Tak ada jalan lain Buyung selain pura-pura tak mengertiapa yang dimaksud oleh Sutan, dan kembali mukanya merah,dan orang-orang lain tertawa."Memang Buyung mesti lekas kawin, supaya dia mengertihidup sedikit," kata Sanip.Muka Buyung tambah merah, dan sekali ini Sutan melihatair mukanya. Sutan tertawa lebih besar lagi dan menunjukkepada Buyung sambil berkata: "Lihat si Buyung. Merahmukanya. Engkau masih perawan ya?" katanya menggangu.Buyung tak tahan rasanya mendengar gangguan mereka.Dia segera memperbaiki duduk keranjangnya yang penuhberisi damar, dan pergi cepat ke sungai."Aku hendak mandi dulu dan mengambil air sembahyang,"katanya. Dia berjalan menuju ke sungai dituruti oleh tawakawan-kawannya dan teriakan Sutan dan Talib dan Sanipmengganggunya.Ketika mandi, pikiran dan hati Buyung kacau. Mengingatapa yang terjadi tadi pagi menimbulkan rasa bahagia dan rasatakut, dan rasa senang, dan keragu-raguan dalam dirinya.Berdosakan dia? Ya, dia telah berdosa. Terang dalampelajaran agamanya mengatakan, bahwa apa yang telahdilakukannya adalah dosa. Dia telah berzinah. Dosa besar,yang hukumannya adalah neraka. Akan tetapi anehnya, dalamdirinya dia tak merasa terlalu berdosa. Malahan, diamerasakan satu kesenangan, satu kegembiraan hidup yangtak pernah dirasakannya selama ini. Dan lebih aneh lagi bagidirinya, ialah dia dapat berbuat demikian, tanpa mengganguperasannya tentang Zaitun. Dia merasa bahwa apa yangterjadi antara dirinya dengan Siti Rubiyah adalah sesuatu yangwajar, yang harus terjadi, dan telah ditakdirkan harus terjadidemikian. Dia masih dapat merasakan panas badan SitiRubiyah. Dan napasnya yang hangat. Seluruh badannya terasapanas kembali mengingat perempuan muda itu.Perasaan tidak berdosanya diperkuat pula oleh cerita SitiRubiyah tentang kejahatan-kejahatan Wak Hitam. Kemudian,sesudahnya, ketika mereka berbaring di bawah pohon di baliktabir belukar, Siti Rubiyah berbantalkan dadanya, danmenceritakan kepadanya semua kejahatan Wak Hitam. Kinipun dia masih ngeri mendengarnya.Siti Rubiyah bercerita, bahwa Wak Hitam suka membuatkanracun yang dijualnya kepada orang-orang yang datangmemintanya untuk membunuh musuh-musuh mereka,dibuatnya dari kotoran manusia yang dicampur dengan bulubambu, disuruhnya mencampurkan ke dalam kopi ataumakanan orang yang akan diracun. Dia juga membuat gunaguna,ada yang dibuat dari kotoran kuku atau kotoran orangyang hendak memakai guna-guna itu, dari rambut perempuanyang hendak diguna-guna, dan ada pula yang dia tidakmengerti. Ingatkah kakak, tanyanya, orang-orang yangberangkat waktu kakak datang bermalam? Orang-orang yangberbaju hitam dan tidak banyak bercakap-cakap? Ya, Buyungingat sekali. Orang-orang itu telah beberapa kali datang kesana, ada tiga kali dalam waktu tiga bulan, dan tiap kalidatang membawa uang atau barang-barang emas untuk WakHitam. Kata Wak Hitam dia berdagang bersama-sama mereka.Tetapi kelihatan padaku, kata Siti Rubiyah, mereka bukanpedagang sama sekali. Buyung pun merasa demikian, merekasama sekali bukan pedagang, malahan lebih banyakmerupakan penyamun.Tidak, dia tak merasa terlalu berdosa. Malahan dia merasagembira. Dia lelah dapat memberikan kebahagiaan pula padaSiti Rubiyah, seperti Siti Rubiyah telah memberikankebahagiaan padanya. Dia mengatakan kepada Siti Rubiyah,supaya Siti Rubiyah menunggu di ladang dahulu. Jika dia telahmenjual damar, maka dia akan datang kembali ke huma,pura-pura hendak berburu. Dan sementara itu mereka akanmencari jalan ke luar, bagaimana Siti Rubiyah dapatdiselamatkan dari Wak Hitam. Dalam hatinya Buyungberharap, siapa tahu dalam waktu dua atau tiga minggu yangakan datang, Wak Hitam akan mati karena penyakitnya. Makadengan sendirinya Siti Rubiyah akan terlepas dari siksaan WakHitam, dan dia sendiri tak perlu berbuat sesuatu apa lagi.Tiba-tiba dia teringat pada Zaitun. Ah, berat jugaperasaannya. Apa yang telah dilakukannya, tak dapatdibantahnya adalah mengkhianati cintanya terhadap diriZaitun. Akan tetapi apa dayanya? Dia telah melakukannyaseakan di luar kehendak sadarnya sendiri, seakan adadorongan tenaga gaib yang amal kuat dan yang tidak kuasadia lawan. Engkau telah mengikuti bisikan setan bahwanafsumu, suara kecil berkata dalam hatinya. Apa dayakuterhadapnya, katanya pada dirinya membenarkanperbuatannya. Tak seorang manusia juga dapat melawannasib yang diturunkan Tuhan terhadap dirinya. Sudah takdir.Hatinya senang sedikit dengan bujukan sendiri ini, tetapikemudian timbul pula keraguan hatinya. Bagaimana jika nantiternyata Wak Hitam tidak mati dan masih hidup? Dia tidakdapat membawa Siti Rubiyah begitu saja, dan apakah diahendak kawin dengan Siti Rubiyah? Bagaimana denganZaitun? Dan bagaimana dengan janjinya dengan Siti Rubiyahhendak melepaskannya dari cengkeraman Wak Hitam?Dengan tiba-tiba Buyung merasa, bahwa dia telahmelakukan sesuatu, yang melontarkannya ke dalam sebuahpersoalan yang jauh lebih besar dari yang diduganya semula,sebuah persoalan yang dia mungkin tak sanggup akanmenyelesaikan atau mengatasinya. Baru dia mulai mengerti,bahwa hidup dan hubungan manusia tak semudah sepertiyang disangka hati mudanya. Dan perlahan-lahan mulai timbulpula sedikit rasa menyesal dalam dirinya, mengapa diaberbuat demikian? Bukankah Siti Rubiyah istri orang lain?Mengapa dia harus mencampuri soal-soal orang lain? Tidakkahlebih baik jika dia menjauhi campur tangan dan janganmemikirkan soal-soal orang lain? Apa perdulinya dengan nasiborang lain? Bukankah lebih mudah jika dia hanya membatasidirinya pada cintanya pada Zaitun saja, dan memikirkankebahagiaan dan penghidupan mereka berdua? hatinya jadisusah.Akan tetapi pertanyaan-pertanyaan ini pun tak dapatdijawabnya dengan mudah. Karena dia pun merasa, danteringat akan segala cerita penderitaan Siti Rubiyah, bahwadia tak dapat bersikap tak acuh terhadap penderitaan oranglain. Dia ingat kembali perasaannya mendengar pengaduanSiti Rubiyah, dan dia kembali merasakan kezaliman yangdilakukan Wak Hitam terhadap Siti Rubiyah, dan dia kembalimerasa, bahwa wajib bagi setiap orang untuk melawankezaliman seseorang terhadap orang lain. Meskipun kezalimanitu tidak ditimpakan atas dirinya sendiri.Tetapi mengapa hatimu masih ragu dan seakan taksenang? Buyung mencoba memeriksa hatinya. Yang terang,dia tak berniat hendak kawin dengan Siti Rubiyah. Dia tetapcinta dan ingin berumah tangga dengan Zaitun. Apakah yangdiharapkan Siti Rubiyah dari padanya? Agar diamelepaskannya saja dari cengkeraman Wak Hitam? Atau'jugaagar kemudian dia mengawininya? Akan tetapi mereka takpernah berbicara tentang hendak kawin. Siti Rubiyah pun takpernah menyentuh soal ini. Jadi ini bukan persoalan. Hanyapikirannya sendiri yang membawa masuk persoalan ini,mengapa dia sampai berpikir demikian?Sungguh Buyung merasa bingung, perasaannyabercampur-campur antara harap dan cemas, ragu dan takut,senang dan tak senang, dan dia amat ingin dirinya bukanseorang muda yang kebingungan yang untuk pertama kalinyamelakukan sesuatu yang didorongkan oleh birahi badan danhatinya, akan tetapi seorang tua yang berpengalaman yangmungkin dapat menilai semua ini dengan lebih tenang danbijaksana.Dan kepada siapa dia akan meminta nasihat?Dia tak berani menceritakan kepada siapa pun juga, biardia sampai digantung, tentang apa yang telah terjadi.Bagaimana rasa kasihannya terhadap perempuan mudayang kesepian dan malang itu dapat membawanya padakeadaan pelik serupa ini? Mengapa hasratnya hendakmenolong seorang yang ditimpa kezaliman dapatmembawanya ke dalam kesusahan? Dia tidak mengertimengapa terjadi seperti ini. Disangkanya orang yang berbuatperbuatan ksatria akan berbahagia lerus. Memang bersalahbenarkah dia telah menurutkan nafsu birahinya? Akan tetapiapakah dia salah berbuat demikian? Bukankah dia takmemaksa Siti Rubiyah dan tak pernah mencoba untukmenggoda Siti Rubiyah? Selintas pun tak ada masuk ke dalamkepalanya untuk berbuat demikian dengan Siti Rubiyah. Takada perasaan yang bukan-bukan dalam hatinya. Dia pun tahu,bahwa orang yang baik-baik tak boleh mempunyai pikiran danperasaan demikian terhadap istri orang lain. Bukan sajadilarang oleh agama, akan tetapi adat istiadat, sopan santun,akal sehat, budi baik, semuanya melarang yang demikian.Akan tetapi apa yang terjadi antara dia dengan Siti Rubiyahnampaknya tak ubahnya seperti air yang mengalir turun,mencari tanah rendah mengalir seperti hukum alam yang telahmenentukannya, dan baik Siti Rubiyah maupun dia takberkuasa menahannya. Salahkah mereka telah mengikutihukum alam?Buyung terkejut terbangun dari pikiran-pikiran yang datangbergelombang-gelombang menggodanya, ketika mendengarSutan memanggil namanya."Buyung, Buyuuuuung! Mari cepat, magrib sudah tiba!Mengapa engkau selama itu di air?"Dengan cepat-cepat dia mengeringkan badannya,mengambil air sembahyang dan bergegas ke pondok mereka.Dia girang, karena tak ada waktu bagi Sutan atau kawankawannyayang lain untuk memperhatikan keragu-raguanyang mungkin tercermin di mukanya, karena mereka terussembahyang magrib bersama-sama.Pak Haji dengan suaranya yang berat dan bagusmemanggilkan Allahu Akbar! Allahu Akbar!Allahu Akbar! DanAshadu ala ilaha illallah, wa ashaduannaMuhammadarrasulullah! memenuhi langit yang mulai gelapsamar di tengah hutan belantara, mengalir melingkupi seluruhkalbu Buyung, dan dalam hatinya dia menyerahkan dirisepenuhnya kepada haribaan Tuhan, dan ketika mereka mulaisembahyang, dan Buyung mengucapkanBismillahirohmanirrohiim, dia mengucapkan dengan kesadarandan keyakinan yang lain dari biasa, dan dalam mengingatkanbahwa Tuhan adalah yang Maha Pengampun dan MahaPenyayang, Buyung merasa hati dan perasaannya jadi tenangkembali, jika aku berdosa, ya Tuhanku, bisiknya dalamhatinya, ampunilah aku, tiada maksudku dengan sadar hendakberdosa, akan tetapi hatiku tergerak hendak menghibur hatiperempuan muda yang gundah gulana itu, ampunilah dosakami berdua, dan selamatkanlah dia dari kezaliman suaminya,dan selamatkanlah kami semua seterusnya!Setelah sembahyang, mereka duduk berkeliling api unggun,dan makan. Waktu-waktu serupa inilah yang merupakanhadiah bagai keletihan orang-orang yang bekerja di hutanmencari nafkahnya. Duduk di sekeliling api unggun, setelahsehari bekerja keras atau berjalan jauh, dikelilingi hutan yangmulai diselimuti gelap malam, sedang di langit bintang-bintangmulai menampakkan diri, masih pudar akan tetapi cepat akanbersinar berkilauan, dengan wangi kayu basah mengisi udara,dan wangi dendeng atau ikan asin yang dibakar oleh Talibatau Sanip di bara api, makan nasi dengan sambal cabai, danminum kopi hitam hangat-hangat, membuat merekasemuanya merasa berbahagia sekali dan melupakan jerihmereka sepanjang hari.Di saat serupa inilah antara mereka merasa dekat sekali,dan tak jarang di waktu-waktu serupa itu, ada saja di antaramereka yang membuka hatinya, melupakan rasa segan danmaju yang biasanya mengikat mereka dalam pergaulan biasa.Agak mudahlah meminta Pak Haji bercerita tentangpengalaman-pengalaman, atau Wak Katok tentang waktu diabelajar silat di tanah Aceh. Pak Balam yang pendiam pun akanbercerita tentang pengalaman-pengalamannya kepada siapapun juga. Dan biasanya setelah Sanip memainkan beberapalagu yang merdu dengan dangung-dangungnya, diikuti olehSutan atau Buyung dengan suling, maka mereka akan mencaritempat tidur di dalam pondok, dan dengan enaknya merekapun akan tidur mendekur. Di luar pondok api unggun menyalakecil, dan sekali-sekali juga sepanjang malam siapa di antaramereka yang terbangun, akan melemparkan beberapa buahpotong kayu ke dalam api, dan api akan menyala besarkembali selama beberapa waktu, kemudian mengecil kembaliketika kayu hendak habis, hingga ada lagi yang terbangun danmelemparkan kayu lagi ke dalam api.Hutan menjadi tambah gelap, dan mereka tidur diiringi olehbunyi-bunyian malam yang bermacam-macam dalam hutan.Buyung bermimpi dia rasanya naik perahu hendakmenyeberang danau, dan di langit berkumpul awan gelapmenandakan badai hendak turun, akan tetapi dia hendakmenyeberangi danau juga, dan ketika dia telah agak jauh daripantai, dia melihat Zaitun datang berlari memanggilmanggilnya.Mimpinya demikian nyata terasa olehnya, hinggaketika dia terbangun dan duduk terkejut, di telinganya masihmengiang seruan Zaitun memanggilnya pulang:"Yuuuuuungngng!"Beberapa saat kemudian, baru dia menyadari bahwa yangterdengar di telinganya adalah lengkingan suara rusa, dankesadarannya ini ditimbulkan ketika rusa melengking sekalilagi. Buyung melihat, bahwa Wak Katok juga terbangun olehsuara rusa, dan Wak Katok berkata kepadanya: "Baiklah esokkita coba memburunya."4Esok paginya, apabila yang lain masih lidur, lama sebelumsubuh tiba, Buyung telah membangunkan Wak Katok danSutan. Mereka bertiga akan pergi berburu rusa. Tempatmereka bermalam di pinggir sungai ditumbuhi pohon-pohonyang jarang, dan kurang lebih satu kilometer ke mudik sungai,hutan berganti dengan belukar-belukar jarang dan di tempattempatyang terbuka tumbuh rumput dan lalang. Buyungberkata, bahwa mungkin mereka akan dapat menjumpai rusadi sana, karena daerah itu adalah tempat rusa. Mungkin pagipagisekali mereka berhasil menjumpai rusa di sana."Tapi itu juga tempat nenek," kala