Novellete by Harlock“…tak akan kubiarkan pergi, bahkan sedikit lelap. Semua adadigenggamanku...”petir menyambar keras di ujung pohon sebuah hutanyang lebat di sekitar lereng Gunung Arjuno. Dahanyang tersambar bergemeretak jatuh diterima tanahyang basah oleh hujan lebat yang mengguyur permukaanlereng gunung itu. Kilat mengerjap-erjap. Sinarnya sebentarsebentarmenerangi cuaca gelap yang menakutkan di langitgunung. Gelegar guntur yang datang sambut menyambutmemecah keheningan malam pekat. Suara yang dahsyatmemekakkan telinga menambah keganasan cuaca malam itu.Seseorang berjalan sendirian di tengah hujan lebat yangmengamuk. Jas hujan yang berwarna hijau lumut nampakberkibar-kibar diterpa angin ribut yang seakan inginmemporak-porandakan seisi hutan. Dengan susah payah iaberjalan tertatih-tatih melawan hembusan angin yang ganas.Sesekali langkahnya terseok-seok karena karena tapakkakinya memijak lantai hutan yang penuh dengan akarpohon-pohon raksasa yang berserakan. Entah apa yangdilakukannya pada saat cuaca tak bersahabat ini. Apalagi iaberada di dalam hutan gung liwang liwung[1].“ Ya Tuhanku….tolonglah hambamu, Tuhan…” orang itubergumam sendiri. Suaranya terdengar pelan dan bergetarditelan gemuruh angin ribut dan gelegar guntur.Ia terus berjalan, walaupun tampak kakinya sudah mulaigemetar menahan berat badan dan tas ransel yang iagendong di belakang punggungnya. Namun ia tetap berusahauntuk berdiri dan berjalan. Butiran air mata menetesbercampur dengan air hujan yang terasa pedih di wajah.~oO0Oo~agi itu serombongan anak muda berangkat dari PHPAWonosari untuk mendaki Gunung Arjuno. Limapemuda itu masih nampak muda dan segar. Terlihatsemangat mereka yang menyala nyala. Beberapa dari merekanampak memeriksa perbekalan yang disimpan dalam tasransel khusus pendaki yang berukuran besar. Setelahmendapat ijin dari petugas PHPA, mereka segera berangkatmenempuh perjalanan yang panjang.“ Kita nggak usah keburu buru jalannya, “ kata Bam sesaatsetelah mereka berangkat“ Ok, Bam. Save nafas aja, “ ujar Stelly menambahkanMereka berjalan melewati perkebunan teh Wonosari yangmemanjang sebelum memasuki area hutan pinus dancemara. Hawa dingin sejuk telah menyambut mereka walauperjalanan masih baru dimulai. Hamparan permadani hijaukebun teh memanjakan mata mereka yang telah bosandengan pedihnya pemandangan kota. Beberapa jammelewati perkebunan, mereka mulai memasuki area hutancemara. Perlahan-lahan jalan mulai menanjak naik. Jalansetapak mengiringi mereka melewati kawasan hutan hinggamemasuki area perkemahan di Oro-Oro Ombo yangdikelilingi oleh hutan pinus yang lebat.“ Kita sudah sampai Oro-Oro. Kita istirahat sejenak, kay? “Dhani berbicara pada temannya“ Jangan lama-lama dong, Dhan “ sahut Arthur yang serasatak sabar ingin menikmati udara sejuk di puncak Arjuno.“ Untuk apa sih keburu, Tom? “ tanya Stelly“ Bukan begitu. Nggak sabar nih, “ jelas Arthur singkat“ Ya udah. Seperempat jam saja kita disini, kay? “ tengahSazha yang sedari tadi diam saja.“ Whokeh deh, “ jawab mereka berempat hampirbersamaan.Tak lama mereka di tempat itu, mereka bersiap kembaliuntuk melanjutkan perjalanan. Hingga beberapa jam setelahmemasuki area Hutan Gombes, mereka teringat bahwamereka akan segera memasuki daerah Hutan Lalijiwo, hutanmaha lebat yang tidak hanya ditumbuhi cemara, namun jugatumbuhan- tumbuhan lain yang berukuran raksasa. Dhanimenghentikan jalannya. Keempat temannya pun mendadakmenghentikan langkah kaki mereka.“ Ada apa Dhan? “ tanya Sazha“ …Ngg…nggak apa-apa. Sebentar lagi kita masuk ke…”“ Alas Lali Jiwo maksudmu? “ sahut Stelly“ Ayo dong, jangan berhenti. Emang kenapa dengan LaliJiwo? “ Arthur sedikit memaksa teman temannya.“ kamu jangan sembarangan disini, Thur. Disini dekat pasarlelembut, “ jawab Bam“ Ah…tahayul. Ayo deh, kita lanjutkan,” tandas Arthur“ hm..ayo,” kata Dhani kemudianLalu mereka memasuki area yang dinamakan Lali Jiwo olehorang-orang. Hutan ini benar-benar lebat. Sinar matahariyang tak terhalang awan ataupun mendung pagi itu takmampu menembus kelebatan daun-daun yang menempel didahan-dahan yang saling bersinggungan satu sama lain. Bagaikanopi raksasa yang memayungi lantai hutan yang lembab.Sesekali mereka mendengar suara-suara hewan yangberlarian menembus semak disamping jalan setapak.Page 5 of 40Pandangan kelima pemuda itu menebar ke arah kanan kirimereka, mencari sesuatu yang jarang mereka temui dilingkungan kota tempat tinggal mereka. Entah burung hutanyang memiliki bulu yang indah, ataupun kijang yang kadangkala tak sengaja mereka temui di hutan ini.Arthur yang paling bersemangat ada di posisi terdepanberjarak beberapa meter dari Dhani. Jarak yang merekatempuh amat jauh. Mereka telah menempuh beberapa jamsejak berangkat dari Oro-Oro Ombo. Jalan setapak itu mulaimenyempit di tengah perjalanan mereka hingga memaksamereka berjalan berjajar satu persatu. Arthur yang terlalubersemangat sedikit demi sedikit melambat jalannya. Ia puntersusul oleh kawan-kawannya hingga ia berada di posisipaling belakang. Lalu Dhani melambatkan jalan hinggatersusul oleh Stelly yang berada tepat dibelakangnya.“ Kamu awasi yang paling belakang, ya. Siapa? Oh..Arthurya,” bisik Dhani pada Stelly.“ Aku mana bisa? ““ Kamu pindah ke belakang. Di depan Arthur deh, ““ Ok “Lalu Stelly memperlambat jalannya hingga ia mendapat posisidi depan Arthur persis. Kembali mereka melanjutkan jalantanpa berbincang satu sama lain. Hutan yang mereka lewatiseakan-akan semakin menghimpit jalur nafas mereka.Semakin sempit jalan yang mereka lalui. Kadang kala lenganmereka tergores dahan pepohonan perdu yang menjorok kejalan setapak. Arthur yang kelelahan berjalan semakinlambat. Namun ia berusaha tetap berkonsentrasipandangannya pada punggung Stelly. Memang, perjalanan iniPage 6 of 40benar benar menguras tenaga dan fikiran mereka. Tetapimereka dipaksa harus tetap berkonsentrasi dengan jalanyang mereka tempuh. Bila tidak pasti akan berakibat fatal.Stelly merasa sangat penat hingga ia tak lagi dapatmengawasi teman-teman mereka satu persatu. Ia kehilanganpengawasan terhadap rekan yang dibelakangnya. Ia hanyaberkonsentrasi pada Bam, rekan yang didepannya persis.Arthur yang kehilangan tenaga sejak pertengahan hutan tadi,merasa kepalanya menjadi teramat pening. Tetapi iamemaksakan diri untuk tetap menatap punggung Stelly yangdidepannya. Sesekali ia meneguk air di kantong minumnyauntuk menambah daya tahan tubuhnya yang melemah.Jalannya menjadi sedikit terseok-seok. Ia tak ingin