melainkan kehancuranmu. Dia berharap, saat dia
merasukimu dalam waktu singkat beberapa waktu yang lalu, bahwa aku akan
mengorbankanmu dengan harapan membunuhnya. Jadi kau paham, aku telah
mencoba, dengan menjauhkan diriku sendiri darimu, untuk melindungimu, Harry.
Kesalahan seorang lelaki tua ...'
Dia menghela napas dalam-dalam. Harry membiarkan kata-kata itu membanjirinya.
Dia akan sangat tertarik mengetahui semua ini beberapa bulan yang lalu, tetapi
sekarang tidak berarti dibandingkan dengan jurang menganga di dalam dirinya yang
merupakan kehilangan Sirius; tak satupun yang berarti ...
'Sirius memberitahuku kamu merasakan Voldemort terbangun di dalam dirimu
malam itu saat kamu mendapatkan penglihatan tentang penyerangan Arthur Weasley.
Aku tahu seketika bahwa ketakutanku yang terbesar benar: Voldemort telah
menyadari dia bisa menggunakanmu. Dalam usaha untuk mempersenjataimu
melawan serangan-serangan Voldemort pada pikiranmu, aku mengatur pelajaranpelajaran
Occlumency dengan Profesor Snape.'
Dia berhenti sejenak. Harry mengamati sinar matahari, yang sekarang bergeser
lambat-lambat menyusuri permukaan terpelitur meja tulis Dumbledore, menerangi
sebuah pot tinta perak dan sebuah pena bulu merah tua yang indah. Harry bisa tahu
bahwa potret-potret di sekeliling mereka bangun dan mendengarkan dengan penuh
perhatian pada penjelasan Dumbledore; dia bisa mendengar desir jubah yang
terkadang-kadang ada, bunyi dehem kecil. Phineas Nigellus masih belum kembali ...
'Profesor Snape menemukan,' Dumbledore melanjutkan, 'bahwa kamu telah
memimpikan pintu ke Departemen Misteri selama berbulan-bulan. Voldemort, tentu
saja, terobsesi akan kemungkinan mendengar ramalan itu sejak dia mendapatkan
kembali tubuhnya; dan selagi dia diam di pintu itu, begitu juga kamu, walaupun kamu
tidak tahu apa artinya itu.
'Dan kemudian kamu melihat Rookwood, yang bekerja di Departemen Misteri
sebelum penahanannya, memberitahu Voldemort apa yang telah kami ketahui sejak
awal -- bahwa ramalan-ramalan yang disimpan di Kementerian Sihir dilindungi
dengan hebat. Hanya orang-orang yang diacu pada ramalan itu yang bisa
mengangkatnya dari rak-rak tanpa menderita kegilaan: dalam hal ini, Voldemort
sendiri harus memasuki Kementerian Sihir, dan mengambil resiko memperlihatkan
dirinya sendiri akhirnya -- atau kamu harus mengambilnya bagi dia. Menjadi masalah
yang lebih mendesak lagi bahwa kamu harus menguasai Occlumency.'
'Tapi tidak kulakukan,' gumam Harry. Dia mengatakannya keras-keras untuk
mencoba meringankan beban rasa bersalah yang berat di dalam dirinya: sebuah
pengakuan pastilah melegakan sedikti tekanan mengerikan yang sedang menekan
jantungnya. 'Aku tidak berlatih, aku tidak repot-repot, aku bisa saja menghentikan
diriku sendiri mendapatkan mimpi-mimpi itu, Hermione terus menyuruhku
melakukannya, kalau aku lakukan dia tidak akan pernah bisa memperlihatkan
kepadaku ke mana harus pergi, dan -- Sirius tidak akan -- Sirius tidak akan --'
Sesuatu meledak di dalam kepala Harry: kebutuhan untuk membenarkan diri
sendiri, untuk menjelaskan --
'Aku mencoba memeriksa apakah dia benar-benar sudah menangkap Sirius, aku
pergi ke kantor Umbridge, aku berbicara kepada Kreacher di dalam api dan dia bilang
Sirius tidak ada di sana, dia bilang dia sudah pergi!'
'Kreacher berbohong,' kata Dumbledore dengan tenang. 'Kamu bukan tuannya, dia
bisa berbohong kepadamu bahkan tanpa perlu menghukum dirinya sendiri. Kreacher
menginginkan kamu pergi ke Kementerian Sihir.'
'Dia -- dia sengaja mengirimku?'
'Oh ya. Kreacher, aku takut, telah melayani lebih dari satu tuan selama berbulanbulan.'
'Bagaimana?' kata Harry dengan hampa. 'Dia belum keluar dari Grimmauld Place
selama bertahun-tahun.'
'Kreacher meraih peluangnya tak lama sebelum Natal,' kata Dumbledore, 'saat
Sirius, tampaknya, berteriak kepadanya agar "keluar". Dia menerima kata-kata Sirius,
dan menafsirkan ini sebagai perintah untuk meninggalkan rumah. Dia pergi ke satusatunya
anggota keluarga Black yang masih dihormatinya ... sepupu Black Narcissa,
saudara perempuan Bellatrix dan istri Lucius Malfoy.'
'Bagaimana Anda tahu semua ini?' Harry berkata. Jantungnya berdebar sangat
cepat. Dia merasa mual. Dia ingat menguatirkan ketidakhadiran Kreacher yang aneh
selama Natal, ingat dia muncul lagi di loteng ...
'Kreacher memberitahuku tadi malam,' kata Dumbledore. 'Kau paham, saat kamu
memberikan Profesor Snape peringatan tersembunyi itu, dia menyadari bahwa kamu
telah mendapat penglihatan tentang Sirius terperangkap di bagian dalam Departemen
Misteri. Dia, seperti kamu, mencoba menghubungi Sirius seketika. Aku seharusnya
menjelaskan bahwa para anggota Order of Phoenix punya metode-metode komunikasi
yang lebih dapat diandalkan daripada api di kantor Dolores Umbridge. Profesor Snape
mendapati bahwa Sirius masih hidup dan selamat di Grimmauld Place.
'Namun, saat kalian tidak kembali dari perjalanan kalian ke dalam Hutan bersama
Dolores Umbridge, Profesor Snape menjadi kuatir bahwa kamu masih percaya Sirius
ditahan oleh Lord Voldemort. Dia menyiagakan anggota-anggota Order tertentu
seketika.'
Dumbledore menghela napas dalam dan meneruskan, 'Alastor Moody,
Nymphadora Tonks, Kingsley Shacklebolt dan Remus Lupin berada di Markas Besar
saat dia melakukan kontak. Semuanya seketika setuju untuk pergi menolongmu.
Profesor Snape meminta Sirius tetap tinggal, karena dia butuh seseorang untuk tetap
di Markas Besar untuk memberitahuku apa yang telah terjadi, karena aku akan berada
di sana setiap saat. Sementara itu dia, Profesor Snape, berniat mencari kalian di
Hutan.
'Tetapi Sirius tidak mau tetap tinggal sementara yang lainnya pergi mencarimu. Dia
menyerahkan kepada Kreacher tugas memberitahuku apa yang terjadi. Dan begitulah
saat aku tiba di Grimmauld Place tak lama setelah mereka semua pergi ke
Kementeria, peri itulah yang memberitahuku -- sambil tertawa keras-keras -- ke mana
Sirius pergi.'
'Dia tertawa?' kata Harry dengan suara hampa.
'Oh, ya,' kata Dumbledore. 'Kau paham, Kreacher tidak bisa mengkhianati kita
sepenuhnya. Dia bukan Penjaga Rahasia Order, dia tidak bisa memberikan kepada
keluarga Malfoy keberadaan kita, atau memberitahu mereka rencana-rencana rahasia
Order yang terlarang baginya untuk diungkapkan. Dia terikat pada sihir kaumnya,
yakni dia tidak boleh menentang perintah langsung dari tuannya, Sirius. Tetapi dia
memberikan Narcissa sejenis informasi yang sangat berharga bagi Voldemort, namun
pastilah tampak terlalu sepele bagi Sirius untuk melarang dia mengulanginya.'
'Seperti apa?' kata Harry.
'Seperti fakta bahwa orang yang paling Sirius pedulikan di dunia adalah kamu,' kata
Dumbledore pelan. 'Seperti fakta bahwa kamu semakin menganggap Sirius sebagai
campuran ayah dan kakak. Voldemort sudah tahu, tentu saja, bahwa Sirius ada dalam
Order, dan bahwa kamu tahu di mana dia -- tetapi informasi Kreacher membuatnya
sadar bahwa satu-satunya orang yang akan kau selamatkan dengan cara apapun adalah
Sirius Black.'
Bibir Harry dingin dan mati rasa.
'Jadi ... waktu aku bertanya kepada Kreacher apakah Sirius ada di sana tadi malam
...'
'Keluarga Malfoy -- tak diragukan lagi atas perintah Voldemort -- telah
memberitahunya dia harus menemukan cara menjauhkan Sirius begitu kamu
mendapat penglihatan tentang Sirius yang disiksa. Dengan begitu, kalau kamu
memutuskan untuk memeriksa apakah Sirius ada di rumah atau tidak, Kreacher akan
bisa berpura-pura dia tidak ada. Kreacher melukai Buckbeak si Hippogriff kemarin,
dan, pada saat kamu menampakkan diri di dalam api, Sirius ada di atas sedang
merawatnya.'
Tampaknya ada sangat sedikit udara di paru-paru Harry; napasnya cepat dan
dangkal.
'Dan Kreacher memberitahu Anda semua ini ... dan tertawa?' dia berkata dengan
parau.
'Dia tidak ingin memberitahuku,' kata Dumbledore. 'Tetapi aku sendiri cukup
menguasai Legilimens untuk tahu saat aku dibohongi dan aku -- membujuknya --
untuk memberitahuku cerita selengkapnya, sebelum aku pergi ke Departemen
Misteri.'
'Dan,' bisik Harry, tangannya bergelung menjadi kepalan dingin di lututnya, 'dan
Hermione terus menyuruh kami bersikap baik kepadanya --'
'Dia sangat benar, Harry,' kata Dumbledore. 'Aku memperingatkan Sirius saat kami
mengambil Grimmauld Place nomor dua belas sebagai Markas Besar kami bahwa
Kreacher harus diperlakukan dengan kebaikan dan rasa hormat. Aku juga
memberitahunya bahwa Kreacher bisa berbahaya bagi kami. Aku berpikir Sirius tidak
menganggapku serius, atau dia tidak pernah melihat Kreacher sebagai makhluk
dengan perasaan sehalus perasaan manusia --'
'Anda jangan salahkan -- Anda jangan -- bicara -- tentang Sirius seperti --' napas
Harry tertarik, dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata dengan benar; tetapi kemarahan
yang telah reda sejenak menyala lagi di dalam dirinya: dia tidak akan membiarkan
Dumbledore mengkritik Sirius. 'Kreacher -- si busuk -- pembohong -- dia pantas --'
'Kreacher adalah sebagaimana dirinya dibuat oleh para penyihir, Harry,' kata
Dumbledore. 'Ya, dia harus dikasihani. Keberadaannya sama sengsaranya dengan
temanmu Dobby. Dia terpaksa melakukan perintah Sirius, karena Sirius anggota
terakhir keluarga yang memperbudaknya, tetapi dia tidak merasakan kesetiaan sejati
kepadanya. Dan apapun kesalahan Kreacher, harus diakui bahwa Sirius tidak
melakukan apa-apa untuk membuat nasib Kreacher lebih mudah --'
'JANGAN BICARA TENTANG SIRIUS SEPERTI ITU!' Harry berteriak.
Dia berdiri lagi, marah besar, siap menyerang Dumbledore, yang jelas tidak
memahami Sirius sama sekali, betapa beraninya dia, betapa besar penderitaannya ...
'Bagaimana dengan Snape?' Harry menyerang. 'Anda tidak membicarakan dia,
bukan? Waktu aku memberitahunya Voldemort menangkap Sirius dia hanya
mengejekku seperti biasa --'
'Harry, kamu tahu Profesor Snape tidak punya pilihan kecuali berpura-pura tidak
menganggapmu serius di hadapan Dolores Umbridge,' kata Dumbledore dengan
mantap, 'tetapi seperti yang telah kujelaskan, dia memberitahu Order sesegera
mungkin tentang apa yang telah kamu katakan. Dialah yang menyimpulkan ke mana
kalian pergi ketika kalian tidak kembali dari Hutan. Dia juga yang memberi Profesor
Umbridge Veritaserum palsu saat dia mencoba memaksamu memberitahu dirinya
tentang keberadaan Sirius.'
Harry tidak menghiraukan ini; dia merasakan kepuasan liar dengan menyalahkan
Snape, tampaknya memudahkan perasaan bersalahnya sendiri yang mengerikan, dan
dia ingin mendengar Dumbledore menyetujuinya.
'Snape -- Snape -- m - menghasut Sirius tentang tinggal di rumah -- dia menjadikan
Sirius seorang pengecut --'
'Sirius jauh terlalu tua dan pintar untuk membiarkan ejekan lemah seperti ini
melukainya,' kata Dumbledore.