Sutan, "dimana ada rusaada nenek." Maksudnya harimau."Huss," kata Wak Katok. Jangan disebut-sebut namanya."Mereka cepat berpakaian, Buyung menyandang senapanlantak Wak Katok. Wak Katok tahu, bahwa dalam terangremang-remang dinihari, mata buyung yang muda lebih tajamdari matanya, dan dia pun tahu, meskipun belummengakuinya di depan umum, bahwa Buyung lebih pandaimenembak dari dia. Sutan membawa parang panjang danpisau belatinya. Wak Katok hanya membawa pisau belati saja.Buyung berjalan di depan sekali. Mereka melangkah cepatdalam samar gelap menjelang dini hari, melangkah memudiksungai dengan hati-hati agar tidak berbunyi.Ketika mereka tiba di tempat yang dimaksud Buyung,dinihari lelah mulai datang dari Timur. Ayam hutan mulaiberkokok. Embun membasahi tanah, daun, pohon dan batubatu,dan kabut yang tipis menyamarkan semuanya. Merekaberjalan lebih perlahan-lahan dan lebih berhati-hati. Tiba-tibamereka mendengar suara seekor rusa melengking, yangdibalas oleh seekor rusa lagi dari bagian hutan yang lain.Mereka bertiga berdiri tegang, diam tak bergerak-gerak,dan mencari-cari dengan matanya.Tak lama kemudian mereka mendengar bunyi-bunyi,belukar bergerak, dan kira-kira dua ratus meter ke mudik daritempat mereka berdiri mereka melihat seekor rusa melangkahke luar dari sebuah kumpulan semak-semak, berdiri di pinggirbelukar, dan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, rusaitu melengking memanggil kembali.Rusa itu seekor rusa jantan yang masih muda. Tampanbenar badannya. Kakinya kukuh dan ramping, dan tanduknyasedang besarnya.Dua ratus meter terlalu jauh untuk senapan lantak tua WakKatok. Karena itu mereka menunggu. Apalagi udara masihterlalu gelap untuk dapat menembaksejauh itu. Tak lamakemudian di seberang sungai, keluar seekor rusa betina, yangmelangkah berlari kecil menyeberangi sungai, menuju rusajantan.Mereka bertemu di tanah terbuka di pinggir sungai.Buyung bergerak perlahan-lahan mendekati mereka. Kinikedua ekor rusa berada di seberang sungai dari tempatmereka berdiri. Akan tetapi segera Buyung berdiri diam-diam,dan memasang popor senapan ke bahunya ketika dia melihatkedua ekor rusa itu melangkah perlahan menghiliri sungaimendekati tempat mereka berdiri.Kedua ekor rusa datang bertambah dekat, tak syak sedikitjuga pun bahwa maut menunggu mereka.Buyung mengikuti rusa jantan dengan ujung laras bedilnya,dan dia menahan napasnya, ketika rusa datang bertambahdekat, masuk ke dalam jarak tembakan, dan kemudiandengan perlahan-lahan dia menarik pelatuk senapan. Ledakanmesiu dan lidah api yang menyembur ke luar dari larassenapan seakan sama-sama terjadi, bergegar memenuhirimba, dan Buyung melihat rusa jantan terlompat ke atas,sedang rusa betina melompat lari amat cepatnya, danmenghilang ke dalam belukar. Rusa jantan setelah terlompatke alas lalu jatuh terbaring, kakinya menghentam-hentamtanah, dan kemudian terbaring diam.Buyung berteriak kegirangan, disambut oleh Sutan danWak Katok.Sutan dan Wak Katok berlari menyeberangi sungai, Sutandengan parang panjang terhunus di tangannya.Buyung menahan dirinya, dengan cepat mengisi senapanlantak kembali.Di dalam rimba senjata harus selalu sedia untukdipergunakan, karena bahaya atau kemungkinan mendapatperburuan setiap saat, dan senjata yang tak siap sama jugadengan ditinggalkan di rumah. Selelah senapan diisinyakembali, barulah dia bergegas menyeberangi sungai.Ketika dia tiba, Wak Katok telah menyembelih leher rusa. Ditanah darah rusa menghitam ke atas rumput yang penuhdengan embun. Sutan memuji tembakannya."Tepat di belakang telinganya, lihat ..." kata Sutanmenunjuk."Sungguh pandai engkau menembak Buyung," Wak Katokmemujinya."Ah, kebetulan saja," kata Buyung, pura-pura merendah dirisedang dalam hatinya dia merasa senang dan bangga benar.Dianggap seorang pemburu ahli, apalagi bagi seorangmuda seperti dia, adalah sebuah pujian yang amat besar dikampungnya, di mana setiap orang menganggap dirinyaseorang pemburu yang cakap. Dan pujian yang dalang dariWak Katok, yang dianggap termasuk salah seorang pemburuyang tercakap di kampungnya, adalah satu pujian yangsungguh-sungguh tidak dapat ditolak. Kemashurannya sebagaipemburu nanti akan bertambah tersiar di kampungnya dan kekampung-kampung lain. Sutan dan Wak Katok akan bercerita,betapa dia menembak dari jarak jauh, dalam udara yang gelapsamar, dan penuh kabut. Orang akan memuji ketangkasannyamembidik, ketenangannya menembak, Zaitun akanmendengar cerita-cerita ini — ah, senang sungguh hatiBuyung."Lebih baik panggil kawan-kawan yang lain," kata WakKatok, "biar kita dukung rusa ini ke tempat kita bermalam. Disana saja kita kuliti.Sutan berdiri, dan berlari kembali menyeberangi sungai,dan dia terus berlari kecil pergi memanggil kawan-kawannyayang lain.Mereka mendengar auman harimau untuk pertama kalinya,ketika mereka telah tiba membawa rusa di tempat bermalamdan rusa telah digantungkan kepada sebuah cabang pohonyang kuat, dan Wak Katok baru saja selesai mengulitinya.Auman harimau itu datangnya seakan dari tempat merekamenembak rusa, harimau mengaum sekali saja, keras, danhebat, akan tetapi singkat.Ketika mendengar bunyi harimau mengaum, merekaserentak terhenti bekerja. Wak Katok menghentikan pisaunyayang hendak sekaligus melepaskan kulit rusa dari badannya,dan yang lain duduk, atau berdiri kaku. Mereka memasangtelinga, mereka menunggu auman kedua, akan tetapi setelahbeberapa waktu, auman harimau tak berulang kembali,mereka saling berpandangan.Seluruh rimba ikut terdiam. Serangga pun berhentimenyanyi.Wajah mereka membayangkan rasa terkejut yang merekarasakan. Sutan yang mula-mula memecahkan kesunyian,dengan berkata:"Aduh, ada nenek dekat di sini."Ucapan Sutan seakan melepaskan mereka dari kekuatangaib yang memukau mereka.Pak Haji menyela: "Barangkali dia lagi berburu.""Jangan-jangan dia lagi memburu rusa ini, ketika kalianmenembaknya dan merebutnya dari dia," kata Pak Balam yangselalu cepat melihat segi yang tergelap dari setiap keadaan."Ah, tadi tak ada di sana," kata Buyung membela diri, "rusajantan ini malahan menunggu-nunggu betinanya, ketika kamitiba. Kalau dia diburu oleh si nenek tak akan dia memanggilmanggilbetinanya di sana.""Ah, benar juga," kata Sanip, merasa lega."Paling baik, rusa ini cepat kita kemasi, dan kita cepatberangkat meninggalkan tempat ini," kata Pak Haji.Mereka pun dengan cepat memotong-motong daging rusa,sedang Sanip dan Talib bergegas masak makanan pagi.Daging rusa mereka bagi-bagi, dan setelah mereka garamidan beri bumbu yang lelah mereka sediakan dari kampung,lalu daging dibungkus di dalam daun pisang hutan, danmereka simpan ke keranjang mereka masing-masing."Sayang tak sempat kita asapi," kala Talib."Nanti saja, di tempat kita bermalam nanti," kata Sanip.Sanip membakar hati rusa untuk mereka makan pagi itu,dan sebentar kemudian wangi hati bakar memenuhi udara,dan membuat mereka lupa pada harimau yang mengaum.Ketika mereka akan berangkat, Wak Katok berkata kepadaBuyung: "Biar aku yang membawa senapan."Mereka lalu menyeberangi sungai, karena dari sini merekamengambil jalan singkat mendaki dan menuruni gunung,untuk tiba kembali nanti petang di pinggir sungai tempatmereka akan bermalam.Mereka berjalan beriringan, seorang demi seorang, denganWak Katok yang membawa senapan berjalan paling belakang.Pak Haji berjalan paling depan. Tanpa disuruh oleh siapa punjuga, mereka kini berjalan lebih hati-hati, dan lebih seringmemasang telinga mereka, dan mala mereka lebih waspadadan lebih tajam memperhatikan hutan di sekeliling mereka.Setiap gerak dan bunyi kini mereka perhatikan dan artikanlebih cermat dari biasa.Dalam rimba belantara sebuah kealpaan kecil dapatmenjadi sebab terjadinya kecelakaan besar, atau malahankehilangan nyawa sendiri. Mereka tidak menyebut-nyebutharimau, akan tetapi masing-masing amat menyadari bebandaging rusa segar yang disimpan di dalam daun pisang hutandi dalam keranjang punggung. Daging yang masih amat segardan berdarah ilu meninggalkan jejak yang amat jelas bagiharimau atau binatang buas lain. Mereka pun tahu bahwadarah daging rusa ada yang menetes turun dari keranjang ketanah yang mereka lewati.Sepanjang pagi mereka berjalan secepal mungkin, tanpabanyak berkata-kata. Jalan pun agak licin karena rupanyakemarin hujan. Baru lewat lengah hari, mereka mulai merasaagak lega dalam hati, selelah sepanjang hari tidak melihattanda-tanda harimau mengikuti mereka. Dan ketika merekaberhenti untuk makan lengah hari di pinggir sebuah anaksungai kecil yang turun cepat dari gunung, hampir-hampirmereka dapat melupakan ancaman harimau, meskipun merekamasih tetap awas dan terus juga memperhatikan rimba disekelilingnya.Mereka tak lama berhenti di sana, akan tetapi segerasetelah makan lalu meneruskan perjalanan. Mereka ingin tibadi tempat bermalam yang baru, lama sebelum senja akan tiba.Mereka tiba di sana jam selengah lima petang. Dengancepat mereka membuat pondok bermalam. Jika biasanyapondok tak mereka beri dinding, akan tetapi sekali ini merekapasang dinding dengan dahan-dahan dan daun-daun di ketigasisinya, kecuali di sisi depan yang menghadap ke api unggun.Anak-anak muda, seperti Buyung, Sanip, Talib dan Sutanmengumpulkan kayu api banyak-banyak. Mereka bermaksudhendak memasang api unggun, mungkin sampai pagi.Mereka juga hendak mengasap daging rusa supaya janganbusuk. Wak Katok tetap memegang senapannya.Hari telah hampir jam enam ketika mereka siap. Talib telahmenanak nasi. Mereka lalu mengambil air sembahyang. Bunyibunyihutan yang biasa terdengar di waktu senja kinimemenuhi udara senja seperti biasa.Mereka sembahyang magrib bersama-sama dekat apiunggun. Merasa aman di dalam panas dan terang api unggunsemakin lama udara di atas mereka semakin kabur. Langit disebelah Barai kuning kemerah-merahan dan di bahagian langityang lebih tinggi tersebar warna ungu tua, dan kemudian tibatibaseluruh langit menjadi gelap dan malam pun turun.Tinggallah hanya api unggun yang kuning dan merahmembakar tinggi dan besar, menerangi lingkaran di depanpondok tempat mereka tidur, merupakan sebuah pulau berisimanusia di tengah rimba belantara yang gelap dan penuhrahasia.Mereka bertujuh sembahyang di dalam keamanan pelukansinar api dan seruan Allahu Akbar Pak Haji terdengar lantangmengisi malam, menyampaikan segala pujian, kepada TuhanYang Maha Kuasa, pencipta seluruh jagat dan alam luas,rimba belantara, dan dunia terang api unggun kecil mereka ditengah lautan gelap rimba belantara, dan pencipta diri merekapula.Setelah sembahyang mereka makan. Mereka membakardaging rusa. Kini mereka makan dengan lezat sekali, keletihanberjalan cepat dan kekhawatiran yang memburu merekasepanjang hari kini diganti dengan keenakan makan danmelepaskan lelah. Dan untuk pertama kalinya sejak merekamulai berangkat tadi pagi, kini Sanip mulai berketakar dantertawa. Perlahan-lahan kekencangan urat syaraf merekamulai kendur. Mereka mulai merasa biasa kembali.Selelah makan Pak Balam merasa perutnya mules. Pak Hajiberkata bahwa dia terlalu banyak makan daging rusa. PakBalam berdiri dan pergi kesungai. Tempat dia melakukanhajatnya tak jauh dari tempat mereka bermalam. Sinar apiunggun masih mencapai pinggir sungai, dan Pak Balam dudukdi daerah perbatasan yang samar-samar antara pinggiranlingkaran cahaya api unggun dan pinggiran tempat mulainyakegelapan hutan di sungai. Pak Balam duduk mencakung diatas batu, menghadap api unggun, dan membelakang kekegelapan hutan. Dan itulah kesalahan besar yangdilakukannya .:.0oo0SANG harimau telah dua hari menderita lapar. Dia telahtua. Tenaganya tak cukup kuat lagi, dan larinya tak cukupcepat pula untuk mengejar buruannya yang biasa seperti babiatau rusa. Dia dahulu sungguh seekor harimau jantan yanggagah perkasa, dan lama sekali menjadi raja di hutan besar.Sepanjang ingatannya tak pernah dia menderita kelaparanseperti sekarang. Badannya besar dan tinggi. Pada waktumuda dengan mudahnya dia dapat menerkam dan melarikanseekor rusa yang besar. Dan pernah dia beberapa kalimenerkam dan membunuh dan menyeret ke dalam hutanbeberapa ekor sapi yang dijumpai di luar desa. Sejak dua haridia telah mengejar-ngejar sepasang rusa, seekor jantan danbetina muda. Akan tetapi kedua ekor rusa itu amat awassekali, dan selalu dapat melarikan diri sebelum dia sempatmenerkamnya.Kini dia mulai merasa letih.Tadi pagi ketika dia merasa telah dekat sekali pada rusabetina, pemburuannya terganggu oleh bunyi yang amat hebatsekali, yang memecahkan dan merobek udara dalam hutan.Rusa betina yang dilihatnya telah mendekati rusa jantan, lariterbang amat cepatnya, sedang rusa jantan jatuh. Dia punmelarikan diri segera setelah bunyi keras yangmengejutkannya memenuhi udara. Dan kemudian, beberapajam kemudian, didorong oleh rasa laparnya, maka denganhati-hati dia kembali ke tempat rusa jantan terjatuh. Yangtinggal hanya bekas-bekas darah yang telah membeku ditanah. Dengan lidahnya dijilatinya darah rusa yang telahmembeku. Darah yang dijilatinya hanya tambah mengobarkanrasa laparnya, dan rasa laparnya mendorongnya untukmengikuti jejak manusia yang kini bercampur dengan baurusa. Mudah sekali baginya mengikuti jejak mereka. Diamenjumpai tempat mereka menguliti dan