terlepaspenglihatan terhadap punggung Stelly. Arthur berusaha kerasmengatasi kesadarannya. Ia tetap melihat Stellydidepannya.Hingga saat itu, sebuah gerumbulan dedaunan melintang ditengah jalan setapak. Arthur yang berjarak sekitar dua meterdari Stelly menyingkap dedaunan yang menghalangi jalannyasetelah ia melihat Stelly juga melakukan hal yang sama.Namun apa yang terjadi seperti memukul ulu hatinya. Ia tidakmelihat teman-temannya sama sekali. Mereka seperti hilangditelan bumi. Jalan setapak terlihat kosong memanjang didepan. Tiba tiba perutnya seperti sangat mulas. Pikirannyatak lagi jernih. Dengan panik ia berteriak-teriak memanggilteman-temannya satu persatu. Namun hanya desiran anginyang lembut menggesek pucuk-pucuk cemara yangterdengar. Kwangwung[2] menyanyikan lagu-lagu ancaman diPage 7 of 40kejauhan. Selebihnya sepi. Tak nampak tanda-tandakehidupan lain disana.Setelah lama berusaha, Arthur pun tak sanggup lagi berjalancepat. Tenaganya telah habis terkuras. Ia hanya bisa berjalantertatih-tatih sambil berpegangan pada pohon yang agakkuat. Ketakutan mulai menjalari jiwanya. Kenyataan bahwa iatak lagi dapat bertemu teman-teman mulai meneror pikiranArthur. Badannya menggigil hebat. Dengan lemas ia mencaripohon yang berakar besar dan duduk di pokok akarnya.“ Ya ampun. Kemana mereka…” ujar Arthur sambil menyekapeluh yang menetes di dahinya.“ Tadi aku yakin melihat Stelly didepanku…secepat itu iamenghilang. Hanya beberapa detik saja…mana mungkin….”“ Baaam…..Stellyyyy……..Dhaaan….” Arthur kembaliberteriak. Ia tetap duduk di pokok akar.“ Mana mungkin..Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku… “Ia melihat arloji yang dilengkapi dengan kompas miliknya.Jam sudah menunjukkan pukul 16.09 menit. Jam empat sore.Mengingat bahwa sebentar lagi gelap dan ia tidak membawaperlengkapan tenda, hatinya menjadi kecut. Ia mulaikehilangan konsentrasi dan orientasi. Ia sudah tak tahu lagiarah. Ia hanya berpedoman pada jalan setapak sempit itu. iaberpikir kalau ia mengikuti jalan itu, ia akan sampai diCemorosewu dan beberapa jam kemudian akan sampai dipos terakhir di Plawangan.Ia membulatkan tekat untuk berjalan kembali. Asal ia sudahkeluar dari Lali Jiwo, ia akan bisa beristirahat semalam diCemoro Sewu. Kalau ia beruntung, sekitar pukul sembilanPage 8 of 40malam nanti ia akan sampai di Plawangan. Ia yakin temantemanpaling tidak menunggunya disitu.~oO0Oo~Page 9 of 40etelah mendekati akhir perjalanan di Alas Lali Jiwo,Dhani menghentikan langkahnya sejenak. Ia menolehkebelakang. Ia melongokkan kepalanya melihat temantemannya yang kini berjalan dengan jarak antara yang agakberjauhan. Ia menghitung satu persatu. Lalu ia terkejutmelihat kenyataan.“ Stel, mana si Arthur? “ teriaknya“ Lho, tadi aku melihat dia dibelakangku…” kata Stelly sambilmelihat kebelakang. Ia tak melihat siapapun disitu.“ Lebih baik kita kembali mencarinya, Dhan “ sahut Sazhayang menampakkan wajah bingungnya“ Ayo, agak cepat. Hari sudah hampir gelap “ ajak BamMereka kembali menyusuri jalan yang mereka lalui tadi. Tapimereka tidak menemukan jejak Arthur. Arthur seperti hilangditelan hutan lebat itu. Berkali kali mereka meneriakkannama Arthur. Tak ada jawaban sama sekali. Erangankesakitan pun tak terdengar. Dhani mulai merasakan sesuatuyang tidak beres pada keselamatan Arthur. Dadanya bergetarhebat. Ia ingat akan sesuatu hal di Lali Jiwo yang membuatpikirannya berputar putar. Semak demi semak, jalan setapakyang memanjang, semua sudah mereka lewati. Namun taksejejak pun bau Arthur mereka temukan. Mereka mulaikelelahan.“ Kalau kita teruskan mencari, bisa bisa kita sendiri yangkehabisan tenaga dan waktu, “ ujar Dhani“ Lebih baik kita bergegas ke Plawangan saja mencaribantuan, “ ia melanjutkan“ Begitu sebaiknya, ayo kita segera saja “ jawab Sazha“ Baik, “ jawab mereka bersamaanSPage 10 of 40Mereka bergegas mempercepat langkahnya menuju HutanCemoro Sewu dan segera menuju Pos Terakhir pendakianArjuno di Plawangan.~oO0Oo~Page 11 of 40rthur terlihat berjalan tergopoh gopoh mengejarwaktu agar cepat sampai di Hutan Cemoro Sewu yangmasih mungkin untuk dijadikan tempat peristirahatan,bukan di Alas Lali Jiwo yang menakutkan ini. Perutnyamenjadi sangat mulas bila mengingat hal itu. Rasa takut dankhawatir benar benar menjajahnya kali ini. Ia yang takpernah takut apapun, kini benar benar dipaksa tundukkepada rasa itu.Namun, semakin jauh ia berjalan, ia tak juga menemui hutanyang bernama Cemoro Sewuu. Hanya jalan setapak itu-itusaja yang ia lihat. Panik semakin menjalar di pembuluhdarahnya. Peluh bercampur keringat dingin mengalir disekujur tubuhnya. Bajunya semakin basah. Namun ia takhendak berhenti walau sejenak. Semakin pula iamempercepat langkahnya.Tiba-tiba sesuatu hal membuat darahnya mengalir derashingga kepala. Arthur melihat pokok akar berukuran raksasayang ia duduki di awal perjalanan saat ia mengetahui bahwaia sedang sendiri di hutan ini.“ Ya Tuhan…itu..itu akar yang tadi..” Arthur ternganga. Iamelihat bekas tapak kaki dan cetakan pantatnya di pokokakar yang lembab.“ A..apa ini…? Mana mungkin…? ““ tiga jam….nggak mungkin…”Arthur jatuh terduduk di lantai hutan yang lembab. Sontakkekuatannya hilang sama sekali. Matahari sudah hilang dansuasana menjadi gelap gulita. Dada Arthur bertambah sesak.Ia yakin ada sesuatu dibalik peristiwa ini. Padahal sudahAPage 12 of 40sekitar tiga jam ia berjalan dan selalu mengikuti jalur jalansetapak yang menurutnya tak menemui percabangan.Ia mulai ingat peringatan teman-temannya. Ia merasa sangatmenyesal telah sumbar dipintu hutan. Namun sesal pun takmenolongnya untuk keluar dari hutan yang mengerikan ini.Perlahan Arthur mengambil dan menyalakan lampu ting yangia gantungkan di pipa tas ranselnya. Walau tak begitu terang,cukup buat Arthur untuk melihat sekitar dalam radius satumeter setengah. Ia tolehkan kepalanya ke sekeliling sembarimengangkat lampu tingnya tinggi. Sayup-sayup terdengargemeretak pepohonan yang entah ditiup angin ataubergesekar dengan hewan liar yang melewatinya. Kecut hatiArthur dibuatnya. “ Tempat ini berbahaya…., ” batinnyabicara.Ia pun berkeputusan untuk kembali berjalan setelahmeneguk air yang tinggal seberapa dan mengunyah rotibantet yang ia bawa sebagai bekal. Ia packing kembali isi tasranselnya, lalu ia berdiri dan mulai berjalan sambil membawalampu yang sinarnya bergoyang-goyang lembut. Kaki yangsedari tadi berjalan sudah mulai melepuh. Walau tenaganyasudah mulai pulih, tak membuat jalannya menjadi