'Snape berhenti memberiku pelajaran Occlumency!' Harry menggeram. 'Dia
melemparkanku dari kantornya!'
'Aku sadar akan hal itu,' kata Dumbledore dengan berat. 'Aku sudah bilang bahwa
salahanku tidak mengajarimu sendiri, walaupun aku yakin, pada saat itu, bahwa tak
ada yang bisa lebih berbahaya daripada membuka pikiranmu lebih jauh lagi kepada
Voldemort di hadapanku --'
'Snape membuatnya lebih parah, bekas lukaku selalu lebih sakit setelah pelajaran
darinya --' Harry ingat pendapat Ron tentang masalah itu dan meneruskan '--
bagaimana Anda tahu dia tidak sedang mencoba melunakkanku bagi Voldemort,
membuatnya lebih mudah bagi dia untuk masuk ke dalam --'
'Aku percaya pada Severus Snape,' kata Dumbledore singkat. 'Tapi aku lupa --
kesalahan lain dari orang tua -- bahwa beberapa luka terlalu dalam untuk
disembuhkan. Kukira Profesor Snape bisa mengatasi perasaannya tentang ayahmu --
Aku salah.'
'Tapi itu tidak mengapa, bukan?' jerit Harry, mengabaikan wajah-wajah tersinggung
dan gumaman-gumaman tidak setuju dari potret-potret di dinding. 'Tidak mengapa
bagi Snape untuk membenci ayahku, tetapi Sirius tidak boleh membenci Kreacher?'
'Sirius tidak membenci Kreacher,' kata Dumbledore. 'Dia menganggapnya sebagai
pelayan yang tak bernilai untuk diperhatikan. Ketidakpedulian dan pengabaian sering
lebih menyakitkan daripada ketidaksukaan sekaligus ... air mancur yang kita
hancurkan malam ini menceritakan kebohongan. Kita para penyihir telah salah
memperlakukan dan berlaku kejam kepada teman-teman kita terlalu lama, dan kita
sekarang menuai ganjaran kita.'
'JADI SIRIUS PANTAS MENDAPATKANNYA, BEGITU?' Harry menjerit.
'Aku tidak mengatakan itu, maupun kamu tidak akan pernah mendengarku
mengatakannya,' Dumbledore menjawab dengan pelan. 'Sirius bukan lelaki yang
kejam, dia baik hati kepada para peri-rumah secara umum. Dia tidak punya rasa cinta
bagi Kreacher, karena Kreacher adalah pengingat hidup kepada rumah yang dibenci
Sirius.'
'Yeah, dia memang membencinya!' kata Harry, suaranya bergetar, sambil
memalingkan punggungnya kepada Dumbledore dan berjalan pergi. Matahari terang
di dalam ruangan itu sekarang dan mata-mata semua potret mengikutinya selagi dia
berjalan, tanpa menyadari apa yang sedang dilakukannya, tanpa melihat kantor itu
sama sekali. 'Anda membuatnya tetap terkurung di dalam rumah itu dan dia
membencinya, itulah sebabnya dia ingin keluar tadi malam --'
'Aku sedang berusaha menjaga Sirius tetap hidup,' kata Dumbledore pelan.
'Orang tidak suka dikurung!' Harry berkata dengan marah besar,
memberondongnya. 'Anda melakukannya kepadaku sepanjang musim panas lalu --'
Dumbledore menutup matanya dan membenamkan wajahnya ke dalam tangannya
yang berjari-jari panjang. Harry mengamatinya, tetapi tanda keletihan, atau kesediah,
atau apapun itu yang tidak biasanya dari Dumbledore, tidak melunakkannya.
Sebaliknya, dia bahkan merasa lebih marah bahwa Dumbledore memperlihatkan
tanda-tanda kelemahan. Dia tidak punya urusan menjadi lemah saat Harry mau
marah-marah dan menyerangnya.
Dumbledore menurunkan tangannya dan mengamati Harry melalui kacamata
setengah bulannya.
'Sudah waktunya,' katanya, 'bagiku memberitahumu apa yang seharusnya sudah
kuberitahukan lima tahun yang lalu, Harry. Silakan duduk. Aku akan memberitahumu
segalanya. Aku hanya minta sedikit kesabaran. Kamu akan punya peluangmu marahmarah
kepadaku -- melakukan apapun yang kau inginkan -- saat aku selesai. Aku
tidak akan menghentikanmu.'
Harry melotot kepadanya sejenak, lalu melemparkan dirinya kembali ke kursi di
seberang Dumbledore dan menunggu.
Dumbledore menatap sejenak ke halaman sekolah yang disinari matahari di luar
jendela, lalu memandang balik kepada Harry dan berkata, 'Lima tahun yang lalu kamu
tiba di Hogwarts, Harry, selamat dan utuh, seperti yang kurencanakan dan
kuinginkan. Well -- tidak seluruhnya utuh. Kamu telah menderita. Aku tahu kamu
akan menderita saat kutinggalkan kamu di ambang pintu bibi dan pamanmu. Aku tahu
aku sedang menghukummu untuk sepuluh tahun yang kelam dan sulit.'
Dia berhenti sejenak. Harry tidak mengatakan apa-apa.
'Kamu mungkin bertanya -- dan dengan alasan yang bagus -- mengapa harus begitu.
Mengapa keluarga penyihir tidak mengambilmu? Banyak yang akan melakukannya
lebih dari senang hati, akan merasa terhormat dan senang membesarkanmu sebagai
anak.
'Jawabanku adalah bahwa prioritasku adalah menjagamu tetap hidup. Kamu berada
dalam bahaya yang lebih besar daripada yang pernah disadari mungkin oleh siapapun
kecuali aku. Voldemort telah dikalahkan beberapa jam sebelumnya, tetapi para
pendukungnya -- dan banyak dari mereka hampir sama mengerikannya seperti dia --
masih berkeliaran, marah, putus asa dan ganas. Dan aku juga harus membuat
keputusanku dengan mempertimbangkan tahun-tahun yang akan datang. Apakah aku
percaya Voldemort telah hilang selamanya? Tidak. Aku tidak tahu apakah sepuluh,
dua puluh atau lima puluh tahun sebelum dia kembali, tetapi aku yakin dia akan
melakukannya, dan aku juga yakin, mengenalnya seperti yang kulakukan, bahwa dia
tidak akan tenang sebelum dia membunuhmu.
'Aku tahu bahwa pengetahuan Voldemort tentang sihir mungkin lebih luas daripada
penyihir manapun yang masih hidup. Aku tahu bahwa bahkan mantera-mantera dan
jimat-jimat pelindungku yang paling rumit dan kuat tidak akan tak terkalahkan kalau
dia kembali pada kekuatan penuh.
'Tetapi aku juga tahu di mana kelemahan Voldemort. Dan begitulah kubuat
keputusanku. Kamu akan dilindungi dengan sihir kuno yang dia tahu, yang dia benci,
dan karena itu, selalu diremehkannya -- demi kerugiannya. Aku berbicara, tentu saja,
tentang fakta bahwa ibumu mati karena menyelamatkanmu. Dia memberimu
perlindungan yang melekat yang tak pernah diduganya, suatu perlindungan yang
mengalir ke dalam nadimu sampai hari ini. Oleh karena itu, aku menempatkan
keyakinanku pada darah ibumu. Aku mengantarkanmu kepada kakaknya, satu-satunya
keluarganya yang tersisa.'
'Dia tidak mencintaiku,' kata Harry seketika. 'Dia tidak peduli sedikitpun --'
'Tetapi dia mengambilmu,' Dumbledore memotongnya. 'Dia mungkin
mengambilmu dengan enggan, dengan marah, dengan tidak rela, dengan getir, namun
tetap saja dia mengambilmu, dan dengan melakukan ini, dia menyegel mantera yang
kutempatkan pada dirimu. Pengorbanan ibumu membuat ikatan darah perisai terkuat
yang bisa kuberikan kepadamu.'
'Aku masih tidak --'
'Sementara kamu masih bisa menyebut tempat darah ibumu tinggal sebagai rumah,
di sana kamu tidak akan bisa disentuh atau dicelakakan oleh Voldemort. Dia telah
menumpahkan darah ibumu, tetapi darah itu hidup di dalam dirimu dan kakaknya.
Darahnya menjadi perlindunganmu. Kamu hanya perlu kembali ke sana sekali
setahun, tetapi selama kamu masih bisa menyebutnya rumah, selama kamu di sana dia
tidak bisa melukaimu. Bibimu tahun ini. Aku menjelaskan apa yang telah kulakukan
dalam surat yang kutinggalkan, bersama dirimu, di ambang pintunya. Dia tahu bahwa
memberimu kamu tempat tinggal mungkin telah menjagamu tetap hidup selama lima
belas tahun terakhir ini.'
'Tunggu,' kata Harry. 'Tunggu sebentar.'
Dia duduk tegak di kursinya, sambil menatap Dumbledore.
'Anda mengirim Howler itu. Anda menyuruhnya ingat -- itu suara Anda --'
'Kupikir,' kata Dumbledore, sambil mencondongkan badannya sedikit, 'dia
mungkin perlu diingatkan akan perjanjian yang telah disegelnya dengan
mengambilmu. Kuduga serangan Dementor itu mungkin telah membangkitkan dia
atas bahaya memilikimu sebagai anak asuh.'
'Memang,' kata Harry pelan. 'Well -- pamanku lebih daripada dia. Paman ingin
mengusirku ke luar, tetapi setelah Howler itu datang dia -- dia bilang aku harus
tinggal.'
Dia menatap lantai sejenak, lalu berkata, 'Tapi apa hubungannya ini dengan --'
Dia tidak bisa mengatakan nama Sirius.
'Lima tahun yang lalu,' lanjut Dumbledore, seolah-olah dia belum berhenti dari
ceritanya, 'kamu tiba di Hogwarts, tidak sebahagia maupun sesehat yang kuinginkan,
mungkin, namun hidup dan sehat. Kamu bukan pangeran kecil yang dimanjakan,
melainkan anak laki-laki normal seperti yang bisa kuharapkan pada keadaan-keadaan
tertentu. Maka sejauh itu, rencanaku berjalan lancar.
'Dan kemudian ... well, kamu akan ingat kejadian-kejadian di tahun pertamamu di
Hogwarts sama jelasnya seperti aku. Kamu bangkit dengan menakjubkan terhadap
tantangan yang menghadangmu dan lebih cepat -- jauh lebih cepat -- daripada yang
kusangka, kamu menemukan dirimu berhadapan dengan Voldemort. Kamu selamat
lagi. Kamu melakukan lebih banyak. Kamu menunda kembalinya dia pada kekuasaan
dan kekuatan penuh. Kamu bertarung pada pertarungan seorang laki-laki. Aku ... lebih
bangga kepadamu daripada yang bisa kukatakan.
'Namun ada cacat di rencanaku yang hebat ini,' kata Dumbledore. 'Cacat yang jelas
yang aku tahu, bahkan saat itu, mungkin menjadi penyebab kegagalan semuanya. Dan
walau begitu, mengetahui betap pentingnya rencanaku harus berhasil, aku
memberitahu diriku sendiri bahwa aku tidak akan mengizinkan cacat ini merusaknya.
Aku sendiri bisa menghindarkan ini, jadi aku sendiri harus kuat. Dan di sinilah ujian
pertamaku, ketika kamu berbaring di sayap rumah sakit, lemah dari perjuanganmu
dengan Voldemort.'
'Saya tidak mengerti apa yang sedang Anda katakan,' kata Harry.
'Tidakkah kamu ingat bertanya kepadaku, ketika kamu berbaring di sayap rumah
sakit, mengapa Voldemort mencoba membunuhmu saat kamu masih bayi?'
Harry mengangguk.
'Haruskah kuberitahu kamu saat itu?'
Harry menatap ke dalam mata biru itu dan tidak berkata apa-apa, tetapi jantungnya
berpacu lagi.
'Kamu belum melihat cacat di dalam rencanaku? Tidak ... mungkin tidak. Well,
seperti yang kau tahu, aku memutuskan tidak menjawabmu. Sebelas tahun, kuberitahu
diriku sendiri, jauh terlalu muda untuk tahu. Aku tidak pernah berniat
memberitahumu saat kamu berusia sebelas tahun. Pengetahuan itu akan terlalu
berlebihan pada umur semuda itu.
'Aku seharusnya mengenali tanda-tanda bahaya saat itu. Aku seharusnya bertanya
pada diriku sendiri mengapa aku tidak merasa lebih terganggu bahwa kamu sudah
menanyakan pertanyaan yang kutahu, suatu hari, harus kuberikan jawaban
mengerikan. Aku seharusnya mengenali bahwa aku terlalu senang untuk berpikir
bahwa aku tidak harus melakukannya pada hari ini ... KAMU jauh terlalu muda, jauh
terlalu muda.
