ENID BLYTONSEMESTER PERTAMA DI MALORY TOWERS1. BERANGKATDARRELL RIVERS memperhatikan dirinya di kaca. Sudah tiba saatnyauntuk berangkat ke stasiun. Tetapi masih ada sedikit waktu untuk sekali lagimelihat bagaimana rupa dirinya dalam pakaian seragam sekolahnya."Cukup manis," kata Darrell, memutar dirinya. "Jas cokelat, topi cokelat,pita merah muda, blus putih, rok cokelat, dan ikat pinggang merah muda. Akusuka warna-warna ini......Ibunya menjenguk ke dalam kamar itu dan tersenyum. "Mengagumidirimu sendiri, ya?" tanyanya. "Terus terang aku juga sangat menyukai seragamitu. Memang seragam Malory Towers sungguh indah. Ayolah, Darrell. Jangansampai kita ketinggalan kereta. Apalagi ini adalah semester pertamamu."Perasaan hati Darrell tak terkirakan. Untuk pertama kalinya ia akan pergike sekolah berasrama. Sekolah Malory Towers hanya menerima murid yangsudah berumur lebih dari dua belas tahun. Jadi Darrell mungkin akan menjadisalah satu murid yang termuda di sekolah itu. Ia membayangkan masa-masasekolahnya nanti pastilah penuh dengan suasana gembira, persahabatan, belajargiat, dan bermain riang."Bagaimana ya rasanya nanti?" selalu pertanyaan itu muncul di hatinya."Sudah begitu banyak aku membaca cerita tentang sekolah-sekolah berasrama,tetapi mungkin Malory Towers akan berbeda dari sekolah-sekolah itu. Ya, setiapsekolah pasti punya sesuatu yang khas. Mudah-mudahan aku akan punya banyakteman akrab nanti."Darrell sedih juga meninggalkan sahabat-sahabatnya selama ini. Takseorang pun di antara mereka yang melanjutkan sekolah ke Malory Towers.Sebagian di antara mereka meneruskan pelajaran di sekolah yang sekarang,sebagian lagi pergi ke sekolah-sekolah berasrama yang lain.Kopor besarnya telah penuh sesak. Pada sisinya tertulis dengan hurufhurufhitam besar: DARRELL RIVERS. Juga tertempel tulisan-tulisan besar:M.T. - singkatan dari Malory Towers. Darrell tinggal membawa raket tenisnyasaja serta sebuah tas kecil berisi barang-barang yang akan diperlukannya padamalam pertama di asrama."Kopor besarmu tak akan dibuka pada malam pertama itu," kata ibunya."Jadi tiap murid baru akan terpaksa memakai barang-barang yang dibawanya ditas kecilnya. Seperti pakaian tidur, sikat gigi, dan semacamnya. Ini uang sakumu,sepuluh shilling. Uang itu untuk sepanjang semester ini, jadi hati-hatilahmembelanjakannya. Murid-murid di kelasmu tak diperkenankan memiliki uangsaku lebih dari itu.""Aku akan berhemat," kata Darrell, memasukkan lembaran uang kertas ituke dalam dompetnya. "Lagi pula takkan banyak yang bisa dibeli di sekolah itu. Itutaksi kita datang, Ibu. Ayo berangkat."Darrell telah berpamitan pada ayahnya, yang kini berada di kantor. Tadiayahnya menjabat tangannya erat-erat dan berkata, "Selamat jalan dan semogakau menyukai sekolah barumu, Darrell. Malory Towers adalah sekolah yangsangat bagus. Banyak yang bisa kau dapat di sana. Berusahalah untukmenyumbangkan sesuatu pada sekolah itu sebagai imbalannya."Akhirnya mereka berangkat. Kopor besar Darrell berada di tempat dudukdi sebelah sopir. Darrell menjulurkan kepalanya ke luar mobil dan berseru padakucing hitam yang sedang membasuh diri di cahaya matahari di atas tembok,"Aku akan segera kembali! Aku akan merindukan kalian semua.Terutama pada awal-awal masa sekolah ini. Tetapi kemudian aku pastiakan merasa kerasan di sana bukan, Bu?""Tentu," kata ibunya, "kau pasti senang di sana. Begitu senang sehinggakukira kau akan segan untuk pulang dalam liburan musim panas nanti.”Mereka harus pergi ke London. Dari sana Darrell akan naik kereta apijurusan Cornwall, tempat Malory Towers berada. "Selalu ada kereta api khusus keMalory Towers," kata Nyonya Rivers."Lihat pengumuman itu. Malory Towers. Sepur Tujuh. Ayo. Masih banyakwaktu. Aku akan menungguimu sampai kau berkenalan dengan kepala asramamu,dan kawan-kawan barumu. Setelah itu kau akan kutinggal."Keduanya pergi ke Sepur Tujuh. Di situ sudah terlihat sebuah rangkaianpanjang kereta api, bertuliskan Malory Towers. Semua gerbongnya khususdiperuntukkan para murid yang akan menuju sekolah itu. Setiap gerbongditempeli tulisan yang berbunyi, Menara Utara, Menara Selatan, Menara Barat,atau Menara Timur."Kau di Menara Utara," kata Nyonya Rivers. "Malory Towers memilikiempat buah asrama. Masing-masing asrama memiliki sebuah menara, danmenurut tempat menara itulah asrama-asrama tadi diberi nama. Kata kepalasekolah, kau akan ditempatkan di Menara Utara. Dan kepala asramamu adalahNona Potts. Mari kita cari beliau."Darrell melihat-lihat ke sekitarnya. Tempat itu hampir penuh oleh muridmuridyang akan pergi ke Malory Towers - ya, agaknya mereka memang hanyamurid-murid Malory Towers kalau melihat seragam sekolah mereka. Semuanyamurid wanita. Memang Malory Towers sekolah khusus untuk murid-muridwanita. Dan semuanya agaknya saling kenal. Ramai sekali mereka saling sapa,tertawa, atau berteriak-teriak gembira Tiba-tiba saja Darrell merasa malu."Rasanya takkan mungkin aku mengenal mereka semua,” pikirnya. “Yaampun! Banyak yang besar-besar lagi! Hampir dewasa! Beranikah aku bertemandengan mereka?"Memang, murid-murid di kelas tertinggi tampaknya begitu besar bagiDarrell. Dan mereka agaknya sama sekali tak memperhatikan murid-murid yanglebih kecil dari mereka. Murid-murid kelas rendah dengan penuh hormat menepibila mereka lewat, dan dengan anggun mereka memasuki gerbong-gerbong yangtelah tersedia."Halo, Lottie! Halo, Mary! Hei, itu Penelope! Penny! Kemarilah! Kaujahat sekali, Hilda, tak menulis surat sepucuk pun padaku liburan ini! Jean, ayonaik, cepat!"Suara begitu ribut, riuh rendah. Darrell mencari-cari ibunya di antarabegitu banyak anak-anak itu. Ah, itu dia! Nyonya Rivers tampak sedangbercakap-cakap dengan seorang guru yang berwajah bersungguh-sungguh. Itupasti Nona Potts. Darrell memperhatikan calon kepala asramanya itu darikejauhan. Ya, rasanya ia akan menyukai guru itu. Darrell menyukai matanya yangcemerlang ria, walaupun mulutnya menunjukkan ia berkemauan keras. Ia harushati-hati menghadapi guru ini. Jangan sampai berbuat sesuatu yang takdisukainya.Nona Potts menghampirinya, tersenyum. "Wah, anak baru, ya?" katanya."Kau akan berada satu gerbong denganku. Lihat, di gerbong sana itu! Anak-anakbaru selalu satu gerbong denganku.""Oh, apakah ada anak baru lainnya kecuali aku? Maksudku, yang sekelasdengan aku?" tanya Darrell."Oh, ya, tentu. Ada dua lagi. Mereka belum tiba. Nyonya Rivers, iniadalah murid yang sekelas dengan Darrell. Namanya Alicia Johns. Ia akanmenemani Darrell bila Anda akan meninggalkannya.""Halo!" sapa Alicia, dengan mata bersinar ceria pada Darrell. "Aku sekelasdenganmu. Kau sudah dapat tempat di sudut? Lebih enak duduk di sudut. Ayo,cari tempat sekarang yuk! Bisa kehabisan nanti.""Kalau begitu, lebih baik aku pergi sekarang saja." Nyonya Riverstersenyum. Dipeluk dan diciumnya Darrell. "Aku akan menulis surat segerasetelah kuterima suratmu. Semoga kau kerasan di sana.""Pasti! Ibu jangan kuatir!" kata Darrell. Nyonya Rivers segerameninggalkan putrinya. Darrell mengikuti ibunya dengan pandangan mata. Ia taksempat merasa sedih oleh perpisahan itu, sebab Alicia langsung mengambil alihdirinya, mendorongnya ke arah gerbong Nona Potts."Taruh tasmu di sudut itu,” kata Alicia. "Dan punyaku akan kutaruh disini. Itu berarti kedua tempat ini sudah jadi milik kita. Nah, ayo sekarang ke pintu.Kita lihat-lihat apa yang terjadi. Lihat di sana itu - itulah contoh 'Cara TerburukUntuk Berpamitan Pada Putri Tersayang'!"Darrell berpaling ke arah mana Alicia mengangguk Ia melihat seoranganak yang seumur dengannya, berpakaian seragam Malory Towers, tetapi denganrambut panjang mengurai di punggung. Anak itu memeluk ibunya rapat-rapat dantampak menangis."Si ibu mestinya menanggapi hal seperti itu dengan hanya tersenyum,memberinya sebatang cokelat, dan meninggalkannya," kata Alicia. "Kalau orangpunya anak seperti itu, hanya cara itulah yang terbaik Dasar anak manja!"Memang. Si ibu berlaku seburuk putrinya. Di pipinya juga terlihat airmata. Dengan langkah mantap Nona Potts mendekati ibu dan anak itu."Lihat apa yang akan dilakukan Potty," bisik Alicia. Darrell terkejut jugaoleh julukan yang diberikan Alicia pada kepala asrama mereka. Potty memangbisa jadi kependekan atau panggilan untuk Potts, tetapi kata itu juga berarti'sedikit sinting'! Padahal Nona Potts sama sekali tak menunjukkan tanda-tandakesintingan sedikit pun. Ia seratus persen waras. Dan tegas."Biarlah Gwendoline ikut denganku," kata Nona Potts pada sang ibu."Sudah saatnya ia masuk ke gerbong. Dan di sana ia akan merasa tenang NyonyaLacey."Gwendoline agaknya sudah siap untuk mengikuti Nona Potts. TetapiNyonya Lacey masih memeluk putrinya itu. Alicia mendengus. "Kaulihat apayang menyebabkan Gwendoline begitu cengeng?" katanya. "Ibunya! Aku gembirabahwa ibuku cukup sehat cara berpikirnya. Ibumu pun tampaknya sangatmenyenangkan. Periang dan menyenangkan."Darrell gembira ibunya. mendapat pujian seperti itu. Ia kini melihat betapadengan tegas Nona Potts melepaskan rangkulan Gwendoline pada ibunya danmenuntunnya ke gerbong."Alicia, ini satu lagi,” kata Nona Potts. Alicia menarik Gwendoline naik.Ibu Gwendoline juga ikut mendekat dan menjenguk ke dalam gerbong itu."Ambillah tempat duduk di sudut, Sayang," katanya. "Dan jangan dudukmembelakangi lokomotif. Bisa mual nanti kalau kau duduk mundur begitu.Dan..."Seorang anak lain datang mendekat. Kecil namun tampaknya kokoh.Berwajah sederhana dengan rambut dikepang rapi. "Apakah ini gerbong NonaPotts?" ia bertanya."Benar," jawab Alicia. "Kau murid baru? Menara Utara?" ."Ya. Namaku Sally Hope.”"Di mana ibumu?" tanya Alicia. "Mestinya beliau mengantarkanmu danmenyerahkanmu pada Nona Potts agar kau bisa dicoret dalam daftarnya.”"Oh, Ibu merasa tak perlu mengantarkan aku " kata Sally. "Aku datangsendiri""Ya ampun!" seru Alicia. "Ternyata banyak juga macam ibu-ibu itu. Adayang datang dan berpisah dengan putrinya sambil tersenyum. Ada yang menangismeraung-raung. Dan ada pula yang tak datang sama sekali!""Alicia, jangan ngoceh tak keruan!" tukas Nona Potts tandas. Ia sudah tahuakan sifat Alicia yang berlidah begitu tajam. Dan Nyonya Lacey yang mendengarkata-kata Alicia tadi tampak berang juga, hingga lupa akan nasihat apa lagi yangakan dikatakannya pada Gwendoline. Dengan pandang marah ia menatap Alicia.Untunglah saat itu terdengar peluit kondektur dan serentak terjadi keributan saatanak-anak bergegas berebut naik.Nona Potts ikut berebut naik bersama dua atau tiga murid lagi. IbuGwendoline mencoba menjenguk ke dalam, tetapi sayang saat itu Gwendolinesedang membungkuk ke lantai, mencari sesuatu yang agaknya terjatuh."Di mana Gwendoline!" seru Nyonya Lacey. "Aku harus mengucapkanselamat jalan padanya. Mana... "Saat itu kereta mulai bergerak meninggalkannya. Gwendoline baru sadarakan hal itu. Ia cepat berdiri dan menangis. "Ibu!" teriaknya. "Ah, aku belumpamitan padanya!""Berapa kali kau ingin berpamitan?" tukas Alicia. "Paling sedikit sudahdua puluh kali tadi kuhitung...."Nona Potts memperhatikan Gwendoline. Tampaknya anak ini anaktunggal yang terlalu dimanja dan terlalu mementingkan diri sendiri. Pastilah sulituntuk mengajarnya nanti.Kemudian diperhatikannya si Kecil Sally Hope. Gadis cilik yang lucu,dengan kepangan rambutnya yang rapi ketat dan mukanya yang mungil. Ia takdiantar ibunya. Tetapi apakah Sally peduli akan hal itu? Sulit untuk diterka.Lalu, Darrell. Rasanya mudah sekali membaca pikiran Darrell. Anak ituagaknya takkan bisa menyembunyikan perasaan hatinya. Anak itu akan sukaberkata terus terang tentang apa yang dirasanya. Tetapi sudah pasti ia takkansetajam Alicia dalam berbicara."Seorang anak yang manis, jujur, dan bisa dipercaya," pikir Nona Potts."Tapi mungkin nakal juga. Tampaknya otaknya cukup encer. Mudah-mudahan iatahu menggunakan otak tersebut. Aku memerlukan seseorang yang bisadibanggakan dari Menara Utara."Anak-anak itu mulai bercakap-cakap. "Bagaimana sih rupa Malory Towersitu?" tanya Darrell. "Aku sudah melihat potretnya. Begitu besar tampaknya.Tetapi bagaimana sebenarnya?""Memang besar," kata Alicia. "Dan pemandangan lautnya indah sekali.Untung kau ditempatkan di