tegap.Dengan sedikit terseret, kakinya tetap menyusuri jalansetapak. Kali ini ia perhatikan andai ia melewati sebuahpercabangan. Ia tak ingin kembali lagi di “pos” tempat iaberistirahat tadi sore.Lampu ting yang ia tenteng ke depan ia arahkan rendahmenerangi jalan setapak itu. Matanya tak lepas dari lantaihutan. Perlahan tapi pasti Arthur menggeser telapak kakinyalangkah demi langkah. Hingga saat ini ia begitu yakin bahwaPage 13 of 40ia tidak menemukan adanya percabangan jalan. Ia tetapkanlangkahnya kedepan berharap beberapa menit kemudian iaakan menemukan sederetan pohon cemara yang berada dibagian Alas Cemoro Sewu.Tiba tiba suara tonggeret yang berpesta pora di malam ituberhenti. Suasana jadi hening sekali. Yang terdengar hanyasuara langkah Arthur yang terseret seret menggesek lantaihutan. Arthur yang berusaha menahan capai dan kantuknya,tidak merasakan perubahan itu. ia tetap saja berkonsentrasipada jalan setapak yang dilewatinya.Beberapa lama kemudian, dari samping kiri Arthur terdengarsuara menggesek keras. Saking terkejutnya, konsentrasiArthur buyar seketika. Mendadak ia menghentikan jalannya.Lampu ting yang ditentengnya diangkat setinggi mukanya kearah kiri. Lengannya bergerak kekiri dan kekanan mencaricariasal suara aneh tersebut. ia tidak melihat apa apa.Semuanya terlihat gelap. Yang terlihat hanya pergerakanbayangan pohon oleh lampu ting Arthur. Selebihnya hanyakelam. Arthur keheranan. Ia berfikir, mungkin hanyahalusinasi saja. Padahal suara malam sedikitpun takterdengar saat itu, dan Arthur tetap tak menyadarinya.Setelah yakin tak melihat apapun, Arthur kembali menyeretlangkah kakinya.Belum sampai seratus langkah, suaragesekan itu kembali terdengar. Kini suara itu datang dari arahkanan. Lebih dekat dan lebih keras dari yang pertama.Kembali Arthur terkejut dan menolehkan seluruh badannyake arah datangnya suara. Lampu tingnya digerakkan sedikitcepat. Tetap saja hanya hitam kelam yang ia temui, tidaknampak sesuatu apapun. Bahkan diatas pohon-pohon rimbunPage 14 of 40itu pun tak nampak sesuatu yang menarik perhatiannya. Agaklama Arthur terdiam melihat ke arah itu. Jantungnyaberdetak kencang.“ Hoi…siapa disitu? Ada orang kah? “ teriak Arthur padakegelapan malam dan pepohonanNamun teriakannya hanya dijawab oleh desahan malam yangmenerpa pepohonan. Tak ada suara lain. Tetap saja heningseperti tadi. Dahi Arthur mengernyit sebelum memutuskanuntuk berjalan kembali. Ia pun kembali menyeret langkahkakinya. Setelah beberapa ratus langkah, Arthur mendengarsuara seperti desahan nafas di balik pepohonan yangdiselimuti gelapnya malam. Ia menajamkan pendengaranuntuk memastikan suara yang ia dengar. Arthur mendengarsuara dengusan nafas yang berat, dan ia pastikan bahwasuara itu bukan berasal dari suara nafas manusia. Ia jugamendengar bahwa suara seretan langkah kaki bukan hanyaberasal dari langkah kakinya sendiri. Ada suara seretanlangkah kaki lain di balik rerimbunan pohon di sebelah kanantubuhnya, namun suara itu lebih berat dan lebih keras.Arthur yakin bahwa ada sesuatu yang sedang mengincardirinya. Mengetahui hal itu, Arthur mempercepat langkahkakinya. Ia tak peduli bahwa kakinya telah pegal dan lecet. Iatetap saja menggenjot langkahnya menjauh dari area itu.Namun, semakin cepat ia melangkah, suara dengusan nafasdan langkah yang berat itu tetap mengikuti seiring denganlari Arthur. Jarak Arthur dengan suara itu pun tidakbertambah jauh maupun bertambah dekat.Page 15 of 40Arthur menjadi semakin panik. Akhirnya ia berkeputusanuntuk menghadapi. Ia hentikan langkah dengan tiba tiba. Dandengan cepat pula ia membalikkan badan menghadap kearah yang ia yakini dimana suara aneh itu berasal. Cepatcepat ia acungkan lampu tingnya ke depan, agak lebih tinggidari dagu. Ia menunggu mahluk yang mengikutinya untukmendekat. Ia hanya takut bila mahluk itu adalah harimauyang sedang mencari camilan buat perutnya yang sedikitmasuk angin.Namun, setelah ia berhenti tiba tiba, suara yangmengikutinya tadi mendadak lenyap. Ia tak mendengarapapun, sepi. Bahkan sesuatu yang mendekat pun tidak ada.Tidak ada pergerakan apapun di baik kerimbunan pohon.Kembali dahinya mengernyit.“ Apa-apaan ini? Kemana suara tadi? “ Arthur membatin. Iatetap menunggu sesuatu itu menyergapnya. Ia sudah pasrahapabila ada hewan buas yang menyerang. Paling tidak ia akanmempertahankan hidup dahulu sebelum nyawanya disambarmahluk itu.Namun semuanya tak terjadi. Hanya ia sendiri yang berdiridisitu. Tanpa pikir panjang lagi, ia melanjutkan perjalanan.Benaknya mengatakan bahwa semua itu hanyalah ilusi saja.Ia merasa bahwa lemah kondisi lah yang membuat ia jadiberfikir yang tidak nyata. Ia tetap melangkahkan kaki dikegelapan malam.Arthur melirik jam tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul21.45 menit. Berarti ia sudah berjalan selama lebih lima jamPage 16 of 40sejak ia sadar bahwa dirinya tersesat. Waktu yang cukuplama untuk membuat kakinya bengkak dan melepuh.Beberapa menit kemudian ia melihat sesuatu hal yangmembuat dirinya hampir pingsan. Badannya serasa takbertulang lagi. Ia menggelosor kebawah dan dudukbersimpuh berlantaikan tanah lembab. Ia melihat pokok akardimana ia tadi duduk memulai perjalannya. Bahkan iamelihat sebatang korek api bekas yang ia pakai untukmenyalakan lampu ting sesaat sebelum malam menjelangtadi.“ Ya Tuhanku Yang Maha Agung….” ujar Arthur sambilmenundukkan kepala.“ Apa yang terjadi dengan ku, Ya Tuhan…”Tetesan air mata mulai membasahi pipi Arthur. Telapaktangan menutupi seluruh wajahnya yang basah oleh keringat.Ia merasa tak sanggup lagi untuk berdiri, apalagi berjalan.Dengan merangkak ia mendekati pokok akar itu. Ia duduk ditanah dan bersandar pada sela sela akar yang berukuranraksasa.“ Aku tak sanggup lagi berjalan. Kakiku sudah bengkak danlecet…biarlah aku tidur disini saja…” batin Arthur bicara.Arthur mengeluarkan sisa bekal yang ia bawa lalumemakannya sedikit. Ia dorong makanan yang tak seberapaitu dengan air seteguk. Sedikit harapan baginya bahwa besokpagi bila fisik dan psikisnya sudah pulih, ia pasti akanmenemukan jalan yang sebenarnya. Ia tak berpikir untukPage 17 of 40malam ini. Sama sekali. Yang ia inginkan adalah tidur. Denganatau tanpa tenda.Arthur menyandarkan kepala di batang pohon raksasamenghadap kearah jalan setapak. Arthur heran. Malam inibahkan angin pun tak bergerak sama sekali. Tak ada suaraserangga malam, tak ada suara gemerisik daun. Benar-benarsepi. Ia menengadahkan kepala. Bahkan ia tak melihatbintang ataupun mendung. Sesuatu hal yang janggal bila kitaberada di lereng sebuah gunung. Arthur mulai merasa bahwaia sedang dalam situasi yang tidak biasa.Baru saja ia akan terlelap, Arthur merasa ada sesuatu yangmenyenggol lengan kanannya disertai suara gemerisik daunperdu yang berada disekelilingnya. Sontak ia terjaga kembali.Cepat-cepat ia bangkit dan memeriksa semak-semak disekitarnya. Suara gemrisik dedaunan itu telah berpindahbeberapa meter di sebelah kiri dari yang pertama.Pandangan Arthur cepat berpindah menuju asal suara itu.Arthur merunduk mengambil lampu ting yang laludiangkatnya kedepan tinggi-tinggi. Ia melihat dedaunanperdu yang rendah bergerak-gerak lalu diam.