'Dan begitulah kita memasuki tahun keduamu di Hogwarts. Dan sekali lagi kamu
bertemu tantangan-tantangan yang bahkan belum pernah dihadapi para penyihir
dewasa: sekali lagi kamu meloloskan dirimu di luar mimpi-mimpi terliarku. Namun,
kamu tidak bertanya kepadaku lagi, mengapa Voldemort meninggalkan bekas luka itu
padamu. Kita membahas bekas lukamu, oh ya ... kita sangat, sangat dekat dengan
subyek itu. Mengapa aku tidak memberitahumu semuanya?'
'Well, tampaknya bagiku umur dua belas hampir tidak lebih baik daripada sebelas
untuk menerima informasi semacam ini. Aku membiarkanmu meninggalkanku,
berlumuran darah, letih tetapi gembira, dan kalau aku merasakan tusukan ketidak
tenangan bahwa aku seharusnya, mungkin, telah memberitahumu saat itu, rasa itu
cepat dilenyapkan. Kamu masih terlalu muda, kau paham, dan aku tidak sanggup
membuat diriku merusak malam kemenangan itu ...
'Kau lihat, Harry? Apakah kamu melihat cacat di dalam rencanaku yang brilian
sekarang? Aku jatuh ke dalam perangkap yang telah kuramalkan, yang telah
kuberitahu diriku sendiri bisa kuhindari, yang harus kuhindari.'
'Saya tidak --'
'Aku terlalu peduli kepadamu,' kata Dumbledore singkat. 'Aku lebih mempedulikan
kebahagiaanmu daripada dirimu mengetahui yang sebenarnya, lebih mempedulikan
ketenangan pikiranmu daripada rencanaku, lebih mempedulikan hidupmu daripada
hidup orang-orang lain yang mungkin hilang kalau rencana itu gagal. Dengan kata
lain, aku bertindak persis seperti yang diharapkan Voldemort, tindakan orang-orang
bodoh yang mencintai.
'Apakah ada pembelaan? Aku menantang siapapun yang telah mengawasimu
seperti yang kulakukan -- dan aku telah mengawasimu lebih seksama daripada yang
bisa kau bayangkan -- tidak ingin menjauhkan lebih banyak penderitaan darimu
daripada yang telah kamu derita. Apa peduliku kalau orang-orang dan makhlukmakhluk
tak bernama dan tak berwajah dibantai di masa depan yang tidak jelas, kalau
di sini dan sekarang kamu hidup, dan sehat, dan bahagia? Aku tak pernah mimpi
bahwa aku akan mendapatkan orang semacam ini di tanganku.
'Kita memasuki tahun ketigamu. Aku memandang dari jauh ketika kamu berjuang
melawan Dementor, ketika kamu menemukan Sirius, mengetahui siapa dia dan
menyelamatkannya. Haruskah kuberitahu kamu saat itu, pada sat ketiak kamu telah
menyambar ayah angkatmu dari rahang Kementerian dengan penuh kemenangan?
Tetapi sekarang, pada usia tiga belas tahun, alasanku sudah hampir habis. Kamu
mungkin muda, tetapi kamu telah membuktikan kamu istimewa. Kesadaranku tidak
tenang, Harry. Aku tahu waktunya pasti akan segera tiba ...
'Tetapi kamu keluar dari labirin itu tahun lalu, setelah menyaksikan Cedric Diggory
mati, setelah dirimu sendiri begitu nyaris lolos dari kematian ... dan aku tidak
memberitahumu, walaupun aku tahu, sekarang Voldemort telah kembali, aku harus
segera melakukannya. Dan sekarang, malam ini, aku tahu kamu telah lama siap untuk
pengetahuan yang telah kusimpan darimu begitu lama, karena kamu membuktikan
bahwa aku seharusnya menempatkan beban itu kepadamu sebelum ini. Satu-satunya
pembelaanku hanyalah ini: aku telah menyaksikanmu berjuang di bawah beban yang
lebih berat daripada murid manapun yang pernah melewati sekolah ini dan aku tidak
bisa membuat diriku menambah beban lain -- beban yang terbesar dari semuanya.'
Harry menunggu, tetapi Dumbledore tidak berbicara.
'Saya masih tidak paham.'
'Voldemort mencoba membunuhmu saat kamu masih kecil karena sebuah ramalan
yang dibuat tak lama sebelum kelahiranmu. Dia tahu ramalan itu telah dibuat,
walaupun dia tidak tahu isi selengkapnya. Dia bergerak untuk membunuhmu saat
kamu masih bayi, percaya bahwa dia sedang memenuhi syarat-syarat ramalan itu. Dia
mendapati, demi kerugiannya, bahwa dia salah, saat kutukan yang dimaksudkan untuk
membunuhmu menyerang balik. Dan demikianlah, sejak dia kembali ke tubuhnya,
dan khususnya sejak kelolosanmu yang luar biasa dari dirinya tahun lalu, dia telah
bertekad untuk mendengar ramalan itu secara keseluruhan. Inilah senjata yang telah
dicarinya begitu tekun sejak kembalinya dia: pengetahuan tentang cara
menghancurkanmu.'
Matahari telah terbit sepenuhnya sekarang: kantor Dumbledore bermandikan
sinarnya. Lemari kaca tempat diletakkannya pedang Godric Gryffindor berpendar
putih dan buram, pecahan-pecahan instrumen yagn telah Harry lempar ke lantai
berkilauan seperti titik hujan, bayi Fawkes membuat bunyi ceguk halus di sarang
abunya.
'Ramalan itu pecah,' Harry berkata dengan hampa. 'Aku sedang menarik Neville
menaiki bangku-bangku di - ruangan tempat atap melengkung itu, dan aku merobek
jubahnya dan ramalan itu jatuh ...'
'Benda yang pecah itu hanyalah catatan ramalan yang disimpan oleh Departemen
Misteri. Tetapi ramalan itu dibuat untuk seseorang, dan orang itu memiliki cara
mengingatnya kembali dengan sempurna.'
'Siapa yang mendengarnya?' tanya Harry, walaupun dia mengira dia sudah tahu
jawabannya.
'Aku,' kata Dumbledore. 'Di suatu malam yang dingin dan basah enam belas tahun
yang lalu, di sebuah ruangan di atas bar di penginapan Hog's Head. Aku pergi ke sana
untuk menemui seorang pelamar untuk jabatan guru Ramalan, walaupun melawan
kehendakku membiarkan mata pelajaran Ramalan diteruskan sama sekali. Namun, si
pelamar merupakan cucu buyut dari seorang Penglihat yang sangat terkenal dan
sangat berbakat dan kukira merupakan kesopanan biasa untuk menemuinya. Aku
kecewa. Kelihatannya bagiku dia sendiri tidak punya sedikitpun karunia itu. Aku
memberitahunya, dengan sopan kuharap, bahwa kukira dia tidak akan cocok untuk
jabatan itu. Aku berpaling untuk pergi.'
Dumbledore bangkit dan berjalan melewati Harry ke lemari hitam yang terletak di
samping tempat bertengger Fawkes. Dia membungkuk, menggeser sebuah pengait
dan mengambil dari dalamnya baskom batu yang dangkal, yang terukir dengan runerune
di sekeliling tepinya, yang di dalamnya Harry telah melihat ayahnya menyiksa
Snape. Dumbledore berjalan kembali ke meja tulis, menempatkan Pensieve di
atasnya, dan mengangkat tongkatnya ke pelipisnya sendiri. Dari situ, dia menarik
untaian-untaian pikiran keperakan sehalus jaring laba-laba yang lengket pada tongkat
itu dan menempatkannya ke dalam baskom. Dia duduk kembali di balik meja tulisnya
dan menonton pikirannya berputar dan hanyut di dalam Pensieve sejenak. Lalu,
dengan helaan napas, dia mengangkat tongkatnya dan menusuk zat keperakan itu
dengan ujungnya.
Sebuah figur keluar darinya, mengenakan syal-syal, matanya diperbesar ke ukuran
sangat besar di balik kacamatanya, dan dia berputar lambat-lambat, kakinya di dalam
baskom. Tetapi saat Sybill Trelawney berbicara, bukan dalam suara ringan dan
mistiknya yang biasa, melainkan dalam nada-nada kasar dan parau yang pernah Harry
dengar digunakannya sekali sebelumnya:
'Seseorang dengan kekuatan untuk menaklukkan Pangeran Kegelapan mendekat ...
lahir dari mereka yang telah lolos darinya tiga kali, lahir ketika bulan ketujuh mati ...
dan Pangeran Kegelapan akan menandainya sebagai lawannya yang setara, tetapi dia
akan memiliki kekuatan yang tak dikenal Pangeran Kegelapan ... dan yang seorang
harus mati di tangan yang lainnya karena tak satupun bisa hidup sementara yang lain
selamat ... seseorang dengan kekuatan untuk menaklukkan Pangeran Kegelapan akan
lahir ketika bulan ketujuh mati ...'
Profesor Trelawney yang berputar lambat-lambat terbenam kembali ke dalam zat
perak di bawah dan menghilang.
Keheningan di dalam kantor itu mutlak. Baik Dumbledore maupun Harry maupun
potret-potret tidak ada yang membuat suara. Bahkan Fawkes telah terdiam.
'Profesor Dumbledore?' Harry berkata dengan sangat pelan, karena Dumbledore,
masih menatap Pensieve, kelihatannya sepenuhnya terbenam dalam pikirannya.
'Apakah ... itu berarti ... apa artinya itu?'
'Artinya,' kata Dumbledore, 'bahwa orang yang memiliki satu-satunya peluang
untuk menaklukkan Lord Voldemort selamanya dilahirkan pada akhir bulan Juli,
hampir enam belas tahun yang lalu. Anak laki-laki ini akan lahir dari orang tua yang
telah lolos dari Voldemort tiga kali.'
Harry merasa seolah-olah sesuatu mendekat kepadanya. Napasnya kelihatannya
sulit lagi.
'Maksudnya -- aku?'
Dumbledore mengamatinya sejenak melalui kacamatanya.
'Hal yang aneh, Harry,' dia berkata dengan lembut, 'adalah mungkin sama sekali
bukan kamu yang dimaksud. Ramalan Sybill bisa berlaku untuk dua anak laki-laki
penyihir, keduanya lahir di akhir bulan Juli tahun itu, keduanya memiliki orang tua di
dalam Order of Phoenix, kedua pasang orang tua itu telah lolos dari Voldemort tiga
kali. Yang seorang, tentu saja, adalah kamu. Yang satunya lagi adalah Neville
Longbottom.'
'Tapi kalau begitu ... tapi kalau begitu, kenapa namaku yang ada di ramalan itu dan
bukan nama Neville?'
'Catatan resminya diberi label ulang setelah penyerangan Voldemort kepadamu saat
kecil,' kata Dumbledore. 'Tampaknya jelas bagi si penjaga Aula Ramalan bahwa
Voldemort hanya akan mencoba membunuhmu karena dia tahu kamulah yang
ditunjuk oleh Sybill.'
'Kalau begitu -- mungkin bukan aku?' kata Harry.
'Aku takut,' kata Dumbledore lambat-lambat, terlihat seolah-olah setiap kata
membutuhkan tenaga besar darinya, 'bahwa tak ada keraguan lagi kamulah orangnya.'
'Tapi kata Anda -- Neville juga lahir di akhir bulan Juli -- dan ibu dan ayahnya --'
'Kamu melupakan bagian berikutnya dari ramalan itu, hal akhir yang
mengidentifikasikan anak laki-laki yang bisa mengalahkan Voldemort ... Voldemort
sendiri akan menandainya sebagai lawan yang setara. Dan begitulah yang
dilakukannya, Harry. Dia memilihmu, bukan Neville. Dia memberimu bekas luka
yang terbukti karunia sekaligus kutukan.'
'Tetapi dia mungkin salah pilih!' kata Harry. 'Dia mungkin telah menandai orang
yang salah!'
'Dia memilih anak laki-laki yang dipikirnya paling mungkin berbahaya baginya,'
kata Dumbledore. 'Dan perhatikan ini, Harry: dia memilih, bukan yang berdarahmurni
(yang, menurut keyakinannya, satu-satunya jenis penyihir yang pantas ada atau
dikenal) melainkan yang berdarah-campuran, seperti dirinya sendiri. Dia melihat
dirinya sendiri di dalam dirimu sebelum dia bahkan melihatmu, dan dengan
menandaimu dengan bekas luka itu, dia tidak membunuhmu, seperti yang ingin
dilakukannya, tetapi memberimu kekuatan, dan masa depan, yang menyebabkan
kamu bisa lolos darinya bukan sekali, melainkan empat kali sampai sejauh ini --
sesuatu yang tidak pernah dicapai orang tuamu, maupun orang tua Neville.'