Menara Utara. Pemandangannya terbaik dari asramalainnya.""Apakah setiap asrama memiliki ruang kelas tersendiri?" tanya Darrell.Alicia menggelengkan kepala."Oh, tidak Semua murid dari keempat asrama itu bersekolah di gedungsekolah yang sama. Tiap asrama memiliki sekitar enam puluh orang murid.Tiap asrama memiliki seorang kepala murid. Untuk Menara Utara, kepalamuridnya adalah Pamela , yang duduk di sana itu."Pamela seorang gadis jangkung, pendiam. Ia duduk dengan seorang gadissebayanya, dan mereka agaknya sangat bersahabat dengan Nona Potts. Merekaasyik memperbincangkan rencana mereka dalam semester ini.Alicia, Sally, Darrell, dan seorang gadis lagi bernama Tessie tak lamasudah asyik bercakap-cakap pula. Hanya Gwendoline yang duduk muram dandiam di sudutnya. Tak ada yang memperhatikan dirinya, dan ini sesuatu yangjarang terjadi baginya!Ia mengeluarkan suara tersedu, dan dari sudut matanya ia melirik anakanakitu. Alicia yang bermata tajam menangkap lirikan sembunyi-sembunyi itu.Ia menyeringai dan berbisik pada Darrell, "Dia hanya pura-pura menangis! Orangyang benar-benar bersedih cenderung untuk menyembunyikan kesedihannya, dantidak malah memamerkannya. Jangan ada yang memperhatikan Gwendolinetersayang itu!"Kasihan Gwendoline! Sesungguhnya sikap Alicia yang tak mengacuhkandirinya adalah suatu obat yang sangat mujarab bagi kecengengannya.Ia harus segera sadar bahwa kehidupan di sekolah nanti sangat berbedadengan kehidupannya di rumah."Tak usah bersedih, Gwendoline!" seru Nona Potts dengan suaranya yangriang. Tetapi hanya itu saja yang diucapkannya untuk Gwendoline. Ia langsungberbicara asyik dengan Pamela dan kawannya."Aku ingin muntah!" kata Gwendoline akhirnya, dalam usaha terakhirnyauntuk menarik perhatian dan rasa iba anak lain."Tapi tampaknya tidak begitu," tukas Alicia. "Mukaku selalu tampak hijaubila mau muntah. Tapi kau tidak. Ia tak apa-apa, bukan, Nona Potts?"Rasanya Gwendoline ingin sekali bisa muntah-muntah agar Alicia yangsok tahu itu tahu rasa. Lemas ia menyandarkan diri di tempat duduknya, danbergumam perlahan, "Aku ingin muntah... mual sekali! Oh, apa yang haruskulakukan?""Tunggu, aku punya kantung kertas!" Alicia mengeluarkan selembarkantung kertas besar dari tasnya. "Saudaraku juga seperti kau, selalu mabuk bilaberkendaraan, selalu ingin muntah. Karenanya Ibu selalu membawa kantungkertas bila Sam ikut pergi dengannya. Tampaknya lucu juga kalau Sam muntahke dalam kantung kertas itu. Persis seperti seekor kuda yang sedang makan darikantung yang dikaitkan di lehernya!"Semua tertawa. Kecuali Gwendoline, tentu. Ia bahkan tampak gusar.Kurang ajar, Alicia itu! Ia takkan mau berkawan dengan anak itu! Tetapi setelahserangan lidah tajam Alicia tadi, Gwendoline jadi sangat pendiam. Ia duduk takbergerak. Tak lagi berusaha untuk memikat perhatian anak-anak lainnya. Ia takutpada apa yang pasti dikatakan Alicia nanti.Darrell memandang Alicia dengan sedikit kagum. Sungguh menyenangkananak ini. Alangkah senangnya bila mereka bisa bersahabat baik!2. MALORYTOWERSLAMA juga perjalanan ke Malory Towers. Tetapi rangkaian kereta apiyang panjang itu juga membawa sebuah gerbong tempat makan. Murid-muridbergantian makan siang. Dan bahkan saat minum teh juga mereka lewatkan dalamperjalanan itu. Pada awal perjalanan semua memang riang, ramai bercanda.Namun lama kelamaan mereka serasa tak punya nafsu untuk berbicara. Beberapabahkan sudah tertidur. Sungguh suatu perjalanan yang terlalu panjang!Tapi akhirnya sampai juga mereka ke stasiun tujuan. Dari stasiun tersebut,sekolah Malory Towers masih sekitar tiga kilometer lagi. Beberapa bis besarmenunggu di depan stasiun untuk mengangkut anak-anak itu ke sana."Ayo, cepat!" kata Alicia mencengkeram tangan Darrell. "Kalau kitacepat-cepat, kita mungkin akan bisa memperoleh tempat duduk di depan, dekatsopir. Ayolah! Mana tasmu?""Aku ikut!" seru Gwendoline. Tetapi semua sudah berangkat sebelumGwendoline bisa mengumpulkan semua barangnya.Alicia dan Darrell berhasil mendapat tempat duduk terdepan. Sementaraitu anak-anak ribut naik ke bis tersebut. Stasiun kecil itu hanya mempunyaiseorang kuli yang kini begitu sibuk memindahkan kopor-kopor besar dari keretaapi ke bis. ."Apakah Malory Towers terlihat dari sini?" tanya Darrell melihatberkeliling."Tidak. Tapi nanti terlihat. Nanti jalan ini menikung dan tiba-tiba sajaMalory Towers muncul di hadapan kita," kata Alicia."Ya, begitu indah munculnya yang tiba-tiba itu," Pamela ikut berbicara.Gadis pendiam yang menjadi kepala murid asrama Menara Utara itu duduk dibelakang Alicia dan Darrell. Matanya bersinar saat ia berkata lagi, "Kukirapemandangan paling indah atas sekolah kita adalah dari sudut jalan itu. Apalagibila matahari berada di belakangnya!"Darrell bisa merasakan kehangatan di suara Pamela saat ia berbicaratentang sekolah yang begitu dicintainya itu. Ia memperhatikan gadis besar itu danseketika menyukainya.Pamela melihat pandangan mata Darrell dan ia tertawa. "Kau beruntung,Darrell," katanya. "Kau anak baru, dan akan mengalami banyak hal di sekolahkita. Waktumu masih sangat lama di Malory Towers. Sedang aku... pelajarankuhampir berakhir Satu-dua semester lagi aku akan terpaksa meninggalkan sekolahini Kuharap kau menggunakan waktumu sebaik-baiknya di Malory Towers. Kaupasti akan menyukainya.""Ya, pasti!" Angguk Darrell mantap. Kemudian ia berpaling ke depan,menunggu penampilan pertama sekolah barunya itu, sekolah yang akandidiaminya untuk waktu paling cepat enam tahun.Mereka menikung. Alicia cepat memberinya isyarat dengan sikunya."Lihat itu, lihat! Di sana itu, di bukit! Laut berada di baliknya, jauh di bawahtebing, tak terlihat"Darrell melihat ke arah yang ditunjuk Alicia.Terlihat olehnya sebuah gedung besar berdiri tinggi di puncak bukit.Gedung itu berbentuk segi empat, dan tiap sudutnya dihiasi sebuah menara bulattinggi. Dua di depan, dan dua di belakang.Menara-menara utara, selatan, barat, dan timur. Pada lereng yangmenghadap ke laut, bukit itu begitu terjal dan akhirnya membentuk tebing batukarang yang hampir tegak lurus.Malory Towers.Dindingnya berwarna batu, lembut kelabu. Sebagian besar dinding itudirambati oleh sulur-suluran, begitu rapat menghijau sampai ke atap. Bagaikansebuah puri di zaman lampau! Dan jendela-jendela di gedung itu bersinarcemerlang."Sekolahku!" pikir Darrell. Suatu kehangatan mengisi hatinya. "Indahsekali. Aku benar-benar beruntung bisa mempunyai sekolah seperti itu sebagairumahku untuk beberapa tahun ini. Aku pasti akan menyukainya.""Apakah kau menyukainya?" tanya Alicia tak sabar."Ya, sangat!" kata Darrell. "Tapi rasanya aku takkan pernah bisamengenali tempat-tempatnya.... Rasanya sekolah itu begitu besar!""Oh, kau nanti akan kuantar berkeliling," kata Alicia. "Cukupmengherankan, tapi kau pasti dengan cepat akan mengenali semua tempat disana." .Bis mereka menikung, dan Malory Towers lenyap. Tetapi gedung megahitu muncul lagi di tikungan berikutnya, semakin dekat. Tak berapa lama bis-bis itupun sudah menderu berhenti, di depan telundakan lebar yang menuju sebuah pintubesar."Oh! Seperti pintu masuk ke sebuah istana!" seru Darrell."Ya." Tiba-tiba Gwendoline mendekat di belakang mereka. "Dan aku akanmerasa bagaikan seorang putri bila melangkah di telundakan itu," katanya pulasambil mengibaskan rambutnya yang terurai keemasan."Pasti," dengus Alicia. "Tapi buang jauh-jauh pikiran semacam itu bilaPotty ada di dekatmu!"Darrell turun dari bis dan langsung tenggelam dalam arus anak-anak yangbergegas menaiki telundakan. Ia mencari-cari Alicia, tapi entah ke mana anak itu.Terpaksa Darrell menaiki telundakan itu sendiri, menenteng tas serta raketnya. Iamerasa kesepian di antara ributnya anak-anak itu.Takut juga ia sedikit, tanpa Alicia yang selalu berceloteh di sampingnya.Segalanya terasa kabur. Darrell tak tahu harus pergi ke mana atau harus berbuatapa. Sia-sia ia mencari Alicia atau Pamela , kepala murid.Keduanya tak tampak di tengah begitu banyak murid-murid itu. Apakah iaharus langsung pergi ke Menara Utara? Anak-anak lain tampak begitu yakin apayang harus mereka lakukan, kecuali Darrell.Ah, untung. Itu Nona Potts! Cepat-cepat ia mendekati kepala asrama itu.Nona Potts tersenyum padanya. "Halo! Bingung, ya? Di mana si Nakal Alicia itu?Mestinya ia mengurusmu. Semua murid dari Menara Utara harus langsung ketempat tersebut dan merapikan diri Ibu Asrama sudah menunggu kalian!"Darrell tak tahu arah menuju Menara Utara. Maka ia sendiri saja di dekatNona Potts, menunggu. Alicia muncul kembali bersama serombongan anak-anak."Hai!" ia menyapa Darrell. "Aku kehilangan kau. 1m semua kawan-kawansekelas kita. Tetapi tak usah tahu nama-nama mereka dulu bisa bingung kau.Beberapa di antaranya dari Menara Utara, beberapa dari menara lainnya. Ayo!Kita ke Menara Utara untuk bertemu dengan Ibu Asrama. Mana Gwendolinesayang?""Alicia!" kata Nona Potts tajam, tetapi matanya tersenyum. "Janganganggu Gwendoline terus. Beri kesempatan padanya untuk menyesuaikan diri.""Sally... di mana dia? Oh, itu. Ayo, Sally! Baiklah, Nona Potts. Aku akanmengantar mereka ke Menara Utara dan mengasuh mereka sedikit," kata Alicia.Sally, Gwendoline. dan Darrell mengikuti Alicia. Mereka berada di sebuahruangan yang sangat besar, dengan pintu-pintu besar di sisinya serta sebuahtangga lebar melengkung ke atas."Ini ruang pertemuan," kata Alicia. "Itu laboratorium, ruang senam, ruangkesenian, dan ruang menjahil Ayo, kita harus menyeberangi Taman Dalam untukpergi ke asrama kita."Darrell tak tahu apa yang disebut Taman Dalam itu. Tetapi ia segeramengetahuinya. Malory Towers dibangun mengelilingi sebuah tempat terbuka,dan inilah yang disebut Taman Dalam oleh Alicia.Tempat ini berbentuk persegi empat, dengan gedung Malory Towerssebagai keempat sisinya. Alicia membawa anak-anak baru itu keluar dari ruangpertemuan, dan di depan mereka terhampar Taman Dalam itu."Indah sekali!" seru Darrell. "Tempat apa yang terbenam di tengah itu?"Ia menunjuk pada sebuah tempat dengan rumput hijau dan berbentuklingkaran serta seakan 'terbenam' agak- dalam dari permukaan tanah. Di sisilingkaran yang cukup besar itu terdapat telundakan-telundakan batu, melingkardan tampaknya untuk tempat duduk. Mirip lingkaran pertunjukan sirkus dengantempat pertunjukannya di bawah permukaan tanah."Itu tempat kita bermain drama di musim panas," kata Alicia. "Parapemain di lapangan rumput di bawah itu, para penonton duduk di tempat dudukyang melingkarinya. Sangat menyenangkan!"Di permukaan tanah, mengelilingi lapangan rumput yang tenggelam itu,terdapat taman yang sangat indah oleh bunga mawar dan berbagai bunga lainnya.Di antara petak-petak bunga itu terdapat pula petak-petak rumput yang menghijau."Di sini agaknya hangat dan terlindung," kata Darrell."Tetapi di musim panas hawanya terlalu panas," kata Alicia, terusmembawa mereka ke seberang."Tetapi pemandangannya sungguh mempesonakan di semester Paskah.Saat kita meninggalkan rumah kita pada bulan Januari, di tengah hawa beku dansalju, maka kita dapati di Taman Dalam ini bunga-bunga berkembang ceria dalamlindungan gedung yang mengelilinginya. Lihat, bunga-bunga tulip sudah keluar.Padahal ini baru bulan April."Di setiap sudut rangkaian bangunan yang membentuk segi empat ituterdapat sebuah menara. Alicia menunjukkan Menara Utara, sebab keempatmenara tadi serupa benar satu dengan yang lain. Darrell memperhatikan menaraitu. Tingginya empat tingkal Dan Alicia berhenti sebentar di depan Menara Utaratersebut untuk memberi penjelasan."Di lantai bawah ada ruang makan dan ruang rekreasi, serta dapur. Dilantai dua terdapat kamar-kamar tempat kita tidur. Begitu juga di lantai tiga. Dilantai empat kamar tidur untuk karyawan serta gudang tempat barang-barangkita.""Dan setiap menara susunannya sama?" tanya Darrell, memperhatikanmenaranya. "Alangkah senangnya kalau tempat tidurku di puncak menara ini.Pasti pemandangannya sangat indah!"Ramai sekali anak-anak keluar-masuk di pintu bawah menara itu. "Ayo,cepatlah!" beberapa di antara mereka berseru pada Alicia. "Sebentar lagi makanmalam terhidang. Dan baunya, mmmh, sungguh sedap!""Pada awal semester biasanya masakan yang dihidangkan