“ Hoei….siapa disitu! “ Arthur berteriak.Tidak ada jawaban sama sekali. Arthur ingin kembaliberteriak, namun tiba-tiba ia melihat sesuatu bayanganberkelebat diantara dahan pepohonan. Bayangan itu melesatmenyeberangi jalan setapak dan hinggap di dahan pohonyang tinggi dibelakang Arthur. Arthur menolehkan seluruhbadannya mengikuti arah kemana bayangan itu pergi. Iaacungkan lampu tingnya kearah itu. Ia tak melihat apapunPage 18 of 40disana. Daun-daun di dahan yang habis dihinggapi sesuatutadi masih bergerak-gerak.“ Ya Tuhan…apa itu tadi…mungkinkah monyet hutan? “Lama sekali Arthur berdiri menyiagakan dirinya. Namun takada sesuatu apapun yang bergerak lagi dalam jarakpandangnya. Kembali suasana menjadi sepi. Setelah yakintidak ada apapun lagi, kembali Arthur merebahkan badannyadi tempat semula. Lampu ting ia taruh di sebelah tak jauhdari ia duduk. Ketegangan demi ketegangan yang dialamimembuat Arthur semakin susah untuk beristirahat. Matanyatetap membelalak meskipun fisiknya sudah tak mampu lagiuntuk bertahan. Ia hanya duduk bersandarkan batang pohonsembari merenungkan apa yang telah terjadi.Ia melihat kembali ke arlojinya. Pukul 22.06. Ia berdecak.Lama sekali waktu ini berjalan. Ingin sekali ia tidur terlelapbagai seonggok kayu dan nanti dibangunkan oleh mentaripagi yang segar. Tapi hingga saat ini, ia tak juga bisameletakkan kelopak matanya. Dan waktu yang berjalan barusekitar lima belas menit saja. Walaupun begitu ia tetapberusaha untuk memejamkan matanya.Beberapa menit ia tergeletak pasrah dibawah pohon, tibatibadari gerumbulan perdu di seberang jalan setapakmeloncat sebuah batu krikil yang tak terlalu besar dan jatuhdi antara kedua paha Arthur. Arthur yang sudah kecapaiandalam ketegangan beruntun hanya melongo dengan mulutterbuka melihat kejadian itu. Ia hanya duduk terdiamditempatnya sambil memperhatikan kerikil-kerikil yangdilemparkan padanya berkali-kali.Page 19 of 40“ Tuhanku…apa lagi ini ““ Hoi! Siapa kamu? Keluar! “ Arthur membentak kepadagerumbulan semak yang masih bergerak gerak halus.Beberapa kerikil masih berloncatan keluar menujunya. Tidakterdengar jawaban sama sekali.Arthur mengambil salah satu batu yang dilempar kepadanyauntuk membalas melempar ke balik gerumbul semak. ‘GILA!’Arthur melemparkan kembali batu itu ke tanah. Batu-batu ituternyata panas sekali. Nampak jari tangan Arthur melepuhdan berasap. Arthur terlonjak. Rasa kantuk yang menderanyasedari tadi tiba-tiba hilang entah kemana. Ia berjongkokmemegang telapak tangannya yang melepuh.“ Tuhan!! Aduh...panas! “Wajah Arthur mengernyit dalam. Mulutnya meringismenahan rasa sakit di telapak tangan kanan. Dengan masihmengaduh dan memegang erat pergelangan tangankanannya, ia berdiri dan mendekat kearah semak-semakdarimana batu-batu itu berasal. Dengan geram Arthurmenyibak gerumbulan dan memeriksa sekelilingnya.Pikirannya sudah tidak fokus lagi. Ia hanya inginmenghentikan gangguan-gangguan yang menimpa dirinya,walau mati taruhannya.Namun, ia tak menemukan apa-apa disana. Arthur melongokke arah yang lebih jauh. Namun sama saja. Tidak ada apa-apawalau hanya hewan kecil pun. Tiba-tiba Arthur dikagetkandengan suara tonggeret yang memulai lagi pesta pora setelahada sesuatu kuasa yang menghentikan mereka beberapa jamPage 20 of 40yang lalu. Arthur seperti tersadar dari mimpi. Kemudian iamemutuskan untuk kembali ke tempat ia duduk. Semilirangin yang telah kembali menghembus menggesek dedaunanhutan menimbulkan alunan simfoni bersama-sama denganserangga malam. Kepak sayap kelelawar seakan ikutmemperindah alunan musik yang memenuhi hutan malamitu.Arthur kembali merebahkan pantatnya di lantai hutan.Sejenak ia ingin melihat tangan kanannya yang melepuhkepanasan. Mata Arthur membelalak lebar. Ia seperti takpercaya bahwa ia melihat tangannya tak ada bekas terbakarseperti yang ia lihat sebelumnya. Seperti tak pernahmengalami apapun. Arthur menggelengkan kepalanya. Kini iasangsi akan kewarasan otaknya. Ia mencoba menelaah satupersatu yang terjadi. Apakah semua itu nyata adanya?Apakah ia sudah tak waras karena dipengaruhi oleh rasapenat dan takutnya? Semua menjadi suatu pertanyaan besardalam benaknya.Angin yang berhembus pelan membawa hawa dingin hinggamenusuk tulang Arthur. Arthur yang berperawakan tinggidengan badan yang sedikit berotot itu tak kuat juga melawanhawa dingin pinggiran Gunung Arjuno. Ia merapatkan jaketparasutnya yang sudah cukup tebal. Tak urung jaket itubelum bisa menghangatkan badan Arthur yang kedinginan.Angin itu membuat mata Arthur menjadi berat. Kelopaknyamulai menutup perlahan. Ia pun sedikit bersukur dalam hati.Sebentar lagi ia akan terlelap.Baru saja ia menempuh perjalanan menuju alam bawahsadar, ia kembali terjaga oleh kerjapan sinar menembusPage 21 of 40kelopak mata dan suara keras yang memekakkan terlinga.Sedikit Arthur mengangkat kepalanya, lalu diletakkankembali. Sinar yang sejenak menyinari seluruh hutan datanglagi diikuti gemuruh suara yang sahut menyaut di langit.Arthur menengadahkan kepalanya.“ Oh..Gusti, masih belum cukup kah yang aku alami? ““ Semoga tidak sekarang turunnya…..”Ia hanya ingin tidur kembali. Direbahkannya kepala danpunggungnya di batang pohon dan mencoba lagi untukmemejam. Kilat dan guntur tetap saja hadir sahut menyahutdi atas kepala Arthur. Ia tak peduli sama sekali. Tetap saja iaberkeinginan untuk tidur sejenak sebelum hujan benar benarmengguyur lereng Gunung Arjuno. Nasib baik memang takmemihak Arthur hari ini. Hanya selang beberapa menit sejakArthur mendengar suara guntur yang pertama, tetesan airtelah tumpah membasahi seluruh permukaan lereng gunung.Arthur mendesahkan nafas berat. Dengan enggan ia berdiriuntuk memakai jas hujan hijau lumut yang di pack dalam tasransel besarnya.