memotong dagingrusa. Dan di sana dia menemui tulang-tulang, usus rusa, yangdengan lahapnya dimakannya. Akan tetapi apa yang tertinggalsama sekali tidak menenangkan rasa laparnya. Sebaliknya diamerasa bertambah lapar.Sepanjang hari dengan hati-hati dia mengikuti manusia dandaging rusa dari jauh.Sang harimau bertambah yakin bahwa sekali iniperburuannya akan berhasil. Dia bersembunyi dan menunggudengan sabar di pinggir sungai, dan memperhatikan manusiamanusiamembuat pondok dan memasang api. Wangi dagingyang dibakar menyebabkan rasa laparnya bertambah hebat,dan dengan susah payah dia menahan diri tidak menggeram,yang mungkin akan mengejutkan mereka yang diburunya. Diamenunggu-nunggu kesempatan yang baik untuk melakukanserangannya.Tiba-tiba harimau tua bergerak, bersikap siap, ketikamelihat seorang di antara mereka melepaskan diri darilindungan cahaya api, dan melangkah sendiri menujukegelapan sungai. Orang itu duduk mencangkung di air.Harimau menegangkan seluruh badan dan otot-ototnya,siap untuk melompat, dan kemudian -- dengan auman yangdahsyat dia melancarkan dirinya dari tempatpersembunyiannya — pada saat Pak Balam mendengar bunyiauman harimau, secepat kilat dalam kepalanya timbulkesadaran, bahwa dialah yang menjadi sasaran terkamanharimau. Dia melompat berdiri hendak lari, akan tetapi kakinyatergelincir dan dia terjatuh sepanjang badannya ke dalam air,dan belum sempat dia hendak bangun dan lari kembali, sangharimau telah tiba, dan menerkam kakinya. Seandainya PakBalam tak terjatuh, maka sang harimau akan tepat menerkamkepalanya atau lehernya, akan tetapi kini mulut harimaudengan gigi-giginya yang tajam dan kuat menerkam betis kakikirinya, dan harimau lalu menyeretnya ke dalam hutan. Bunyibunyiserangga dan margasatwa terdiam beberapa saatsehabis auman harimau. Kebekuan yang menyerkap merekakarena amal sangat terkejut mendengar auman harimau yangmenerkam, dengan cepat cair ketika mereka mendengar jeritPak Balam minta tolong.Reaksi kawan-kawannya di sekeliling api unggun cukupcepat. Wak Katok segera mengambil senapan, yang mudamudamelompat menghunus parang panjang, dan segeraberlari ke api mengambil sepotong kayu yang menyala, danmereka terus berlari ke tempat Pak Balam. Melihat Pak Balamtelah tak ada, mereka lalu berlari mengejar ke seberangsungai, karena mereka dapat melihat semak-semakyangbergerak-gerak bekas dilalui harimau, dan dapat mendengarjeritan Pak Balam yang kesakitan, ketakutan dan minta tolong.Wak Katok berlari di depan dengan senapannya, disusulsegera oleh Buyung dan yang lain. Sutan melemparkanpotongan kayunya yang menyala-nyala sekuat-kuat tenaganyake arah harimau yang melarikan Pak Balam, dan tak lamakemudian mereka tiba di sebuah tempat yang agak terbuka,dan dalam gelap malam mereka dapat melihat harimau berlaricepat menyeret Pak Balam. Mereka berteriak keras-keras, danWak Katok mengangkat senapannya, dan membidik lalumenembak.Mereka melihat harimau melepaskan Pak Balam, dan terusberlari, menghilang ke dalam hutan yang lebih gelap. Dengancepat mereka berlari ke tempat Pak Balam terbaring. Dalamcahaya samar-samar dari potongan kayu yang menyalamereka melihat betapa kaki kiri Pak Balam hancur betisnyakena gigitan harimau, daging dan otot betis koyak, hinggakelihatan tulangnya yang putih, dan darah mengalir amatbanyak.Pakaian Pak Balam koyak-koyak, dan seluruh badannyapenuh dengan luka-luka kecil dan gores-gores merah, kenaduri, batu dan kayu ketika dilarikan harimau. Mukanyaberdarah. Darah ke luar dari hidungnya, dari mulutnya. PakBalam kelihatannya pingsan, tak sadar diri, dia hanyaterbaring di sana mengerang-ngerang.Buyung, Sanip, Talib, Pak Haji dan Sutan cepatmengangkatnya. Wak Katok telah mengisi senapannyakembali, dan dengan Wak Katok berjalan di belakang, merekacepat-cepat membawa Pak Balam ke tempat api unggun.Ketika tiba di tempat terang, lebih nyata lagi betapadahsyatnya luka-luka yang diderita oleh Pak Balam. Selaingigitan harimau yang membelah betisnya, punggungnya punluka dalam kena cakaran harimau, dan seluruh badan lukaluka.Wak Katok menyuruh Talib memasak air panas.Dari sebuah kantong di dalam keranjang besarnya, WakKatok mengeluarkan daun ramu-ramuan. Merekamembersihkan luka-luka Pak Balam dengan air panas, danWak Katok menutup luka besar di betis dengan ramuan daundaunan,yang kemudian mereka bungkus dengan sobekankain sarung Pak Balam. KemudianDewi KZ 84Wak Katok merebus ramuan obat-obatan sambil membacamantera-mantera, dan setelah air mendidih, maka air obatdituangkan ke dalam mangkok dari batok kelapa. Setelah airagak dingin Wak Katok meminumkannya pada Pak Balamsedikit demi sedikit.Pak Balam sudah agak sadar, akan tetapi belum dapatberbicara dengan terang. Dia mengerang terus, dan sebentarsebentarmenjerit minta tolong. Baru sejam kemudian, diamulai tenang, dan melihat berkeliling, memandangi merekaseorang demi seorang.Tiap sebentar Pak Balam mengucap — La ilaha illlallah - Lailaha illalah - diseling oleh erang kesakitannya.Kemudian ketika dia lebih tenang, dia memandangi kawankawannyakembali, lalu berkata: "Sudah sampai ajalku kini.Rupanya aku mesti juga menebus dosaku."Pak Haji berkata."Hus, diamlah, jangan ingat mati. Awak sudah selamat kini.Telah pula diobati oleh Wak Katok. Tenanglah. Cobalah tidur.""Tidak, dengarkan kataku," kata Pak Balam menguatkanhatinya, "aku telah dapat firasat dan dapat mimpi. Sebelumkita berangkat dari kampung, dua malam sebelumnya, danmalam kita akan meninggalkan huma Wak Hitam. Tetapiketika itu aku masih berharap Tuhan akan mengampunidosaku, dan melindungi kita semua. Tidak aku seorang saja.Akan tetapi semua kita akan mendapat celaka dalamperjalanan, yaitu tiap kita yang melakukan dosa besar..."Buyung tiba-tiba sejuk dalam hatinya, mendengar ucapanPak Balam ini. Tahukah Pak Balam tentang dosanya? Diamelihat kepada kawan-kawannya yang lain, ingin tahu apakahair muka mereka berubah juga mendengar kisah Pak Balam,apakah mereka juga masing-masing menyimpan dosa-dosabesar yang mereka sembunyikan dari orang lain? Ataukah diasendiri saja yang mempunyai dosa besar yang harusditebusnya?Tetapi tidakkah dia telah minta ampun kepada Tuhan?Buyung tak dapat melihat sesuatu apa di wajah kawankawannyayang samar-samar diterangi cahaya api unggun.Muka Wak Katok tetap kelihatan keras dan kukuh. MukaPak Haji sabar dan tenang, dan di muka kawan-kawannyayang lain lebih muda seperti Talib, Sanip dan Sutan dibacanyaperasaannya sendiri juga, yang mencerminkan rasa tegangyang mereka rasakan sejak harimau datang menyerang. Akantetapi dia tak dapat membaca di wajah mereka, apakahmereka juga menyembunyikan dosa-dosa.Wak Katok berkata: "Apa mimpi awak, Pak Balam? Cobaceritakan, barangkali masih dapat kita elakkan bala yanghendak menimpa kita. Mengapa tak awak ceritakan dahulu dikampung? Aku 'kan dapat membacakan mantera ataumembuat jimat untuk kita semua?""Aduh, kini sudah terlambat, salahku juga," kata PakBalam. "Dengarlah," tambahnya, "dua hari sebelum kitaberangkat ke hutan damar aku bermimpi. Aku bermimpirasanya pergi naik perahu ke danau dengan Wak Katok, PakHaji, Sutan dan Sanip. Darr ada dua orang lagi kawan di atasperahu, akan tetapi tak jelas padaku mukanya. Bukan Buyungdan bukan Talib. Entah siapa mereka, tak jelas begitukemudian, setelah aku terbangun. Kita pergi menangkap ikanke tengah danau. Aduh banyaknya ikan yang kita dapat.Penuh perahu. Pak Haji berkata 'sudah mari kita pulang, nantiperahu terlalu berat, jika datang angin dan ombak besar,mungkin terbalik.' Akan tetapi Wak Katok berkata 'jangan kitaberhenti dahulu, kepalang benar, lagi ikan banyak, marilahkita menangkap ikan terus.' Dan Sutan dan Sanip dan aku punmenyokong usul Wak Katok. Demikianlah kami terus jugamenangkap ikan. Dan ikan yang kami dapat semakin banyak,hingga sungguh-sungguh perahu jadi terlalu penuh danperahu terbenam dalam. Tak sampai sejari lagi, air pun akanmasuk ke dalam perahu. Dalam mimpiku Wak Katok terusjuga menyuruh kami memancing, sedang aku takmenyangkalnya, meskipun dalam hatiku, aku tahu, bahwasebenarnya kami telah lama harus berhenti, dan harus segerapulang. Benar juga kekhawatiranku, karena tak lamakemudian aku mendapat seekor ikan yang sangat besar, danmeskipun yang lain menolong untuk mengangkatnya ke dalamperahu, akan tetapi ikan besar itu amat kuat, dan malahanmenarik tali pancing dan perahu beserta isinya ke tengahdanau, dan semakin lama semakin cepat... dan tiba-tiba udarapun jadi gelap, topan tiba, angin berhembus kencang, ombakmenjadi besar, perahu oleng, dan terus juga ditarik oleh ikanbesar, dan tiba-tiba perahu pun terbalik — habis semua ikanyang kami tangkap sepanjang hari tertumpah kembali kedalam danau, dan kami, semua jatuh ke dalam air — akuterbangun, basah keringat, di telingaku masih terdengarpekikan kami semua, ketakutan dan bunyi deru badai danangin ....”“Dan mimpiku yang kedua lebih seram lagi di rumah WakHitam. Aku lagi bermimpi memanjat pohon, hendakmengambil anak burung beo di sarangnya. Kalian, antaranyajuga Pak Haji berdiri di bawah pohon melihat aku memanjat.Pohonnya besar dan tinggi, dan anehnya — semakin tinggiaku memanjat pohonnya terasa bertambah tinggi saja, dansarang burung bertambah jauh di atas. Aku memanjat jugacepat-cepat, akan tetapi pohon tumbuh bertambah tinggi lebihcepat. Aku merasa letih sekali, tetapi aku paksakan jugamemanjat, dan tiba-tiba pohon tumbang, dan aku turut jatuhbersama pohon, dan kalian pun berteriak-teriak hendakmelarikan diri, tetapi kita semua terhimpit di bawah pohon,dan alangkah ngerinya, sedang kita tak dapat bergerakmelarikan diri, datanglah ular besar-besar amat banyaknyapenuh di sekeliling kita. Aku terbangun dengan napasketakutan Semuanya ini mimpi alamat-alamat yang tak baiksaja. Aku membaca ayat Qur'an banyak-banyak setelahbangun, untuk mengusir setan-setan jahat yang datangmenggangu. Tetapi rupanya memang sudah ditakdirkan,hanya sampai di sini umurku." Pak Balam terdiam, danmemandangi mereka dengan mata yang kini bersinar sayu.Mereka tak dapat berkata sesuatu apa, hanya Pak Haji sajayang perlahan-lahan membacakan ayat-ayat Our'an untukmenenangkan hati Pak Balam dan juga hati mereka semua.Kemudian Pak Balam tiba-tiba memutar kepalanya, danmemandang pada Wak Katok, dan sinar matanya berubah jadikencang dan kuat dan keras, dan dia berkata dengan suaragarau:"Karena engkaulah Wak Katok, maka aku harus menebusdosaku dulu seperti ini”Wak Katok memandang padanya, dan ganjil sekali, sebuahperasaan takut seakan kelihatan melayang menutupi mukanyasebentar, yang kemudian menghilang cepat. Tak ubahnyaseakan bayangan gelap dan terang dari api unggun yangselama ini bermain di atas muka dan tubuh mereka dan gelaphutan di sekeliling, diselingi oleh sesuatu bayangan lain yanglebih gelap dan lebih menyeramkan hati. Wak Katok berdiamdiri, dan mereka semua berdiam diri. Setiap mereka merasa,bahwa sesuatu unsur baru yang mengandung rahasia danasing seakan telah memasuki dunia kecil mereka di sekelilingapi unggun. Dalam hati mereka seakan ingin hendakmemerintahkan kepada Pak Balam untuk tidak membawaunsur baru yang tak dikenal dan menakutkan itu ke tengahmereka. Akan tetapi tak seorang juga mencoba menghalangiPak Balam berbicara terus, Wak Katok pun tidak."Terjadi dahulu ..." cerita Pak Balam, suaranya kini lebihkuat, "di waktu pemberontakan di tahun 1926 melawanBelanda. Aku satu pasukan dengan Wak Katok. Wak Katokpemimpin pasukan kami. Kami baru saja habis melakukanpertempuran dengan sepasukan serdadu musuh. Kamimelarikan diri, dan dikejar-kejar oleh pasukan musuh. Akantetapi setelah setengah hari dikejar-kejar, kami berhasilmeninggalkan pasukan Belanda, dan bersembunyi di sebuahladang yang telah ditinggalkan yang punya. Pasukan kamitelah bercerai berai, dan hanya tinggal kami bertiga yangmasih bersama-sama Wak Katok, Sarip dan aku. Sarip, kawankami, luka di pahanya, dan darah di pahanya masih mengalirterus menetes-netes. Ketika kami tiba di ladang kosong, diasudah lemah sekali, hampir-hampir tak lagi dapat berjalan.Naik ke pondok yang kosong pun terpaksa dia kami tarik. Didalam pondok kami batut lukanya sebaik mungkin akan tetapikami tak mempunyai obat-obat yang diperlukan. Tempatpersembunyian pasukan kami masih jauh, kira-kira lima jamberjalan lagi dari ladang itu. Di sana ada bekal makanan. Kamitak punya makanan sama sekali. Tak mungkin pula membawasi Sarip ke sana, karena perjalanan akan lambat sekali, dankami tak mungkin tiba di sana sebelum hari gelap. Perjalananke tempat persembunyian amat sukar dan berat.Meninggalkan Sarip di ladang tak mungkin pula. Kami takutpasukan Belanda dengan mudah dapat mengikuti jejak kamihingga ke ladang, karena darah Sarip yang menetessepanjang jalan. Kami pun merasa khawatir karena setiap saatpasukan patroli Belanda akan tiba dan menyergap kami diladang kosong.Jika Sarip ditinggalkan, kami khawatir dia akan dipaksa olehpasukan Belanda menunjukkan tempat persembunyian kami.Apa yang mesti dilakukan. Wak Katok mengajak aku pura-purapergi ke sumur untuk membicarakannya.Wak Katok bertanya apa yang mesti dilakukannya, tetapiaku tak dapat menjawab dengan pasti. Kemudian Wak Katokberkata, bahwa