memang luarbiasa," kata Alicia. "Setelah itu - tak begitu hebat. Coklat, biskuit, dansebangsanya. Ayo, mari kita temui Ibu Asrama."Setiap menara punya Ibu Asrama sendiri, yang bertanggung jawab atasanak-anak yang ada di asramanya. Ibu Asrama Menara Utara ternyata seorangwanita yang agak gemuk, tapi tampak gesit. Berpakaian sangat rapi dan sangatbersih.Alicia membawa ketiga murid baru itu ke hadapannya. "Ini tambah tigaorang anak lagi, untuk sasaran amukan Anda," katanya.Darrell memperhatikan Ibu Asrama itu, yang sedang mengerutkan keningmembaca daftar di tangannya. Rambutnya rapi, tersisir dan tersembunyi di topikain yang indah dan terikat rapi di bawah dagu. Segalanya pada dirinya begitubersih sehingga Darrell merasa dirinya sendiri sangatlah kotor. Ia sedikit merasatakut juga pada Ibu Asrama yang tampaknya akan bersikap keras ini. Tetapiketika wanita ini mengangkat muka dan tersenyum padanya, semua rasa takutDarreil lenyap. Senyum itu begitu ceria dan sepenuh hati - seolah-olah mata,mulut, dan hidungnya juga ikut tersenyum."Tunggu... kau pasti Darrell Rivers," kata Ibu Asrama, mencoret sebuahnama di daftarnya. "Kau bawa surat dokter? Berikan padaku. Dan kau pasti SallyHope.""Bukan, aku Gwendeline Mary Lacey,” kata Gwendoline."Jangan lupa Mary-nya," tambah Alicia. "Gwendeline Mary tersayang.""Cukup, Alicia," tukas Ibu Asrama, mencoret nama Gwendoline "Kaunakal sekali. Seperti ibumu dulu. Tapi kurasa kau jauh lebih nakal darinya. "Alicia menyeringai. "Ibuku dulu juga bersekolah di sini," katanya padaDarrell. "Dan beliau juga tinggal di Menara Utara ini. Dan selama bertahun-tahunbeliau berada di bawah pengawasan Ibu Asrama kita ini. Ibu titip salam untukAnda." Ia berpaling pada Ibu Asrama. "Kata beliau, sungguh sayang saudarasaudaralelakiku tak bisa dikirimnya kemari. Rasanya hanya Andalah yang akanbisa mendidik mereka.""Kalau mereka seperti kau, maka aku bersyukur bahwa mereka tak bisadikirim kemari" kata Ibu Asrama. "Satu saja dari keluarga Johns sudah lebih daricukup bagiku. Ibumulah yang membuat rambutku begitu cepat memutih. Dan kauagaknya mau membuat seluruh rambutku jadi putih, ya?"Ia tersenyum lagi. Wajahnya sabar dan bijaksana. Setiap anak yang merasasakit pasti akan tenang dalam rawatan Ibu Asrama ini. Tetapi hati-hati bagimereka yang malas dan suka pura-pura sakit atau tak berhati-hati dalam bekerja!Senyum ramah itu pasti akan lenyap dan wajah itu akan berubah menakutkan!Suara gong menggema di Menara Utara itu."Makan malam," kata Ibu Asrama. "Biarlah kalian membereskan barangbarangnanti saja. Kereta api kalian terlambat, pastilah kalian merasa lelah. Semuaanak kelas satu langsung pergi tidur segera setelah selesai makan malam""Oh, Ibu!" keluh Alicia. "Masa kami tak diberi waktu untuk bercakapcakapsepuluh menit saja....”"Aku katakan tadi, langsung pergi tidur, Alicia," kata Ibu Asrama. "Ayo,pergilah! Cuci tangan kalian cepat-cepat dan segera turun ke ruang makan.Cepat!"Lima menit kemudian Alicia dan kawan-kawannya telah duduk di ruangmakan, menikmati makan malam yang lezat. Mereka merasa sangat lapar, jadienak sekali makan. Darrell melihat berkeliling. Begitu banyak anggotaasramanya! Mana mungkin ia mengenal mereka semua? Dan rasanya tak mungkinia punya keberanian untuk ikut serta bercanda dan tertawa dengan mereka. Tetapihal itu tentu saja tidak benar. Ia akan segera menjadi bagian dari semua ini!3. MALAM DAN PAGI PERTAMASELESAI makan, sesuai dengan perintah Ibu Asrama, anak-anak kelassatu langsung pergi tidur. Darrell menyukai kamarnya. Kamar tersebut panjang,dan di sepanjang dindingnya terdapat jendela-jendela menghadap ke laut, lagi!Sesaat Darrell berdiri di depan salah satu jendela, memperhatikan laut biru yangbergulung tenang serta suara ombak berdebur sayup-sayup. Betapa indahnyatempat ini."Jangan melamun saja!" suara Alicia membuyarkan pikirannya. "IbuAsrama akan segera datang meninjau!"Darrell berpaling dari jendela. Kamar tidur itu memiliki sepuluh tempattidur. Masing-masing tempat tidur dipisahkan oleh tirai-tirai yang bisa ditarik ketepi. Setiap tempat tidur berseprai putih bersih dan masing-masing mendapatselembar selimut tebal berisi bulu yang dilipat pada tempat tidur itu. Selimutselimutitu berbeda-beda warnanya, sehingga ceria bila dilihat dari tempatnyaberdiri: barisan tempat tidur putih dengan aneka warna selimut terlipat rapi. Tiraitiraitadi membentuk semacam bilik, dan pada tiap bilik terdapat sebuah lemari,sebuah peti tempat pakaian dengan cermin hias di atasnya. Di kedua ujung kamarterdapat tempat cuci muka dengan air dingin dan panas.Anak-anak sibuk membuka tas serta mengeluarkan barang-barang mereka.Darrell mengeluarkan pakaian tidurnya, lap muka, sikat gigi, dan pasta giginya.Selembar handuk bersih tergantung di rak dekat lemari."Sungguh menyenangkan tidur berteman begini banyak," pikir Darrell."Pasti kita bisa bercakap-cakap dan bermain-main sampai malam."Semua anak baru tidur di kamar itu. Sally, Gwendoline, dan Darrell. Aliciajuga di situ, ditambah enam orang anak lagi. Anak-anak lama ini memperhatikanketiga anak baru tersebut berlari ke tempat membasuh muka, mencuci muka danmenggosok gigi, kemudian kembali ke tempat-tempat tidur mereka.Salah seorang di antara anak lama ini melihat arloji di tangannya danberkata tegas, "Semua naik ke tempat tidur!" Anak ini bertubuh tinggi, berambuthitam, dan agaknya pendiam. Semua langsung naik ke tempat tidur, kecualiGwendoline. Gwendoline sibuk menyikat rambutnya yang indah keemasan sambilmenghitung, "Lima puluh empat, lima puluh lima, lima puluh enam...""Hei, kau, Anak baru! Siapa namamu? Cepat naik ke tempat tidur!" kataanak berambut hitam tadi."Aku harus menyikat rambutku seratus kali setiap malam," kataGwendoline. "Nah... aku jadi lupa sudah sampai hitungan berapa aku tadi.""Tutup mulut dan cepat naik ke tempat tidur, Gwendoline Mary!" kataAlicia yang tempat tidurnya berdampingan dengan tempat tidur Gwendoline."Katherine adalah ketua kamar ini. Kau harus melakukan apa yangdiperintahkannya.""Tetapi aku sudah berjanji pada Ib... Ib..." Gwendoline mulai terisak-isak."Aku sudah berjanji pada Ibu untuk menyikat ram-ram-rambutku seratus kalitttiap malam....""Kau bisa meneruskan menyikat rambutmu besok malam," suara ketuakamar itu terdengar dingin dan tajam. "Kini naiklah ke tempat tidur.""Oh, biarlah kuselesaikan sekarang saja," kata Gwendoline, tergopohgopohmeneruskan menyikat rambut. "Lima puluh tujuh... lima puluh...""Apakah aku harus memukul pantatnya dengan sikatku, Katherine?" tanyaAlicia, bangkit berdiri dan bersiap dengan sikat rambutnya. Gwendoline menjeritdan melompat ke atas tempat tidur.Semua tertawa. Mereka tahu bahwa sesungguhnya Alicia tidak bermaksudakan memukul Gwendoline benar-benar.Gwendoline berbaring, marah. Ingin sekali rasanya menangis.Dipikirkannya ibunya yang kini begitu jauh dari dirinya, dan ia mulai terisak-isak."Buang ingusmu, Gwendoline!" kata Alicia setengah mengantuk."Jangan ada yang berbicara lagi," kata Katherine. Sunyi kemudian kamaritu. Sally Hope terdengar melepas napas panjang. Darrell mengira-ngira apakahanak itu sudah tidur ataukah belum. Tirai antara tempatnya dan tempat Sally tidaktertutup. Tidak. Sally belum tidur. Ia berbaring dengan mata terbuka. Tak terlihatair mata, tetapi wajah itu tampak bersedih hati."Mungkin ia rindu akan rumahnya,” pikir Darrell.Ebook by CLU5TER 18Ia pun berpikir akan rumahnya sendiri. Tetapi ia mengerti tak ada perlunyaia bersedih hati. Lagi pula banyak yang diharapkannya dari sekolah ini, hingga iatakkan sempat bersedih. Ia telah bertekad dari semula untuk bersenang-senang disekolah ini, untuk menyukai apa saja yang ada.Ibu Asrama masuk. Ia memeriksa setiap tempat tidur. Beberapa oranganak sudah tertidur, kelelahan. Ibu Asrama terus memeriksa seluruh kamar itu.Membetulkan letak selimut di sini. Mematikan air yang masih menetes di keran.Menutup tirai-tirai di jendela-jendela sebab saat itu di luar langit masih terang."Selamat malam," katanya akhirnya. "Selamat tidur. Tak boleh ada yangbersuara lagi.""Selamat malam, Ibu!" beberapa orang anak yang belum tidur membalas.Darrell mengintai dari balik tirainya, ingin melihat apakah Ibu Asrama itutersenyum. Ternyata Ibu Asrama melihat wajah Darrell di tirai dan tersenyum."Tidurlah dengan nyenyak,” katanya, dan ia pun keluarlah tanpa bersuara lagi.Semuanya berusaha untuk segera tidur. Kecuali Gwendoline. Ia malahberusaha untuk tetap bangun. Apa kata ibunya tadi? "Kau pasti akan merasa sedihmalam ini, Sayang. Aku tahu. Tapi kuatkanlah hatimu...."Karena ibunya berkata begitu, maka Gwendoline memutuskan untukbersedih hati. Tetapi matanya rasanya tak bisa dibuka terus. Tak lama Gwendolinejuga tertidur nyenyak seperti yang lain. Di rumahnya, ibu Gwendoline mengusapair mata dan berkata, "Kasihan sekali si Gwen. Mestinya ia tak usah kukirimbegitu jauh dariku. Aku yakin saat ini ia tak bisa tidur dan menangis terussepanjang malam."Nyatanya Gwendoline tidur tenang, malah tersenyum saat ia bermimpimenjadi ratu dari semua anak-anak di sekolah ini, menjadi juara kelas, danmenjadi juara dalam segala cabang olahraga yang ada.Pagi harinya, suara lonceng yang keras membangunkan semua isi asrama.Sesaat Darrell tak tahu ia berada di mana. Kemudian didengarnya suara Aliciaberseru, "Bangun! Bangun! Pemalas! Kalian harus merapikan tempat tidursebelum sarapan!"Darrell melompat turun dari tempat tidurnya. Sinar matahari memasukikamar, sebab Katherine sudah membuka tirai jendela. Anak-anak mulai ramaiberbicara. Bergantian mereka menggunakan tempat cuci muka. Darrell bergegasmemakai seragam yang disukainya itu, blus putih dan rok cokelat dengan ikatpinggang merah muda, seperti juga kawan-kawannya. Disikatnya rambutnya kebelakang, dan dipasangnya dua buah jepit rambut agar rambut tersebut tetap rapi.Gwendoline membiarkan rambutnya terurai lepas di bahunya."Kau tak boleh mengatur rambutmu seperti itu,” kata Alicia. "Paling tidakdi sekolah ini kau tak boleh.""Tetapi aku selalu mengaturnya seperti ini," kata Gwendoline. Wajahnyayang cantik itu tampak menunjukkan kekeraskepalaan."Mukamu jadi tak keruan karenanya,” kata Alicia."Tidak!" tukas Gwendoline. "Kau berkata begitu karena rambutmu pendekdan kasar!"Alicia mengejapkan mata pada Katherine yang mendatangi mereka."Biarkan Gwendoline sayang memamerkan rambutnya yang panjang dan lembutbagai sutra itu," katanya. "Nona Potts akan sangat gembira melihatnya nanti.""Guru pribadiku. Nona Winters, suka sekali melihat rambutku begini,"kata Gwendoline tampak gembira."Oh, jadi kau tak pernah bersekolah sebelum ini?" tanya Alicia. "Hanyaguru pribadi yang mengajarmu? Pantas!""Pantas apa?" tanya Gwendoline ketus."Tak apa. Bisa kauketahui sendiri nanti," kata Alicia. "Siap, Darrell? Itugong sarapan. Rapikan sepraimu. Gwendoline, lipat baju tidurmu. Lihat Sally itu -anak baru tapi begitu rapi tanpa harus diberi tahu lagi."Sally tersenyum kecil. Ia hampir tak pernah berkata-kata. Bukan karenamalu, tetapi memang pendiam dan agaknya sudah banyak mengerti akan tugasyang harus dilakukannya walaupun ia anak baru. Darrell heran juga melihat halitu. Mereka semua pergi ke ruang makan. Meja panjang di situ sudah siap.Beberapa anak telah duduk dan menyapa Kepala Asrama dengan sopan. IbuAsrama juga sudah ada di situ. Dan tampak pula seorang dewasa yang belumdikenal Darrell."Itu Mam'zelle Dupont," bisik Alicia. Mam'zelle adalah singkatan darikata Prancis untuk 'nona'. "Di Malory Towers ini ada dua orang guru bahasaPrancis. Yang satu gendut dan periang, yang satu kurus dan selalu bermukamasam. Untuk semester ini kita memperoleh yang gendut dan periang. Tapi keduaguru itu sangat pemarah. Mudah-mudahan saja bahasa Prancismu cukup bagus.""Wah, bahasa Prancisku tak begitu baik," kata Darrell kuatir."Mam'zelle Dupont membenci Mam'zelle Rougier. Dan Mam'zelleRougier membenci Mam'zelle Dupont," Alicia berbisik lagi. "Kadang-kadangmereka bertengkar ramai. Sering Ibu Asrama terpaksa dipanggil untuk meleraikanmereka."Mata Darrell terbelalak heran. Katherine yang duduk di seberang mejadarinya tertawa. "Jangan percaya semua kata-kata