'Kalau begitu, mengapa dia melakukannya?' kata Harry, yang merasa kebas dan
kedinginan. 'Mengapa dia mencoba membunuhku saat bayi? Dia seharusnya
menunggu untuk melihat apakah Neville atau aku tampak lebih berbahaya ketika
kami lebih besar dan mencoba membunuh siapapun saat itu --'
'Memang, itu mungkin jalan yang lebih praktis,' kata Dumbledore, 'kecuali bahwa
informasi Voldemort tentang ramalan itu tidak lengkap. Penginapan Hog's Head, yang
Sybill pilih karena murahnya, telah lama menarik, haruskah kita bilang, klien-klien
yang lebih menarik daripada Three Broomsticks. Seperti yang kamu dan temantemanmu
temukan sendiri, dan aku juga malam itu, di tempat itu tidak pernah aman
untuk mengasumsikan kamu tidak sedang dicuri dengar. Tentu saja, aku tak pernah
mimpi, saat aku berangkat untuk menemui Sybill Trelawnye, bahwa aku akan
mendengar apapun yang bernilai untuk dicuri dengar. Keberuntungan tunggalku --
kita -- adalah bahwa si penguping terdeteksi tak lama setelah ramalannya dimulai dan
dilempar keluar dari gedung itu.'
'Jadi dia hanya mendengar --?'
'Dia hanya mendengar permulaannya, bagian yang meramalkan kelahiran seorang
anak laki-laki di bulan Juli kepada orang tua yang telah tiga kali menghadapi
Voldemort. Akibatnya, dia tidak bisa memperingatkan tuannya bahwa menyerangmu
akan beresiko memindahkan kekuatan kepadamu, dan menandaimu sebagai lawannya
yang setara. Jadi Voldemort tak pernah tahu bahwa mungkin berbahaya
menyerangmu, bahwa mungkin bijaksana untuk menunggu, tahu lebih banyak. Dia
tidak tahu bahwa kau akan punya kekuatan yang tidak dikenal Pangeran Kegelapan --'
'Tapi aku tidak punya!' kata Harry, dengan suara tercekik. 'Aku tidak punya
kekuatan yang tak dimilikinya, aku tidak bisa bertarung seperti dia malam ini, aku
tidak bisa merasuki orang atau -- atau membunuh mereka --'
'Ada sebuah ruangan di dalam Departemen Misteri,' sela Dumbledore, 'yang
terkunci sepanjang waktu. Ruangan itu mengandung sebuah kekuatan yang lebih ajaib
dan lebih mengerikan daripada kematian, daripada kecerdasan manusia, daripada
kekuatan alam. Kekuatan itu juga, mungkin, yang paling misterius dari banyak subyek
penelitian yang ada di sana. Kekuatan yang terkandung dalam ruangan itulah yang
kamu miliki dalam jumlah sedemikian rupa dan yang tidak dimiliki Voldemort sama
sekali. Kekuatan itu membawamu menyelamatkan Sirius malam ini. Kekuatan itu
juga menyelamatkanmu dari perasukan oleh Voldemort, karena dia tidak tahan berada
di dalam tubuh yang begitu penuh kekuatan yang dibencinya. Pada akhirnya, tidak
masalah kalau kamu tidak bisa menutup pikiranmu. Hatimulah yang
menyelamatkanmu.'
Harry menutup matanya. Kalau dia tidak pergi untuk menyelamatkan Sirius, Sirius
tidak akan mati ... Lebih untuk menunda saat dia harus memikirkan Sirius lagi, Harry
bertanya, tanpa banyak peduli tentang jawabannya, 'Akhir ramalan itu ... sesuatu
mengenai ... tak satupun bisa hidup ...'
'... sementara yang lainnya selamat,' kata Dumbledore.
'Jadi,' kata Harry, sambil mengeruk kata-kata itu dari apa yang terasa seperti sumur
dalam keputusasaan dalam dirinya, 'jadi apakah itu berarti bahwa ... salah seorang dari
kami harus membunuh yang seorang lagi ... pada akhirnya?'
'Ya,' kata Dumbledore.
Untuk waktu yang lama, tak seorangpun dari mereka berbicara. Di suatu tempat
jauh dari dinding-dinding kantor itu, Harry bisa mendengar suara-suara, murid-murid
yang menuju ke Aula Besar untuk makan pagi lebih awal, mungkin. Tampaknya tidak
mungkin bahwa ada orang-orang di dunia yang masih menginginkan makanan, yang
tertawa, yang tidak tahu maupun peduli bahwa Sirius Black sudah pergi untuk
selamanya. Sirius tampaknya sudah sejuta mil jauhnya; bahkan sekarang suatu bagian
diri Harry masih percaya bahwa kalau saja dia menarik tudung itu, dia akan
menemukan Sirius memandang balik kepadanya, menyambutnya, mungkin, dengan
tawanya yang mirip gonggongan ...
'Kurasa aku berhutang penjelasan lain kepadamu, Harry,' kata Dumbledore dengan
bimbang. 'Kamu, mungkin, bertanya-tanya mengapa aku tak pernah memilihmu
sebagai prefek? Aku harus mengaku ... bahwa aku berpikir ... kamu sudah punya
cukup tanggung jawab.'
Harry memandang kepadanya dan melihat sebutir air mata menetes menuruni
wajah Dumbledore ke dalam janggut perak panjangnya.
HARRY POTTER
and the Order of the Phoenix
-- BAB TIGA PULUH DELAPAN --
Perang Kedua Dimulai
DIA YANG NAMANYA TIDAK BOLEH DISEBUT KEMBALI
'Dalam sebuah pernyataan singkat pada hari Jumat malam, Menteri Sihir Cornelius
Fudge membenarkan bahwa
Dia Yang Namanya Tidak Boleh Disebut telah kembali ke negara ini dan sekali
lagi telah aktif.
'"Dengan rasa penyesalan besar saya harus menegaskan bahwa penyihir yang
menyebut dirinya Lord --well,
kalian tahu siapa yang kumaksud -- masih hidup dan telah berada di antara kita
lagi," kata Fudge, terlihat lelah
dan bingung ketika berbicara kepada para reporter. "Dengan rasa penyesalan yang
hampir sama besarnya kami
melaporkan bahwa pemberontakan massal para Dementor Azkaban, yang telah
memperlihatkan penolakan mereka
untuk terus bekerja bagi Kementerian. Kami percaya para Dementor sekarang
menerima perintah dari Lord -- Itu.
'"Kami mendesak masyarakat sihir tetap waspada. Kementerian sekarang
menerbitkan penuntun-penuntun
pertahanan rumah dan pribadi tingkat dasar yang akan dikirimkan secara cumacuma
kepada semua rumah
penyihir dalam bulan mendatang."
'Penyataan Menteri disambut dengan kecemasan dan ketakutan dari komunitas
sihir, yang sampai baru-baru ini
hingga Rabu lalu menerima jaminan Kementerian bahwa "tidak ada kebenaran
apapun dalam rumor-rumor
berkepanjangan bahwa Kau-Tahu-Siapa sedang beroprerasi di antara kita sekali
lagi".
'Detil mengenai kejadian-kejadian yang mengarah pada perubahan haluan
Kementerian masih kabur, walaupun
diyakini bahwa Dia Yang Namanya Tidak Boleh Disebut dan sekumpulan
pengikutnya yang terpilih (dikenal
sebagai Pelahap Maut) masuk ke dalam Kementerian Sihir sendiri pada hari Selasa
malam.
'Albus Dumbledore, yang baru-baru ini dikembalikan ke kedudukan Kepala
Sekolah Sihir Hogwarts, anggota
Konfederasi Penyihir Internasional dan Ketua Penyihir Wizengamot, sampai saat
ini belum bisa diminati komentar,
Beliau telah bersikeras selama setahun belakangan ini bahwa Anda-Tahu-Siapa
belum mati, seperti yang
diharapkan dan diyakini secara luas, melainkan sedang merekrut pengikut sekali
lagi untuk percobaan baru
merebut kekuasaan. Sementara itu, "Anak Laki-Laki yang Bertahan Hidup" --
'Di sana kamu, Harry, aku tahu mereka akan menyeret kamu ke dalamnya
bagaimanapun,' kata Hermione, sambil memandang lewat puncak surat kabar
kepadanya.
Mereka sedang berada di sayap rumah sakit. Harry sedang duduk di ujung tempat
tidur Ron dan mereka berdua sedang mendengarkan Hermione membacakan halaman
depan Sunday Prophet. Ginny, yang mata kakinya telah disembuhkan dengan sekejab
mata oleh Madam Pomfrey, bergelung di kaki ranjang Hermione; Neville, yang
hidungnya juga telah dikembalikan ke ukuran dan bentuk normal, berada di sebuah
kursi di antara kedua tempat tidur; dan Luna, yang telah datang berkunjung,
menggenggam edisi terbaru The Quibbler, sedang membaca majalah itu terbalik dan
tampaknya tidak mendengarkan sepatah katapun yang sedang dikatakan Hermione.
'Dia "anak laki-laki yang bertahan hidup" lagi sekarang, bukan begitu?' kata Ron
dengan muram. 'Bukan tukang pamer yang suka menipu lagi, eh?'
Dia mengambil segenggam penuh Cokelat Kodok dari tumpukan besar di atas
lemari sisi tempat tidurnya, melempar beberapa kepada Harry, Ginny dan Neville dan
merobek pembungkus cokelatnya sendiri dengan giginya. Masih ada bilur dalam di
lengannya tempat tentakel-tentakel otak itu membelitnya. Menurut Madam Pomfrey,
pikiran bisa meninggalkan bekas luka yang lebih dalam daripada hampir semua benda
lain, walaupun sejak dia mulai memakaikan sejumlah besar Minyak Penghilang Dr
Ubbly tampaknya telah ada sedikit perbaikan.
'Ya, mereka memuji-muji kamu sekarang, Harry,' kata Hermione, sambil membaca
sekilas artikel itu. '"Satu-satunya suara kebenaran ... dianggap tidak seimbang, namun
tidak pernah ragu-ragu dalam ceritanya ... dipaksa menanggung ejekan dan fitnah ..."
Hmmm,' katanya, sambil merengut, 'kuperhatikan mereka tidak menyebut fakta
bahwa merekalah yang melakukan semua ejekan dan fitnahan itu di Prophet ...'
Dia mengerenyit sedikit dan meletakkan sebelah tangan ke tulang iganya. Kutukan
yang digunakan Dolohov kepadanya, walaupun kurang efektif daripada seharusnya
kalau dia bisa mengatakan manteranya kuat-kuat, meskipun demikian mengakibatkan,
dengan kata-kata Madam Pomfrey, 'cedera yang cukup parah'. Hermione harus
meminum sepuluh jenis ramuan yang berbeda setiap harinya, membaik dengan cepat,
dan sudah bosan dengan sayap rumah sakit.
'Usaha Terakhir Anda-Tahu-Siapa untuk Mengambil Alih, halaman dua hingga
empat, Apa yang Seharusnya Diberitahu Kementerian Kepada Kita, halaman lima,
Mengapa Tak Seorangpun Mendengarkan Albus Dumbledore, halaman enam hingga
delapan, Wawancara Eksklusif dengan Harry Potter, halaman sembilan ... Well,' kata
Hermione, sambil melipat surat kabar itu dan melemparkannya ke samping, 'jelas
memberi mereka banyak bahan untuk ditulis. Dan wawancara dengan Harry itu tidak
eksklusif, yang satu itu sudah ada di The Quibbler berbulan-bulan lalu ...'
'Daddy jual kepada mereka,' kata Luna dengan tidak jelas, sambil membalikkan
satu halaman The Quibbler. 'Dia juga dapat harga yang sangat bagus, jadi kami akan
pergi pada ekspedisi ke Sweden musim panas ini untuk melihat apakah kami bisa
menangkap seekor Snorckack Tanduk-Kisut.'
Hermione tampaknya bergumul dengan dirinya sendiri sejenak, lalu berkata, 'Itu
kedengarannya menyenangkan.'
Ginny beradu pandang dengan Harry dan mengalihkan pandangannya cepat-cepat,
sambil nyengir.
'Jadi, ngomong-ngomong,' kata Hermione, sambil duduk sedikit lebih tegak dan
mengerenyit lagi, 'apa yang sedang terjadi di sekolah?'
'Well, Flitwick sudah menghilangkan rawa-rawa Fred dan George,' kata Ginny, 'dia
melakukannya dalam waktu sekitar tiga detik. Tapi dia menyisakan sepetak kecil di
bawah jendela dan dia memberi tali di sekitarnya --'
'Kenapa?' kata Hermione, tampak terkejut.
'Oh, dia cuma bilang itu sihir yang sangat bagus,' kata Ginny sambil mengangkat
bahu.
'Kukira dia meninggalkannya sebagai monumen untuk Fred dan George,' kata Ron,
melalui semulut penuh cokelat. 'Mereka mengirim ini semua untukku, kau tahu,' dia
memberitahu Harry, sambil menunjuk pada gunung kecil Kodok di sampingnya.
'Pastilah sukses dari toko lelucon itu, eh?'
Hermione memandang dengan agak mencela dan bertanya, 'Jadi apakah semua
masalahnya sudah berhenti sekarang setelah Dumbledore kembali?'
'Ya,' kata Neville, 'semuanya sudah kembali seperti biasanya.'
'Kurasa Filch senang, bukan?' tanya Ron, sambil menyandarkan sebuah Kartu
Cokelat Kodok yang menggambarkan Dumbledore ke teko airnya.
'Tidak sama sekali,' kata Ginny. 'Sebenarnya dia benar-benar sengsara ...' Dia
merendahkan suaranya menjadi bisikan. 'Dia terus berkata Umbridge hal terbaik yang
pernah terjadi di Hogwarts ...'