kami harus berangkat cepat. Bagaimana Sarip,tanyaku, dan Wak Katok menjawab 'serahkan padaku.' Akutak berpikir panjang lagi, dan ketika Wak Katok berkata,'pergilah engkau dahulu, aku segera menyusul maka aku punterus berangkat, tanpa kembali lagi melihat Sarip di dalam pondok.Tak lama kemudian Wak Katok menyusul aku dan kamiberangkat ke tempat persembunyian. Aku tak pernahmenanyakan kepada Wak Katok apa yang terjadi denganSarip. Aku tahu apa yang terjadi. Wak Katok kembali kepondok dan membunuh mati Sarip dan melemparkan Sarip kedalam sumur. Ini aku ketahui kemudian, setelahpemberontakan dikalahkan oleh Belanda. Tetapi aku takpernah membicarakannya dengan Wak Katok. Sejak hari ituhingga saat ini, barulah kini aku menceritakan hal ini.Aku ikut bersalah. Aku berdosa. Barangkali aku yang lebihbersalah lagi dari Wak Katok. Karena dalam hatiku aku telahtahu apa yang hendak dilakukan oleh Wak Katok, ketika diamembawa aku pergi ke sumur. Tetapi hatiku begitu cinta padahidup diriku, hingga aku rela untuk membayar apa saja agaraku dapat hidup terus. Biarlah Sarip yang mati, asal aku dapathidup. Aku amat pengecut sekali, aku takut mati, aku tak maumati. Jika aku melarang Wak Katok, dan berkeras supayaSarip kami bawa, pasti Wak Katok akan menuruti kehendakku.Tetapi aku biarkan saja. Orang yang membiarkan orang lainmelakukan kejahatan dan dosa, sedang dia mampumenghalanginya, sama besar dosanya dengan orang yangmelakukan dosa itu. Apalagi jika dia tahu, bahwa karenaperbuatan dosa itu, dia sendiri mendapat keuntungan. Itulahperbuatan Wak Katok, kawanku yang amat karib, yangpertama, yang aku biarkan, dan aku pun tak kurang ikutmemikul dosanya. Selama pemberontakan banyaklah hal-hallain yang aku biarkan Wak Katok melakukannya, dan aku punharus ikut memikul dosa-dosanya. Seperti ketika Wak Katokmemperkosa istri Demang, kemudian membunuh Demang,istri dan tiga orang anaknya, dan merampas emas dan perakdi rumah Demang. Aku ada bersama Wak Katok, dan aku takberusaha untuk melarang Wak Katok berbuat dosa demikian.Kami berperang melawan Belanda dan tidak memerangiperempuan dan anak-anak yang tak berdosa ..."Pak Balam berhenti berbicara, matanya masih jugamemandangi muka Wak Katok, tetapi kini sinar matanya taklagi keras, tetapi berubah jadi lembut, dan dia seakan hendakmengulurkan tangannya kepada Wak Katok, akan tetapirupanya dia merasa tak berdaya, karena tangannya yang telahmulai bergerak, turun kembali, rebah ke sisinya, dan air mukaPak Balam bertambah berubah, kini mulai jadi terang danseakan segala ketegangan dan tekanan yang selama inimengungkung jiwa dan pikirannya mulai menghilang, sinarmatanya menjadi jernih, wajahnya jadi tenang, dan seakansebuah senyuman halus hinggap di bibirnya, dan dengansuara yang halus sekali dia berkata:"Aku merasa ringan kini aku sudah menceritakan padakalian di depan Wak Katok beban dosa yang selama inimenghimpit hatiku dan kepataku. Aku sudah mengakui dosadosaku,dan tolonglah doakan supaya Tuhan suka kiranyamengampuni segala dosaku, dan juga mengampuni dosa-dosaWak Katok Pak Balam mendekatkan kedua belah telapaktangannya seperti orang mendoa, dan mulutnya komat-kamit.Pak Haji bertakbir, perlahan-lahan: "AllahuAkbar, AllahuAkbar,Allahu Akbar!"Wak Katok duduk mencangkung juga diam-diam. Airmukanya kaku dan keras, dan agak menakutkan.Kemudian Pak Balam membuka matanya, dan memandangmencari mata Wak Katok, dan ketika pandangan merekabertaut, Pak Balam berkata kepada Wak Katok: "Akuilah dosadosamu,Wak Katok, dan sujudlah ke hadirat Tuhan, mintalahampun kepada Tuhan Yang Maha Penyayang dan MahaPengampun, akuilah dosa-dosa kalian, juga kalian yang lain,supaya kalian dapat selamat ke luar dari rimba ini, terjauh daribahaya yang dibawa harimau ... biarlah aku seorang yang jadikorban”Pak Balam menutup matanya kembali, dan dia terbaringdemikian, letih telah berbicara begitu banyak.Mereka duduk mengelilinginya dengan pikiran masingmasing.Cerita Pak Balam menimbulkan kesan yang dahsyatsekali dalam hati mereka. Mereka ingin dapat selamat sampaike kampung, meninggalkan hutan dengan harimau maut jauhjauhdi belakang. Akan tetapi mengakui dosa-dosa di depankawan-kawan semua?Aku tak berdosa, tak ada dosa yang harus aku akui, pikirSanip.Aku tak punya dosa yang mesti aku akui, kata Talib dalamhatinya.Aku tak punya dosa, kata Sutan pada dirinya.Buyung menyuruh hatinya dan pikirannya diam, janganmengingatkannya pada dosa-dosanya.Pak Haji juga demikian.Wak Katok duduk diam dengan air muka yang keras, dosadosanyatelah diceritakan sebagian terbesar oleh Pak Balam.Dan tentang dosanya yang terakhir, dia yakin sekali, takseorang juga yang tahu, dan dia tak akan hendakmenceritakannya kepada siapa pun juga. Biarlah orang laindahulu mengakui dosa-dosanya.Pak Balam kemudian terdengar berkata dengan suaraseperti orang mengigau:"Awaslah, harimau itu dikirim oleh Tuhan untukmenghukum kita yang berdosa — awaslah harimau — dikirimAllah — awaslah harimau -akuilah dosa-dosa kalian - akuilahdosa-dosa kalian."Mereka diam saja mendengarkannya, rasa takut mulaitimbul dalam hati mereka, seluruh gelap rimba raya disekeliling terasa penuh dengan ancaman dan raksasa hitamyang ganas yang bersembunyi menunggu saat hendakmenerkam, dan mereka merasa seakan harimau dengangelisah berjalan mundar-mandir di seberang batas gelapantara pinggiran lingkaran api dan gelap hutan, mengawasimereka, memeriksa dosa-dosa mereka,' memutuskan siapakahlagi yang harus dihukum karena dosa-dosanya...Mereka tak berani lagi saling berpandangan muka, takutyang lain akan dapat membaca apa yang mereka rasakan danpikirkan, karena ucapan-ucapan Pak Balam yang masih terusjuga dari waktu ke waktu ke luar dari mulutnya — "akuilahdosa-dosa kalian -- bawalah harimau — dikirim Allah - akuilahdosa-dosa kalian" memaksa mereka untuk memandangdengan jujur ke dalam lubuk hati, memaksa mereka meninjaukembali perbuatan-perbuatan selama hidup. Dan aduh,banyaklah dosa dan kesalahan yang mereka lihat. Matamereka silau melihat kejahatan dan dosa-dosa mereka sendiri.Mereka lebih suka menyembunyikannya dan tak melihatnya.Tak mengingatnya dan tak membukanya. Jangankanmembukanya kepada orang lain, kepada diri sendiri pun,masing-masing enggan dan tak hendak mengakuinya. Karenaorang yang mencoba membuka kebenaran dibenci dandimusuhi oleh mereka yang bersalah dan berdosa. Banyakorang yang takut hidup menghadapi kebenaran, dan hanyasedikit orang yang merasa tak dapat hidup tanpa kebenarandalam hidupnya.Mulai pula timbul, di samping rasa takut mereka, rasa taksenang terhadap diri Pak Balam, yang mereka kasihani selamaini, sejak dia diterkam harimau dan berkat ketangkasanmereka bersama berhasil mereka rebut kembali dari rahangharimau. Dan kini, Pak Balam yang telah mereka selamatkanitulah pula yang menyuruh mereka membongkar kopor-koporrahasia dalam hati dan jiwa mereka.Dalam hatinya Wak Katok seakan merasa menyesal,mengapa mereka telah menyelamatkan Pak Balam.Seandainya Pak Balam dibiarkan dimakan harimau, makasama sekali tak ada timbul persoalan harus mengakui dosadosaini untuk menyelamatkan diri. Dan rahasia hidupnyasendiri, yang selama puluhan tahun telah tertutup rapat, danhanya diketahui Pak Balam saja, kini telah diketahui pula olehlima orang lain, orang-orang sekampungnya, apakah merekaakan menutup mulutnya? Tidakkah mereka nanti jika tiba dikampung akan menceritakan kepada istrinya, atau kawankawanmereka, apa yang telah mereka dengardari Pak Balam?Sungguh terkutuklah Pak Balam, terkutuklah harimau itu,terkutuklah kawan-kawannya sendiri, yang hadir danmendengar Pak Balam bercerita. Apa yang mesti dilakukannyasupaya mereka berjanji untuk tidak meneruskan cerita PakBalam kepada siapa pun juga? Mengapa Pak Balam takmembiarkan apa yang telah terjadi tinggal di dalam kuburmasa yang telah mati dan telah jauh ditinggalkan di belakang?Apa gunanya menariknya kembali, dan menghidupkannyakembali? Mengapa orang tak membiarkan tulang-tulang yangtelah terkubur tetap tinggal dalam pelukan tanah. Apagunanya membongkarnya dan mempertontonkannya kepadasemua orang?Dan tiba-tiba rasa tak senang juga meliputi kawankawannyayang lain - Pak Haji, Talib, Sanip, Sutan danBuyung. Mereka ini telah mendengar cerita tentang kejahatandan dosa-dosa dari mulut Pak Balam, akan tetapi dia, WakKatok, tak mengetahui dosa-dosa mereka masing-masing.Pasti setiap mereka juga mempunyai dosa-dosa yang merekarahasiakan dan tutup rapat-rapat. Pak Haji, yang pura-purasaleh dan bijaksana itu, apa yang tidak dilakukannya selamahidupnya, apalagi selama petualangnya bertahun-tahun di luarnegeri? Mungkin dia juga telah membunuh orang, telahmenipu orang, dia mungkin telah mencuri dan merampok,tetapi karena tak ada orang lain yang tahu, maka dia dapatduduk di sana dekat Pak Balam, seperti seorang keramat danseorang saleh, sambil membaca-baca ayat Qur'an, seakandirinya bersih dan suci, dan hanya Wak Katok yang penuhdosa dan kotor dan harus mengakui dosa-dosanya, dan mintaampun kepada Tuhan, supaya mereka semua selamat daribahaya harimau. Dan si Sanip orang muda yang periang, yangsuka menyanyi, siapa tahu itu juga hanya topeng yangdipakainya saja di depan orang lain. Entah dosa-dosa gelapapa yang telah dilakukannya dan disembunyikannya dibelakang ketakuannya yang periang dan adatnya yang santunpada orang-orang tua di kampung. Bukan tak mungkin diapun telah pernah mencuri, ataupun berzinah denganseseorang umpamanya di kampung. Jangan-jangan denganbini muda ayahnya sendiri. Pernah dia digunjingkan orangkampung, karena ada cerita yang melihat dia bercubit-cubitandengan bini muda ayahnya, sedang ayahnya tak ada dirumah. Dan si Talib, itu pun orang pendiam seperti air di lubukyang dalam. Pamannya yang sudah mati dulu pernah dibuangke Pulau Nusakambangan, karena mengamuk di pasar danmenikam sampai enam orang, dan empat orang sampai mati.Darah keluarganya darah gelap juga. Dia pun mungkin telahmelakukan kejahatan dan dosa-dosa besar, hanya orang lainsaja tak ada yang tahu. Menurut cerita orang meskipun diasudah berbini, akan tetapi dia suka juga tidur di suraubersama dengan anak-anak lelaki yang muda-muda. DanSutan - ah, sedikit pun dia tak dapat dipercaya denganperempuan. Dia tukang mengejar perempuan, tak perduli tuaatau muda. Kata orang dia suka bertemu dengan Siti Rafiah,janda muda. Pasti mereka telah berzinah berkali-kali. Dan siBuyung, - meskipun dia masih muda, akan tetapi dia juga takdapat dipercaya, anak-anak muda sekarang tak lagimemperdulikan ajaran agama dan adat. Mereka hanyamenurut kernauan dan nafsu saja. Dia sejak lama telahmeminta supaya diajar ilmu guna-guna. Tak lain tujuannyauntuk menggoda perempuan saja. Dia pun tukang berzinahjuga. Mereka semuanya berdosa, Wak Katok memutuskandalam hatinya. Akan tetapi mengapa hanya dosa-dosaku sajayang harus dibongkar oleh Pak Balam?Dan sebenarnya pula, apakah sungguh dosa yang telahdilakukannya itu. Bukankah itu perbuatan per-….**********Halaman 106-107 hilang**********Karena itu mereka dengan penuh harap memandangkepada Wak Katok. Wak Katok lama berdiam diri, air mukanyamenunjukkan seakan dia berpikir, kemudian dia kelihatanmengambil putusan, karenanya lalu membuka mulut, danberkata:"Tak mudah untuk memastikan apakah harimau ituharimau biasa atau harimau jadi-jadian. Apakah kalian semuamemakai jimat pengusir harimau, ular dan binatang buas yanglain? Jika Pak Balam memakainya, barangkali terlupadibawanya ke belakang ketika dia berhajat. Jika pernahdilakukannya begitu, maka jimatnya tak mempan lagi, danharimau biasa akan berani menyerangnya."Wak Katok lalu berdiri, dan mendekati Pak Balam,memeriksa pinggangnya, tempat biasanya orang memakaijimat. Yang lain datang mengingsut mendekati Pak Balam, dandengan penuh perhatian mereka memandangi tangan WakKatok memeriksa di balik celana Pak Balam, di pinggangnya.Mereka melihat kain putih yang melilit pinggangnya, yangberisi berbagai rupa jimat. Wak Katok memeriksanya satupersatu, dan kemudian dia berpaling pada mereka, danberkata:"Ada jimat pelawan binatang buas dipakainya. Soalnya kiniapakah tadi, ketika dia hendak melakukan hajatnya ke sungai,jimat ini dipakainya, atau dilepaskannya. Ingatkah kalian,ketika membawanya pulang tadi, apakah jimat ini masihterikat di pinggangnya? Jika tidak, siapakah yangmengikatkannya kembali ke pinggangnya?"Tak seorang juga dapat memastikan apakah merekamelihat tali jimat telah terpasang atau belum. Merekademikian sibuk dengan kedahsyatan serangan harimau danmengejar harimau untuk merebut Pak Balam kembali, hinggatak seorang juga yang memperhatikan hal yang demikian.Mereka telah mengganti celana dan pakaian Pak Balam, dantak seorang pun ingat apakah tali jimatnya selama itu terikatpada pinggangnya.Ketika tak seorang juga yang berani memastikan, makaWak Katok berkata: "Jika begitu terpaksa dicoba jalan lain.Aku harus menanyakan kepada orang halus. Kerja iniberbahaya juga. Baiklah kalian membelakangi aku. Danjagalah jangan Pak Balam sampai dapat melihat kepadaku."Mereka mengubah duduk, membelakangi api dan melihatke dalam gelap hutan. Mereka hanya mendengar bunyi-bunyiyang dibuat Wak Katok melakukan pemeriksaannya, dan