Alicia," katanya. "Lidahnyakadang-kadang tak bisa diatur. Sampai saat ini kami belum pernah menyaksikankedua Mam'zelle itu bertarung.""Ah, suatu saat itu pasti terjadi," kata Alicia. "Dan aku inginmenyaksikannya."Mam'zelle Dupont bertubuh pendek, gemuk, dan bundar. Rambutnyadigelung tinggi di puncak kepalanya. Matanya yang hitam kecil tak pernahberhenti bergerak Ia memakai gaun hitam yang sangat pas untuk dirinya. dansepatu hitam di kakinya yang kecil.Ia rabun dekat tetapi tak mau memakai kaca mata biasa. Untuk melihat, iamemakai sebangsa kaca mata yang tidak diselipkan di telinga, tetapi bergagangpanjang dan harus dipegang dengan tangan. Benda ini dinamakan lorgnette, danbila tak digunakan tergantung dengan pita hitam di lehernya.Alicia pandai sekali menirukan gerak-gerik orang. Anak-anak disekitarnya tertawa tergelak-gelak melihat ia menirukan gaya Mam 'zelle Dupontmelihat sesuatu dari dekat dengan mempergunakan lorgnette-nya. Tetapi sepertianak lain. Alicia juga takut dan segan pada Mam'zelle Dupont dan berusaha untuktidak membuatnya marah."Anak-anak baru harus menghadap Kepala Sekolah setelah makan pagi,"Nona Potts mengumumkan. "Ada tiga orang di kelas satu, dua orang di kelas dua.dan seorang di kelas empat. Semuanya boleh menghadap bersama-sama,kemudian bergabung dengan murid-murid lain di ruang pertemuan untuk acaraDoa Bersama. Pamela , kau bertugas mengantarkan anak-anak baru itu ke KepalaSekolah."Pamela . ketua murid dari Menara Utara. bangkit. Anak-anak baru jugaberdiri. di antaranya Darrell. Mereka mengikuti Pamela . Pamela membawamereka ke pintu yang menuju Taman Dalam kemudian memasuki sebuah pintu dibagian gedung yang menghubungkan Menara Utara dengan Menara Timur. Ditempat itulah kantor Kepala Sekolah dan san. - singkatan dari sanatorium, tempatanak-anak yang sakit beristirahat.Mereka sampai ke sebuah pintu yang bercat krem tua. Pamela mengetukpintu itu Sebuah suara rendah terdengar dari dalam. "Masuklah."Pamela membuka pintu. "Saya mengantarkan anak-anak baru, NonaGrayling." katanya.“Terima kasih, Pamela,” kata suara rendah itu.Dan kini Darrell melihat wanita berambut putih sedang menghadap meja,menulis. Wajahnya tenang, tanpa keriput sedikit pun. Matanya biru jernih, danbibirnya membayangkan kekerasan hati. Darrell merasa takut juga menghadapiKepala Sekolah dengan suara rendah ini. Mudah-mudahan ia takkan pernah harusditegur langsung olehnya!Anak-anak baru itu berdiri berbaris di depan Kepala Sekolah. NonaGrayling memperhatikan mereka satu per satu. Darrell merasa wajahnyamemerah, entah kenapa. Kakinya terasa lemas juga. Mudah-mudahan NonaGrayling tidak mengajukan suatu pertanyaan pun padanya. Pasti ia takkan mampumenjawab pertanyaan tersebut.Nona Grayling bertanya nama-nama mereka, serta berbicara beberapakalimat dengan setiap anak yang ditanyainya. Kemudian dengan nadabersungguh-sungguh, ia berbicara pada mereka semua,"Suatu hari nanti, kalian akan meninggalkan sekolah ini, memasukikehidupan sebagai seorang wanita muda. Kalian harus membekali diri dengankecerdasan otak, kelembutan hati, dan kemauan untuk membantu sesamamu.Kalian harus membekali diri dengan pengertian yang mendalam tentang banyakhal, dengan kemauan untuk menerima tanggung jawab, serta menampilkan dirisebagai wanita yang patut dicintai dan dipercaya. Semua ini bisa kalian pelajari diMalory Towers - kalau saja kalian memang bertekad untuk mempelajarinya. Kamisama sekali tidak menganggap kemampuan murid-murid untuk memenangkan beasiswa, gelar, atau lulus berbagai ujian sebagai tanda keberhasilan kami. Yangkami anggap berhasil adalah bila bekas murid kami tampil sebagai wanita yanglembut hati, cerdas, dipercaya, berpikiran matang... seseorang yang bisa jadiandalan orang-orang di sekelilingnya. Aku menganggap sekolah kita gagal bilaada seseorang yang tak mempelajari sifat-sifat baik itu di sini."Semua ini diucapkan dengan begitu bersungguh-sungguh sehingga Darrelltak berani bernapas. Saat itu ia juga bertekad untuk menjadi salah satu lulusanMalory Towers yang betul-betul berhasil."Ada di antara kalian yang dengan mudah bisa menguasai hal-hal yangkusebutkan tadi, ada juga yang harus belajar keras untuk menguasainya. Mudahataupun sulit, kalian wajib mempelajarinya. Sebab hanya dengan begitulah kalianbisa bahagia kelak bila meninggalkan sekolah ini, dan bisa menularkankebahagiaan itu pada orang-orang di sekitar kalian."Nona Grayling berhenti sejenak. Kemudian ia berbicara lagi dengan nadalebih ringan, "Kalian akan memperoleh banyak sekali dengan tinggal di MaloryTowers ini. Bertekadlah untuk memberikan banyak pula pada sekolah ini, dalamarti membuat diri kalian berhasil seperti yang kukatakan tadi.""Oh!" tak sadar Darrell berseru, lupa bahwa tadi ia yakin ia takkan beranibersuara. "Tepat seperti itulah kata Ayah padaku saat aku akan berangkat kemari,Nona Grayling.""Betulkah ?" Nona Grayling tersenyum dengan mata cemerlang pada gadiscilik ini. "Nah, kalau orang tuamu sudah berpikiran seperti itu, maka kukira kaupastilah salah satu yang beruntung akan bisa belajar apa saja di sini dengan lebihmudah. Mungkin suatu hari Malory Towers bisa berbangga karena mempunyaimurid engkau.”Ia berbicara beberapa lama lagi. kemudian anak-anak itu diperkenankanpergi. Sangat terkesan akan kata-kata tadi, mereka tanpa bersuara meninggalkankamar itu. Bahkan Gwendoline juga tak mengucapkan sepatah kata pun. Apa punyang kelak akan terjadi, saat itu masing-masing berjanji dalam hati untukberusaha sebaik mungkin belajar di Malory Towers. Apakah janji itu terbukti atautidak, itu sangat tergantung pada masing-masing anak.Mereka kemudian pergi ke ruang pertemuan, bergabung dengan seluruhmurid sekolah itu untuk acara Doa Bersama. Mereka semua menunggukedatangan Nona Grayling di panggung.Tak lama suara lagu pujian terdengar di ruang itu. Hari pertama semesteritu mulai. Darrell bernyanyi dengan sepenuh hati, hati yang riang dan bahagia.Betapa banyaknya yang bisa diceritakannya pada ibunya nanti.4. KELAS NONA POTTSSELURUH murid Malory Towers tiap pagi berkumpul di ruang pertemuanuntuk berdoa bersama. Murid-murid itu berkumpul menurut kelasnya. bukanmenurut asramanya.Darrell memperhatikan anak-anak yang sekelas dengannya. Betapabanyaknya! Mungkin dua puluh lima atau tiga puluh orang. Nona Potts, kepalaasramanya, ternyata adalah juga wali kelas satu. Di situ juga tampak Mam'zelleDupont, bernyanyi dengan penuh semangat. Dan guru di sebelahnya itu pastilahMam 'zelle satunya. Sama-sama guru Prancis, tetapi alangkah berbedanya!Yang ini tinggi, jangkung, kurus. Rambutnya juga digelung, tetapi bukandi atas kepala, melainkan di belakang kepala. Menurut pandangan Darrell, guruini memang pemarah.Alicia bercerita siapa guru-guru lainnya. "Itu guru sejarah, Nona Carton -yang di sana itu, yang memakai leher baju tinggi dan kaca mata dengan penjepithidung. Ia sangat pandai, tetapi suka menyindir kalau ada yang lemah dalamsejarah. Dan itu guru kesenian, Nona Linnie. Ia sangat baik, sangat ramah."Darrell berharap akan banyak berjumpa dengan Nona Linnie nanti, kalauia betul-betul seramah seperti kata Alicia. Memang guru kesenian itu tampakmenyenangkan. Wajahnya manis, muda, rambutnya merah ikal."Dan itu guru musik, Pak Young. Kau lihat dia? Dia aneh. Kalau sedangbaik, baik sekali. Kalau sedang jahat, jahat sekali. Kami selalu bingungmenentukan sedang bagaimana dia bila mengajar kami."Ibu-ibu Asrama juga ikut dalam acara Doa Bersama Darrell melihat IbuAsrama, seperti biasa mengerutkan kening seolah-olah sedang memikirkansesuatu. Alicia mulai berbisik lagi."Dan itu..."Mata Nona Potts melirik ke arahnya. Alicia langsung tutup mulut danmenekuni buku nyanyian pujaannya. Nona Potts sama sekali tak menyukai anakanakyang suka berbisik-bisik, terutama saat berdoa bersama.Pembacaan doa selesai, murid-murid pergi ke kelas masing-masing. Kelaskelasini berada di bagian gedung yang berada di sisi sebelah barat. Gedung inisegera terisi oleh suara hiruk-pikuk tawa riang anak-anak itu. Jika sedang beradadi gang-gang yang menuju kelas-kelas tersebut, memang tak ada yangmengharuskan anak-anak itu untuk berdiam diri.Anak-anak kelas satu menempati ruangan yang jendelanya menghadap kelaut. Sebuah ruang besar, dengan meja guru di bagian depan dan beberapa lemaridi bagian belakang. Meja dan kursi untuk murid-murid diatur dengan rapi."Cup! Ini mejaku!" Seorang anak bertubuh gemuk langsung duduk di mejayang dipilihnya, dekat jendela."Aku cup yang ini!" Gwendoline ikut-ikut, menduduki meja dekat jendelalainnya. Anak gemuk tadi mengawasi Gwendoline dengan rasa heran."Kau anak baru, kan?" tanyanya kemudian. "Nah, kau tak berhak memilihtempat dudukmu. Anak baru tinggal menduduki kursi yang tersisa setelah dipiliholeh anak-anak lama."Muka Gwendoline merah padam. Dikibaskannya rambut keemasannya dania merengut berdiri. Ia tetap berdiri di samping meja yang dipilihnya. Tak beraniduduk, tetapi malu untuk meninggalkannya. Seorang anak bertubuh kecil tetapikuat mendorongnya ke pinggir, langsung duduk di meja itu."Aku ambil meja ini!" kata anak itu. "Hai, Rita, bagaimana liburanmu?Nggak enak ya berada di kelas Potty lagi?"Darrell berdiri menunggu sampai dilihatnya semua anak - kecuali dirinya,Sally, dan Gwendoline, serta dua atau tiga orang anak baru lainnya - sudah duduk.Kemudian ia menyelinap di antara kursi dan meja, untuk duduk di tempat dudukdi samping Alicia. Sungguh untung tempat tersebut masih kosong. Alicia sedangasyik berbicara dengan anak di meja sebelahnya. Mereka tampaknya sangat akrab.Kemudian ia berpaling pada Darrell. "Darrell, ini sahabatku, Betty Hills.Kami selalu duduk berdampingan. Sayang sekali ia tinggal di Menara Barat."Darrell tersenyum pada Betty. Betty anak yang lincah, dengan matacokelat yang nakal dan rambut yang sebagian terjurai menutupi dahi. Darrellmenyukai anak ini, tetapi sayang sekali Alicia telah bersahabat dengan Betty.Tadinya Darrell berharap Alicia mau jadi sahabat akrabnya. Darrell tak begituberminat untuk bersahabat dengan Sally ataupun Gwendoline."Sssh!" kata anak yang duduk dekat pintu. "Potty datang!"Langsung sunyi di kelas itu. Semua berdiri tegap, menghadap lurus kedepan. Terdengar langkah ringan - tapi cepat - wali kelas mereka itu. Nona Pottsmasuk ke dalam ruangan, mengangguk pada semua anak dan berkata, "Kalianboleh duduk."Semua duduk. Menunggu dalam sunyi. Nona Potts mengeluarkan daftarnama, mengabsen mereka, dan mencatat adanya anak-anak baru dari asrama lain.Kemudian ia berdiri menghadap murid-murid kelasnya yang sunyi menunggu."Semester musim panas selalu merupakan semester yang palingmenyenangkan," katanya. "Kalian akan bisa berenang, main tenis, piknik, danjalan-jalan. Tetapi jangan keliru menyimpulkan bahwa semester musim panas ituhanya untuk bersenang-senang. Sama sekali bukan. Dalam semester ini kalianjuga harus kerja keras. Di antara kalian ada yang harus menempuh ujian padasemester berikut. Kalau di semester ini kalian kerja keras, maka ujian itu akanterasa ringan. Kalau tidak, yah aku yakin akan banyak yang mengeluh danmengaduh!"Ia berhenti sejenak. Kemudian menatap tajam pada dua-tiga orang anak."Semester yang lalu ada satu-dua orang anak yang agaknya cukup kerasan diurutan terbawah setiap minggu," katanya. "Aku harap pada semester ini anak-anaktersebut mau merelakan tempat itu pada anak-anak baru, dan berusaha keras untuknaik tingkat. Terus terang aku tak begitu mengharapkan anak-anak baru untuklangsung menempati tempat yang lumayan. Tapi kalau anak lama sampai tetapberada di tingkat terbawah... yah, itu namanya keterlaluan!"Beberapa orang anak merah padam mukanya.Nona Potts melanjutkan pembicaraannya, "Aku yakin di semester inisemua punya otak cukup cerdas," katanya, "walaupun aku masih ragu tentanganak-anak baru. Kalau ada yang tak punya otak dan berada di tingkat terendah, ituwajar. Tetapi kalau kalian punya otak dan berada di tempat itu, nah, terpaksakalian harus berhadapan dengan aku. Dan kalian tahu apa itu artinya, bukan ?""Ya!" beberapa orang anak menjawab penuh semangat. Nona Pottstersenyum. Wajahnya sesaat berseri. "Nah, setelah kuucapkan ancaman-ancamanitu, kini