“ Hujan benar-benar turun sekarang. Apa yang haruskulakukan? ““ Sebaiknya aku jalan lagi saja…toh aku sudah meregangkankaki ku, dan aku pun tak bisa tidur lagi..”Semakin lama hujan tidak semakin reda, malah cenderungsemakin menjadi. Guntur dan kilat datang sambungmenyambung. Cuaca menjadi amat mengerikan. Arthur terusberjalan dengan berpatokan pada jalan setapak yangmembujur jelas di tanah basah. Ia kini tak memaksakan diriPage 22 of 40untuk segera sampai pada tujuannya. Jalan Arthur sedikitlambat. Bahkan terlihat hanya berjalan selangkah demiselangkah. Entah karena ia sengaja memperlambat jalannyaatau karena kakinya memang sudah tak kuat lagi untukberjalan cepat.Hujan lebat dan kilat kini memanggil saudaranya untukbergabung dalam pesta malam itu. Angin dengan kecepatantinggi datang menerpa wajah Arthur dari arah depan.Kerudung jas hujan yang ia pakai beberapa kali terbukadengan sendirinya tertiup angin maha dahsyat itu. Jas hujanyang ia pakai seakan percuma saja. Jaket parasut di balik jashujan itu tetap saja basah kuyup dan menembus hingga kaosdidalamnya. Ranting-ranting patah berguguran dan terbangmengikuti arah angin. Sesekali ranting yang berdaunmenerpa wajah Arthur hingga sedikit menimbulkan rasaperih di wajahnya. Lampu ting yang dirancang khususmenghadang tiupan angin, apinya nampak bergerak gerakhebat. Semakin sempit juga jarak pandang Arthur karenasinar api sudah tidak fokus lagi.Dengan lampu ting di tangan kanan, ia melihat arloji yang iasematkan ditangan kiri. Jam baru menunjukkan pukul 22.57menit. Belum ada satu jam ia beristirahat, namun kini iadipaksa untuk berjalan kembali. Niatnya untuk keluar daricobaan ini begitu besar. Ia tak mau menyerah sama sekali.Bagaimanapun kerasnya hati Arthur, tak urung benaknyajuga sedikit menyesali semua kejadian ini. Denganmenghadapi badai dahsyat sendirian didalam hutan lebatseperti ini, manusia mana yang tidak kecut hatinya. Walaumempunyai fisik sekuat Arthur pun pasti akan merasakansiksaan hebat baik badan maupun mentalnya.Page 23 of 40Beberapa ratus meter setelah ia mulai lagi melangkahkankaki dalam hujan badai ini, disisi kiri jalan setapak samasamaria melihat sosok manusia di balik rerimbunan pohon.Sosok itu seperti mengawasinya dari tempatnya berdiri.Dengan tetap berjalan di jalurnya, Arthur menajamkan matadi sela pedihnya air hujan yang menghujam untukmemastikan apa yang ia lihat. Sosok itu berdiri beberapameter jaraknya dari tepi jalan setapak. Arthur tidak seberapajelas akan bentuk mahluk itu. Dilihat dari perawakan tubuhmahluk itu di balik siluet, Arthur mengira-ngira bahwamahluk itu tingginya sedikit melebihi tinggi ukuran normallelaki dewasa. Dengan postur tubuh yang bungkuk, mahlukitu sudah setinggi separuh batang pohon. Apalagi kalau iaberdiri tegak. Dan yang pasti, Arthur yakin bahwa mahluk itubukan manusia. Mahluk itu bergerak membungkuk-bungkukperlahan dari pokok pohon ke pokok pohon lainnyamengikuti kemana arah kaki Arthur.Seluruh bulu di badan Arthur meremang. Ia bertanya-tanya,apa atau siapa itu disana. Tapi Arthur tak mempunyaikeberanian untuk berteriak sama sekali. Ia hanya melirik sajake arah siluet itu tanpa berani menengokkan wajahkearahnya. Seperti anjing piaraan, mahluk itu tetapmengiringi perjalanan Arthur hingga beberapa ratus metertanpa berusaha mendekati Arthur. Hingga saat Arthurkembali melirik ke arah siluet, ia tidak menemukannya lagi.Dengan segala macam pertanyaan Arthur tetap padalangkahnya menyusuri jalan setapak yang seperti takberujung.~oO0Oo~Page 24 of 40ore itu matahari masih memancarkan sinarnya walauseparuh badannya telah ditelan cakrawala. Perlahantapi pasti sang mentari mulai menata peraduannyauntuk tidurnya malam nanti. Semburat cahaya jinggamenyorot dari arah barat menembus lebatnya dedaunan AlasLalijiwo. Sekelompok orang nampak berjalan menyebar disekitar hutan. Beberapa terlihat menggendong tas ranselyang terlihat penuh menggembung. Ditangan merekatergenggam galah untuk menyibak sesemakan yang lumayanrimbun. Terdengar teriakan-teriakan mereka memanggilnama seseorang.“ Bagaimana? Hari sudah hampir malam. Kalau kita teruskanmencari juga tak akan membuahkan hasil. Bisa-bisa besokkita nggak punya tenaga untuk melanjukan pencarian “ ujarsalah satu dari mereka.“ OK. Kita hentikan pencarian sekarang. Kita balik ke posPlawangan untuk koordinasi ulang. Man, kabari kelompokBuaya Satu dan Buaya Dua, secepatnya kembali ke poskomando “Seseorang yang dipanggil segera meraih handy-talkie yangdisangkutkan di tali pundak kemeja dan menghubungi rekanrekanmereka. Terdengar obrolan khas Tim Penyelamatan.Tim utama segera mengumpulkan anggota mereka dansegera berkumpul di mulut hutan. Di antara mereka nampakempat orang anak muda yang menampakkan wajah khawatir.Mereka adalah Stelly, Bam, Sazha dan Dhani.“ Bagaimana mas? Kok sudah mau balik? “ tanya Sazha padapimpinan regu SAR di depannya.SPage 25 of 40“ Matahari sudah tenggelam, dik. Sebaiknya kita lanjutkanbesok subuh, ““ Mengapa nggak diteruskan sampai nanti malam, mas? “ganti Bam yang bertanya.“ Nggak efektif dik. Kita nggak bisa menjangkau daerah yangtersembunyi bila kita melakukan pencarian malam. Akhirnyakita harus kembali kemari besoknya dengan stamina yangterkuras habis, “Mereka merasa penjelasan ketua regu itu sangat logis.Akhirnya mereka menyetujui rencana ketua regu dan segerakembali ke pos di Plandaan. Matahari telah tiba di di dipantempatnya tidur. Sinar jingga telah hilang tergantikan dengankegelapan yang perlahan melahap seluruh permukaanGunung Arjuno, begitu pula kekelaman telah merengut hatiDhani yang berjalan lesu mengikuti Tim SAR kembali ke PosKomando di Plandaan. Hatinya benar–benar tidak bisatenang menghadapi kenyataan ini. Ia menghembuskan nafasberat.“ Semoga Tuhan melindungimu malam ini Thur.Semoga………….”