tibatibamereka mencium bau menyan mengisi udara. Baumenyan yang keras dan tajam yang datang menyeranghidung, menimbulkan pikiran-pikiran dan ingatan-ingatankepada dunia dan makhluk gaib. Mengingatkan mereka padacerita hantu-hantu dan mayat-mayat yang hidup kembali,kepada iblis, setan dan jin. Mereka mendengar suara WakKatok berbisik-bisik membacakan mantera-rnanteranya.Mereka mendengar bunyi menggeram yang menakutkanbeberapa kali, yang rupanya ke luar dari tenggorokan WakKatok sendiri. Kemudian semua suara berhenti. Merekamerasakan sekali kesepian dunia kecil mereka di dalamlingkaran cahaya dan panas api. Tak ubahnya seakan merekasedang berada di dalam perut sebuah makhluk raksasa yangmaha besar, yang telah menelannya, dan mereka selamalamanyatidak lagi akan dapat ke luar dari perut gelap danhitam yang besar.Akan tetapi kemudian suara Wak Katok membangunkanmereka, ketika mereka mendengar."Syukur alhamdulillah, harimau bukan harimau siluman.Menurut darah di pisau," kata Wak Katok, dan menunjukkanpada mereka belatinya. Di ujung belati kelihatan bekas darahyang kini berwarna hitam, dan mereka melihat Wak Katokmencicip ujung jari kirinya, yang bekas ditusuknya denganpisau belati."Jika harimau itu harimau siluman, maka darah di pisauakan tetap tinggal merah setelah dibakar di api," kata WakKatok menerangkan. "Akan tetapi lihatlah, darahnya jadihitam, jadi darah biasa, dan karena itu darah harimau adalahjuga darah biasa, dan dia adalah harimau biasa."Terdengar mereka semua menarik napas lega setelahmendengar kata Wak Katok. Harimau biasa, meskipunmenakutkan, akan tetapi tidak begitu dahsyat menakutkanseperti harimau siluman. Harimau biasa adalah binatang buasbiasa, yang dapat dilawan. Sedang harimau siluman takseorang manusia juga yang kuasa melawannya. Orang merasatak berdaya dan tak bertenaga sama sekali jika harusmenghadapi harimau jadi-jadian. Apalagi jika harimau silumanmenjadi pesuruh Yang Maha Kuasa untuk menghukum dosadosamereka. Menghadapi harimau demikian orang hanyatinggal menunggu nasib saja. Menunggu terus-menerus dalamketakutan, hingga saat setiap orang tiba untuk dipanggilkembali ke alam baka. Tetapi harimau biasa dapat dilawan.Dan Buyung sendiri merasa mempunyai cukup kecakapanmenembak untuk memburu harimau biasa.Dan yang lebih menyenangkan hati mereka lagi adalah, kinipersoalan harus mengakui dosa-dosanya telahdikesampingkan. Kini tak perlu lagi mereka memeriksa dirinya,dan melihat dan berhadapan dengan dosa-dosanya, yangselama ini mereka simpan jauh-jauh di dasar ingatan,kesadaran dan hati nuraninya. Tak seorangpun juga merasasenang menelanjangi dirinya sendiri. Jangankan di depanorang lain, meskipun pada dirinya sendiri, ketika orangseorang hanya sendiri dengan dirinya, tak ada yang sukabertentangan mata dengan hati nuraninya.Wak Katok pun merasa senang dengan putusannya. Kinipimpinan direbutnya lebih tegas di tangannya. Ada saat ketikaPak Balam bercerita, seakan anak-anak muda yang lainhendak memindahkan hormat, segan dan pimpinan mereka ketangan Pak Haji. Akan tetapi kini, Wak Katok dapat melihatpada air muka mereka, juga dalam cahaya mata Pak Haji,bahwa mereka semua berterimakasih padanya atasucapannya, dan sejak saat itu, mereka akan menerimapimpinannya tanpa bertanya-tanya. Dia pun tahu pula, bahwamereka pun tak akan menyinggung-nyinggung cerita PakBalam, malahan akan berusaha untuk melupakannya, sepertimereka juga selalu berusaha untuk melupakan dosa-dosanyasendiri."Nah," kata Wak Katok, "harimau biasa dapat kita hadapibersama. Rasanya untuk malam ini kita akan aman. Harimaubiasa takut pada api. Karena itu harus kita jaga supaya apitetap besar sepanjang malam. Untunglah cukup banyak kayutersedia. Esok pagi kita berangkat lebih siang sedikit. PakBalam rasanya tak akan kuat berjalan kaki, karena itu haruskita pikul berganti-ganti. Esok baiklah kita buatkan usunganuntuknya. Membawa damar sambil mengusung Pak Balamrasanya tak mungkin. Bagaimana yang baik Pak Haji, akan kitatinggalkan keranjang yang berisi damar kita semua di sini, dankita berganti-ganti mengusung Pak Balam, atau kita tinggalkandua keranjang saja, dan kita berganti-ganti mengusung PakBalam dan membawa keranjang damar?"Pak Haji berpikir sebentar sebelum menjawab, kemudianberkata: "Aku kira sebaiknya kita tinggalkan saja damar di sini.Kita bawa saja perbekalan makanan. Dengan demikian kitadapat berjalan lebih cepat, dan tidak merasa terlalu letihberganti-ganti mengusung Pak Balam. Kita harus cepat pulangke kampung."Pikiran Pak Haji mereka terima.Kemudian Wak Katok berkata, bahwa lebih baik merekamencoba tidur, supaya jangan terlalu letih esok hari. Akantetapi tak seorang juga dapat tidur nyenyak dan lama malamitu. Bukan saja kejadian yang dahsyat masih menegangkanurat syaraf dan perasaan mereka, dan erang Pak Balam yangmenderita sakit menusuk perasaan, akan tetapi hati nuranipun secara tak mereka sadari tinggal resah dan gelisah. Dantak mudah dan tak cepat dapat menidurkannya kembali,meskipun mereka coba sekuat-kuatnya.Masing-masing penuh dengan perasaan dan pikiran tentangdiri sendiri dan tentang kawan-kawannya. Talib teringat padaSiti Nurbaiti, anak gadis berumur tiga belas tahun yangterdapat mati di ladang di luar kampung dan membuat hebohseluruh daerah berbulan lamanya, kurang lebih dua tahunyang lalu. Pakaian gadis itu koyak-koyak, dan menurut cerita,dia diperkosa.Sampai kini tak diketahui siapa yang memperkosa danmembunuhnya. Siapakah yang berbuat demikian? Adakah diadi antara mereka ini?Dia merasa ikut berdosa juga, karena bukan sekali sajatimbul rasa berahinya melihat gadis umur tiga belas yangbadannya lekas menjadi dewasa itu, dengan buah dada yangbesar dan kencang mendorong baju kurungnya, raut mukanyayang manis, dan cahaya matanya yang berani dan penuhtantangan. Kemudian dia menutup pikiran dan menahan hatinuraninya, ketika pikiran-pikiran serupa itu membawanyaterlalu dekat pada dosa-dosanya sendiri.Pak Haji, Sanip, Sutan, Buyung dan Wak Katok pun tidurgelisah. Meskipun mereka memicingkan mata, akan tetapipikirannya tak berhenti. Ketukan Pak Balam terhadap hatinurani mereka masih berkumandang juga di dalam relung hatidan pikiran, bergema ke bawah sadar. Pak Balam sendiri pun,entah karena lukanya, entah karena hatinya, tidur lebihgelisah lagi...Api unggun menyala besar, melontarkan lingkaran cahayakecil di tengah gelap rimba raya menahan gelap yang hendakmenelan mereka. Bunyi hutan di malam hari yang penuhdengan bunyi-bunyi rahasia dan gaib melingkari mereka.Hati nurani manusia memburu-buru minta pengakuan.5Tak seorang juga yang dapat sungguh-sungguh tidursepanjang malam, dan ketika bunyi kokok ayam hutan yangberderai-derai menandakan dini hari telah dekat, mereka punsegera bangun. Kini mereka memandangi rimba sekelilingnyadengan lebih awas dan cermat. Mereka memasak air danmakan, mengambil air sembahyang dan sembahyang, denganselalu sebagian utama panca indra mereka memeriksa danmengamati rimba di sekelilingnya. Rimba yang kinimengandung ancaman dan bahaya maut.Mereka lebih khusuk lagi mendengarkan seruan AllahuAkbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! yang diserukan oleh PakHaji, dan mereka lebih merasa dengan kesadaran yang amatdalam, penyerahan dirinya ke bawah lindungan Tuhan YangMaha Kuasa. Tak pernah rasanya mereka merasakan nikmatsembahyang seperti pada pagi itu. Rasanya seakan merekaamat dekat sekali pada Tuhan, seakan ketika kening merekatunduk menyentuh tanah, dan membacakan Subhana rabbiala'laa - Maha Suci Tuhan Kami Yang Agung -- merebahkankepala mereka ke atas haribaan Tuhan, dan mendapatpengampunan dan perlindungan dari Tuhan untuk selamalamanya.Setelah selesai sembahyang hati mereka terasa lebihtenang, dan kini mereka dapat menghadapi hari yang barudengan kepercayaan yang lebih besar.Pak Balam kelihatan kini menderita demam ringan. KetikaWak Katok membuka betisnya untuk mengganti obatnyadengan ramuan yang baru, kelihatan lukanya seakan kenainfeksi, daging luka yartg terbuka tidak berwarna merah yangsehat akan tetapi kehitaman, dan nanah kelihatan mulaimenjadi. Ketika perbannya dibuka dan daun-daun ramuanyang menutupi luka dibuka, dia menjerit kecil kesakitan. Lukadi punggungnya bekas cakaran harimau lebih buruk lagi.Daging di sekeliling luka kelihatan menggembung danwarnanya tak sehat.Wak Katok kelihatan menggelengkan kepalanya, dan PakHaji pun kelihatan air mukanya seakan berat. Buyung, Talib,Sanip dan Sutan pun mengerti apa arti luka itu. Pak Balamharus segera dibawa ke kampung, dan dari kampung dibawake kota, ke dokter. Biasanya jika luka telah menjadi demikian,maka obat-obat kampung tak mempan lagi. Yang menderitaharus dibawa ke rumah sakit untuk ditolong oleh dokter.Keningnya panas terasa ke tangan.Dia pun tak hendak makan, akan tetapi hanya mau minumkopi saja sedikit. Talib dan Buyung segera membuat,usungan setelah mereka makan. Pak Haji, Wak Katok danSutan mengemasi perbekalan makanan dan daging rusa kedalam dua buah keranjang, yang akan mereka pikul bergantiganti,sambil berganti-ganti pula mengusung Pak Balam.Keranjang-keranjang lain berisi damar yang harus merekatinggalkan disimpan baik-baik di dalam pondok.Mereka baru berangkat setelah hari terang. Wak Katokberjalan di depan membawa senapannya, di belakangnyaBuyung yang menyandang keranjang dan di tangannya parangpanjangnya yang terhunus, lalu Sanip juga membawakeranjang dan parang terhunus, disusul oleh Talib dan Sutanyang mengusung Pak Balam, dan di belakang sekali berjalanPak Haji, juga dengan parang terhunus. Menurut kepercayaanmereka, harimau selalu menyerang dari belakang. Karena itutempat Pak Haji adalah yang paling berbahaya. Wak Katokdengan senapannya sengaja tak berjalan di belakang, karenadia harus menembak, jika bagian belakang diserang. Jika diaberjalan di belakang, dan dia diserang, maka mungkin dia taksempat menembak, dan mereka semua akan jadi korbanharimau. Dengan cara susunan mereka berjalan seperti kini,maka jika Pak Haji diserang, Wak Katok akan mendapat waktumembidik dan menembak. Akan tetapi jika harimaumenyerang dari depan, bagaimanakah? Pertanyaan ini takmereka tanyakan. Dalam hidup tak selamanya orang dapatbersedia menghadapi segala kemungkinan, dan mengambilrisiko selalu perlu.Yang penting ialah bersiap-siap seperlunya dan kemudianmenghadapi apa yang akan dalang dengan tabah dan berani.Berjalan mengusung Pak Balam tidak dapat mereka lakukandengan cepat. Apalagi jalan yang mereka tempuh masih licin,dan mereka harus mendaki sejak meninggalkan sungai.Beberapa kali yang lain terpaksa harus membantu Talib danSutan, karena mereka berdua tak sanggup mengangkatusungan sambil mendaki tebing.Baru setengah jam berjalan, mereka telah harus digantikanoleh dua orang lain. Demikianlah mereka berjalan dengansusah payah hingga tengah hari, ketika Wak Katok memberiisyarat supaya mereka berhenti, mengaso dan makan. Selamaitu Wak Katok tak pernah ikut mengusung. Dia terus berjalandi depan dengan membawa senapannya. Yang lainpunmenerima kenyataan, bahwa Wak Katok tak usah ikutmengusung, karena kini dialah yang menjadi pemimpinrombongan. Pemimpin usaha mereka menyelamatkan PakBalam dan diri mereka semuanya. Karena itu dialah yangberjalan paling depan. Dialah yang punya dan yang memegangsenjatayang paling ampuh untuk menghadapiharimau. Di tangan Wak Katoklah satu-satunya senjata yangdapat menyelamatkan mereka. Wak Katoklah yang memegangkunci keselamatan hidup mereka. Karena itu tak terlintassedikit juga dalam kepala mereka untuk membantah suruhanWak Katok.Wak Katok pun dengan sendirinya menganggap dirinyayang memberikan pimpinan dan perintah. Dia dengansendirinya pula mengharapkan mereka akan mengikuti segalapimpinannya. Tak terpikirkan dalam kepalanya mereka akanmempunyai pikiran atau pandangan yang lain.Wak Katoklahyang tahubagaimana menyelamatkan merekasemuanya dari ancaman harimau. Tidakkah dia yangmemutuskan, bahwa harimau itu adalah harimau biasa?Bukankah dia maha pemburuyang disegani orangkampungnya, dan yang telah membunuh tiga ekor harimau?Harimau ini pun jika masih mengganggu mereka, akandibunuhnya juga.Demam Pak Balam kelihatan tak kurang-kurang. Jugakelihatan dia amat menderita sekali diusung demikian,tergoncang-goncang dan terantuk-antuk. Dan sekali diamenjerit kesakitan, karena Sutan tergelincir jatuh, danusungan terhempas ke tanah. Ketika mereka makan, dia puntak hendak makan, dan hanya minta minum saja.Pak Haji mencoba menyuruhnya makan denganmengatakan, bahwa lebih baik dia mencoba makan sedikit,supaya badannya jangan terlalu lemah. Akan tetapi setelahdicobanya, Pak Balam merebahkan kepalanya kembali,mengerang sambil menutup matanya, dan dengan suaralemah mengatakan bahwa dia tak ingin makan. Dia hanyamau minum kopi pahit sedikit.Demamnya bertambah panas.0oo0DUA jam lewat setelah mereka meninggalkan tempatbermalam di pinggir sungai, harimau tua yang kelaparan tibadi sana. Dia mendatangi tempat mereka bermalam denganhati-hati sekali. Berbagai bau yang tinggal amat menggangguperasaannya.Bau darah dan daging rusa yang melekat di keranjangkeranjangberisi damar akhirnya menariknya ke dalam pondok,dan setelah