Mereka berenam semuanya memandang berkeliling. Profesor Umbridge sedang
berbaring di tempat tidur di seberang mereka, menatap ke atas ke langit-langit.
Dumbledore telah berjalan sendirian ke dalam Hutan untuk menyelamatkannya dari
para centaur; bagaimana caranya -- bagaimana dia muncul dari pohon-pohon sambil
menyokong Profesor Umbridge tanpa satu goresan pun pada dirinya -- tak seorangpun
tahu, dan Umbridge jelas tidak akan cerita. Sejak dia kembali ke kastil dia belum,
sejauh yang mereka tahu, mengucapkan sepatah katapun. Tak seorangpun juga benarbenar
tahu apa yang salah dengan dirinya. Rambut tikusnya yang biasanya rapi sangat
berantakan dan masih ada potongan-potongan ranting dan daun di dalamnya, tetapi
selain itu dia tampak tidak cedera.
'Madam Pomfrey bilang dia cuma terguncang,' bisik Hermoine.
'Lebih seperti merajuk,' kata Ginny.
'Yeah, dia menunjukkan tanda-tanda kehidupan kalau kalian melakukan ini,' kata
Ron, dan dengan lidahnya dia membuat bunyi keletak-keletuk pelan. Umbridge
mendadak duduk tegak, sambil memandang ke sekitarnya dengan liar.
'Ada yang salah, Profesor?' seru Madam Pomfrey, sambil menjulurkan kepalanya
dari pintu kantornya.
'Tidak ... tidak ...' kata Umbridge, sambil terbenam kembali ke bantalnya. 'Tidak,
aku pasti bermimpi ...'
Hermione dan Ginny meredam tawa mereka di seprai.
'Berbicara tentang centaur,' kata Hermione, saat dia sudah pulih sedikit, 'siapa guru
Ramalan sekarang? Apakah Firenze akan tetap tinggal?'
'Dia harus,' kata Harry, 'para centaur lain tidak mau menerimanya kembali, bukan?'
'Tampaknya dia dan Trelawney dua-duanya akan mengajar,' kata Ginny.
'Aku yakin Dumbledore berharap dia bisa menyingkirkan Trelawney untuk
selamanya,' kata Ron, sekarang sedang mengunyah Kodoknya yang keempat belas.
'Kalian ingat, seluruh mata pelajaran itu tidak berguna kalau kalian tanya aku, Firenze
tidak lebih baik ...'
'Bagaimana kamu bisa mengatakan itu?' Hermione menuntut. 'Setelah kita baru saja
menemukan bahwa ada ramalan yang sebenarnya?'
Jantung Harry mulai berpacu. Dia belum memberitahu Ron, Hermione atau
siapapun juga apa isi ramalan itu. Neville telah memberitahu mereka benda itu pecah
saat Harry menariknya menaiki tangga batu di Ruangan Kematian dan Harry belum
mengkoreksi kesan ini. Dia tidak siap melihat ekspresi mereka saat dia memberitahu
mereka bahwa dia harus menjadi pembunuh atau korban, tidak ada cara lain ...
'Sayang ramalan itu pecah,' kata Hermione pelan, sambil menggelengkan
kepalanya.
'Yeah, memang,' kata Ron. 'Tetap saja, setidaknya Kau-Tahu-Siapa juga tidak akan
pernah menemukan apa isinya -- mau ke mana kamu?' dia menambahkan, tampak
terkejut sekaligus kecewa ketika Harry berdiri.
'Er -- ke tempat Hagrid,' kata Harry. 'Kalian tahu, dia baru saja kembali dan aku
janji aku akan ke sana menemuinya dan memberitahu dia bagaimana keadaan kalian.'
'Oh, kalau begitu baiklah,' kata Ron menggerutu, sambil memandang keluar dari
jendela kamar asrama itu ke petak langit biru cerah di baliknya. 'Kuharap kami bisa
ikut.'
'Berikan salam kami kepadanya!' seru Hermione, ketika Harry turun dari bangsal
itu. 'Dan tanya dia apa yang terjadi dengan ... teman kecilnya!'
Harry melambaikan tangannya untuk memperlihatkan dia mendengarnya dan
mengerti ketika dia meninggalkan kamar asrama itu.
Kastil kelihatannya sangat tenang bahkan untuk hari Minggu. Semua orang jelas
sedang berada di luar di halaman sekolah yang cerah, menikmati akhir ujian mereka
dan prospek beberapa hari terakhir semester itu tidak terhambat oleh pengulangan
pelajaran atau pekerjaan rumah. Harry berjalan lambat-lambat menyusuri koridor
yang sepi, sambil mengintip keluar dari jendela; dia bisa melihat orang-orang
bermain-main di air dekat lapangan Quidditch dan sejumlah murid berenang di dalam
danau, ditemani oleh cumi-cumi raksasa.
Dia mendapati sulit untuk memutuskan apakah dia mau berada dekat orang-orang
atau tidak; kapanpun dia mendapat teman dia ingin menjauh dan kapanpun dia
sendirian dia ingin ditemani. Namun, dia mengira dia mungkin sebaiknya pergi
mengunjungi Hagrid, karena dia belum berbicara kepadanya dengan pantas sejak
kembalinya ...
Harry baru saja menuruni anak tangga pualam terakhir ke Aula Depan saat Malfoy,
Crabbe dan Goyle muncul dari sebuah pintu di sebelah kanan yang Harry tahu
mengarah ke ruang duduk Slytherin. Harry terdiam di tempat; begitu pula Malfoy dan
yang lainnya. Satu-satunya suara adalah teriakan, tawa dan ceburan yang masuk ke
Aula dari halaman sekolah melalui pintu-pintu depan yang terbuka.
Malfoy memandang sekilas ke sekeliling -- Harry tahu dia sedang mencari tandatanda
guru -- lalu dia melihat kembali kepada Harry dan berkata dengan suara rendah,
'Mati kau, Potter.'
Harry mengangkat alisnya.
'Lucu,' katanya, 'kau akan mengira aku akan berhenti berjalan ke sana ke mari ...'
Malfoy tampak lebih marah daripada yang pernah dilihat Harry; dia merasakan
semacam kepuasan melihat wajahnya yang pucat dan runcing berubah bentuk karena
marah.
'Kau akan bayar,' kata Malfoy dengan suara yang hampir tidak lebih keras daripada
bisikan. 'Aku akan membuatmu membayar apa yang sudah kamu lakukan pada
ayahku ...'
'Well, aku ngeri sekarang ...' kata Harry dengan kasar. 'Kurasa Lord Voldemort
hanya pemanasan dibandingkan dengan kalian bertiga -- ada apa?' dia menambahkan,
karena Malfoy, Crabbe dan Goyle semuanya tampak terkejut mendengar nama itu.
'Dia sobat ayahmu, bukan? Tidak takut padanya, kalian?'
'Kau kira kau sangat hebat, Potter,' kata Malfoy, maju sekarang, Crabbe dan Goyle
mengapitnya. 'Tunggu saja. Aku akan menghabisimu. Kau tidak bisa memasukkan
ayahku ke dalam penjara --'
'Kukira baru saja kulakukan,' kata Harry.
'Para Dementor sudah meninggalkan Azkaban,' kata Malfoy pelan. 'Dad dan yang
lainnya akan segera keluar ...'
'Yeah, kuduga begitu,' kata Harry. 'Tetap saja, setidaknya semua orang tahu sampah
seperti apa mereka sekarang --'
Tangan Malfoy melayang ke arah tongkatnya, tetapi Harry terlalu cepat baginya;
dia telah mengambil tongkatnya sendiri sebelum jari-jari Malfoy bahkan memasuki
kantong jubahnya.
'Potter!'
Suara itu berdering menyeberangi Aula Depan. Snape telah muncul dari tangga
yang mengarah ke kantornya dan ketika melihatnya Harry merasakan desakan
kebencian melampaui apapun yang dirasakannya terhadap Malfoy ... apapun yang
Dumbledore katakan, dia tidak akan pernah memaafkan Snape ... takkan pernah ...
'Apa yang sedang kamu lakukan, Potter?' kata Snape, sedingin dulu, ketika dia
berjalan kepada mereka berempat.
'Aku sedang mencoba memutuskan kutukan apa yang akan kugunakan pada
Malfoy, sir,' kata Harry dengan garang.
Snape menatapnya.
'Simpan tongkatmu seketika,' dia berkata dengan kaku. 'Sepuluh poin dari Gryff--'
Snape memandang jam pasir raksasa di dinding dan tersenyum mengejek.
'Ah, kulihat tidak ada lagi poin yang tersisa di jam pasir Gryffindor untuk dibuang.
Kalau begitu, Potter, kita hanya harus --'
'Menambah lagi?'
Profesor McGonagall baru saja berjalan menaiki undakan batu ke dalam kastil; dia
membawa tas kotak-kotak di satu tangan dan bersandar hebat ke sebuah tongkat
berjalan dengan tangan lainnya, tetapi selain itu tampak sangat sehat.
'Profesor McGonagall!' kata Snape, sambil berjalan maju. 'Keluar dari St Mungo,
kulihat!'
'Ya, Profesor Snape,' kata Profesor McGonagall, sambil melepaskan mantel
bepergiannya, 'Aku sama sekali sudah sehat. Kalian berdua -- Crabbe -- Goyle --'
Dia memberi isyarat dengan memerintah kepada mereka untuk maju dan mereka
datang sambil menyeret kaki-kaki besar mereka dan tampak canggung.
'Ini,' kata Profesor McGonagall, sambil menyorongkan tasnya ke dada Crabbe dan
mantelnya ke dada Goyle, 'bawa ini ke kantorku.'
Mereka berpaling dan berjalan pergi menaiki tangga pualam.
'Baik kalau begitu,' kata Profesor McGonagall, sambil memandang ke atas kepada
jam pasir di dinding. 'Well, kukira Potter dan teman-temannya harus mendapatkan
lima puluh poin seorang karena menyiagakan dunia atas kembalinya Kau-Tahu-Siapa.
Bagaimana menurut Anda, Profesor Snape?'
'Apa?' kata Snape keras, walaupun Harry tahu dia mendengarnya dengan baik. 'Oh -
- well -- kurasa ...'
'Jadi masing-masing lima puluh untuk Potter, kedua Weasley, Longbottom dan
Miss Granger,' kata Profesor McGonagall, dan hujan batu rubi jatuh ke dasar jam
pasir Gryffindor ketika dia berbicara. 'Oh -- dan lima puluh untuk Miss Lovegood,
kurasa,' dia menambahkan, dan sejumlah batu safir jatuh ke dalam jam pasir
Ravenclaw. 'Sekarang, Anda ingin mengambil sepuluh dari Potter, kukira, Profesor
Snape -- jadi ini dia ...'
Beberapa rubi kembali ke bola bagian atas, walau begitu meninggalkan sejumlah
besar di bagian bawah.
'Well, Potter, Malfoy, kukira kalian seharusnya berada di luar di hari cerah seperti
ini,' Profesor McGonagall meneruskan dengan cepat.
Harry tidak perlu disuruh dua kali -- dia memasukkan tongkatnya kembali ke
bagian dalam jubahnya dan menuju langsung ke pintu-pintu depan tanpa memandang
sekalipun kepada Snape dan Malfoy.
Sinar matahari yang panas mengenainya ketika dia berjalan menyeberangi halaman
sekolah menuju kabin Hagrid. Murid-murid yang berbaring di atas rumput
bermandikan sinar matahari, sambil berbincang-bincang, membaca Sunday Prophet
dan makan permen, memandangnya ketika dia lewat; beberapa memanggilnya, atau
melambai, jelas sangat ingin memperlihatkan bahwa mereka, seperti Prophet, sudah
tahu apa yang terjadi tiga hari yang lalu, tetapi sejauh ini dia menghindari ditanya dan
lebih suka menjaganya terus begitu.
Awalnya dia mengira saat dia mengetuk pintu kabin Hagrid bahwa Hagrid keluar,
tetapi kemudian Fang menyerbu dari sudut dan hampir menggulingkannya karena
antusiasme penyambutannya. Hagrid, ternyata, sedang memungut kacang bersulur di
kebun belakangnya.
'Baik-baik saja, Harry!' katanya, sambil tersenyum, saat Harry mendekati pagar.
'Masuk, masuk, kita akan minum secangkir jus dandelion ...'
'Bagaimana keadaannya?' Hagrid bertanya kepadanya, ketika mereka duduk di
meja kayunya dengan masing-masing segelap jus dingin. 'Kau -- er -- baik-baik saja,
bukan?'
Harry tahu dari tampang kuatir di wajah Hagrid bahwa dia tidak sedang mengacu
pada kesehatan fisik Harry.
'Aku baik,' kata Harry cepat, karena dia tidak sanggung membahas hal yang dia
tahu berada dalam pikiran Hagrid. 'Jadi, ke mana saja kamu?'
'Sembunyi di pegunungan,' kata Hagrid. 'Di gua, seperti Sirius waktu dia --'
Hagrid berhenti, berdehem dengan kasar, memandang Harry, dan minum jusnya
banyak-banyak.