~oO0Oo~Page 26 of 40ujan lebat yang menyiksa Arthur akhirnya semakinberkurang. Tinggal tetes-tetes kecil yang jatuhmenimpa tudung jas hujan Arthur. Angin kencangyang datang secara tiba-tiba pun hilang seperti ketika datang.Tak nampak lagi daun-daun berguguran menggangguperjalanan Arthur. Tinggal tanah becek yang sedikitmenghambat jalannya. Sesekali Arthur seperti kehilangankeseimbangan karena licinnya jalan berlumpur.Beberapa langkah kemudian, Arthur dihadapkan dengankenyataan yang membuat ia tak habis pikir. Kini ia melangkahdi tanah yang kering. Tak nampak sedikitpun hujan pernahmengguyur tempat itu. Daun-daun perdu di samping jalansetapak juga tak meninggalkan tetesan air. Arthurmenengadahkan kepalanya. Ia melihat taburan bintang yangberatus ratus jumlahnya di langit gunung ini. Ia terbengongmelihatnya. Ia kemudian menegokkan kepalanya kebelakang.Nampak tanah basah masih menggenang di lantai huta. Iamendekat ke arah tanah basah itu dan berjongkok. Ia pegangtanah itu dengan ujung telunjuknya. Ia melihat kesesemakan. Air hujan yang masih menempel di dedaunanperlahan menghilang tanpa bekas. Tanah yang lembekmengandung air juga perlahan mengering. Bekas jejaklangkah yang terukir di tanah basah itu juga perlahanmenghilang.Arthur melongo melihat kenyataan itu. Jaket parasutnyamasih saja basah kuyup. Bahkan sepatu hikingnya juga masihbersuara kecepok bila dipakai berjalan. Kemana perginya airairitu. Apakah ini semua hanya halusinasi? Apa bila iya,akankah baju yang dipakainya basah seperti ini? Bahkan rasapedih di muka akibat hujaman hujan angin yang ia lawanHPage 27 of 40barusan masih belum hilang rasanya. Perjalanan ini dirasasangat tidak masuk diakal baginya. Tapi apa daya? Ia harusmenyelesaikan apa yang ia telah mulai. Ia harus lekas keluardari tempat terkutuk ini. Tempat yang menguras seluruhtenaga dan jiwanya. Ia harus kuat. Kuat sampai ia taksanggup lagi mempertahankan nyawanya.‘PERSETAN!’ runtuknya. Ia lalu berdiri dan memulai lagiperjalanannya. Ia masih belum mau melepas jas hujannya.Hanya kerudungnya saja yang ia buka kebelakang. Kiniperjalanannya jauh lebih mudah dari beberapa menit yanglalu. Jalan setapak sudah tidak berlumpur lagi. Lampu tingpun apinya tidak bergerak-gerak, sehingga jalan menjadilebih terang. Apalagi bintang-bintang sejuta itu pun ikutmemberikan sumbangan penerangan bagi Arthur. Hewanhewanmalam kembali berpesta pora. Suaranya menjadihiburan tersendiri bagi perjalanan Arthur. Sesekali kepaksayap kelelawar terdengar melintasi langit diatas Arthur. Dariarah belakang menuju kedepan, dari arah kiri ke kanan,kemblai lagi dan seterusnya.Arthur yang berjalan menyeret itu tiba-tiba dikejutkan olehsebuah kepakan sayap yang bersuara tidak seperti kepaksayap kelelawar dari arah belakang. Kepakannya sangatberat, menggambarkan lebar sayap yang luar biasa. SontakArthur merunduk cepat. Ia menengadahkan kepala mencariasal suara. Ia tak melihat apapun disana. Hanya daun-daun dipucuk yang tinggi bergerak hebat. Sebagian daun rontok danrantingnya menimpa kepala Arthur. Kepakan sayap itu masihterdengar menuju arah depan dan menghilang. Arthur benarbenarmengalami teror yang luar biasa pada psikisnya.Badannya bergetar, keringat dingin kembali memenuhi wajahPage 28 of 40dan badannya yang telah sedikit kering. Ia membayangkanbahwa mahluk yang tak terlihat itu akan menghadang dirinyadidepan. Ia tak hendak berdiri dari jongkoknya. Kakinyagemetar karena takut dan shok.Lama ia berdiam diri hingga ia memutuskan untuk berjalankembali. Arthur berjalam mengendap-endap waspada. Iamempersiapkan diri kalau mahluk yang dalam bayangannyasangat mengerikan dan bisa terbang itu akan menyergapnyaentah dari mana. Tiba-tiba, sesuatu telah menyenggolpundak Arthur. Arthur menghentikan jalannya. Denganperlahan ia menoleh kebelakang. Namun sekali lagi, ia takmelihat apa-apa disana. Tapi, sebuah suara wanita yanglembut berbisik ditelinga Arthur. Pundak kirinya nya terasadipegang seseorang sehingga badannya sedikit miring ke kiri.Kepala Arthur menjadi kaku sekali. Ia tak bisa menoleh kearah yang ia inginkan. Suara itu tetap berbisik-bisikditelinganya. Tak jelas juga apa yang dikatakan sosok wanitatak kasat mata itu. yang pasti, badan Arthur terlihatmenggigil hebat. Akhirnya ia jatuh terduduk pada lututnya.Otot-ototnya terasa lemas tak bertenaga. Ingin rasanya iapingsan disitu, tetapi kuasa lain tak mengijinkannya utukterlelap. Mata dan kesadarannya dipaksa untuk menikmatiteror yang mengerikan itu.Arthur yang baru pertama kali merasakan teror oleh mahlukhalus terpaksa mengakui bahwa ia tak mampu untukmelawan rasa takut yang hebat yang kini melanda dirinya.Namun ia tak ingin selamanya dikuasai oleh mahluk wanitaitu. ia paksa matanya untuk memejam. Lalu ia sedikitbermeditasi sambil membaca apa yang ia bisa baca. Lengankanan Arthur terangkat perlahan. Telapak tangan kanannyaPage 29 of 40membuka dan diarahkan ke pundak kirinya. Dengan satuhentakan yang pasti, Arthur menepuk pundak kiri yang iarasa sedang dipegang oleh sesuatu. Entah karena kekuatanapa, pundak itu telah bisa digerakkan lagi. Arthur mendengarsuara bisikan itu berganti menjadi suara jeritan yang sepertimelayang di ruang kosong. Jeritan itu terdengar menjauhperlahan dan kemudian hilang.Nafas Arthur terengah-engah setelah terbebas dari himpitanmental yang sedemikian kuat. Kedua telapak tangannyamelekat di tanah dan lengannya menumpu seluruhbadannya. Nampak tetesan keringat sebesar biji jagungmenetes melewati dahi, hidung dan kemudian jatuh ketanah. Lama ia terdiam di atas tanah. Tiba-tiba dari arahbelakang terdengar suara teriakan-teriakan yang menyayathati siapapun. Arthur menoleh kebelakang dan ia melihatpohon-pohon bertumbangan. Daun-daun perduberterbangan. Gemuruh angin yang membawa debu hutanbergulung-gulung menuju ke arahnya. Tapi ia tak melihatsesuatu yang membuat semua berantakan. Ia tak sangguplagi mengahdapi semua itu. Dengan segera ia memaksakandiri untuk bangkit dan segera berlari menghindari kekuatanyang tak kasat mata itu.Kini Arthur berlari seperti kesetanan. Tak ingin sedikitpun iamenoleh kebelakang atau melambatkan larinya. Suarateriakan melengking yang bersahut-sahutan itu bahkan tidakbertambah jauh sediktipun, bahkan Arthur merasa suarasuarateriakan itu semakin betambah dekat ke arah dirinya.Jantung Arthur berdegub kencang. Dadanya semakin sakitterdesak oleh degub jantung dan perasaan takut yangmenggelora. Ia sudah tak tahu arah sama sekali. Bahkan iaPage 30 of 40juga tidak tahu apakah ia tetap di jalur jalan setapak atau iasudah masuk kedalam hutan yang lebat itu. Berkali-kali iatersandung oleh akar-akar pohon yang menjalar tak teratur,namun dengan kekuatan fisiknya ia berusahamenyeimbangkan diri dan tetap berlari sekuat tenaganya.Hingga beberapa menit kemudian, Arthur tersandungsebatang akar pohon yang sedikit menyembul keatas danmembentuk lobang diantara batang akar dan lantai hutan.Telapak kaki Arthur tersangkut lobang itu dan ia kehilangankeseimbangan sehingga ia jatuh tertelungkup kedepan.Secepatnya ia membalikkan badan menghadap sesatu yangmengancam jiwanya itu. Arthur mendengar suara teriakanyang menyakitkan gendang telinga dan mengiris hati