mari kita lanjutkan. Ini adalah daftar apa saja yang harus kalian miliki.Kalau ada di antara kalian yang ternyata tak memiliki barang-barang yang ditulisdi sini, maka pergilah ke Katherine. Mintalah barang itu di akhir pelajaran nanti.Aku akan memberi waktu sepuluh menit untuk itu."Pelajaran pun berlangsung. Matematika. Nona Potts membagikan kertasulangan untuk melihat sampai tingkat mana pelajaran anak-anak baru, dan untukmelihat apakah isi kelas itu bisa dianggap satu tingkat. Darrell merasa soal yangharus dibuatnya cukup mudah, tetapi terdengar Gwendoline berkeluh kesah.Rambut panjangnya terurai sampai ke meja."Kenapa, Gwendoline?" tanya Nona Potts tajam."Guru pribadiku, Nona Winters, belum pernah mengajariku menyelesaikansoal seperti ini." rengek Gwendoline. "Caranya menulis soal juga berbeda.""Kau harus belajar untuk menerima caraku,” kata Nona Potts. "DanGwendoline, mengapa rambutmu tak kaurapikan pagi ini?""Sudah!" kata Gwendoline heran, mengangkat muka. "Aku telahmenyikatnya baik-baik, sampai hitungan... ""Aku tak ingin mengetahui sampai hitungan berapa," tukas Nona Potts."Kau tak boleh masuk ke kelas dengan rambut terurai seperti itu. Kepanglah nantiwaktu istirahat!""Dikepang!" seru Gwendoline ngeri, sehingga semua tertawa. "Tetapi akutak pernah...""Cukup," kata Nona Potts. "Kalau kau tak tahu cara mengepangrambutmu, mungkin ibumu harus memotongnya pendek-pendek nanti."Gwendoline begitu ketakutan, hingga susah bagi Darrell untuk menahantawanya."Puas kau!" bisik Alicia, begitu Nona Potts membelakangi mereka untukmenulis sesuatu di papan tulis. Gwendoline dengan marah mencibir padanya. Takmungkin ibunya mau memotong rambutnya yang begitu indah. Bahkan beliaupasti takkan mengizinkannya mengepang rambut itu. rapi kini ia harus! Padahal iatak tahu cara mengepang rambut. Gwendoline begitu merana rasa hatinya, hinggahampir semua pertanyaan yang diajukan padanya tak bisa dijawabnya.Pelajaran berlangsung terus. Waktu istirahat tiba, anak-anak berhamburankeluar untuk bermain di mana pun yang mereka sukai. Ada yang bermain tenis disalah satu dari sekian banyak lapangan tenis yang ada. Ada yang berjalan-jalansaja. Ada yang duduk-duduk di Taman Dalam. Darrell sesungguhnya inginbermain dengan Alicia, tetapi Alicia agaknya sedang asyik bermain dengan Betty.Mereka pasti takkan senang bila ia ikut. Terpaksa Darrell mencari-cari siapa yangbisa diajaknya bermain. Dua di antara anak-anak baru agaknya telah bersahabat.Seorang anak baru lagi punya saudara sepupu, dan mereka pergi bermain berdua.Gwendoline entah pergi ke mana, mungkin mengepang rambutnya. Tinggal SallyHope. Di mana dia?Ternyata Sally duduk sendiri di rumput. Wajahnya tak membayangkanperasaan apa pun. Darrell mendekatinya. "Bagaimana pendapatmu tentang MaloryTowers?" tanyanya. "Aku menyukai keadaan di sini.""Lumayan," jawab Sally singkat."Apakah kau menyesal meninggalkan sekolahmu yang dulu?" tanyaDarrell lagi. "Aku memang ingin kemari, tetapi sedih juga meninggalkan kawankawankuyang dulu. Kau pasti juga berat meninggalkan kawan-kawanmu, kan?""Aku tak punya kawan," kata Sally. Aneh sekali anak ini, pikir Darrell.Rasanya sulit untuk diajak berbicara. Ia selalu dengan sopan menjawab setiappertanyaan, tetapi tidak balas bertanya, sehingga percakapan terpaksa berhenti."Mudah-mudahan aku tak terpaksa bersahabat dengannya,” pikir Darrell."Wah, itu Gwendoline. Apakah itu yang dikiranya mengepang rambut?Tampaknya rambutnya telah berubah.""Apakah rambutku sudah rapi?" tanya Gwendoline dengan lagu mohondikasihani. "Telah kucoba mengepangnya. Sungguh jahat Nona Potts memaksakumengepang rambutku ini. Aku selalu membiarkannya terurai. Kurasa aku takkanmenyukai guru yang satu itu.""Mari kutolong mengepang rambutmu," kata Darrell berdiri. "Agaknyakau tak tahu cara mengepang rambut, Gwendoline."Ebook by CLU5TER 29Dengan cekatan Darrell mengepang rambut keemasan itu. Cepat sekaliselesai. Membentuk kepangan yang panjang dan ujungnya diikatnya denganseutas pita kecil."Selesai sudah," kata Darrell, memutar Gwendoline untuk melihatnya daridepan. "Kau tampak lebih manis.”Gwendoline cemberut dan lupa untuk berterima kasih pada Darrell.Sesungguhnya ia memang lebih manis kini. "Betapa manjanya dia," pikir Darrell."Aku tak ingin bersahabat dengan Sally, apalagi dengan Gwendoline. Sepatutnyadia kutampar saja untuk kecongkakannya ini!"Lonceng berbunyi. Anak-anak berlarian ke kelas masing-masing. Darrelljuga berlari. Ia sudah tahu di mana kelasnya, dan ia sudah kenal beberapa orangteman sekelasnya. Tak lama ia akan merasa kerasan di Malory Towers ini.5. MINGGU PERTAMA BERLALUDARRELL memang segera merasa mapan di Malory Towers. Ia telahmengenal nama-nama tidak saja murid-murid kelas satu di Menara Utara, tetapibahkan seluruh murid yang ada di asrama itu. Dari ketua murid, Pamela , sampaimurid termuda nomor dua, Mary-Lou. Yang termuda di Menara Utara ternyataDarrell sendiri. Tetapi sering ia merasa bahwa si Kecil Mary-Lou jauh lebih mudadari dirinya.Mary-Lou sangat penakut. Ia takut pada tikus kumbang, petir, suara-suaradi malam hari, kegelapan, dan ratusan hal lainnya lagi. Kasihan sekali Mary-Lou.Tak heran matanya begitu besar karena terbiasa membelalak ketakutan. Darrellyang jarang takut pada apa pun, sering tertawa melihat tingkah Mary-Lou. Seekorkumbang kecil saja bisa membuat Mary-Lou lari tunggang-langgang.Ada sepuluh anak di asrama kelas satu di Menara Utara. Katherine, kepalakamar merangkap ketua kelas. Alicia yang berlidah tajam dan bertabiat amatkocak Kemudian Darrell, Gwendoline, dan Sally. Ketiganya anak baru. Setelah ituMary-Lou dengan matanya yang besar ketakutan. serta siap untuk melompatmundur kapan saja.Lalu Irene, seorang anak yang sangat pandai, terutama dalam matematikadan musik. Ia selalu berada di urutan pertama dalam pelajaran - tetapi, oh, betapatololnya ia untuk hal-hal di luar pelajaran! Kalau ada yang bukunya hilang, pastiIrene. Kalau ada yang salah masuk kelas, pastilah Irene. Sekali pernah iamemasuki ruang kesenian, mengira akan ada pelajaran melukis. Setengah jam iasendirian menunggu di tempat itu. Tak ada yang mengerti, mengapa Irene tidakmerasa heran bahwa kawan-kawan sekelasnya tak muncul di ruangan itu."Bagaimana kau bisa enak-enak duduk sendirian di sana, tanpa berpikirmengapa anak lain tak ada yang datang?" tanya Katherine heran. "Apa yangsedang kaupikirkan, Irene?""Oh, aku sedang memikirkan suatu soal matematika yang baru sajadiberikan Nona Potts pada kita," kata Irene, dengan mata bersinar dari balik kacamatanya yang besar. "Soal yang sangat menarik. dan ada dua atau tiga cara untukmenyelesaikannya. Pertama...""Oh, jangan bercerita tentang matematika lagi di luar kelas!" keluh Alicia."Irene, kau betul-betul sinting!"Tetapi Irene sama sekali waras. Ia hanya sangat pandai dan rajin. Otaknyaselalu mengerjakan suatu persoalan rumit, sehingga lupa akan persoalan kecilyang sedan9 dihadapinya. Dan dia juga sangat suka lelucon. Jika ia merasa adasesuatu yang lucu, maka tawanya akan meledak begitu keras dan tiba-tiba,sehingga seisi kelas terkejut. Bahkan Nona Potts pernah terlompat karena tawaIrene yang begitu mendadak dan keras itu. Alicia-lah yang paling suka membuatIrene tertawa, mengacaukan seluruh kelas.Ketiga orang anak lainnya adalah: Jean, seorang anak periang, cerdik dancerdas, paling pandai memegang uang untuk keperluan sekolah; Emily, seoranganak. pendiam dan rajin, pandai merajut, dan karenanya disukai Mam'zelle;Violet. pemalu, pendiam sering tidak diajak dalam berbagai hal, karena memangtak tertarik untuk melakukan apa saja, dan sering anak-anak tak pernah sadarapakah Violet ada bersama mereka atau tidak.Itulah kesepuluh anak yang ada di kamar itu. Darrell merasa ia telahmengenal teman-temannya itu bertahun-tahun - padahal sesungguhnya barubeberapa hari saja. Ia sudah tahu benar bahwa kaus kaki Irene selalu turun. Ia tahucara Jean berbicara dengan aksen Skotsnya yang khas, pendek dan tajam. Ia tahumengapa Mam'zelle tidak suka pada Jean, yaitu karena Jean tidak suka pada orangyang terlalu menunjukkan perasaan hatinya. Jean sendiri tak pernah menunjukkankegembiraan yang berlebihan pada apa saja.Darrell sudah hafal akan kebiasaan Gwendoline untuk selalu berkeluhkesah, kebiasaan Mary-Lou untuk langsung menjerit ketakutan. Ia menyukai suaraKatherine yang tegas mantap, serta kemampuannya untuk bisa menanggulangi apasaja. Ia tahu banyak tentang Alicia. tetapi itu tidak aneh sebab Alicia tak pernahberhenti berbicara tentang apa saja - saudaranya, ibunya, ayahnya, anjingnya,pekerjaannya. pendapatnya tentang berbagai hal dan siapa saja.Alicia sama sekali tak suka pada basa-basi sopan santun palsu, keluhan,atau pujian yang tak perlu. Ia selalu berterus terang seperti Darrell Tetapi kalauDarrell masih berlembut hati, maka Alicia tak tanggung-tanggung pedas katakatanya.Ketajaman lidahnya membuat anak seperti Gwendoline benci padanya,sementara yang penakut seperti Mary-Lou sangat takut padanya. Tapi Darrellsangat suka pada Alicia."Ia begitu lincah," kata Darrell dalam hati "Rasanya tak pernah bosandengan Alicia berada di dekat kita. Kalau saja pribadiku bisa menari seperti dia!Semua mendengarkan apa yang dikatakannya, bahkan bila ia mengatakan sesuatyang kejam. Sebaliknya, tak ada yang memperhatikan kata-kataku. Aku menyukaiAlicia. Sayang ia sudah bersahabat akrab dengan Betty. Aku sesungguhnya akanmemilihnya sebagai sahabat akrab."Darrell agak lama berkenalan dengan kawan-kawan sekelasnya yangtinggal di asrama lain. Ia hanya bertemu dengan mereka di kelas atau waktubermain. Tetapi tidak di ruang rekreasi atau asrama, sebab mereka punya ruangrekreasi sendiri di asrama mereka - padahal di ruang ini atau di kamarlahperkenalan mereka bisa lebih akrab. Tetapi untuk permulaan, rasanya cukup bilamengenal baik-baik kawan-kawan seasrama dulu pikir Darrell. 'Ia tak begitu mengenal murid-murid yang kelasnya lebih tinggi darinya,sebab mereka tak dijumpainya di kelas. Mereka hanya dilihatnya saat DoaBersama. Atau bila Pak Young, guru musik, mengadakan latihan nyanyi bersamayang melibatkan beberapa kelas. Atau bila ia bertemu dengan mereka di lapangantenis, atau kolam renang.Tentu saja banyak yang didengarnya tentang anak-anak yang lebih besaritu. Di antara mereka yang tinggal di Menara Utara, ia mengenal sedikit tentangMarilyn, ketua seksi olahraga sekolah itu. MarilYn sangat disukai murid-muridlain. "Ia selalu berlaku adil dan mau membuang waktu untuk mengajari anakanaklain, bahkan anak-anak kelas satu,” kata Alicia. "Ia sama pandainya denganRemmington, guru olahraga itu, tetapi jauh lebih pandai mengajar kukira.Remmington selalu tak sabaran bila mengajar pemula. Marilyn tidak. Bahkananak yang paling tolol sekalipun diperhatikannya benar-benar."Tentang Pamela , tentu saja semua anak kenai dan menghormatinya. Iabegitu berwibawa, pandai, dan bahkan menurut kabar ia telah menulis sebuahbuku. Ini membuat anak-anak kelas satu begitu kagum! Membuat karanganpendek saja sudah begitu sukar, apalagi menulis buku!Ada dua orang lagi yang terkenal karena tak disukai - Doris dan Fany."Mereka sudah keterlaluan, tak bisa diomongkan lagi," kata Alicia yang selalusiap menyatakan pendapat tentang siapa saja, dari Winston Churchill sampai keanak tukang masak di asrama. "Mereka terlalu fan.""Apa maksudmu... fan itu?" tanya Gwendoline yang agaknya tak pernahmendengar kata, itu."Wah, sungguh ketinggalan zaman kau!” kata Alicia ketus. "Fan, artinyafanatik. Keterlaluan taat pada agama hingga malahan kelewat batas. Merekamengira hanya mereka sendiri yang baik, orang lain tidak. Mereka selalumenghalang-halangi orang lain bersenang-senang. Sungguh memuakkan pasanganitu. Selalu menunggu sampai ada orang yang berbuat salah! Mereka tak seganseganmembuntuti dan mengintai. Pernah suatu malam aku menyelinap ke luardan pergi menyeberangi Taman Dalam untuk menemui Betty di Menara Baratyang sedang mengadakan pesta tengah malam. Doris melihatku' keluar, danjendelanya, dan ia bersembunyi di bilik tempat sepatu untuk menunggukupulang.""Apakah ia berhasil menangkapmu?" tanya Mary-Lou dengan matamembesar