'Ngomong-ngomong, sudah balik sekarang,' dia berkata dengan lemah.
'Kamu -- kamu tampak lebih baik,' kata Harry, yang bertekad menjaga percakapan
itu menjauh dari Sirius.
'Apa?' kata Hagrid, sambil mengangkat sebelah tangannya yang besar dan
merasakan wajahnya. 'Oh -- Oh yeah. Well, Grawpy sudah jauh lebih baik
kelakuannya sekarang, jauh. Tampaknya sangat senang melihatku waktu aku balik,
sejujurnya. Dia anak yang baik, sebenarnya ... Aku telah memikirkan untuk mencoba
temukan teman wanita untuknya, sebenarnya ...'
Harry biasanya akan mencoba membujuk Hagrid keluar dari gagasan ini seketika;
prospek raksasa kedua yang berdiam di Hutan, mungkin lebih liar dan lebih brutal
daripada Grawp, sangat mengkhawatirkan, tetapi entah bagaimana Harry tidak bisa
mengerahkan tenaga yang diperlukan untuk mendebatkan poin itu. Dia mulai
berharap dia sendirian lagi, dan dengan ide mempercepat kepergiannya dia meneguk
jus dandelionnya banyak-banyak beberapa kali, setengah mengosongkan gelasnya.
'Semua orang tahu kau katakan yang sebenarnya sekarang, Harry,' kata Hagrid
pelan dan tak terduga. Dia sedang mengamati Harry dengan seksama. 'Itu pasti lebih
baik, bukan?'
Harry mengangkat bahu.
'Lihat ...' Hagrid mencondongkan badan ke arahnya dari seberang meja, 'Aku kenal
Sirius lebih lama dari kamu ... dia mati dalam pertarunganm dan begitulah cara
kepergian yang diinginkannya --'
'Dia tidak mau pergi sama sekali!' kata Harry dengan marah.
Hagrid menundukkan kepala berewokannya yang besar.
'Tidak, kukira tidak,' katanya dengan pelan. 'Tetap saja, Harry ... dia tidak akan
pernah jadi seseorang yang duduk di rumah dan membiarkan orang lain bertarung.
Dia tidak akan bisa menerima dirinya sendiri kalau dia tidak pergi membantu --'
Harry melompat bangkit.
'Aku harus pergi mengunjungi Ron dan Hermione di sayap rumah sakit,' dia berkata
seperti mesin.
'Oh,' kata Hagrid, tampak agak terganggu. 'Oh ... kalau begitu baiklah, Harry ...
jaga dirimu, dan kembalilah ke sini kalau kamu punya ...'
'Yeah ... benar ...'
Harry menyeberang ke pintu secepat yang dia bisa dan menariknya membuka; dia
berada di luar di bawah sinar matahari lagi sebelum Hagrid selesai mengatakan
selamat tinggal, dan berjalan pergi menyeberangi halaman. Sekali lagi, orang-orang
memanggilnya ketika dia lewat. Dia menutup matanya sejenak, berharap mereka
semua menghilang, sehingga dia bisa membuka matanya dan mendapati dirinya
sendirian di halaman sekolah ...
Beberapa hari yang lalu, sebelum ujiannya selesai dan dia melihat pandangan yang
ditanamkan Voldemort ke dalam pikirannya, dia akan memberikan hampir semuanya
agar dunia sihir tahu dia menceritakan yang sebenarnya, agar mereka percaya bahwa
Voldemort sudah kembali, dan tahu bahwa dia bukan pembohong ataupun orang
sinting. Namun, sekarang ...
Dia berjalan sedikit mengitari danau, duduk di tepinya, terlindung dari tatapan
orang yang lalu-lalang di belakang semak-semak, dan menatap ke air yang berkilauan,
sambil berpikir ...
Mungkin alasan dia ingin sendirian adalah karena dia merasa terisolasi dari semua
orang sejak pembicaraannya dengan Dumbledore. Suatu penghalang yang tidak
tampak telah memisahkan dirinya dari sisa dunia yang lain. Dia -- selalu -- menjadi
orang yang ditandai. Hanya saja dia tidak pernah benar-benar mengerti apa artinya itu
...
Dan duduk di sini di tepi danau, dengan kesedihan berat yang berlarut-larut, dengan
kehilangan Sirius yang baru saja terjadi, dia tidak bisa mengerahkan rasa takut
apapun. Hari itu cerah, dan halaman sekolah di sekelilingnya penuh orang-orang yang
sedang tertawa, dan walaupun dia merasa jauh dari mereka seolah-olah dia berasal
dari ras yang berbeda, masih sangat sulit percaya saat dia duduk di sini bahwa
hidupnya harus melibatkan, atau berakhir dengan, pembunuhan ...
Dia duduk di sana lama, sambil menatap air, mencoba tidak memikirkan ayah
angkatnya atau mengingat bahwa tepat di seberang sinilah, di tepi seberang, Sirius
pernah tumbang sambil mencoba menyingkirkan seratus Dementor ...
Matahari telah terbenam sebelum dia sadar dia kedinginan. Dia bangkit dan
kembali ke kastil, sambil menyeka wajahnya pada lengan bajunya.
Ron dan Hermione meninggalkan sayap rumah sakit sembuh sepenuhnya tiga hari
sebelum akhir semester. Hermione terus menunjukkan tanda-tanda ingin berbicara
tentang Sirius, tetapi Ron cenderung membuat suara mendiamkan setiap kali dia
menyebut namanya. Harry masih tidak yakin apakah dia ingin berbicara mengenai
ayah angkatnya atau tidak; keinginannya berganti-ganti sesuai dengan suasana
hatinya. Namun, dia tahu satu hal: walaupun dia tidak senang pada saat ini, dia akan
sangat merindukan Hogwarts dalam waktu beberapa hari saat dia kembali berada di
Privet Drive nomor empat. Walaupun sekarang dia mengerti benar mengapa dia harus
kembali ke sana setiap musim panas, dia tidak merasa lebih baik mengenainya.
Bahkan, dia belum pernah lebih ketakutan atas kepulangannya.
Profesor Umbridge meninggalkan Hogwarts sehari sebelum akhir semester.
Tampaknya dia keluar diam-diam dari sayap rumah sakit waktu makan siang, jelas
berharap pergi tanpa terdeteksi, tetapi sayangnya bagi dia, dia bertemu Peeves di
tengah jalan, yang meraih kesempatan terakhirnya untuk melakukan seperti yang
diperintahkan Fred, dan mengejarnya dengan senang dari tempat itu sambil
memukulnya bergantian dengan sebuah tongkat berjalan dan sebuah kaus kaki penuh
kapur. Banyak murid berlarian ke Aula Depan untuk menonton dia berlari pergi di
jalan setapak dan Kepala-Kepala Asrama mencoba dengan setengah hati untuk
menahan mereka. Bahkan, Profesor McGonagall terbenam kembali ke kursinya di
meja guru setelah sedikit celaan lemah dan jelas-jelas terdengar menyatakan
penyesalan bahwa dia tidak bisa berlari menyoraki Umbridge sendiri, karena Peeves
meminjam tongkat berjalannya.
Malam terakhir mereka di sekolah tiba; kebanyakan orang telah selesai berkemas
dan sudah menuju pesta perpisahan akhir tahun ajaran, tetapi Harry bahkan belum
mulai.
'Lakukan saja besok!' kata Ron, yang sedang menunggu di pintu kamar asrama
mereka. 'Ayolah, aku kelaparan.'
'Aku tidak akan lama ... begini, kamu pergi saja dulu ...'
Tetapi ketika pintu kamar asrama menutup di belakang Ron, Harry tidak berusaha
mempercepat berkemasnya. Hal terakhir yang ingin dilakukannya adalah menghadiri
Pesta Perpisahan. Dia kuatir Dumbledore akan membuat acuan kepada dirinya dalam
pidatonya. Dia pasti menyebut kembalinya Voldemort; lagipula, dia telah
membicarakan hal itu kepada mereka tahun lalu ...
Harry menarik beberapa jubah kusut keluar dari bagian paling dasar kopernya
untuk memberi ruang bagi jubah-jubah yang terlipat dan, ketika dia berbuat demikian,
memperhatikan sebuah paket yang terbungkus sembarangan tergeletak di salah satu
sudut koper. Dia tidak bisa memikirkan untuk apa paket itu ada di sana. Dia
membungkuk, menariknya keluar dair bawah celananya dan memeriksanya.
Dia menyadari apa itu dalam beberapa detik. Sirius telah memberikannya
kepadanya persis di dalam pintu depan Grimmauld Place nomor dua belas. 'Gunakan
kalau kamu perlu aku, oke?'
Harry merosot ke atas tempat tidurnya dan membuka pembungkus paket itu.
Jatuhlah sebuah cermin kecil persegi. Cermin itu tampak tua; jelas kotor. Harry
memegangnya di depan wajahnya dan melihat bayangannya sendiri memandang balik
kepadanya.
Dia membalikkan cermin itu. Di sisi sebaliknya tercoret catatan dari Sirius.
Ini cermin dua arah, aku punya pasangannya. Kalau kamu perlu
bicara denganku, sebut saja namaku kepada cermin; kamu akan muncul
dalam cerminku dan aku akan bisa berbicara ke dalam cerminmu. James
dan aku dulu menggunakannya waktu kami kena detensi di tempat terpisah.
Jantung Harry mulai berpacu. Dia teringat melihat orang tuanya yang sudah
meninggal di dalam Cermin Tarsah empat tahun yang lalu. Dia akan bisa berbicara
dengan Sirius lagi, sekarang juga, dia tahu itu --
Dia memandang berkeliling untuk memastikan tak ada seorangpun di sana; asrama
itu kosong. Dia memandang balik kepada cermin, mengangkatnya ke depan wajahnya
dengan tangan gemetaran dan berkata, keras dan jelas, 'Sirius.'
Napasnya berkabut di permukaan kaca. Dia memegang cermin itu lebih dekat lagi,
rasa gembira membanjiri dirinya, tetapi mata yang berkedip balik kepadanya melalui
kabut jelas matanya sendiri.
Dia menyeka cermin itu supaya jelas lagi dan berkata, sehingga setiap suku kata
berdering dengan jelas di ruangan itu:
'Sirius Black!'
Tak ada yang terjadi. Wajah frustrasi yang memandang balik dari cermin itu masih,
jelas, wajahnya sendiri ...
Sirius tidak membawa cerminya saat dia melewati atap melengkung itu, kata
sebuah suara kecil di kepala Harry. Itulah sebabnya cermin itu tidak bekerja ...
Harry terdiam sejenak, lalu melemparkan cermin itu kembali ke dalam koper
tempat cermin itu pecah. Dia sudah yakin, selama satu menit penuh, bahwa dia akan
bisa melihat Sirius, berbicara dengannya lagi ...
Kekecewaan membara di tenggorokannya; dia bangkit dan mulai melemparkan
barang-barangnya sembarangan menutupi cermin pecah itu --
Tapi sebuah ide timbul dalam dirinya ... ide yang lebih baik daripada cermin ... ide
yang jauh lebih besar, jauh lebih penting ... kenapa dia belum pernah memikirkannya
sebelumnya -- kenapa dia tidak pernah bertanya?
Dia berlari cepat keluar dari kamar asrama dan menuruni tangga spiral,
menghantam dinding di sepanjang jalan dan hampir tidak memperhatikannya; dia
menderu cepat menyeberangi ruang duduk yang kosong, melalui lubang potret dan
menyusuri koridor, mengabaikan Nyonya Gemuk, yang memanggilnya: 'Pesta sudah
akan dimulai, kau tahu, kau hampir saja terlambat!'
Tetapi Harry tidak berniat menghadiri pesta ...
Kenapa bisa tempat itu penuh hantu saat kau tidak perlu seorang, namun sekarang
...
Dia berlari menuruni tangga-tangga dan menyusuri koridor-koridor dan tak
bertemu siapapun yang hidup maupun mati. Mereka semua, jelas, berada di Aula
Besar. Di luar ruang kelas Jimat dan Guna-Guna dia berhenti, sambil terengah-engah
dan berpikir dengan sedih bahwa dia harus menunggu sampai kemudian, setelah akhir
pesta ...
Tetapi persis ketika dia telah menyerah, dia melihatnya -- seseorang yang tembus
pandang yang melayang menyusuri akhir koridor itu.
'Hei -- hei Nick! NICK!'
Hantu itu menjulurkan kepalanya dari dinding, memperlihatkan topi yang luar biasa
dan kepala yang bergoyang berbahaya milik Sir Nicholas de Mimsy-Porpington.
'Selamat malam,' katanya, sambil menarik sisa tubuhnya dari batu padat dan
tersenyum kepada Harry. 'Kalau begitu, aku bukan satu-satunya yang terlambat?
Walaupun,' dia menghela napas, 'dengan arti yang agak berbeda, tentu saja ...' (Late
selain terlambat, juga bisa diartikan sebagai mendiang)
'Nick, boleh aku tanya sesuatu kepadamu?'