menjadisemakin dekat dengan dirinya. Gulungan angin yangmembawa debu hutan terlihat telah sampai beberapa meterdi depannya. Walau Arthur telah mempersiapkan dirimenghadapi segalanya, tak urung ia memejamkan matamenunggu apapun yang akan terjadi menimpa dirinya. Iasudah pasrah.Gulungan debu menerpa wajah Arthur dan membuat Arthursediit menoleh ke samping. Wajahnya mengernyit, lengannyadiangkat untuk melindungi wajah dari terpaan debu-debuyang sedikit menyakitkan itu. Suara teriakan melengkingmelayang layang disekitar kepala Arthur. Gendang telinganyaterasa perih, dan jantungnya berdegub semakin kerasmendengar suara dari alam barzakh itu. Arthur tak beranisedikitpun membuka matanya untuk melihat seperti apamahluk yang memiliki suara mengerikan seperti itu. Sejenakkemudian ia berani mengucapkan kalimat-kalimat doa yangdia hafal sambil matanya tetap memejam erat.Page 31 of 40Setelah beberapa saat angin bergulung-gulung dan suarateriakan yang melengking tinggi berputar-putar di sekitartubuhnya, tiba-tiba semuanya menghilang begitu saja dalamhitungan detik. Hutan menjadi sunyi kembali. Beberapa detikkemudian baru Arthur berani membuka matanya perlahan. Iamenoleh kesegala arah untuk mengamati keadaan sekitar.Arthur berusaha melambatkan laju jantungnya yang takterkendali tadi. Ia duduk bersila dan sedikit menenangkanbathinnya. Ia merasa mahluk aneh yang berusahamenyerangnya tadi kini sudah pergi entah kemana.Setelah Arthur kembali dapat menguasai dirinya, Arthurmelihat kenyataan bahwa ia tak lagi berada di jalan setapak.Ia telah jauh memasuki hutan yang lebat itu. Ia tak mengertiseberapa jauh dan kearah mana ia masuk ke dalam. Ia benarbenarmengalami disorientasi saat ini. Arthur sudah tak kuatlagi menjejakkan kakinya. Ia bersandar di batang pohonterdekat setelah meletakkan ranselnya. Lampu tingnya telahhilang entah kemana saat ia lari tunggang langgang tadi.Suasana menjadi gelap gulita. Ia tak bisa melihat apapun,kecuali dalam jarak sekitar satu meter kedepan. Ia melongoksejenak melihat arlojinya. Pukul 00.09. Baru lewat tengahmalam. Ia sudah merasa amat penat. Ia sangat ingin terlelapsaat ini. Fisiknya sudah tak sanggup lagi bertahan. Bekalnyasudah habis sama sekali, bahkan air minumnya pun taktersisa barang setetes. Tenggorokannya terasa amat keringdan badannya terasa lemas tak bertenaga.Ia pun memejamkan matanya berharap untuk terlelap. Iahanya ingin tidur dan tak memikirkan apakah ia akanmenemui pagi dalam keadaan hidup atau mati. Saat ini iaPage 32 of 40hanya menginginkan untuk tidur. Itu saja. Ia berdoa kepadaTuhannya, untuk perlindungan atas jiwa raganya. Sesuatu halyang lama sekali tidak pernah lagi ia kerjakan. Ia sudahpasrah sekarang. Bila nyawanya akan diambil saat ini, ia tidakberkeberatan sama sekali. Ia sudah lelah, jiwa dan raga. Iasudah berusaha sekuat tenaga mempertahankan nyawanyadalam semalam ini. Ia memohon ampun atas segala yangpernah ia perbuat. Andai ada seseorang yang menemaninyasekarang, ia hanya akan menitipkan permintaan maafnyauntuk orang tuanya di rumah, orang tua yang tak pernah iaperhatikan. Yang selalu kalah oleh kesombongan dirinya. Takterasa air mata menetes disela kelopak matanya yangterpejam. Ia pun kembali pada keinginannya untuk tidur.Beberapa saat ia memejamkan mata, ia merasa badannnyaseperti terangkat perlahan. Dalam keadaan yang lemas takberdaya, Arthur merasa badannya menjadi ringan danterbang tinggi melewati pucuk pohon yang tertinggisekalipun. Lalu badannya terasa berhenti bergerak dandiletakkan oleh sesuatu yang ia tidak tahu apa dengan posisimenekuk bertumpu pada bagian perut pada sebuah batangpohon yang mempunyai permukaan lembut. Lalu ia merasapohon itu bergerak maju perlahan. Seakan memiliki kaki yangkuat dan berat, pohon itu berjalan langkah demi langkahmembawa Arthur pergi dari tempat itu.Arthur membuka matanya sedikit untuk melihat apa yangterjadi padanya. Sebenarnya ia terkejut mengetahui apa yangterjadi. Tapi, dengan kondisi lemas ia pasrah saja dan inginkembali tidur. Ternyata ia sedang dibopong di pundaksesuatu mahluk yang berukuran sangat besar dan berbululebat. Ia melihat pohon-pohon yang dilewati mahluk ituPage 33 of 40hanya setinggi telinganya. Arthur melirik kebawa. Permukaanhutan nampak jauh sekali. Ia mengira-ngira, tinggi mahluk itubisa mencapai tiga meter, mungkin lebih. Ia tak perduli. Iapun kembali memejamkan matanya dan terlelap. Tak perduliia dibawa kemana atau nanti bakal disantap oleh mahlukraksasa untuk makan malamnya. Ia tak perduli. Ia sudahpasrah. Dan ia pun benar-benar terlelap kali ini.~oO0Oo~Page 34 of 40ebentuk suara berbisik-bisik melayang-layang di telingaArthur membuat ia mau tidak mau terbangun daritidurnya dan membuka mata sedikit demi sedikit. Kini iamelihat tak nampak pohon-pohon dan tumbuhandisekitarnya. Ia berada di sebuah tanah yang luas denganlantai berpasir kasar. Terlihat batu dengan berbagai ukuranditata rapi membentuk suatu pagar mengelilingi tanahlapang itu. Kepalanya bersandar pada tas ranselnya yangentah dibawa oleh siapa. Jas hujannya telah terlepas dan iamelihat jas hujan itu teronggok agak jauh di sebelah kananbadannya. Angin yang bertiup sedikit agak kencangmembawa hawa dingin menggigit seluruh tulang yang ada dibadannya. Ia merapatkan jaket parasutnya yang kini telahkering agak rapat.Arthur bangkit dari berbaring dan duduk untuk melihatsekeliling. Suara berbisik-bisik itu semakin ramai terdengar ditelinganya. Kepala Arthur menoleh ke kiri dan ke kananmencari-cari asal suara tersebut. Tak disangkanya, sesuatuhal membuat darah di sekujur tubuhnya bergerak cepat. Iamelihat banyak sekali sosok dengan berbagai bentuk danukuran yang berkumpul di berbagai penjuru mata angin.Sosok-sosok itu semua memandangi dirinya seakan dirinyaadalah binatang aneh yang dilelang. Dan yang membuatArthur berkeringat dingin, sosok-sosok itu bisa dipastikanbukan manusia normal seperti dirinya. Mahluk yangmempunyai bentuk-bentuk aneh dan beragam. Ia sulitmelukiskan apa yang dihadapinya saat itu.Badan Arthur menggigil hebat melihat suasana sekitarnya. Iamenghitung mahluk-mahluk yang memiliki wajah dan bentuktubuh bermacam-macam itu berjumlah ratusan. YangSPage 35 of 40membuat ia heran, ia melihat berbagai barang yangdiletakkan di meja-meja kecil tersebar di seluruh tempat ini.Ia tak tahu, barang macam apa yang ada disitu. Arthur sudahsedemikian takut melihat bentuk dari pengunjung tempatyang ramai itu.Mahluk-mahluk itu memandangi Arthur dengan