dia tak merasa syak dan takut lagi pada bendabendayang asing baginya, maka laparnya mendorongnyamerebahkan sebuah keranjang dengan tarikan kuku kakidepan kanannya, dan dia segera menjilat-jilat sisi keranjangtempat darah rusa yang kering melekat. Tetapi hal ini takmemuaskannya. Dia mencari keranjang lain yangjuga berbaurusa yang menimbulkan seleranya. Semua keranjangdirobohkan dan di bongkarnya, akan tetapi kecuali bekasdarah yang kering, tak ada daging enak yang dapatdimakannya. Dia menggeram-geram, kecewa dan marah, danmenghembus-hembus berkeliling di tanah di sekeliling apiunggun yang telah padam.Di antara bau rusa, bau manusia juga keras sekali tinggal,dan bau manusia itu kini menimbulkan selera dan laparnyayang amat sangat pula. Dia mencium-cium tanah mengikutijejak-jejak yang ditinggalkan kaki manusia yang tinggal ditanah, dan dia bergerak menyeberangi sungai, dan kemudianmencium-cium tanah kembali....0oo0"DARI sini ke tempat kita bermalam nanti, jalan tak begitusukar lagi, sudah menurun," kata Wak Katok, ketika merekaselesai makan siang, "cobalah berjalan lebih cepat, supaya kitatiba di waktu petang, lama sebelum magrib."Ucapannya segera mengingatkan mereka kembali padaharimau. Apakah harimau mengikuti mereka dari belakang?Sebagai seorang pemburu yang mengikuti rusa? Akan tetapisuasana rimba di siang hari itu tidak menunjukkan tandatandaadanya harimau di dekatnya. Bunyi-bunyi margasatwayang biasa masih memenuhi hutan dan di atas pohon-pohonyang tinggi mereka melihat beruk-beruk merah yang besarmelintas sambil memanggil-manggil.Karena itu mereka merasa agak bersenang hati. Bunyipukulan burung pelatuk, yang datang dari jauh bergemagema,lebih-lebih lagi menentramkan perasaan mereka.Mereka kemudian berangkat meneruskan perjalanan denganhati yang lebih tak terganggu.Wak Katok tetap berjalan di depan sekali. Mungkinperasaan demikian yang membuat mereka agak lengah, danmembiarkan Talib tinggal di belakang, kencing di pinggir jalan.Yang lain berjalan terus sedang Talib membuka celananyahendak kencing.Mereka kembali teringat pada bahaya harimau, ketikamendengar bunyi auman harimau yang amat dahsyat, yangmembekukan darah mereka, dan mengakukan otot-ototmereka, hingga beberapa saat mereka tak dapat bergerak.Auman harimau kemudian disusul oleh jerit Talib ketakutandan kesakitan, dan baru beberapa saat kemudian merekadapat bergerak. Baru darah mereka yang membeku dapat cairkembali. Dan baru otot-otot mereka yang telah kaku, kembalijadi liat dan dapat bergerak. Baru panca indera mereka yangbeku kembali bekerja. Mereka merasa tiba-tiba betapa suaradan bunyi-bunyi margasatwa terhenti. Dan mereka dapatmendengar pukulan napas dan denyut jantung mereka amatkerasnya ke telinga. Mereka merasa takut yang amat dahsyatsekali, yang segera pula dilawan oleh rasa setia kawan. Diselapula oleh rasa hendak menyelamatkan diri masing-masing.Semua ini terjadi hanya dalam beberapa saat, lapi waktumengalir amat lambat sekali. Kemudian ketika reaksi-reaksiwajar mereka dapat bekerja kembali dengan cepat. Sutan danSanip yang sedang mengusung Pak Balam menurunkanusungan ke tanah. Buyung yang mendukung keranjangmenurunkannya cepat ke tanah, dan Wak Katok melompatberlari ke belakang, menuju tempat Talib hendak kencing.Yang kelihatan oleh mereka kini hanyalah keranjang yangdidukung oleh Talib terguling di tanah, parang panjangnyayang terhunus terletak di tanah, dan bunyi berat lari harimauyang menarik mangsanya ke dalam hutan.Wak Katok menembak pun tak sempat, karena begitu diaberpaling harimau telah menghilang melarikan korbannya.Mereka melihat besarnya jejak itu. Akan tetapi tanpa berpikirpanjang mereka berlari ke dalam hutan mengikuti jejak dandarah. Pak Balam tinggal terlupa sendirian di atas usungannya.Mereka berteriak-teriak, berseru-seru sekuatnya denganharapan agar harimau melepaskan korbannya. Hanyabeberapa menit kemudian, akan tetapi rasanya berabad-abadbagi mereka, mereka berhenti di depan pohon-pohon yangtumbuh rapat, dan merupakan pagar yang lebat, dan merekajelas dapat mendengar harimau menggeram-geram. Merekamelupakan bahaya terhadap diri mereka kini, penuh dengansemangat dan naluri berburu yang terdapat dalam diri setiapmanusia. Ingat pada nasib kawan mereka yang berada didalam kekuasaan harimau, dan dengan parang terhunusmereka menyerbu ke dalam pohon-pohon yang tumbuh rapat.Rupanya harimau terkejut juga oleh serangan mereka yangtak ubahnya seperti sepasukan setan yang datang mengamuk,karena ketika mereka telah menembus pohon-pohon dan tibadi tempat kecil yang terbuka, mereka melihat Talib terbaringdi tanah, tak sadarkan diri. Badannya penuh berlumuran darahdari kepala hingga ke kaki, hingga mereka menyangka diatelah mati. Darah merah membasahi tanah di sekelilingnya.Pemandangannya sungguh mengerikan hati. Tetapi saat itubukan saat untuk merasa takut lagi. Dengan cepat tiga orangmengangkat Talib, sedang Wak Katok dan yang lain berjagajaga.Mereka cepat-cepat kembali ke tempat Pak Balam yangmereka tinggalkan. Dalam hati mereka timbul pula rasakekhawatiran, jangan-jangan harimau kembali menyerang PakBalam sedang mereka tak ada. Akan tetapi tak seorang jugayang mengeluarkan perasaan ini.Sejak serangan harimau terhadap Talib tak seorang juga diantara mereka yang berbicara. Hati dan perasaan merekapenuh dilanda oleh pikiran dan perasaannya sendiri. Perasaandan pikiran yang belum mereka sadari telah datangmenyerang, karena seluruh panca indera mereka tertujukepada kedahsyatan serangan harimau.Ketika tiba di tempat mereka meninggalkan Pak Balam,dengan hati yang lega mereka melihat, bahwa Pak Balammasih selamat. Pak Balam yang masih diserang demam,mendudukkan dirinya di alas usungan, dan memandangmereka datang membawa Talib yang berlumuran darah.Seluruh muka Pak Balam yang telah pucat bertambah pucat.Dia mendengar bunyi auman harimau yang dahsyat ketikamula-mula menerkam Talib. Dia pun ikut menjerit ketakutanketika mendengarnya. Dan mendengar jerit Talib ketakutandan minta tolong, segala kedahsyatan yang dirasakannyakemarin malam dirasakannya kembali. Dan ketika merekakemudian meninggalkannya sendiri di hutan, dia telah matientah berapa ribu kali. Mati ketakutan. Dan kembali jiwanyatersiksa oleh kesadarannya, bahwa hukuman terhadap dirinyadan diri kawan-kawannya belum selesai dan belum habis.Terbukti, bahwa harimau itu datang kembali untuk memburudan menghukum dia dan kawan-kawannya. Teringat pulaolehnya bahwa kawan-kawannya mungkin belum hendakmengakui dosa-dosanya dan bertaubat kepada Allah.Mereka melihat, bahwa Pak Balam pun tahu apa yang telahterjadi, dan tak seorang juga yang memberikan penjelasankepadanya apa yang terjadi.Wak Katok menyuruh Buyung dan Sutan cepat membuatusungan untuk Talib. Kini mereka hanya tinggal berlima yangmasih dapat berjalan. Wak Katok mengatakan, bahwa nantiakan bermalam di bawah bukit, di pinggir anak sungai kecil,setengah jam perjalanan dari tempat mereka kini.Sebenarnya tempat bermalam mereka yang biasa masihdua jam perjalanan lagi. Akan tetapi karena mereka tak dapatmendukung keranjang sambil mengusung, maka Wak Katokmemutuskan, untuk mengusung Pak Balam dan Talib dahuluke tempat bermalam mereka yang lebih dekat, danmeninggalkan kedua keranjang, dan kemudian menjemputkedua keranjang berisi perbekalan makanan.Segera setelah usungan untuk Talib selesai, merekameletakkan Talib ke atas usungan. Talib masih pingsan.Kelihatannya luka-lukanya amat berat. Tak berani merekamemeriksa luka-lukanya. Nanti saja di tempat bermalam, WakKatok akan mengobatinya. Jalan menuruni bukit licin dansukar dan dengan susah payah mereka menurun, dan tiba dipinggir anak sungai. Di sana mereka cepat-cepat membuatpondok yang lebih kuat dari biasa, dan memasang dahandahanpohon melintang di tiga sisinya, kecuali yangmenghadap ke tempat api unggun, yang mereka biarkanterbuka. Sebentar timbul pertukaran pikiran antara merekatentang apakah Wak Katok akan ikut mengawal mereka yangmengambil keranjang dengan senapannya? Jika bertiga pergimengambil keranjang termasuk Wak Katok dengansenapannya, maka hanya tinggal dua orang yang sehat dankuat untuk menjaga dua korban yang tak berdaya. Bagaimanakalau harimau datang menyerang ke tempat pondok mereka?Akan tetapi jika yang pergi mengambil keranjang tidak dikawaldengan senapan, bagaimana jika harimau menyerang merekadi tengah jalan? Mereka tak akan berdaya melawan harimaudengan parang panjang saja. Dan jika Wak Katok yang pergimengawal yang mengambil keranjang dengan senapannya,bagaimana dengan Talib, yang harus ditolong dan diobatidengan segera? Siapa yang menolongnya? Akhirnya, denganperasaan enggan yang jelas kelihatan pada air mukanya, WakKatok menyerahkan senapannya kepada Buyung, dan berkata,bahwa biarlah Buyung, Sutan dan Sanip yang pergi mengambilkeranjang dan dia dan Pak Haji tinggal di pondok.Mereka akan memasang api unggun yang besar untukmenakuti harimau, dan mereka akan segera memasak airuntuk membersihkan luka-luka Talib dan membuat obatbaginya.Buyung membawa senapan Wak Katok. Diperiksanyadengan cermat isi senapan. Dia berjalan paling depan. Merekabertiga melangkah cepat, dan memasang panca inderanyasetajam mungkin, masing-masing dengan pikirannya sendiriyang kini datang mengetuk hati lebih keras, hingga akhirnyaBuyung tak dapat menahan dirinya dan berkata: "Apakahbarangkali benar juga Pak Balam, yang sejak tadi berkata,bahwa harimau itu dikirim oleh Tuhan untuk menghukum kitayang berdosa?""Huusss, jangan sebut-sebut namanya, engkau ingin diadatang menyerang kita?" kata Sutan cepat."Maaf, aku lupa tak boleh menyebut nama nenek di hutan,"jawab Buyung, "tetapi apa tak mungkin Pak Balam benar, dankita harus mengakui dosa-dosa kita dan kita minta ampunkepada Tuhan?""Entah, lebih baik jangan kita bicarakan kini. Biar nanti PakHaji dan Wak Katok yang memikirkannya," kata Sanip.Mereka bertiga diam kembali, dan bergegas.0oo0APABILA mereka kemudian telah tiba kembali di tempatmereka bermalam di pinggir anak sungai, senja telah dekat.Dari jauh mereka telah melihat nyala api unggun di depanpondok. Dengan hati yang amat legaSanip dan Sutan menurunkan keranjang ke tanah, danBuyung mengembalikan senapan kepada Wak Katok. Talibterlentang di atas tanah di dalam pondok. Di sampingnyaterbaring Pak Balam. Talib masih belum sadar, akan tetapiluka-lukanya telah diobati dan dibatut oleh Wak Katok dengankain sarung yang disobek-sobek. Kain sarung yang membatutluka-lukanya, sekeliling dadanya, kedua kakinya, tangannya,basah dengan darah merah. Mukanya pucat sekali, dannapasnya berat dan perlahan.Pak Balam kelihatan juga bertambah panas demamnya.Matanya terbuka memandang ke alas, dan sebentar-sebentardengan suaranya yang lemah dia berkata: "Akuilah dosakalian, akuilah dosa kalian. Harimau itu dikirim Tuhan untukmenghukum kita." Ketika mereka bertanya kepada Wak Katokbagaimana dengan luka-luka Talib, Wak Katok menggelengkankepalanya, dan berkata, bahwa ia tak banyak harapan Talibakan dapat selamat."Dadanya hancur dicakar, pahanya hancur digigit, sampaiterbuka ke tulang. Kalau dia masih dapat sadar, masihuntung," kata Wak Katok. Tak ubahnya seakan Talib dapatmendengar kata-kata Wak Katok, karena ketika itu diamembuka matanya, dan bibirnya bergerak seakan hendakberkata. Mereka mendekatkan diri, membungkuk di ataskepalanya hendak mendengarkan apa katanya."