Suatu ekspresi yang sangat aneh timbul di wajah Nick si Kepala-Nyaris-Putus
ketika dia memasukkan sebuah jari ke kerut kaku di lehernya dan menariknya sedikit
lebih tegak, tampaknya untuk memberi dirinya sedikit waktu berpikir. Dia hanya
berhenti saat kepalanya yang terpotong sebagian kelihatannya akan jatuh.
'Er -- sekarang, Harry?' kata Nick, tampak tidak nyaman. 'Tak bisa tunggu sampai
akhir pesta?'
'Tidak -- Nick -- tolong,' kata Harry, 'aku benar-benar butuh berbicara kepadamu.
Bisakah kita masuk ke dalam sini?'
Harry membuka pintu ke ruang kelas terdekat dan Nick si Kepala-Nyaris-Putus
menghela napas.
'Oh, baiklah,' katanya, tampak menyerah. 'Aku tidak bisa berpura-pura belum
menduganya.'
Harry sedang memegang pintu terbuka baginya, tetapi alih-alih dia melayang
melalui dinding.
'Menduga apa?' Harry bertanya, ketika dia menutup pintu.
'Kamu akan datang menjumpaiku,' kata Nick, sekarang meluncur ke jendela dan
melihat keluar pada halaman sekolah yang semakin gelap. 'Terjadi, kadang-kadang ...
saat seseorang menderita ... kemalangan.'
'Well,' kata Harry, menolak dialihkan. 'Kamu benar, aku -- aku datang untuk
menjumpaimu.'
Nick tidak berkata apa-apa.
'Hanya --' kata Harry, yang mendapati ini lebih canggung daripada yang
diharapkannya, 'hanya saja -- kamu sudah mati. Tapi kamu masih ada di sini, bukan?'
Nick menghela napas dan terus menatap keluar ke halaman.
'Itu benar, bukan?' Harry mendesaknya. 'Kamu mati, tapi aku berbicara kepadamu
... kamu bisa berjalan di Hogwarts dan segalanya, bukan?'
'Ya,' kata Nick si Kepala-Nyaris-Putus dengan pelan, 'Aku bisa jalan dan bicara,
ya.'
'Jadi, kamu kembali, bukan?' kata Harry mendesak. 'Orang-orang bisa kembali,
bukan? Sebagai hantu. Mereka tidak harus menghilang sepenuhnya. Well?' dia
menambahkan dengan tidak sabar, saat Nick terus tidak mengatakan apa-apa.
Nick si Kepala-Nyaris-Putus bimbang, lalu berkata, 'Tidak semua orang bisa
kembali sebagai hantu.'
'Apa maksudmu?' kata Harry cepat-cepat.
'Cuma ... cuma penyihir.'
'Oh,' kata Harry, dan dia hampir tertawa karena lega. 'Well, kalau begitu OK, orang
yang kutanyai adalah penyihir. Jadi dia bisa kembali, benar?'
Nick berpaling dari jendela dan memandang Harry dengan sedih.
'Dia tidak akan kembali.'
'Siapa?'
'Sirius Black,' kata Nick.
'Tapi kau kembali!' kata Harry dengan marah. 'Kau kembali -- kamu sudah mati dan
kamu tidak menghilang --'
'Para penyihir bisa meninggalkan jejak mereka di atas bumi, untuk berjalan tempat
diri mereka yang masih hidup dulu berjalan,' kata Nick dengan sengsara. 'Tapi sangat
sedikit penyihir yang memilih jalan itu.'
'Kenapa tidak?' kata Harry. 'Lagipula -- tidak masalah -- Sirius tidak akan peduli
kalau itu tidak biasa, dia akan kembali, aku tahu itu!'
Dan begitu kuatnya keyakinannya, Harry bahkan memalingkan kepalanya untuk
memeriksa pintu, yakin, selama sepersekian detik, bahwa dia akan melihat Sirius,
seputih mutiara dan tembus pandang tetapi tersenyum, berjalan melalui pintu itu ke
arahnya.
'Dia tidak akan kembali,' ulang Nick. 'Dia pasti sudah ... pergi.'
'Apa maksudmu, "pergi"?' kata Harry cepat. 'Pergi ke mana? Dengar -- apa yang
terjadi waktu kamu mati? Ke mana kamu pergi? Kenapa tidak semua orang kembali?
Kenapa tempat ini tidak penuh hantu? Kenapa --?'
'Aku tidak bisa menjawab,' kata Nick.
'Kamu sudah mati, bukan?' kata Harry dengan putus asa. 'Siapa yang bisa
menjawab lebih baik dari kamu?'
'Aku takut pada kematian,' kata Nick dengan lembut. 'Aku memilih tetap tinggal.
Aku kadang-kadang bertanya-tanya apakah seharusnya tidak kulakukan ... well, tidak
di sini maupun di sana ... nyatanya, aku tidak di sini maupun di sana ...' Dia
memberikan kekeh kecil yang sedih. 'Aku tidak tahu apa-apa tentang rahasia
kematian, Harry, karena aku memilih tiruan hidupku yang lemah sebagai gantinya.
Aku percaya para penyihir yang berpendidikan mempelajari masalah itu di
Departemen Misteri --'
'Jangan bicarakan tempat itu denganku!' kata Harry dengan garang.
'Aku minta maaf tidak bisa lebih membantu,' kata Nick lembut. 'Well ... well, aku
permisi dulu ... pesta, kau tahu ...'
Dan dia meninggalkan ruangan, meninggalkan Harry di sana sendirian, menatap
hampa ke dinding tempat Nick baru menghilang.
Harry merasa hampir seolah-olah dia telah kehilangan ayah angkatnya sekali lagi
karena kehilangan harapan bahwa dia mungkin akan bisa melihat atau berbicara
kepadanya lagi. Dia berjalan lambat-lambat dan dengan merana kembali naik di kastil
kosong itu, bertanya-tanya apakah dia akan pernah merasa ceria lagi.
Dia telah berbelok di sudut menuju koridor Nyonya Gemuk saat dia melihat
seseorang di depan sedang memasang sebuah catatan ke papan di dinding. Pandangan
kedua memperlihatkan kepadanya itu Luna. Tidak ada tempat persembunyian yang
baik di dekat situ, dia pasti telah mendengar langkah-langkah kakinya, dan
bagaimanapun, Harry hampir tidak bisa mengerahkan tenaga untuk menghindari
siapapun saat itu.
'Halo,' kata Luna samar-samar, sambil memandang sekilas kepadannya ketika dia
mundur dari pengumuman itu.
'Kenapa kamu tidak menghadiri pesta?' Harry bertanya.
'Well, aku kehilangan hampir semua barang-barangku,' kata Luna dengan tenang.
'Orang-orang mengambilnya dan menyembunyikannya, kau tahu. Tapi karena ini
malam terakhir, aku benar-benar butuh barang-barang itu kembali, jadi aku memasang
pengumuman.'
Dia memberi isyarat ke papan pengumuman itu, benar juga, di atasnya dia telah
menyematkan daftar buku-buku dan pakaiannya yang hilang, dengan permintaan akan
pengembalian barang-barang itu.
Suatu perasaan aneh timbul dalam diri Harry, suatu emosi yang sangat berbeda dari
rasa marah dan duka yang telah memenuhinya sejak kematian Sirius. Beberapa saat
kemudian barulah dia sadar bahwa dia merasa kasihan kepada Luna.
'Kenapa orang-orang menyembunyikan barang-barangmu?' dia bertanya
kepadanya, sambil merengut.
'Oh ... well ...' dia mengangkat bahu. 'Kukira mereka berpikir aku agak aneh, kau
tahu. Nyatanya, beberapa orang memanggilku "Loony" Lovegood.'
Harry memandangnya dan perasaan kasihan yang baru mendalam agak
menyakitkan.
'Itu bukan alasan bagi mereka untuk mengambil barang-barangmu,' dia berkata
dengan datar. 'Apakah kamu perlu bantuan menemukannya?'
'Oh, tidak,' dia berkata, sambil tersenyum kepadanya. 'Barang-barang itu akan
kembali, selalu begitu pada akhirnya. Hanya saja aku mau berkemas malam ini.
Ngomong-ngomong ... kenapa kamu tidak menghadiri pesta?'
Harry mengangkat bahu. 'Tidak ingin.'
'Tidak,' kata Luna, sambil mengamatinya dengan mata menonjol yang anehnya
kuyu. 'Kukira tidak. Pria itu yang dibunuh para Pelahap Maut adalah ayah angkatmu,
bukan? Ginny bilang padaku.'
Harry mengangguk singkat, tetapi mendapati bahwa karena alasan tertentu dia tidak
keberatan Luna berbicara tentang Sirius. Dia baru saja ingat bahwa Luna juga bisa
melihat Thestral.
'Apakah kamu pernah ...' dia mulai. 'Maksudku, siapa ... apakah seseorang yang
kamu kenal pernah mati?'
'Ya,' kata Luna dengan sederhana, 'ibuku. Dia penyihir yang sangat luar biasa, kau
tahu, tapi dia suka bereksperimen dan salah satu manteranya salah arah suatu hari.
Aku berumur sembilan tahun.'
'Aku ikut berduka,' Harry bergumam.
'Ya, agak mengerikan,' kata Luna dengan nada berbincang-bincang. 'Aku masih
merasa sangat sedih mengenainya kadang-kadang. Tapi aku masih punya Dad. Dan
lagipula, bukannya seolah-olah aku tidak akan pernah bertemu Mum lagi, benar 'kan?'
'Er -- bukan begitu?' kata Harry dengan tidak pasti.
Dia menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya.
'Oh, ayolah. Kamu mendengar mereka, persis di balik tudung, bukan?'
'Maksudmu ...'
'Di ruangan itu yang ada atap melengkungnya. Mereka cuma sembunyi dari
penglihatan, itu saja. Kau dengar mereka.'
Mereka saling berpandangan. Luna sedang tersenyum sedikit. Harry tidak tahu apa
yang harus dikatakan, atau dipikirkan; Luna percaya begitu banyak hal yang luar
biasa ... namun dia yakin dia juga telah mendengar suara-suara dari balik tudung itu.
'Apakah kamu yakin kamu tidak mau aku membantumu mencari barangbarangmu?'
katanya.
'Oh, tidak,' kata Luna. 'Tidak, kukira aku hanya akan turun dan makan sedikit
puding dan menunggu semuanya muncul ... selalu begitu pada akhirnya ... well,
semoga liburanmu menyenangkan, Harry.'
'Yeah ... yeah, kamu juga.'
Luna berjalan menjauh darinya dan, ketika dia memperhatikannya pergi, dia
mendapati berat mengerikan dalam perutnya tampaknya telah berkurang sedikit.
Perjalanan pulang di atas Hogwarts Express keesokan harinya penuh kejadian
dalam beberapa cara. Pertama-tama Malfoy, Crabbe dan Goyle, yang jelas telah
menunggu sepanjang minggu mencari peluan guntuk menyerang tanpa disaksikan
guru-guru, mencoba menyergap Harry tiba-tiba di tengah kereta api ketiak dia
kembali dari toilet. Penyerangan itu mungkin berhasil kalau bukan karena fakta
bahwa mereka dengan tidak bijaksana memilih melakukannya tepat di luar sebuah
kompartemen yang penuh anggota DA, yang melihat apa yang sedang terjadi melalui
kaca dan bangkit bersatu untuk menolong Harry. Pada saat Ernie Macmillan, Hannah
Abbot, Susan Bones, Justin Finch-Fletchey, Anthony Goldstein dan Terry Boot telah
selesai menggunakan beragam guna-guna dan kutukan yang telah Harry ajarkan
kepada mereka, Malfoy, Crabbe dan Goyle menyerupai tiga siput raksasa yang
tertekan ke dalam seragam Hogwarts sementara Harry, Ernie dan Justin mengangkat
mereka ke atas rak bagasi dan meninggalkan mereka di sana untuk menetes-netes.
'Aku harus bilang, aku sangat ingin melihat wajah ibu Malfoy saat dia turun dari
kereta api,' kata Ernie, dengan sedikit kepuasan, selagi dia mengamati Malfoy
menggeliat di atasnya. Ernie belum benar-benar mengatasi kemarahannya kepada
Malfoy karena mengurangi nilai dari Hufflepuff selama masa jabatannya yang singkat
sebagai anggota Regu Penyelidik.
'Namun, ibu Goyle akan sangat senang,' kata Ron, yang telah datang menyelidiki
sumber keributan itu. 'Dia jauh lebih tampan sekarang ... ngomong-ngomong, Harry,
troli makanan baru saja berhenti kalau kamu mau sesuatu ...'
Harry berterima kasih kepada yang lainnya dan menemani Ron kembali ke
kompartemen mereka sendiri, di mana dia membeli setumpuk besar bolu kuali dan pai
labu. Hermione sedang membaca Daily Prophet lagi, Ginny sedang mengisi kuis di
The Quibbler dan Neville sedang membelai Mimbulus mimbletonianya, yang telah
tumbuh banyak sepanjang tahun itu dan sekarang membuat suara menyanyi aneh saat
disentuh.