seksama danberbisik-bisik satu sama lain dari kejauhan. Tak terlihat adakeinginan dari mahluk-mahluk itu mendekat padanya. Darisorot mata mereka tergambar keheranan dan sedikitketakutan. Bahkan ada yang terlihat menggendong mahlukkecil, sibuk menutupi mata mahluk kecil yang digendong danmenenangkan agar tidak menangis. Tak urung mahluk kecilyang digendong gelisah, lalu yang menggendong segeramembentangkan sejenis sayap di punggungnya dan dengansegera terbang menjauh dari tempat itu.Tak kuat menghadapi tekanan psikis yang luar biasa itu,Arthur akhirnya kembali menjatuhkan kepalanya pada tasransel yang ada dibelakangnya. Matanya berputar-putarcepat. Ia melihat dunia seakan bergerak berkeliling. Suarabisikan dari mahluk-mahluk itu berganti dengan suara gaduhbahkan ada yang berteriak-teriak menusuk-nusuk telinganya.Lalu ia mendengar kokok ayam samar-samar dikejauhan.Langit diufuk timur mulai menggambarkan semburat jingga.Lalu suara gaduh yang ia dengan perlahan menghilang daripendengarannya. Tak lama kemudian ia jatuh pingsan.~oO0Oo~Page 36 of 40agi itu, suasana di langit Gunung Arjuno sangat cerah.Tak nampak mendung menggayut di langit. Sedikitawan nampak mengambang dan bergerak perlahan.Sekelompok orang terlihat sedang mempersiapkan diri.Mereka memasukkan berbagai macam perlengkapan kedalam tas ransel mereka. Sebagian lain terlihat sedangberada di sebuah rumah-rumahan berbahan kayu yang ada diPos Penjaga Hutan di tempat yang dinamakan Plawangan.Nampak di dalam rumah kayu itu Bam, Stelly, Sazha danDhani diantara beberapa anggota tim pencari sedangmengelilingi ketua Tim SAR yang ia hubungi dari Pos PenjagaHutan Plawangan kemarin siang. Mereka tampak sedang dibriefing oleh ketua Tim SAR itu.Lalu dari kejauhan, seseorang terlihat berlari tergesa-gesadengan menenteng sebuah radio panggil menuju ke arahrumah itu. Setelah beberapa saat, orang itu telah sampai didepan kelompok pencari di dalam rumah.“ Pak, ada kabar dari penjaga hutan Tretes. Ditemukan lakilakipingsan di ‘Pasar Dieng’[3] sekitar jam enam pagi tadi olehpenambang belerang. Ciri-cirinya persis korban yang kita cari“ jelas orang tadi yang rupanya anggota tim pencari yangbertugas melakukan hubungan dengan menggunakan radiopanggil.“ Sekarang dimana posisi korban? “ tanya Ketua Tim“ Sekarang sedang diistirahatkan di podok penambang diselatan Kokopan. Masih belum siuman “ jawab orang itu.Terbersit sedikit lega di wajah para anggota tim pencari,terutama teman-teman Arthur yang hilang selama lima belasPPage 37 of 40jam itu. Mereka menunggu perintah dari ketua tim untuk aksiselanjutnya.“ Baiklah. kalau begitu kabarnya kita segera packingsemuanya dan bergerak menuju Kokopan. Kita lewatKidangan agar sedikit lebih cepat ““ Siap “ seru seluruh anggota tim pencari. Lalu merekabergegas melakukan perintah ketua tim.“ Teman kalian ditemukan di sebelah utara gunung “ ketuaTim berkata kepada Dhani dan kawan-kawan“ Iya pak “ kata Dhani “ bagaimana bisa sampai di ‘PasarDieng’? “ tanyanya kemudian“ Itulah, banyak misteri di gunung ini. Teman kalian bukanyang pertama kali mengalami hal itu, banyak yang lainnyamengalami hal serupa ““ Semua berasal dari Lali Jiwo? “ tanya Sazha“ Kebanyakan. Tidak hanya Lali Jiwo yang menyimpan banyakmisteri di gunung ini. Masih banyak tempat lain. Sebenarnyatidak akan terjadi apa-apa apabila kita masih mentaatiperaturan tak tertulis di tempat ini, di tempat manapun sajadi muka bumi. Semua ada aturannya bukan? “ tanya ketuatim yang diiyakan oleh Dhani dan kawan-kawan.“ Kalau begitu, kalian cepat berbenah dan segera berangkat.Teman kalian masih belum siuman, masih membutuhkanpertolongan pertama. Kira-kira kita akan sampai Kokopansekitar 1-2 jam ““ Baik pak, kita segera bersiap “ jawab Dhani.Lalu mereka bersiap-siap. Tak berapa lama terlihatrombongan bergerak menuju ke utara Gunung Arjuno, kearah Tretes untuk menjemput Arthur yang pingsan dipondokan penambang belerang di lereng Gunung Welirang.Page 38 of 40Langit semakin cerah, secerah harapan Dhani dan kawankawannyauntuk bisa menolong Arthur yang dalam semalammengalami hal yang diluar batas akal manusia. Dibelakangmereka tampak lereng Gunung Arjuno yang menyimpanbanyak pertanyaan yang tak tergali. Gunung yang berselimuthijau pohon-pohon pinus dan cemara di Cemoro Sewu jugapepohonan lebat Hutan Lali Jiwo. Lamat-lamat terdengarsuara teriakan-teriakan miris dari arah Hutan Lali Jiwo yangpenuh misteri.S E L E S A ICatatan : Hutan Lalijiwo memang terkenal dengan kenagkerannya sejakjaman dahulu. Apabila kalian adalah pendaki gunung didaerah jawa Timur, kalian pasti kenal dengan mitos Lalijiwo.Di lereng Gunung Arjuno sendiri banyak bertebaran pepundenpepundenwarisan nenek moyang kita, maaf, saya lupa semuanamanya. Pepunden itu banyak sekali bentukya. Ada patungsinga, patung Semar, makam dan lainnya. Hutan Lali Jiwosendiri dahulu amat sangat lebat dan menakutkan. Parapendaki yang ingin mencapai puncak Gunung Arjuno yangmemilih jalur dari Kota Lawang, harus melewati hutan ini.Mitosnya, apabila kita tidak berkonsentrasi, ngelamun, kitaakan dibelokkan jalannya dan tersesat. Bahkan yang selamatpernah bercerita, bahwa ia melihat twmannya yang didepan.Padahal punggung temannya yang dilihatnya itubukanlahtemannya yang sebenarnya. Tetapi jin yang menyerupaitemannya dan mengelabuhi mata korban. Namun sayang.Keangkeran hutan kini tak ada lagi. Hutan Lali Jiwo sekarangsudah gundul akibat ilegal loging, bahkan yang legalsekalipun.Page 39 of 40Sedangkan Pasar Dieng dipercaya sebagai pasar lelembutyang sering berkumpul pada hari hari tertentu. Letaknya diperbatasan Gunung Arjuno dan Gunung Welirang. Pendakiakan melewati daerah ini bila mendaki Gunung Arjuno viaTretes, Pandaan[1] hutan lebat, istilah jawa[2] Tonggeret, jawa. Sejenis kumbang pohon yang mempunyai kulit yangtebal[3] Daerah di lereng utara Gunung Arjuno yang dipercayai sebagai pasarlelembutPage 40 of 40Tentang PenulisHarlock, penulis pemula dari Surabayayang berusaha menyelesaikan novel“Petaka Lereng Lawu”. Buku ini merupakannovelette pertama yang berhasildiselesaikannya. Menikah dengan kekasihtercinta sejak sekolah menengah, dan mempunyai satubuah hati. Karya-karyanya dapat dilihat padaharlockwords.wordpress.com. Dapat juga dihubungipada alamat e-mail harlockmail@yahoo.com.
Judul : Jalan Setapak Lali Jiwo
Deskripsi : Novellete by Harlock “…tak akan kubiarkan pergi, bahkan sedikit lelap. Semua ada digenggamanku...” petir menyambar keras di ujung p...