... dosa ... aku berdosa ... mencuri ... curiiiii, ampunTuhan.... la ilaha illl ..." tiba-tiba napasnya terhenti, badannyamengejang, matanya seakan terbalik, dan Talib lalu berhentihidup. Dia telah mati.Mereka berpandangan.Seorang dari mereka kini telah mati akibat serangan,harimau, yang menurut Pak Balam dikirim Tuhan untukmenghukum mereka yang berdosa. Mungkinkah Pak Balambenar? Dan harimau itu bukanlah harimau biasa? Akan tetapiharimau yang dikirim oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, harimaugaib, yang datang untuk menghukum mereka? Apa dayamereka terhadapnya, selain menyerahkan diri kepada Tuhan?Jika memang telah tersurat, bahwa mereka harus matiditerkam harimau di tengah hutan karena dosa-dosanya, makaharuslah mereka menerima takdir yang demikian.Akan tetapi dalam bawah sadar mereka nafsu hidup tetapmenyala dengan kuat. Malahan kini, di tengah ancaman yangdahsyat, menyala lebih besar dan lebih kuat lagi. Merekahendak hidup terus, mereka hendak ke luar dari hutan,mereka hendak meninggalkan rimba dengan selamat. Merekahendak pulang ke kampungnya. Mereka hendak kembalikepada istri dan anaknya. Mereka hendak mencinta kembali.Mereka hendak hidup kembali di tengah manusia. Mereka takhendak mati diserang harimau yang ganas dan zalim. Bawahsadar mereka berteriak menyuruh mereka berjuang, berkelahi,bertarung untuk mepertahankan hak hidupnya."Apa Talib mencuri? Apa yang dicurinya?" kata Pak Haji,memandang kepada Sanip, Buyung dan Sutan berganti-ganti.Mereka bertiga berpandangan, dan Buyung cepatmenjawab: "Aku tak tahu apa maksudnya."Akan tetapi di wajah Sanip dan Sutan seakan timbulkeraguan, dan ketika Sutan dan Sanip berpandangan, seakanmata Sutan hendak menyampaikan peringatan kepada Sanip,supaya berhati-hati, dan jangan mengatakan sesuatu apa.Akan tetapi pada saat itu pikiran Pak Balam berada di saatsaatyang cerah, dan rupanya mendengarkan kata-katamereka. Karenanya Pak Balam berkata: "Belum juga kaliansadar dan insaf. Talib telah mati. Aku akan menyusulnya taklama lagi. Aku tahu, badanku tak kuat lagi menahan demamini. Akuilah dosa-dosa kalian, supaya kalian diselamatkanTuhan. Syukurlah Talib masih sempat mengakui dosanya.Tobatlah!"Kemudian dia terdiam, demamnya kembali menguasaiotaknya, dan matanya yang terbuka memandang kaku jauhmelewati pondok, melewati puncak-puncak pohon di pinggiranak sungai terus sampai ke cakrawala, entah apa yangdilihatnya.Tiba-tiba Sanip berdiri seakan tak kuat lagi menahandirinya, dan berkata dengan suara yang tegang: "Tidak Sutan,aku mesti berbicara ..."Tetapi Sutan melompat mendekatinya dan memegang bahunya:"Jangan, tutup mulutmu, apa gunanya.""Tidak," seru Sanip, sesuatu cahaya ganjil timbul dalammatanya, seakan sesuatu menyelinap ke dalam dirinya danmemaksanya untuk berkata, dan ini diinsafi oleh Sutan yangberkata kepadanya dengan suara tegang penuh desakan."Jangan, ingat sumpahmu...!"Tetapi Sanip tak lagi dapat menahan dirinya, dan berseru:"Memang kami berdosa, kami... Talib, aku dan ...: ketika diabaru sampai berbicara di sana, Sutan memperkuatpegangannya di bahu Sanip, dan dengan suara yang kerasberkata: "Sanip!"Akan tetapi Sanip melepaskan pegangan tangan Sutan daribahunya, dan berpaling kepada yang lain. Sutan bertekaduntuk menghentikan Sanip, dan dia melangkah mendekatiSanip, dan kemudian dengan gerakan tangan dan kaki yangcepat dia menjatuhkan Sanip ke atas tanah. Sanip membeladiri, dan menghela Sutan jatuh ke tanah. Di tanah merekaberdua bergumul.Dengan susah payah yang lain menceraikan mereka.Selama itu terjadi Wak Katok duduk saja diam-diammemegang senapannya. Setelah mereka dilerai, Buyungmemegang Sutan, dan Pak Haji memegang Sanip, dan PakHaji berkata:"Sabar, sabarlah, mengapa kita dengan kita berkelahi,sedang kita semua dalam bahaya besar? Mengapa kalianberkelahi sebenarnya?""Aku hendak mengakui dosa-dosaku," kata Sanip dengannapas terengah-engah, "biarlah Sutan marah karena akumelanggar janji atau sumpah. Tetapi aku tak tahan lagi.Karena aku juga, maka Talib telah jadi korban harimau. Kamibertiga, Talib, Sutan dan aku, enam bulan yang lalu, yangmencuri empat ekor kerbau Haji Serdang di kampungKerambi..." dan dia melihat kepada Sutan, siap untukmempertahankan dirinya, jika Sutan menyerangnya kembali.Akan tetapi Sutan seakan kini tak perduli lagi terhadap apayang hendak dikatakan oleh Sanip. Dia duduk di tanah,dadanya turun naik, karena napasnya masih kencang, dan diahanya melihat saja ke tanah."Kami bertiga mencurinya malam-malam, dan ketikapenjaga kerbau mengetahui pekerjaan kami, maka Talib yangmenikamnya, hingga dia rubuh. Dia tak mengenal kami, dankami berhasil melarikan kerbau dan menyembelih kerbau danmenjual dagingnya ke kota. Penjaga kerbau tak mati. Itulahdosa kami bertiga, tapi Sutan tak suka aku ceritakan.""Apa lagi dosa-dosaku ..." Sanip tertegun, dalam hatinyateringat pada rahasianya, ketika dia berumur sembilan belastahun, pergi ke kota, dan berkunjung ke rumah perempuanlacur. Akan diceritakankah ini? Ini terang dosa juga yang amatdilarang oleh Tuhan. Akan diceritikankah? Atau ketika diamasih kecil, sering benar dia mencuri durian, mangga, duku.Dan waktu dia kecil, disuruh mengaji, sedang dia ingin pergimain bola, hingga dia menendang Qur'an di tengah jalan kemesjid tempatnya mengaji. Dia melawan pada ibunya. Hawanafsu yang timbul dalam dirinya tiap kali dia melihatperempuan yang cantik. Hawa nafsu yang membakar perutnyaselama mereka tinggal di ladang Wak Hitam dan dia setiaphari melihat Siti Rubiyah.Akan diceritakan semua ini dan banyak lagi yang lain? Diaingat, bahwa dia telah melakukan segala dosa, besar dankecil. Dia telah merasakan dalam dirinya hawa nafsu setan,rasa dengki, syirik, cemburu, kesombongan hati, kekejaman,kekikiran. Dia pernah menghina orang miskin. Dia pernahmenertawakan orang yang cacad, dia pernah ... oh, semuanyayang tak baik pernah dilakukannya. Dia pernah tak patuh padaorang tuanya. Dia pernah kurang ajar kepada orangyang lebihtua dari dirinya. Akan diceritakan semua ini? Akan tetapi jikadiceritakannya, apa lagi yang tinggal dari dirinya. Dia akantinggal telanjang! Dirinya akan kehilangan lapisanpelindungnya selama ini, yang membuat diri serupa denganorang lain. Kulit rahasia yang melapisi pribadi setiaporangyang melindungi seseorang dari orang lain. Jikadiceritakannya semua, jika dilepaskannya lapis pelindungnyaini, maka dia akan tak berdaya menghadapi orang lain. Diatahu, bahwa sebagian terbesar orang bersikap kejam terhadaporang yang tak berdaya. Jarang sekali orang yang timbul belaskasihan terhadap orang yang tak berdaya. Kebanyakan orangbersikap kejam dan hendak menindas orang yang tak berdaya.Mungkin karena kebanyakan orang melihat dalam diri orangyang tak berdaya itu kemungkinan bahwa dia pun dapatberganti tempat dengan orang yang tak berdaya itu, dankarena itu timbul rasa benci dan kejamnya, dan hendakdihapuskannya orang-orang yang tak berdaya dari permukaanbumi ini, supaya mereka jangan teringat pada kemungkinandirinya akan dapat jadi demikian pula.Akan tetapi jika dia berdiam diri, tidaklah pula mungkin diaakan harus menebus dosanya dengan mati diterkam harimau?Dan dia tak hendak mati. Dia merasa dirinya masih terlalumuda untuk mati. Dia masih hendak hidup terus.Dia terkejut mendengar kata Wak Katok, yang berkatadengan suara keras dan tajam: "Sanip, berbicaralah! Akusebagai pemimpin rombongan berkewajiban untukmenyelamatkan diri kita semuanya. Menurut tenungankuharimau itu harimau biasa, akan tetapi mungkin pula harimausiluman seperti yang dikatakan Pak Balam. Kita tak boleh lebihmemarahkannya. Baiklah engkau mengaku terus terang dosadosamu,dan minta ampun kepada Tuhan.""Akan tetapi," kata Sanip, yang masih mencoba untukmengelakkan diri dari keharusan menelanjangi dirinya,"apakah aku sendiri yang berdosa? Mengapa aku sendiri yangharus mengakui dosa-dosaku? Bukankah aku telah mengakuidosaku mencuri kerbau?""Semuanya, semua dosamu harus engkau akui," terdengarsuara Pak Balam yang lemah, yang mendengarkan percakapan mereka.Sanip terdiam, enggan benar hatinya hendak mulai.Sedangkan mengakui dosa-dosanya dalam hati sendiri sudahamat susah, bagaimana akan mengakuinya di hadapan oranglain, meskipun kawannya sendiri?."Yang lain pun akan mengakui dosa-dosanya," kata WakKatok, suaranya keras dan tajam, "jika perlu aku paksadengan ini," dan dia menggerakkan senapannya.Buyung terkejut."Setelah Sanip lalu Sutan, kemudian Buyung, dan kemudianPak Haji. Dosa-dosaku, telah kalian dengar diceritakan olehPak Balam," katanya dengan suara pahit, "semuanya kitamembersihkan diri, dan minta ampun kepada Tuhan. Mogamogasi nenek akan pergi meninggalkan kita. Ayoh, mulailah,Sanip. Tak banyak waktu tinggal. Sebentar lagi malam tiba,dan dalam gelap entah apa yang akan terjadi."Dalam hatinya Buyung mengambil tekad tidak akanmenceritakan apa yang terjadi antara dirinya dengan SitiRubiyah, biarlah dia mati, ditembak oleh Wak Katok atauditerkam harimau sama saja.Orang mati hanya sekali, pikirnya, tetapi noda yangtergores di kening dibawa seumur hidup!Daya Sanip menguasai dirinya patah di bawah ancamanWak Katok. Dia lalu bercerita. Semuanya diceritakannya. Takada satu pun yang ditahan-lahannya. Dan dalam berceritamulai pula terasa kelegaan dalam hatinya. Akhirnya dia punterlepas pula dari tekanan dosa-dosa yang selama ini melekatdi jiwanya.Buyung mendengarkan dengan penuh takjub. Berbagaiperasaan timbul dalam hatinya. Perasaan marah, kecewa,kesal, jijik. Mungkinkah Sanip bercerita sekarang adalah Sanipkawannya selama ini? Sanip yang periang, Sanip yangtermasuk orang baik-baik di kampung, yang dihormati dandisayanginya, dan dipercayainya selama ini? Ternyata diaseorang tukang berzinah, seorang pencuri, seorang pendusta?"Sekarang engkau. Sutan," kata Wak Katok.Tetapi Sutan duduk saja di tanah, kepalanya menunduk ketanah, dan dia tak bergerak, seakan tak mendengar kata WakKatok."Sutan!" kata Wak Katok dengan suara yang lebih keras.Sutan diam juga, tak bergerak-gerak."Baiklah, cukuplah Sanip saja malam" ini, kalian masihterkejut, masih ketakutan dan risau pikiran dan hati," kataWak Katok kemudian, "akan tetapi esok pagi baiklah kalianmengakui dosa-dosa kalian semuanya."Tak seorang juga hendak makan kemudian, setelah merekasembahyang magrib. Sembahyang pun mereka dikawal mulamulaoleh Wak Katok, dan kemudian Wak Katok yangsembahyang, sedang Buyung berjaga-jaga memegangsenapan.Malam itu tak seorang juga yang dapat tidur. Mereka selaluingat pada perkataan Wak Katok: "Esok pagi kita kuburkanTalib."Dan sepanjang malam mereka duduk mengelilingi Talib,mendoa, dan membaca ayat-ayat Qur'an. Buyung teringatpada isteri dan anak-anak Talib di kampung. Bagaimanamereka nanti menerima kabar kematian-nya. Akan hebohbesar di kampung, jika mereka pulang. Di sini pikirannyaterhenti, dan takutnya timbul. Dapatkah mereka yang masihhidup pulang selamat ke kampung? Bacaan doa-doa merekatak henti-hentinya diiringi oleh erang Pak Balam, yangdemamnya semakin panas, dan tiap sebentar berbicara takkeruan. Kata-kata dosa, bersalah, ampun Allah, silih bergantike luar dari mulutnya. Pak Haji tiap sebentar menggosokkening Pak Balam yang basah. Lukanya kelihaian membusuksekali. Kakinya gembung di bawah bungkusan kain.Demikianlah mereka, seorang yang telah jadi mayat, yangterbujur di tanah, seorang yang menanti mautnya, terbujur disebelah mayat, dan mereka berlima duduk dekat yang mati,dan yang akan mati, di dalam lingkaran api unggun. Merekayang hidup dan yang mati di lengah hutan belantara. Dan diluar lingkaran cahaya di dalam gelap rimba belantara, merekaseakan merasakan kehadiran harimau yang ganas, yangmundar-mandir, menunggu kesempatan dengan tak sabar. Ditelinga mereka seakan masih terdengar bunyi aumannya yangdahsyat, dan pekik Talib. Kini hati mereka bertambah susahlagi dari kemarin malam.Kini ancaman terasa lebih dekat dan lebih dahsyat. Danrasa tak berdaya tambah terasa. Seakan pegangan tangandengan jari-jari es yang sejuk memeras-meras hati mereka. Didalam setiap kegelapan, di belakang setiap daun, di belakangsetiap pohon, di belakang setiap dahan dan di belakang setiapbunyi mereka seakan mendengar bunyi tapak harimau yangmelangkah dengan halus dan hati-hati mendekati, mendekati,mendekati, mendekati....6Esok paginya setelah mereka sembahyang subuh, lalumenyembahyangkan mayat Talib, dan pagi itu juga merekamenggali kuburan untuk Talib di tempat yang tinggi, hinggajika anak sungai banjir, di musim hujan, maka kuburan Talibtidak akan terendam air. Mereka menyusun batu-batu sungaidi sekeliling kuburan, dan Pak Haji mengatakan, nanti akanmembuatkan batu kepala kuburan di kampung untuk dipasangnanti jika kembali ke hutan.Mereka tak banyak berbicara ketika Pak Haji memandikanmayat Talib. Tubuhnya bekas gigitan dan cakaran harimauamat menyedihkan dan mengerikan. Dadanya kelihatanseakan hancur sama sekali, dan pahanya belah dan rusak.Belum lagi ratusan luka lain yang lebih kecil di seluruhbadannya. Mukanya pun penuh luka akibat diseret harimau kedalam hutan.Pak Haji memandikan dan membersihkan badan Talib, dankemudian membungkus mayat dengan kain sarung yangbersih. Mereka menyembahyangkan mayat. Lalu merekausung mayat ke kuburannya. Setelah lobang kuburan ditutupkembali dengan tanah, maka batu-batu mereka susun di ataskuburan. Dan Pak Haji kembali membacakan doa-doa.Beberapa waktu mereka duduk mengelilingi kuburan,masing-masing dengan pikiran sendiri, sehingga akhirnya WakKatok berkata: "Marilah kita berangkat lagi."Akan tetapi ketika mereka tiba di pondok, kelihatan PakBalam menghadapi krisis demamnya. Seluruh badannya amatsangat panas, dan dia mengigau terus-menerus, menyebutnyebutdosa dan minta ampun kepada Allah, dan menyuruhmereka meminta ampun dan mengakui dosa-dosanya.Wak Katok berkata, bahwa tak mungkin membawa PakBalam sedang sakil demikian. Lebih baik mereka menunggudahulu sehari lagi. Buyung mengusulkan agar mencobamemburu harimau. Usul Buyung mula-mula mereka terimadengan terkejut.Buyung berkata:"Lebih baik kita memburunya daripada kita membiarkan diamemburu kita seperti selama dua hari ini."Setelah habis terkejutnya, Sutan menyokong usul Buyung.Wak Katok berkata, bahwa dia hendak membawa Sanip danBuyung saja, biarlah Sutan dan Pak Haji tinggal menjagapondok."Nyatakan terus api unggun, insya Allah harimau tidak akanberani mendekat," katanya.Mengingat bahwa akhirnya kini akan berkelahi dan akanmenghadapi musuh, kerusuhan hati mereka yang akan pergimemburu harimau mulai didorong ke belakang oleh gairahberburu yang timbul dalam dirinya. Berburu mereka tahu.Menghadapi harimau yang akan mereka buru, adalahberlainan dengan menjadi korban yang diburu-buru, danmerasa tak berdaya. Kini seakan mereka kembali memegangtali nasib di tangan sendiri. Merekalah yang memberi putusan,yang mengambil putusan, yang berbuat, mereka yangmemburu. Rasa manusia mereka kembali jadi kukuh danmenyala. Mereka masak makanan pagi