Harry dan Ron menghabiskan sebagian besar waktu di perjalanan itu dengan
bermain catur penyihir sementara Hermione membacakan potongan-potongan dari
Prophet. Koran itu sekarang penuh artikel tentang bagaimana memukul mundur
Dementor, usaha-usaha Kementerian untuk menemukan para Pelahap Maut dan suratsurat
histeris yang mengklaim bahwa penulisnya telah melihat Lord Voldemort
berjalan melewati rumah mereka pagi itu juga ...
'Belum benar-benar mulai,' Hermione menghela napas dengan murung, sambil
melipat suratkabar itu lagi. 'Tapi tidak akan lama lagi sekarang ...'
'Hei, Harry,' kata Ron pelan, sambil mengangguk ke arah jendela kaca ke koridor.
Harry memandang berkeliling. Cho sedang lewat, ditemani Marietta Edgecombe,
yang memakai topi yang menutupi wajah. Matanya dan mata Cho beradu sejenak.
Cho merona dan terus berjalan. Harry memandang kembali ke papan catur tepat
waktu untuk melihat salah satu pionnya dikejar dari petaknya oleh menteri Ron.
'Ngomong-ngomong, apa -- er -- yang terjadi antara kamu dengan dia?' Ron
bertanya pelan.
'Tidak ada,' kata Harry sejujurnya.
'Aku -- er -- dengar dia sedang kencan dengan orang lain sekarang,' kata Hermione
ingin melihat reaksinya.
Harry terkejut mendapati bahwa informasi ini tidak menyakitkan sama sekali. Ingin
mengesankan Cho tampaknya berada di masa lalu yang tidak berhubungan dengannya
lagi; seperti apa yang diinginkannya sebelum kematian Sirius terasa akhir-akhir ini ...
minggu yang telah berlalu sejak dia melihat Sirius terakhir kalinya tampaknya jauh,
jauh lebih lama; minggu itu terentang di dua alam, yang satu dengan Sirius di
dalamnya, dan yang lainnya tanpa Sirius.
'Kau bagus keluar dari itu, sobat,' kata Ron bertenaga. 'Maksudku, dia sangat cantik
dan segalanya, tapi kamu ingin seseorang yang sedikit lebih ceria.'
'Dia mungkin cukup ceria untuk kencan dengan orang lain,' kata Harry, sambil
mengangkat bahu.
'Ngomong-ngomong, dengan siapa dia sekarang?' Ron bertanya kepada Hermione,
tetapi Ginny yang menjawab.
'Michael Corner,' katanya.
'Michael -- tapi --' kata Ron, sambil menjulurkan lehernya untuk menatapnya. 'Tapi
kamu yang kencan dengannya!'
'Tidak lagi,' kata Ginny dengan tegas. 'Dia tidak suka Gryffindor mengalahkan
Ravenclaw di Quidditch, dan jadi sangat merajuk, jadi kucampakkan dia dan dia lari
mencari penghiburan pada Cho.' Dia menggaruk hidungnya sambil melamun dengan
ujung pena bulunya, membalikkan The Quibbler dan mulai menandai jawabannya.
Ron tampak sangat senang.
'Well, aku selalu mengira dia agak idiot,' katanya, sambil menyodok ratunya maju
ke benteng Harry yang gemetaran. 'Bagus untukmu. Pilih saja seseorang yang -- lebih
baik -- lain kali.'
Dia memberi Harry pandangan sembunyi-sembunyi secara aneh saat dia
mengatakannya.
'Well, aku sudah memilih Dean Thomas, apakah kamu akan mengatakan dia lebih
baik?' tanya Ginny dengan samar.
'APA?' teriak Ron, sambil membalikkan papan caturnya. Crookshanks meloncat
mengejar bidak-bidaknya dan Hedwig dan Pigwidgeon bercicit-cicit dan beruhu
dengan marah dari atas kepala.
Saat kereta melambat mendekat ke King's Cross, Harry berpikir dia tidak akan
pernah lebih tidak ingin meninggalkannya. Dia bahkan bertanya-tanya sekilas apa
yang akan terjadi kalau dia sama sekali menolak turun, melainkan tetap duduk di sana
dengan keras kepala sampai satu September, saat kereta itu membawanya kembali ke
Hogwarts. Namun, ketika kereta akhirnya diam, dia mengangkat sangkar Hedwig
turun dan bersiap-siap menyeret kopernya dari kereta seperti biasa.
Namun, saat pemeriksa tiket memberi tanda kepada Harry, Ron dan Hermione
bahwa sudah aman untuk melewati rintangan sihir antara peron sembilan tiga
perempat dan sepuluh, dia menemukan kejutan menantinya di sisi lain: sekelompok
orang yang berdiri di sana untuk menyambutnya yang sama sekali tidak diduganya.
Ada Mad-Eye Moody, tampak sangat menyeramkan dengan topinya tertarik rendah
menutupi mata sihirnya seperti yang akan terlihat tanpa topi itu, tangannya yang
berbonggol-bonggol menggenggam sebuah tongkat panjang, tubuhnya terbungkus
dalam sebuah mantel bepergian yang sangat besar. Tonks berdiri tepat di
belakangnya, rambut merah-jambu-permen-karetnya berkilauan di sinar matahari
tampak dari kaca kotor langit-langit stasiun, mengenakan celana jins yang banyak
tambalan dan kaus ungu terang bertuliskan The Weird Sisters. D i sebelah Tonks ada
Lupin, wajahnya pucat, rambutnya kelabu, mantel panjang tipis menutupi sweater dan
celana lusuh. Di depan kelompok itu berdiri Mr dan Mrs Weasley, berpakaian dengan
pakaian Muggle terbaik mereka, dan Fred dan George, yang keduanya mengenakan
jaket baru dari sejenis bahan bersisik yang menyeramkan, berwarna hijau.
'Ron, Ginny!' panggil Mrs Weasley, sambil bergegas maju dan memeluk anakanaknya
dengan erat. 'Oh, dan Harry sayang -- bagaimana keadaanmu?'
'Baik,' bohong Harry, ketika dia menariknya ke pelukan erat. Lewat bahunya dia
melihat Ron melongo pada pakaian baru si kembar.
'Seharusnya apa itu?' dia bertanya, sambil menunjuk ke jaketnya.
'Kulit naga terbaik, 'dik' kata Fred, sambil menyentuh sedikit risletingnya. 'Bisnis
berkembang pesat dan kami pikir kami akan memberi hadiah kepada diri sendiri.'
'Halo, Harry,' kata Lupin, ketika Mrs Weasley melepaskan Harry dan berpaling
untuk menyambut Hermione.
'Hai,' kata Harry. 'Aku tidak menduga ... apa yang sedang kalian semua lakukan di
sini?'
'Well,' kata Lupin dengan senyum kecil, 'kami kira kami akan berbincang-bincang
sedikit dengan bibi dan pamanmu sebelum membiarkan mereka membawamu pulang.'
'Aku tak tahu apakah itu ide yang bagus,' kata Harry seketika.
'Oh, kukira begitu,' geram Moody, yang telah terpincang-pincang mendekat. 'Itu
mereka, bukan, Potter?'
Dia menunjuk dengan jempolnya lewat bahunya; mata sihirnya jelas sedang
mengintip melalui belakang kepalanya dan topinya. Harry mencondongkan badan
sekitar satu inci ke kiri untuk melihat ke mana Mad-Eye menunjuk dan di sana, benar
juga, ada tiga orang anggota keluarga Dursley, yang tampak benar-benar terkesima
melihat komite penyambutan Harry.
'Ah, Harry,' kata Mr Weasley, sambil berpaling dari orang tua Hermione, yang baru
saja disapanya dengan antusias, dan sekarang sedang bergantian memeluk Hermione.
'Well -- kalau begitu, haruskah kita lakukan?'
'Yeah, kurasa begitu, Arthur,' kata Moody.
Dia dan Mr Weasley memimpin menyeberangi stasiun menuju keluarga Dursley,
yang tampaknya terpaku ke lantai. Hermoine melepaskan dirinya dengan lembut dari
ibunya untuk bergabung dengan kelompok itu.
'Selamat sore,' kata Mr Weasley dengan menyenangkan kepada Paman Vernon
ketika dia berhenti tepat di hadapannya. 'Anda mungkin ingat saya, namaku Arthur
Weasley.'
Karena Mr Weasley telah menghancurkan sebagian besar ruang tamu keluarga
Dursley dengan seorang diri dua tahun sebelumnya, Harry akan sangat terkejut kalau
Paman Vernon telah melupakannya. Benar juga, Paman Vernon berubah warna dan
melotot kepada Mr Weasley, tetapi memilih tidak mengatakan apa-apa, sebagian,
mungkin, karena keluarga Dursley kalah jumlah dua banding satu. Bibi Petunia
tampak takut sekaligus malu; dia terus memandang ke sekitar, seolah-olah ngeri
seseorang yang dikenalnya akan melihatnya dengan orang-orang seperti ini.
Sementara itu, Dudley kelihatannya sedang berusaha terlihat kecil dan tidak berarti,
suatu hal yang sama sekali gagal dilakukannya.
'Kami pikir kami hanya akan berbicara beberapa patah kata dengan Anda mengenai
Harry,' kata Mr Weasley, masih tersenyum.
'Yeah,' geram Moody. 'Tentang bagaimana dia diperlakukan waktu dia berada di
tempatmu.'
Kumis Paman Vernon kelihatannya tegak karena marah. Mungkin karena topi yang
dikenakannya memberi kesan salah bahwa dia sedang berurusan dengan orang yang
punya perhatian yang sama, dia berbicara kepada Moody.
'Saya tidak sadar kalau apa yang terjadi di dalam rumahku itu urusan Anda --'
'Kuduga apa yang tidak kau sadari akan bisa mengisi beberapa buku, Dursley,'
geram Moody.
'Ngomong-ngomong, itu bukan intinya,' sela Tonks, yang rambut merah jambunya
tampaknya menyinggung Bibi Petunia lebih dari semua yang lainnya, karena dia
menutup matanya daripada memandangnya. 'Intinya adalah, kalau kami mendapati
kalian bersikap mengerikan kepada Harry --'
'-- Dan jangan salah, kami akan mendengarnya,' tambah Lupin dengan
menyenangkan.
'Ya,' kata Mr Weasley, 'bahkan kalau kamu tidak mengizinkan Harry menggunakan
feliton --'
'Telepon,' bisik Hermione.
'-- Yeah, kalau kami dapat petunjuk apapun bahwa Potter diperlakukan dengan
tidak benar dalam cara apapun, kalian harus menghadapi kami,' kata Moody.
Paman Vernon menggembung tidak menyenangkan. Rasa terhinanya tampaknya
bahkan lebih berat dari ketakutannya pada kelompok orang aneh ini.
'Apakah Anda sedang mengancam saya, sir?' dia berkata, begitu keras sehingga
orang-orang yang lalu-lalang bahkan berpaling untuk menatap.
'Ya, memang,' kata Mad-Eye, yang tampaknya agak senang Paman Vernon telah
mengerti fakta ini begitu cepatnya.
'Dan apakah aku tampak seperti laki-laki yang bisa diintimidasi?' gertak Paman
Vernon.
'Well ...' kata Moody, sambli mendorong ke belakang topinya untuk
memperlihatkan mata sihirnya yang berputar menyeramkan. Paman Vernon melompat
mundur ketakutan dan menubruk sebuah troli bagasi dengan menyakitkan. 'Ya, aku
harus bilang kamu memang begitu, Dursley.'
Dia berpaling dari Paman Vernon untuk mengamati Harry.
'Jadi, Potter ... teriak pada kami kalau kamu butuh kami. Kalau kami tidak dengar
kabar darimu tiga hari berturut-turut, kami akan mengirimkan seseorang ke sana ...'
Bibi Petunia merengek memilukan. Tak mungkin lebih jelas lagi bahwa dia sedang
memikirkan apa yang akan dikatakan para tetangga kalau mereka melihat orang-orang
ini berbaris ke jalan kebunnya.
'Kalau begitu, selamat tinggal, Potter,' kata Moody, sambil memegang bahu Harry
sejenak dengan tangannya yang berbonggol.
'Jaga dirimu, Harry,' kata Lupin pelan. 'Terus berhubungan.'
'Harry, kami akan membawamu dari sana secepat kami bisa,' Mrs Weasley
berbisik, sambil memeluknya lagi.
'Kami akan segera menemuimu, sobat,' kata Ron dengan gelisah, sambil menjabat
tangan Harry.
'Benar-benar secepatnya, Harry' kata Hermione bersemangat. 'Kami janji.'
Harry mengangguk. Dia entah bagaimana tidak bisa menemukan kata-kata untuk
memberitahu mereka apa artinya itu baginya, melihat mereka semua berkumpul di
sana, di sampingnya. Alih-alih, dia tersenyum, mengangkat sebelah tangan
mengucapkan selamat tinggal, berpaling dan memimpin jalan keluar dari stasiun ke
jalan yang diterangi sinar matahari, dengan Paman Vernon, Bibi Petunia dan Dudley
bergegas mengikutinya.
TAMAT