ketakutan."Tentu saja tidak! Kaupikir apa aku ini?" kata Alicia dengan nadamengejek. "Aku menduga ia bersembunyi di dalam bilik sepatu itu... dan kukuncipintu bilik itu dari luar!"Irene tiba-tiba tertawa dengan tawanya yang begitu khas, meledak,membuat anak-anak lain terlompat terkejut. "Jalan pikiranmu selalu tak bisakuikuti, Alicia," katanya. "Tak heran kedua orang itu selalu melotot padamusetiap bertemu pada acara Doa Bersama. Aku yakin mereka selalu mengawasimukini, menunggu sampai kau lengah dan berbuat suatu kesalahan.""Aku pasti bisa mengatasi mereka," kata Alicia tegas. "Kalau merekamenjebakku, maka aku akan membalas dengan jebakan yang lebih kejam lagi!""Oh, ayolah sekali-sekali jebak mereka!" pinta Darrell yang sangat gemarakan lelucon dan muslihat Ia sendiri tak berani memasang muslihat pada siapapun, tetapi ia selalu bersedia membantu kalau ada orang ingin menjebak oranglain.Darrell kini juga telah mengenal kelas-kelas yang harus dikunjunginya.Ruang kesenian yang begitu terang dengan cahaya dari luar. Laboratorium yangbelum pernah dimasukinya, tapi sedikit menakutkan dirinya. Ruang senam denganberbagai peralatannya - ayunan, tali untuk memanjat, balok 10m pat, kasur untukalas berguling. Darrell sangat menyukai senam dan selalu memperoleh angkacukup bagus dalam olahraga. Seperti Alicia juga, yang lincah bagaikan monyetdan kuat bagai kuda. Lain dari Mary-Lou yang takut berbuat apa saja, kecuali biladipaksa.Rasanya menyenangkan. Tidur bersama di satu kamar, kemudianbersekolah di gedung yang sangat dekat dengan tempat mereka tinggal, jugabersama-sama. Darrell kini tahu di mana guru-guru tinggal yaitu di bagian gedungyang menghadap ke selatan, kecuali beberapa guru yang tinggal di asrama untukmengawasi murid-murid itu, seperti Nona Potts dan Mam'zelle. Aneh kini bila iamemikirkan betapa bingungnya waktu ia pertama kali tiba di sekolah ini. Kini iamerasa dirinya bukan murid baru lagi.Salah satu yang paling disukai Darrell adalah kolam renang besar yangterletak di pinggir pantai. Kolam tersebut di gali di batu-batu karang tepi pantaidan dasarnya dibiarkan tetap berbatu-batu karang tidak rata. Juga tepinyaberlumut, bahkan kadang-kadang bagian dasarnya licin pula oleh lumut Tapi tiaphari bila air pasang, air laut menyerbu masuk ke dalam kolam tersebut, membuatair kolam bergelombang. Sungguh menyenangkan berenang-renang di tempat itu.Pantai lautnya sendiri terlalu berbahaya untuk tempat mandi. Ombaknyaterlalu besar dan kuat Anak-anak dilarang berenang di laut ini. Di dalam kolamsemua aman. Salah satu ujung kolam dibuat cukup dalam hingga bisa untuk terjundari papan loncat yang tinggi. Di situ juga ada tempat luncur serta papan loncatyang lebih rendah.Mary-Lou dan Gwendoline takut pada kolam renang ini. Mary-Lou karenatakut pada air, Gwendoline karena takut pada rasa dingin yang langsungmenggigit bila ia masuk air untuk pertama kalinya. Mata Alicia selalu bersinarnakal setiap melihat Gwendoline berdiri menggeletar kedinginan. Dan anak manjaini kerap sekali tiba-tiba mendapat suatu dorongan, hingga mau tak mau ia harusmasuk kolam. Karena itu kini setiap kali dilihatnya Betty atau Alicia datang,cepat-cepat ia memaksa diri untuk masuk ke kolam.Minggu pertama terasa berlalu begitu lambat Banyak sekali yang harusdipelajari dan diketahui. Segalanya begitu asing dan menyenangkan. TetapiDarrell merasa gembira mempelajari itu semua dan segera bisa menyesuaikan diridengan keadaan barunya itu. Tak lama ia sudah menyatu dengan kehidupan disekolah tersebut, dan kawan-kawannya menerima kehadirannya dengan suka hati.Tidak demikian dengan Gwendoline. Keangkuhannya membuat anak laintak suka padanya. Sedang Sally Hope lain lagi keadaannya. Ia tidak angkuh, tapitidak pula terlalu ramah. Anak-anak mencoba untuk bersahabat dengannya. TetapiSally begitu tertutup, tak pernah bercerita banyak tentang dirinya sendiri ataukeluarganya. Akhirnya anak-anak membiarkannya saja menyendiri, walaupuntidak membencinya."Seminggu telah lewat!" seru Alicia beberapa hari kemudian. "Minggupertama rasanya memang merayap lambat. Setelah itu hari-hari akan terasaterbang, dan tahu-tahu libur tengah semester akan tiba. Setelah itu kita akanmengharap-harap kedatangan libur panjang. Kau sudah merasa kerasan tinggal disini kan, Darrell?""Oh, tentu saja!" kata Darrell. “Aku senang tinggal di sini. Kalau setiapsemester sama seperti ini, aku akan merasa bahagia sekali."“Ah, tunggu saja nanti," kata Alicia. "Mula-mula semuanya memangmenyenangkan. Tetapi tunggu sampai kau mendapat satu-dua hukuman dariMam'zelle, mendapat semprotan dari Ibu Asrama, dipanggil oleh Potty, dicatatdalam daftar hitam Nona Remmington, diancam oleh murid-murid kelas atas..."Ebook by CLU5TER 36"Oh, sudahlah!" seru Darrell. "Aku yakin itu semua takkan terjadi padaku,Alicia. Jangan kautakut-takuti aku!"Tetapi dalam beberapa hal Alicia benar. Kehidupan di Malory Towerstidaklah selalu seindah seperti yang diharapkan Darrell.6. LELUCON KECIL ALICIAOTAK Darrell cemerlang dan ia sudah dilatih untuk menggunakannyadengan baik. Segera ternyata bahwa ia bisa mengikuti pelajaran dengan baik pula.Bahkan dalam beberapa hal, misalnya mengarang, ia termasuk yang terbaik.Darrell puas akan hasil yang dicapainya. Segalanya terasa begitu mudah."Tadinya kukira aku harus bekerja lebih keras di sini," pikirnya. "Tetapiternyata tidak. Hanya matematika yang agak sulit. Kalau saja aku bisa sebaikIrene dalam matematika! Dia sungguh hebat, bisa mengerjakan segala soal di luarkepala, sementara aku yang mengerjakannya di kertas saja sudah kewalahan."Maka setelah satu-dua minggu pertama, Darrell tak merasa tegang lagi. Iatak begitu kuatir lagi utuk pelajarannya. Ia mulai mencari hal-hal yang bisamenggembirakan kelasnya, seperti yang biasa dilakukan oleh Alicia. Dan Aliciamerasa senang mendapat bantuan seorang lagi untuk kenakalannya. Betty kinibahkan lebih berani dari Alicia.Darrell sampai heran, anak itu tampaknya tak mengenal rasa takut Ada duaorang guru yang biasanya jadi sasaran kenakalan Betty dan Alicia.Yang pertama adalah Mam'zelle Dupont. Yang kedua adalah seorang guruyang lembut pendiam, Nona Davies, yang mengajar jahit-menjahit dan seringbertugas menjaga anak-anak bila mereka sedang . mengerjakan pekerjaan rumah.Nona Davies seolah-olah tak pernah punya prasangka bahwa Alicia dan Bettyakan membuat berbagai gangguan untuknya. Kalau Mam'zelle lain. Ia memangmencurigai kedua anak itu, tetapi masih sering juga ia terjebak."Pernah kaudengar tidak, bagaimana suatu hari Betty menaruh tikus putihdi laci meja Mam'zelle?" tanya Alicia. "Binatang itu tak bisa keluar, karenanyacari jalan lain. Ia nekat mendorong tempat tinta yang diletakkan di lubang meja.Dan begitu moncongnya muncul di lubang meja, Mam 'zelie kaget setengahmati!""Apa yang dilakukannya?" tanya Darrell penuh perhatian."Ia langsung lari ke luar kelas seolah-olah dikejar ratusan ekor anjing!"kata Alicia. "Waktu dia di luar kelas, kami ambil tikus itu, dan BettyEbook by CLU5TER 38menyembunyikannya di punggungnya. Akhirnya Mam'zelle cukup berani untukkembali ke kelas. Ia memerintahkan kami untuk mencari tikus itu di mejanya.Tentu saja tikus tersebut tak bisa ditemukan. Dan Mam'zelle mengira matanyalahyang salah!""Oh, kalau saja waktu itu aku ada, alangkah senangnya!" keluh Darrell."Alicia, coba lakukan lagi sesuatu yang lucu seperti itu. Coba lakukan di kelasmatematika. Aku yakin Nona Potts akan memarahiku karena pekerjaan rumahku.Kalau saja bisa kita alihkan perhatiannya, mungkin ia akan lupa padaku.""Apa? Mempermainkan Potty?" dengus Alicia. "Gila apa! Potty tahusemua akal bulus murid-muridnya. Ia tak bisa dibuat mainan!""Kalau begitu, di kelas Mam'zelle saja,” pinta Darrell. "Aku suka padaMam'zelle, tetapi aku ingin melihat bagaimana tingkahnya kalau sedang marah.Ayolah, Alicia, lakukan sesuatu untuknya."Darrell tampak begitu kagum akan Alicia, sehingga Alicia merasa banggasekali. Ia berpikir keras, mencari siasat.Betty ikut mendesak. "Ayolah, Alicia! Kau pasti punya cara untukmempermainkannya. Atau bisa kautiru apa yang dilakukan Sam, Roger, atau Dickdi sekolahnya." Betty kemudian berpaling pada Darrell. "Ketiga kakak Alicia itubersekolah di satu sekolah," ia bercerita. "Dan di sana ada seorang guru yangmereka juluki si Dogol. Guru itu begitu mudah dipermainkan. Berbagai muslihatkena padanya, dan anak-anak tak pernah terhukum."Darrell berpikir pastilah sangat senang punya kakak laki-Ia ki seperti Sam,Roger, dan Dick itu. Sayang ia tak punya kakak lelaki. Ia hanya punya seorangadik perempuan."Ada sesuatu yang dilakukan Roger semester lalu, sungguh lucu," kataAlicia tiba-tiba. "Mungkin bisa kita lakukan di sini. Tapi kau dan Betty harusmembantuku, Darrell.""Oh, tentu, tentu aku bersedia!" kata Darrell bersemangat."Waktu itu Roger pura-pura tuli,” kata Alicia. "Dan apa saja yangdikatakan Pak Dogol pura-pura tak bisa didengarnya dengan jelas. Misalnya saatPak Dogol berkata, 'Johns, jangan banyak bergerak!', Roger menyahut, 'Aku harusbersorak, Pak? Untuk apa? Tapi baiklah... Hip, hip, horeeeeee!'"Darrell tertawa geli. "Oh, Alicia, pasti itu sangat lucu. Ayolah, purapuralahtuli. Kami akan membantumu sepenuh hati! Jangan kuatir! Lakukan itu dikelas Mam'zelle!"Anak-anak kelas satu segera tahu apa rencana Alicia. Mereka berdebardebarmenunggu rencana itu dilaksanakan. Bagi murid-murid lama daya tarikkembali bersekolah sudah mulai luntur, dan mereka mulai mencari-cari sesuatuyang bisa membuat suasana meriah. Mereka menyatakan sanggup untukmembantu Alicia mempermainkan Mam'zelle."Begini," kata Alicia. "Aku akan pura-pura salah mengartikan setiap katakataMam'zelle. Lalu kau harus mengulang kata-kata itu keras-keras untukku,Darrell, kemudian Betty juga. Setelah itu, seluruh kelas ikut mengulangi kata-katatersebut keras-keras. Mengerti? Pasti asyik!"Keesokan harinya Mam'zelle memasuki ruang kelas satu dengantersenyum cerah, sama sekali tak menduga akan adanya rencana matang untukmempermainkannya itu. Hari itu hari yang cerah, di musim panas yang indah.Mam'zelle baru saja rnendapat dua pucuk surat dari Prancis. Keduanya memberikabar bahwa seorang keponakan telah lahir. Ia juga mengenakan sebuah brosbaru. rambutnya baru saja dicuci malam sebelumnya. Segalanya embuat hatinyasenang!Dengan berseri ia menghadapi murid-muridnya."Ah, Murid-muridku tersayang," katanya tersenyum, "hari ini kita akanbelajar bahasa Prancis dalam suasana yang sangat menyenangkan, n 'est ce pas?