cepat-cepat, danmembungkus makanan untuk dibawa oleh Wak Katok, Buyungdan Sanip."Kami akan pulang sebelum magrib," kata Wak Katokkepada Pak Haji, "rebuslah ramuan obat waktu tengah hariuntuk Pak Balam. Paksakan supaya diminumnya."Kemudian Wak Katok berangkat dengan Buyung dan Sanipmenuju ke tempat harimau menyerang Talib. Mereka yangtinggal memandangi mereka sampai hilang di antara pohonpohon,dan tinggallah Pak Haji dan Sutan berdua menjaga PakBalam. Keduanya merasa lebih tak berdaya lagi ditinggalkantiga orang kawannya. Adanya Pak Balam yang sakit, yangtelah diserang harimau, lebih lebih mengecilkan hati danmematahkan semangat. Setiap saat mereka merasa takutharimau akan datang menyerang. Apa daya? Senapan dibawaoleh Wak Katok. Dalam hati masing-masing timbul rasapenyesalan dan kesal terhadap Wak Katok yang membawaBuyung dan Sanip. Juga timbul rasa iri hati terhadap Buyungdan Sanip yang beruntung dipilih oleh Wak Katokmengiringinya.Bagaimanapun juga mereka bertiga mempunyai senapan,senjata terampuh yang mereka miliki terhadap harimau, danmereka berdua ditinggalkan begitu saja menjaga Pak Balamtanpa senjata, kecuali parang yang tak banyak gunanyadipakai melawan harimau.Sutan dan Pak Haji dikejutkan oleh setiap bunyi dan gerakyang mereka dengar dan lihat dalam hutan di sekelilingnya.Dan jika tiba-tiba beruk-beruk berhenti berteriak-teriak, makamereka akan berpandangan, khawatir bahwa harimau lelahtiba dekat mereka.Dan jika beruk-beruk berbunyi-bunyi kembali, makakeduanya menarik napas lega, untuk kemudian menegangkembali, mendengar suara berdetak di balik pohon dan daundaundi sekelilingnya. Dan igauan Pak Balam yang demamnyabertambah tinggi tidak membantu menenangkan hati mereka.Sebaliknya hanya menginginkan ketegangan dan ketakutan hati saja.Dalam hatinya Sutan sekali-sekali ingin melihat Pak Balamcepat saja mati, supaya jangan lagi telinganya mendengarseruan-seruan Pak Balam agar mereka mengakui dosadosanya.Jika igauan Pak Balam sedang menjadi-jadi, makaSutan menutup telinganya, membutakan hati dan pikirannya.Dia merasa seakan dalam dirinya sesuatu meronta-rontamerenggut-renggut minta dibukakan pintu.Sutan tahu, bahwa dia tak boleh membuka pintu dalamhatinya untuk yang merenggut-renggut dan meronta-ronta itu.Pintu harus ditutupnya sekeras-kerasnya. Mengapa Pak Balamtak berhenti mengigau? Mengapa dia harus saja menyebutnyebuttentang dosa? Tidakkah cukup Talib dan Sanip yangtelah mengakui dosa-dosanya.Untuk Wak Katok cepat pergi memburu harimau, jika tidak,dan dia memaksa agar supaya mereka mengakui dosadosanya,maka Sutan tak tahu apa yang akan dibuatnya. Diatak hendak mengakui dosanya. Selama-lamanya tidak.Mengingatnya saja pun dia tak mau, apalagi untukmengakuinya kepada orang lain.Dia dapat mengingat dosanya seperti di waktu bulan puasadia makan sembunyi-sembunyi, akan tetapi waktu berbuka,terus juga mengaku dia telah berpuasa sehari penuh, atauketika dia merokok bersembunyi di dalam kakus, sedangayahnya telah melarangnya merokok. Atau dusla-duslanyakepada ibu dan kawan-kawannya, atau kepada istrinya sendiri.Dan teringat pada ini, hatinya tak terganggu sama sekali. Diajuga dapat ingat pada pencurian kerbau yang mereka lakukan.Dan ini pun tak terlalu menggangu hatinuraninya. Hampir olehsetiap orang di kampung ada saja yang telah dicurinya,pikirnya, kalau bukan kerbau, maka kambing, bukan kambing,ayam, bukan ayam, ikan, bukan ikan, buah kelapa, atau yanglain. Dia tahu sebagai penyamun, dan mereka hidup selamatsampai hari tuanya. Malahan ada seorang yang lelah berumurdelapan puluh tahun, dan jika lagi senang bercerita, makadengan bangga akan menceritakan bagaimana dia di waktumudanya menyamun pedali-pedati yang membawa barangbarangdagangan ke hari pekan dari desa ke desa yang lain.Perbuatan penyamunan demikian, malahan dianggap sebagaiperbuatan berani dan gagah, dan bukan dosa dan kejahatan.Dan tentang perempuan. Ya, dia pun tak luput dari berdosademikian, akan tetapi ini pun apakah sungguh merupakandosa besar yang tak dapat diampuni, dan harus dihukumdengan mengirimkan harimau untuk membunuh mereka?Berapa banyak orang lain yang lebih terhormat dan lebihmulai kedudukannya yang berbuat demikian pula. Danbagaimana dengan datuk-datuk yang kawin di mana-mana,tiap tahun menceraikan istrinya, dan kawin lagi, dan dengancermat menjaga supaya jumlah istrinya tidak melebihi empatorang batas seperti ditetapkan di dalam Qur'an. Apakahmereka tak berdosa juga sebenarnya? Bagaimana denganulama Syekh Haji Bakaruddin, yang sejak dia berumur duapuluh lima tahun hingga tujuh puluh tahun telah kawin takkurang dari empat puluh lima kali, jadi tepat tiap tahun diamengganti seorang istri, dan tiap kalinya seorang anak perawan?Akan tetapi ada kata yang meronta-ronta jauh di bawahlubuk hatinya, "apa yang engkau lakukan adalah kebiadabangelap dan hitam, dan adalah dosa dahsyat”“Diaammmmm! Diam engkau!" Sutan tiba-tiba berteriak,menyuruh hatinya diam, dan menyuruh Pak Balam yang masihterus mengigau supaya diam. Kini arus kenangannya. Diateringat suatu hari, ketika dia kembali dari memasang jeratuntuk menangkap burung balam, dan jerat dipasangnya diladang yang ditinggalkan orang di luar kampung. Dan diasedang duduk bersembunyi di bawah pohon dadap, diamelihat Siti Nurbaiti, gadis berumur tiga belas tahun masuk keladang. Dia membawa sebuah keranjang kecil, dan datang keladang untuk memetik buah rimbang, karena banyakpohonnya tumbuh di ladang kosong.Siti Nurbaiti anak yatim piatu di kampung, dan dia tinggaldengan neneknya yang sudah tua. Dialah yang bekerjamencari sayuran atau kayu bakar. Bagaimana terjadi apa yangterjadi kemudian, kini pun tak jelas dapat diingat oleh Sutan.Mungkin hawa nafsu iblisnya terbangun melihat buah dadaanak gadis itu yang kelihatan, karena pakaian yang dipakainyasudah koyak bagian depannya.Dia mendatangai anak itu, dan mengatakan dia akanmenolongnya memetik buah rimbang. Dan kemudian diamemeluk anak itu, dan melemparkannya ke tanah, dankemudian ... ketika anak itu melawan.... dan dia ... dan dia ...Sutan berteriak berseru "diam! diam!" dan melompat hendakmencekik Pak Balam, hendak mendiamkan mulutnya yangterus mengigau --dosa—dosa-dosa akui-akui dosa kalian, dosa kalian.Pak Haji terkejut, dan dengan susah payah menarik Sutandari Pak Balam. Pak Balam kini terdiam, hanya napasnya sajayang terdengar amat berat tertahan-lahan.Pak Haji tetap memegang Sutan yang bernapas kencang,matanya memandang liar."Mengapa engkau, Sutan?" kata Pak Haji tajam.Sutan melepaskan dirinya dari pegangan Pak Haji, memijitkepalanya dengan kedua tangannya: "Mengapa dia tak maudiam? Tak tahan aku mendengarnya lagi, siang dan malamhanya dosa, dosa, dosa saja yang disebutnya. Mengapa dia tak mati?"Sutan berdiri, dan tiba-tiba seakan dia mengambil putusan,dia mengambil parangnya, dan berlari-lari kecil meninggalkantempat mereka bermalam, masuk hutan, menyusul arah WakKatok, Sanip dan Buyung pergi.Pak Haji ternganga saja, dan baru setelah Sutanmenghilang di antara pohon-pohon, dia dapat bersuara danberseru: "Sutan, Sutan! Ke mana engkau? Mari kembali!"Akan tetapi hanya suara beruk yang menghimbau-himbausaja yang menyahut seruan Pak Haji.0oo0Wak Katok, Buyung dan Sanip telah dua jam mengikutijejak harimau dari tempat harimau menyerang Talib. Jejaknyamudah diikuti, karena tanah di hutan lembab sekali.Mata mereka yang pandai membaca jejak dapat melihat,bahwa harimau itu amat besar sekali. Jarak dari jejak kakibelakangnya ke kaki depannya lebih dari enam langkah,menandakan bahwa harimau itu panjang dan tinggi, danmenunjukkan pula, bahwa umurnya lelah lanjut dan tua.Selelah mereka berhasil melepaskan Talib dari terkamanharimau, kelihatan harimau lalu lari lebih jauh ke dalam hutan,akan tetapi kemudian jejak harimau kembali ke tempat Talibditerkamnya, dan kembali ke tempat Pak Balam ketikaditinggalkan, dan kemudian memintas kembali ke dalamhutan. Harimau itu meninggalkan jalan yang mereka tempuh,karena rupanya perhatiannya teralih oleh seekor babi yangtercium olehnya di dalam hutan tak jauh dari jalan yangmereka tempuh. Mereka dapat lihat jejak harimau mengikutijejak babi. Babi itu belum merasa bahwa dia diikuti olehseekor harimau, karena langkahnya teratur kelihatan di tanah.Babi menuju sebuah tempat minum di tengah hutan. Dandisini kelihatan, bahwa harimau mencoba menerkam babi, akantetapi gagal, karena di pinggir tempat minum kelihatan jejakjejakharimau dan babi yang kacau, dan jejak babi larimenyeberangi tempat minum terus ke dalam hutan, dan jejakharimau mengejarnya. Akan tetapi setengah jam berjalankemudian kelihatan jejak babi lari terus, sedang jejak harimauberhenti mengejar babi dan berpaling kembali ke arah jalanyang telah mereka tempuh. Hati mereka berdebar melihatperubahan arah jejak harimau. Mereka mengikuti jejak ituhingga ke pinggir sebuah sungai kecil, dan di sana harimauberhenti sebentar minum air, kemudian masuk ke sungai.Akan tetapi ketika mereka tiba di seberang, mereka takmelihat jejak harimau timbul di seberang sungai."Akan perlu waktu untuk mencari jejaknya kembali," kataWak Katok, dan dia melihat ke langit mencari matahari yangterlindung di balik daun-daun kayu. "Lebih baik kita makandahulu. Telah tengah hari. Tak banyak waktu tinggal. Kitamesti pulang ke tempat bermalam sebelum maghrib."Mereka makan siang di pinggir sungai kecil. Wak Katokmenaksir bahwa dari tempat mereka makan ke tempat merekabermalam ada tiga jam perjakinan jauhnya."Paling banyak hanya tinggal waktu dua jam lagi untukmengikuti jejaknya," kata Wak Katok.Buyung dan Sanip diam saja. Mereka merasa letihmengikuti jejak harimau dari pagi. Jalan yang ditempuhharimau bukanlah jalan yang mudah diikuti oleh manusia.Tetapi rasa takut mereka pada yang gaib telah berkurang.Melihat jejak harimau di tanah mengingatkan mereka bahwaharimau adalah makhluk dari daging dan tulang juga, sepertirusa, yang dapat diburu dan ditembak mati. Setelah makan,mereka lalu mencoba mengikuti air sungai mengalir, danbeberapa kali menyeberang mencari jejak harimau. Beberapakali mereka tak berhasil. Wak Katok baru hendak memutuskanagar mereka memudiki sungai kembali dan mencari ke sebelahmudik, ketika Buyung yang mencari-cari di kedua pinggirsungai dengan matanya dari lengah sungai menunjuk kepinggir sungai dari arah mereka datang. Sebuah batu sebesarkepala orang kelihatan baru jatuh dari tebing sungai. Merekaberlari kesana, dan benar, di pasir tepi sungai yang basahkelihatan jejak harimau. Mereka mengikuti jejak dan melihatbetapa harimau beberapa lama berhenti di sualu tempat. Daritempat harimau berhenti, mereka dapat melihat tempatmereka makan di pinggir sungai. Bekas jejak harimau di sinikelihatan lebih segar lagi dari yang di tepi sungai.Dan tiba-tiba hati mereka seakan diperas oleh sebuahtangan dingin. Mereka tiba-tiba menginsyafi, bahwa merekayang memburu harimau, sejak beberapa waktu telah diburuoleh harimau. Mereka sadar, bahwa mereka menghadapiseekor harimau yang pandai pula berburu.Rasa terkejut mereka cepat dikalahkan oleh hasrat hidupmereka. Kini mereka harus mengadu kepandaian berburudengan kepandaian berburu sang harimau. Siapakah yangakan menjadi pemburu, dan siapakah yang akan menjadikorban, tergantung dari kewaspadaan dan kesiapan masingmasing.Dengan cermat mereka memperhatikan arah jejakharimau menghilang ke dalam hutan di antara pohon danbelukar.Kelihatan arah itu menuju jalan yang telah mereka tempuhketika mereka mengikuti jejak harimau. Rupanya harimau itusengaja berpaling di sungai dan kembali berputar mengikutijejak mereka, dan demikian dapat menyerang mereka daribelakang. Bagi mereka ada dua kemungkinan. Dengan cepatmengikuti jejak harimau, hingga dapat menyusulnya daribelakang, atau lebih baik lagi memasang perangkap bagi sangharimau, menunggunya muncul mengikuti jejak mereka darisungaiWak Katok memberi isyarat, dan mereka mengerti apamaksud Wak Katok. Mereka mencari tempat bersembunyiuntuk menghadang harimau. Mereka bergerak denganperlahan-lahan sekali, tak membual bunyi dan tak bersuara.Tak dapat diketahui di mana harimau berada, entah telahdekat sekali, dan panca indera harimau amat sangattajamnya.Wak Katok membawa mereka mendaki tebing, naik ke atasjalan bekas jejak harimau lewat yang mereka ikuti, danmereka bersembunyi di balik sebuah pohon besar. Wak Katokduduk, siap dengan senapannya, dan buyung dan Sanip siapdengan parang panjang mereka.Soalnya kini ialah menunggu. Menunggu dengan sabar.Yang mereka perlukan ialah waktu. Dengan penuh khawatirmereka melihat pada terang matahari di luar atap daun-daunkayu di atas kepala.Matahari telah lebih berat turun ke arah barat. Mereka takdapat menunggu lama-lama. Jika mereka menunggu terlalulama, maka malam akan turun. Dan jika mereka masih beradadi hutan, sedang malam telah turun, maka harimau mendapatkelebihan. Senapan mereka tak banyak artinya di malam hari.Harimau lebih dapat melihat dalam gelap dari mereka. Hatimereka berdebar-debar menunggu.
Judul : Harimau-Harimau 2
Deskripsi : Tak ada jalan lain Buyung selain pura-pura tak mengerti apa yang dimaksud oleh Sutan, dan kembali mukanya merah, dan orang-orang lain tert...