*Kita akan membuktikan bahwa kelas ini lauh lebih baik dari kelas dua. BahkanGwendoline pasti bisa menghapalkan kata-kata kerja tanpa membuat kesalahansedikit pun! Benar, bukan?"Gwendoline merasa tak yakin tentang itu. Sejak ia berada di MaloryTowers, penilaiannya pada guru pribadinya dulu makin hari makin turun. NonaWinters ternyata tidak mengajarkan apa saja yang mestinya diketahuinya saat ini!Pelajaran apa saja ia ketinggalan. Yang masih disukainya tentang Nona Wintershanyalah kegemaran guru pribadi itu untuk memuji-muji keindahan rambutnya,keayuan tingkah lakunya, kecantikan dandanannya. Hal-hal seperti itu memangsangat menyenangkan bagi anak seperti Gwendoline. Tetapi itu semua takdidapatinya di Malory Towers. Ia malahan harus bekerja keras untuk mengejarketinggalannya - tanpa ada orang yang merasa iba padanya!Alangkah baiknya kalau dahulu ia belajar cukup banyak bahasa Prancis.Mam 'zelle selalu menyatakan keheranannya akan begitu sedikitnya yangdiketahui oleh Gwendoline. Sering Mam'zelle mengusulkan agar Gwendolinemenyediakan diri untuk menerima pelajaran tambahan, supaya paling tidaksampai ke tingkat yang sama dengan anak-anak lain. Tetapi dengan berbagaialasan Gwendoline selalu menghindari pelajaran tambahan itu. Baginya pelajaranbahasa Prancis lima kali seminggu sudah begitu berat, apalagi kalau diberipelajaran tambahan!Ia tersenyum ragu pada Mam'zelle, sambil dalam hati berharap agar Aliciasegera beraksi. Ia berharap dengan gangguan dari Alicia, maka Mam'zelle takakan memperhatikan dirinya.Mam'zelle memandang berkeliling. Dia makin gembira melihat bahwapagi ini tampakriya anak-anak penuh semangat, berseri-seri seakan ingin segeramereguk semua pelajaran tentang bahasa Prancis itu. Ah, manis-manis sekalimurid-murid pagi ini, pikir Mam'zelle. Lebih baik ia bercerita saja pada mereka,tentang keponakannya yang baru lahir. Anak-anak itu pasti merasa senang.Mam'zelle tak pernah bisa berhenti lagi kalau sudah berbicara tentangkeluarga yang dicintainya di Prancis, setiap ada kabar baru dari rumah. Dan seringanak-anak malah mendesaknya bercerita tentang mereka. Sebab makin banyakMam 'zelle bercerita tentang La mignonne Vvonne, La chere Josephine, dan Lamechante Louise, * makin sedikit mereka harus mendengar tentang kata kerjaserta gender. Maka anak-anak itu merasa gembira waktu Mam'zelle memberi tahutentang lahirnya keponakannya itu."I est appeLe Jean - ia diberi nama John. II est tout petit, oh, tout petit!"Mam'zelle memberi gambaran betapa kecilnya bayi itu dengan kedua belahtangannya. "Nah, apa artinya itu tadi 11- est - tout - petit. Siapa tahu?" .Alicia duduk dengan sikap sangat memperhatikan. Badannya condong kedepan dengan salah satu tangannya di belakang telinga, seolah-olah inginmendengarkan lebih jelas. Mam'zelle melihatnya."Ah, Alicia. Kau tak begitu jelas mendengarkanku? Baiklah, aku ulangi. Il- est - tout - petit. Coba ulangi!""Maaf, bagaimana?" tanya Alicia sopan, kini menangkupkan keduatelapak tangannya di belakang telinga.Darrell hampir tak bisa menahan tawa. Ditahannya agar mukanya tetapserius."Alicia, kau ini kenapa?" seru Mam'zelle. "Kau tak bisa mendengar?""Apa yang membuatku gentar? Wah, kurasa tak ada ada, Mam'zelle," kataAlicia tampak sangat heran.Seorang anak hampir tertawa terkikik."Mam'zelle berkata: Kau tak bisa mendengar?" Betty mengulang kata-kataMam 'zelle keras-kera."Melempar?" tanya Alicia, tampak semakin terkejut, heran."KAU TAK BISA MENDENGAR?" Darrel berteriak, ikut dalampermainan itu. Dan seluruh kelas juga berteriak serentak, "KAU TAK BISAMENDENGAR?"Mam 'zelle mengetuk mejanya. "Anak-anak! Diam semua! Kalian ributsekali!""Mam 'zelle, mungkin Alicia TULI!" kata Darrell keras-keras seolah-olahMam'zelle juga tak bisa mendengar. "Mungkin ia sakit telinga.""Ah, kasihan! La pauvre petite!" kata Mam'zelle yang kadang-kadangmenderita sakit telinga juga, karenanya selalu merasa kasihan pada orang yangpunya penderitaan serupa. Ia berseru keras pada Alicia, "Kau sakit telinga?""Bunga? Oh, maaf, hari ini bukan giliranku membawa bunga, Mam 'zelle,”kata Alicia. "Entah giliran siapa."Irene sudah tak tahan lagi. Tiba-tiba tawanya meletus begitu keras danmendadak. Anak-anak di dekatnya sampai terkejut"Tiens!" seru Mam'zelle, terkejut juga. "Apa itu? Oh, kau itu, Irene? Untukapa kau bersuara begitu aneh? Jangan diulang!""Kadang-kadang aku terpaksa bersin, Mam 'zelle," kata Irenemembenamkan hidungnya ke sapu tangannya seolah-olah akan bersin. Tapi iakembali menahan tawanya, sehingga keluar suara-suara aneh darinya."Alicia." Mam'zelle kembali berpaling pada si Nakal, yang langsungmenaruh telapak tangannya di belakang telinga lagi. "Jangan bicara padakutentang bunga. Apakah kau sakit selesma?"“Tidak, aku tidak membawa duit dua puluh lima, Mam 'zelle," jawabAlicia, membuat Mam 'zelle tercengang."Mam'zelle berkata SAKIT SELESMA bukan DUIT DUA PULUHLIMA!" teriak Darrell."SAKIT SELESMA!" bantu Betty. "Itu tuh, SAKIT PILEK!""KAU SAKIT SELESMA?" seisi kelas berteriak bersama-sama, seolaholahlatihan paduan suara."Oh, sakit selesma! Mengapa Anda tidak berkata dengan jelas tadi," kataAlicia. "Ya, aku sakit selesma.”"Ah, kalau begitu memang ada pengaruhnya pada telingamu," kata Mam'zelle. "Sudah berapa lama kau sakit?"Darrell mengulangi pertanyaan itu. Kemudian Betty juga."Oh, berapa lama? Mungkin sudah dua tahun," jawab Alicia tenang. Irenekembali membenamkan mukanya ke sapu tangannya. Mam 'zelle jadikebingungan."Rasanya anak ini takkan bisa mengikuti pelajaran, kasihan sekali dia,"kata Mam'zelle."Alicia, duduk saja di cahaya matahari, dekat jendeIa itu. Dan baca sajabuku bahasa Prancismu. Belajarlah sendiri, toh kau tak bisa mendengar kami."Alicia memandang pada Darrell, seolah-olah ingin tahu apa yang barudikatakan Mam'zelle. Darrel dengan senang hat! mengulang kata-kata Mam'zelletadi sekuat suaranya: Sayang Betty begitu ingin tertawa, sehingga tak sempatmengulangi kata-kata tadi. Tetapi anak-anak lain serentak berseru bersama, "KAUTAK BISA MENDENGAR KAMI!"Tapi saat itu tiba-tiba pintu terbuka dan Nona Potts muncul dengan wajahsangat marah. Ia sedang mengajar di kelas dua, yang berdampingan dengan kelassatu. Dan ia tak mengerti mengapa di kelas satu terdengar teriakan-teriakan yangbegitu gemuruh."Mam'zelle, maaf bila aku mengganggu," katanya pada Mam 'zelle."Tetapi perlukah anak-anak mengulangi kalimat-kalimat bahasa Prancis begitukeras?""Ah, Nona Potts, maaf. Tidak untukku anak-anak ini mengulangi kalimatkalimattadi begitu keras. Tetapi untuk Alicia. Kasihan dia," Mam'zellemenerangkan.Nona Potts tercengang. Diperhatikannya Alicia. Alicia jadi gelisah Iamencoba bersikap seolah-olah ia tak tahu apa-apa. Tetapi Nona Potts selalu malahcuriga kalau Alicia atau Betty bersikap tak bersalah begitu."Apa maksud Anda, Mam'zelle?" Nona Potts berpaling lagi padaMam'zelle. "Apakah Alicia tiba-tiba tuli? Pagi tadi dia tak apa-apa.""Tetapi sekarang ia betul-betul tuli," kata Mam'zelle. Nona Pottsmemandang tajam pada Alicia."Datanglah padaku nanti waktu istirahat, Alicia,” katanya kemudian. "Adayang ingin kukatakan padamu. "Tak ada yang berani berteriak mengulangi kata-kata ini. Tetapi ternyataMam 'zelle dengan suka rela melakukannya. Dengan suara keras ia berteriak,"Alicia! Nona Potts berkata...""Tak usah mengulang kata-kataku, Mam'zelle," kata Nona Potts. "Aliciapasti datang nanti. Kutunggu kau jam sebelas, Alicia. Dan harap berdiri bila akuberbicara padamu!"Tak terasa Alicia berdiri, dengan muka merah padam. Nona Potts keluarmeninggalkan kelas itu, Dan ia menutup pintu tidak terlalu perlahan. Mam'zellebenci pada orang yang suka membanling pintu."Ah, pintu itu! Suaranya menembus kepalaku!" katanya. "Nona Pottssangat baik dan pandai, tetapi ia tak tahu kalau membanting pintu bisa membuatsakit kepala...."“Atau sakit telinga," Darrell mencoba melucu. tetapi tak seorang puntertawa. Munculnya Nona Potts dan kemarahannya membuat kelucuan yang adalenyap seketika.Alicia tak lagi berbicara tentang sakit telinganya. Diambilnya sebuah bukudan ia pindah duduk ke dekat jendela, di kehangatan cahaya matahari. Biar sedikitia harus mengambil keuntungan dari hasil ulahnya! Mam 'zelle tak lagimemperhatikan dirinya. Dengan giat ia mencari siapa di antara murid-murid kelassatu ini yang dapat mengucapkan perubahan kata kerja bahasa Prancis denganbenar. Tetapi ternyata usahanya sia-sia, dan keramahannya tadi sewaktu masukkini jadi kemarahan. Hampir semua anak kelas satu jadi sasaran kemarahannyaitu.Dengan gemas ia meninggalkan kelas itu waktu lonceng istirahat berbunyi.Anak-anak berkerumun di sekeliling Alicia. "Oh, Alicia, aku hampir mati karenamenahan tawa!" - "Sayang sekali Potty muncul secara tiba-tiba!" - "Apakah iaakan menghukummu, Alicia?""Darrell berteriak begitu keras sehingga langit-langit hampir runtuh!" kataIrene. "Mau meletus badanku karena menahan tawa tadi.""Nah, kini aku harus menghadap Potty," kata Alicia. "Sayang sekali akulupa bahwa ia mengajar di kelas tetangga kita. Sudahlah. Sampai nanti, Kawankawan!"7. DARREL TAK BISA MENGUASAI DIRIALICIA dimarahi dan diberi tugas tambahan. Ia keluar dari kantor NonaPotts, dan bertemu dengan Mam'zelle di jalan. "Kau sudah menghadap NonaPotts?" tanya Mam'zelle, masih mengira bahwa mungkin Alicia tidak mendengarperintah Nona Potts tadi."Oh, ya, terima kasih, Mam'zelle," jawab Alicia, dan pergi meninggalkanMam 'zelle yang ternganga. Aneh sekali. Bagaimana Alicia bisa begitu cepatsembuh? Lama juga Mam'zelle termenung di itu sampai Nona Potts melihat danmendekatinya."Kalau Alicia memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia akan tuli lagi, suruhdia menghadapku," kata Nona Potts. "Aku bisa menyembuhkan penyakit sepertiitu dengan cepat."Nona Potts meninggalkan Mam'zelle. Barulah kini Mam 'zelle tahu bahwaia telah dipermainkan Alicia. "0, anak nakal itu!" dengusnya geram. "Dia telahmenipuku! Dia telah mengelabuiku! Nakal 5ekali! Tak akan aku percaya lagipadanya!"Darrell sangat menikmati peristiwa lucu itu. Betapa cerdiknya Alicia!Dengan rasa kagum ia memandang anak itu. Dan Alicia bangga merasa dikagumiorang lain. Ini selalu mendorongnya untuk berbuat lebih nakal lagi. Mary-Loujuga memandang Alicia seolah-olah ia seseorang yang sangat luar biasa. Aliciamenggandeng tangan Darrell."Kita akan merancang sesuatu lagi nanti," katanya. "Kau, aku, dan Betty.Kita akan bergabung dengan julukan Trio Teror. Hebat, kan?""Oh, yar Darrell begitu gembira bisa satu komplotan dengan Betty danAlicia. "Ayo, kita cari suatu muslihat baru! Mungkin aku bisa mengusulkansesuatu...."Tetapi mereka memutuskan untuk tidak tergesa-gesa berbuat nakal lagi.Mereka akan menunggu beberapa lama. Kemudian mungkin mereka bisamenggoda Nona Linnie.Gwendoline merasa sangat iri melihat betapa Alicia dan Betty - yangdianggap sebagai jagoan dari kelas satu - bersahabat dengan Darrell. PadahalDarrell hanyalah seorang anak baru seperti dirinya. Padahal ia lebih cantik dan, iayakin, lebih menarik untuk dijadikan sahabat.Dibicarakannya hal ini dengan Sally Hope. "Aku tak suka melihat betapaDarrell selalu ingin menonjlkan dirinya. Dia pikir dia sudah paling hebat!Berkomplot dengan Alicia dan Betty... huh! Mereka lebih baik berkawandenganku daripada dengan anak itu. Tapi belum tentu aku mau berkawan denganmereka!"Sally tak tertarik pada kata-katanya. Tetapi Gwendoline tak peduli.Iamelanjutkan menggerutu tenang Darrell. "Darrell itu... dikiranya dia yang palingpandai! Dikiranya dia pandai main tenis pandai berenang... Kalau aku mau, akankutunjuk kan padanya bahwa aku dua kali lebih baik dari dia.”"Lalu kenapa tak kaulakukan itu?" akhirnya Sally tak tahan lagi. "Selamaini yang kautunjukkan adalah bahwa kau dua kali lebih buruk dari dia."Gwendoline terperangah, tersinggung. Sally Hope yang pendiam itu beraniberkata begitu padanya! Dipandangnya Sally dengan pandang gusar, seolah-olahingin menelan anak itu."Baiklah," kata Gwendoline kemudian, "akan kutunjukkan padamu, Sally.Selama ini aku tak berusaha sebab kurasa memang tak ada gunanya bagiku. Akusesungguhnya tak ingin bersekolah di sini. Ibu juga sesungguhnya tak inginmengirimku ke sini. Ayahlah yang memaksaku. Waktu aku diasuh Nona Winters,hasil pelajaranku selalu cemerlang. Aku bisa berbuat serupa di sini, kalau saja akumau!"Kebetulan Alicia saat itu datang, dan mendengar pidato yang aneh itu.Alicia tertawa keras-keras."Kau tak bisa main tenis, kau tak bisa renang, kau menjerit kedinginan bilajari kakimu tersentuh air, kau bahkan tak tahu semua perkalian dua belas, Nak!"katanya mengejek. "Dan kini kau merasa tak ada gunanya kautunjukkankepandaianmu di sini! Kau tak akan bisa berbuat apa pun bila kau punya penilaianterlalu tinggi bagi dirimu sendiri seperti ini!"Sally ikut tertawa. Ini membuat Gwendoline sangat marah. Ingin sekalj iamenampar keduanya! Tetapi Nona Winters selalu berkata bahwa seorang wanitayang tahu sopan santun tak pernah keliru menggunakan tangannya. Lagi pulapastilah sangat berbahaya untuk menampar Alicia.Gwendoline meninggalkan tempat itu sambil mengangkat muka."Gwendoline Mary Sayang,” kata Alicia. "Anak emas Ibu, kekasih Ayah, muridcemerlang Nona Winters! Tapi mengerjakan soal pecahan saja tak bisa!"Sore itu anak-anak kelas satu mendapat giliran menggunakan kolamrenang. Gembira sekali mereka, riuh rendah bermain di air. Alicia menyelam danberenang di bawah air dari ujung ke ujung kolam renang itu. Dilakukannya pergipulang,dan semua bertepuk tangan melihat ketangguhannya tersebut."Hebat sekali!" seru Darrell. "Bagaimana kau bisa tahan tak bernapasbegitu lama? Ingin sekali aku bisa melakukannya. Lakukan sekali lagi, Alicia,kalau kau sudah siap lagi!""Kupingku kemasukan air," kata Alicia, mengguncangkan kepalanya."Rasanya telingaku tertutup. Harus kutunggu sampai telingaku bebas dari air. Akuakan terjun saja, ah."Alicia seorang peloncat indah yang pandai, sepandai ia berenang danmenyelam. Gwendoline sungguh iri padanya. Ia tentu merasa yakin dirinya bisaberenang dan terjun lebih baik dari Alicia - kalau saja ia bisa mengatasi hal-halyang ditakutkannya pada permulaan terjun atau berenang itu. Ia takut pada awalterjun. Ia tak suka pada rasa dingin bila tercebur di air. Ia tak senang berada didalam air, selalu merasa seolah-olah akan terbenam. Jadi karena itulah ia tak maumenunjukkan bahwa ia bisa terjun lebih baik dari Alicia.Hanya ada seorang yang lebih buruk darinya dalam hal berenang. Mary-Lou. Tapi tak seorang pun mengejek Mary-Lou. Menggoda Mary-Lou hanyaseperti menggoda seekor anak kucing yang ketakutan. Gwendoline kini melihatMary-Lou berkecimpung tak jauh darinya. Dan karena Gwendoline tahu bahwaMary-Lou lebih takut pada air darinya, maka Gwendoline merasa ia punyakekuasaan lebih besar.Gwendoline berjalan dalam air ke tempat Mary-Lou, dan tiba-tibaditubruknya anak itu, dibenamkannya kuat-kuat. Mary-Lou tak punya kesempatanuntuk menjerit. Ia membuka mulut dan air menderas masuk. Ia meronta-ronta takberdaya. Gwendoline yang merasakan betapa Mary-Lou meronta, malah merasabahwa ia jauh lebih kuat, dan terus menahan Mary-Lou dalam air lebih lama dariyang dimauinya. Ia baru melepaskan Mary-Lou saat tiba-tiba punggungnyadicengkeram seseorang.Ia berpaling, dan berhadapan dengan Darrell yang susah payah menahanmarah, sampai menggeletar seluruh tubuhnya, bukan karena dingin tapi karenarasa gusar yang amat sangat."Binatang kau!" teriak Darrell. "Kulihat kau membenamkan Mary-Loudengan sengaja! Dan kau tahu Mary-Lou takut air! Kau ingin dia mati lemas?"Darrell menarik Mary-Lou, membantunya berdiri. Mary-Lou terengahengah,menyembur-nyembur. Mukanya biru, dan agaknya ia ingin muntah karenaterlalu banyak air asin yang masuk ke dalam perutnya.Anak-anak mulai banyak yang berenang mendekat. Darrell dengan suaragemetar marah berkata pada Gwendoline, "Tunggu saja di situ. Akan kubenamkankau, Gwendoline, agar kau tahu bagaimana rasanya terbenam!"Mary-Lou mendekap Darrell erat-erat. Gwendoline takut juga akanancaman Darrell, dan ia melangkah ke arah tepi kolam, takut kalau-kalau ada anaklain yang melaksanakan ancaman Darrell, sementara Darrell belum sempatbertindak.Tapi saat ia menaiki tangga di tepi kolam, Darrell yang telah memberikanMary-Lou yang menangis pada Alicia telah menyusulnya, memegang bahunya."Aku tak akan membenamkanmu, Pengecut!" kata Darrell. "Tapi akankutunjukkan padamu apa yang terjadi pada orang sekeji engkau ini!"Dan tangan Darrell cepat sekali melecut keras. Empat buah tamparan kerasterdengar, hampir sama kerasnya dengan jerit kesakitan Gwendoline.Tangan Darrell sangat keras, dan ia menampar dengan sepenuh kekuatan,dilambari oleh rasa marah yang hebat. Ke mana pun Gwendoline mencobamenghindar, tamparan Darrell tepat mengenai sasaran. Suara tamparan itubagaikan tembakan pistol."Hei, Darrell!" teriak Katherine, ketua kelasnya. "Hentikan! Apa yangkaulakukan? Lepaskan Gwendoline! "Masih sangat marah, Darrell berpaling pada Katherine. "Harus ada yangmenghajar si Pengecut Gwendoline ini!""Ya, tapi bukan kau!" kata Katherine tajam. "Kau berada di pihak yangsalah bila kau menampar dia seperti itu. Sungguh memalukan, bagaimana kau takbisa menahan diri!""Dan kau juga sungguh memalukan!" jerit Darrell membuat semua anaktercengang. "Kalau saja aku ketua kelas, aku akan mengharuskan anak-anak.seperti Gwendoline ini untuk belajar berenang dengan baik, sehingga tak punyawaktu untuk menggoda anak-anak yang lebih lemah darinya, seperti Mary-Lou!"Belum pernah anak-anak itu melihat Darrell marah. Beberapa saat merekatercengang. Kemudian suara dingin Katherine terdengar lagi, "Cepat tinggalkankolam ini! Ayo, cepat! Untung tak ada guru yang melihatmu."Darrell keluar dari kolam. Masih gemetar marah. Diambilnya handuklebarnya, dan dengan berselimut handuk itu ia mendaki telundakan di tebing yangmenuju ke sekolah mereka di atas sana. Dadanya masih ingin meledak karenakemarahannya.Gwendoline yang keji! Katherine yang mengesalkan! Malory Towers yangmenjemukan! Tetapi sebelum ia sampai ke puncak telundakan itu, sebelumsampai ke pintu pagar yang membatasi daerah sekolah, kemarahan Darrell telahlenyap. Ia kecewa pada dirinya sendiri. Mengapa tadi ia bertindak seperti itu? Iaharus bisa menguasai diri lebih baik lagi. Ia tak boleh membiarkan kemarahannyameledak seperti saat ia masih kecil.Dengan kemarahan yang semakin lama semakin surut lenyap, Darrellmemasuki halaman sekolah, ke tempat ganti pakaian. Ia telah ditegur di depananak banyak oleh Katherine. Tak ada yang membelanya. Bahkan Alicia pun tidak.Ia telah membentak-bentak ketua kelasnya. Kelakuannya pada Gwendoline samaburuknya dengan kelakuan Gwendoline terhadap Mary-Lou. Bedanya hanyalahGwendoline bertindak hanya karena memang dia berhati kejam, sementara dirinyaterdorong oleh rasa marah. Tapi rasa marah ataukah hati kejam, rasanya kinisama-sama buruknya.Ia menyesal kini telah menampar Gwendoline. Itulah hasil yang terburukdari memiliki sifat pemarah. Banyak hal dilakukannya dengan tanpa berpikirpanjang akan akibatnya. Tanpa berpikir bahwa nanti bila marahnya hilang ia akanmalu akan perbuatannya. Dan ia takkan merasa damai di hatinya sebelum iamenyatakan penyesalannya pada orang yang disakitinya walaupun orang itumasih sangat dibencinya.Darrell mendengar seseorang terisak-isak di kamar ganti pakaian. Iamenjenguk ke dalam. Dilihatnya Gwendoline dengan muram sedangmemperhatikan bekas-bekas jari merah cemerelang di pahanya, tempat Darrelltadi menamparnya keras-keras. Kalau tadi ia tak cepat naik tangga kolam,mungkin pipinyalah yang ditampar Darrell. Gwendoline terisak keras."Aku akan menulis surat pada Ibu,” pikirnya. "Kalau saja ia bisa melihatgaris-garis merah ini... wah, bahkan di sini terpeta semua jari Darrell!"Darrell muncul di belakangnya, membuatnya terlompat terkejut."Gwendoline, maafkan aku. Aku menyesal telah menamparmu tadi. Aku sungguhsungguhmenyesal. Aku tadi begitu marah sehingga tak terpikir olehku apa yangkulakukan."Sayangnya Gwendoline tak cukup murah hati ataupun cukup sopan untukmenerima permintaan maaf yang begitu wajar.Ia memandang angkuh padaDarrell."Kuharap saja kau betul-betul menyesal," katanya. "Aku akan menulis keibuku. Kalau saja beliau tahu murid-murid Malory Towers itu seperti kau, pastibeliau takkan memperkenankan aku datang kemari!"8. DARRELL - DAN GWENDOLINEDI KOLAM renang anak-anak merundingkan kejadian yang begitumengguncangkan hati mereka itu."Sungguh tak kuduga Darrell yang tenang itu bisa meledak seperti itu!""Ia tak boleh kurang ajar pada Katherine! Sungguh kasar dia pada sea rangketua kelas.""Katherine, apa yang akan kaulakukan?"Katherine kini sudah keluar dari kolam. Wajahnya yang biasa tenangtampak merah dan gusar. Ia suka pada Darrell - tetapi kini tiba-tiba sajapendapatnya tentang anak itu berubah. Alicia Juga merasa sangat heran. Ia keluardari air, meneleng-nelengkan kepalanya, mencoba mengeluarkan air daritelinganya. Siapa mengira Darrell bisa marah seperti itu?"Ayo, semua ke ruang rekreasi, Anak-anak Menara Utara, segera setelahkalian berganti pakaian," kata Katherine akhirnya, dengan suaranya yang tenangseperti biasa. Anak-anak itu saling pandang. Rapat anak-anak kelas satu! Tentutentang Gwendoline dan Darrell. Mereka menghambur berlari menaiki tebing,berebut masuk ke kamar ganti pakaian sambil berbicara riuh rendah.Baik Gwendoline maupun Darrell tak tampak. Gwendoline telah pulangke- kamarnya, untuk membubuhkan krim dingin pada pahanya. Sesungguhnyabekas tamparan Darrell itu tak perlu diobati, tetapi ia bertekad untuk membuat halini sebuah perkara besar! Ia selalu merasa iri pada Darrell dan kini ia merasamempunyai suatu hal untuk menjatuhkannya. Masa habis menampar langsungminta maaf, pikir Gwendoline. Pasti permintaan maaf itu hanya untukmempermainkannya saja.Sementara itu kedelapan murid kelas satu lainnya dari Menara Utara telahberkumpul di ruang rekreasi. Katherine duduk di sebuah meja dan memandangberkeliling."Aku yakin kalian semua sependapat bahwa walaupun kita sangatmenyukai Darrell, kita tak boleh membiarkan kelakuannya barusan begitu saja,"katanya mulai."Oh, Katherine, jangan marahi dia," pinta Mary-Lou dengan suaranyayang lemah. "Ia telah menolongku dari bahaya terbenam. Ia betul-betulmenyelamatkanku. ""Tidak," kata Katherine. "Gwendoline tentulah tidak begitu tolol untukmencelakakan seseorang. Aku kira ia tiba-tiba merasa mengkal karena selaludiejek oleh semua anak. karena ia tak bisa berenang dengan baik."Mary-Lou sangat yakin bahwa Darrell adalah seorang pahlawan. Ia begitumenderita sewaktu berada di bawah tekanan Gwendoline di bawah air, dan iasangat yakin setiap saat ia bisa pingsan terbenam. Kemudian datanglah Darrellyang begitu kuat dan cepat menyelamatkannya. Bagaimana Katherine bisa punyapendapat lain?Mary-Lou tentu saja tak berani berbicara tentang apa yang dipikirkannya,tetapi ia duduk saja dengan wajah gelisah dan kuatir. Ingin sekali ia angkat bicaramembela Darrell, tetapi ia tak berani."Kupikir Darrell harus minta maaf pada Katherine karena telah bersikapbegitu kurang ajar," kata Irene. "Dan kalau ia tak mau melakukannya, kita semuamendiamkannya saja, tak akan berbicara dengannya selama seminggu. Sungguhkelakuannya di luar dugaan.""Kupikir, dia juga harus minta maaf pada Gwendoline," kata Katherine."Kudengar tamparannya dari ujung kolam renang. Minta maaf pada Gwendolinekurasa lebih penting daripada minta maaf padaku.""Tetapi jauh lebih berat!" kata Alicia. "Betapa tidak menyenangkan bagikuuntuk minta maaf, tentang apa saja, pada Gwendoline Mary sayang itu.""Apakah kau tidak akan menegur Gwendoline juga?" tanya Jean."Ya," kata Katherine, "tentu saja. Entah di mana Darrell kini. Mudahmudahansaja ia tidak mengamuk karena kita haruskan minta maaf padaGwendoline. Kalau ia masih marah, pastilah sulit untuk menyuruhnya melakukanhal itu Aku sesungguhnya tak ingin melaporkannya ataupun mendiamkannya. Takpernah kuduga ia begitu pemarah."Tepat saat ia selesai berbicara pintu terbuka dan Darrell masuk. Ia tampakheran melihat teman-temannya berkumpul di situ, diam tak bersuara dan agaktegang memandang padanya. Katherine tertegun melihat betapa tenangnya wajahDarrell kini. Dan sebelum ia sempat membuka mulut, Darrell telah mendekatinyadan berkata, "Katherine, aku sangat menyesal telah berbicara seperti tadi padamu.Entah bagaimana aku bisa melakukannya. Saat itu aku begitu marah, mungkin,sehingga tak bisa mengendalikan diriku."Kembali Katherine terperangah. Apa yang akan diucapkannya langsunglenyap dari otaknya dan ia pun sesaat tak tahu harus berkata apa. Tetapi ia cepatmenguasai diri. Pandangan matanya yang tadi marah cepat meredup menjadisenyum saat ia berkata, "Tak apa, Darrell. Aku memang tahu kau sedang marah.Tapi...""Itulah kesalahanku yang terbesar," kata Darrell, mengucap-usap ujunghidungnya seperti biasanya bila ia merasa malu akan dirinya sendiri. "Sifatkuyang pemarah itu, maksudku. Aku mewarisinya dari ayahku. Tetapi Ayah selalubisa menguasai diri dan hanya meledak pada hal-hal yang sangat perlu saja.Maksudku, pernah juga ia marah besar, tetapi selalu karena ada alasan besar jugauntuk itu. Lain dengan aku. Sering aku marah besar untuk hal-hal yang tak berarti.Sungguh jelek sifatku itu, Katherine. Tetapi percayalah, dulu sewaktu aku akanberangkat ke Malory Towers ini, aku telah bertekad untuk menghilangkankebiasaan buruk itu."Anak-anak yang tadi memandang dingin pada Darrell saat ia baru masuk,kini memandangnya dengan perasaan ramah dan hangat. Ternyata Darrell seoranganak yang berani mengakui kesalahannya. Berani minta maaf untuk kesalahan itudan tidak mencari-cari alasan untuk kesalahan tersebut. Tentu saja dengan sikapseperti ini semua orang mau tak mau terpaksa merasa suka padanya!"Ya, kukira kau memang tak bisa mengendalikan dirimu tadi," kataKatherine. "Kupikir Gwendoline memang sudah sewajarnya memperolehhukuman, Darrell, tetapi bukan kau yang harus menghukumnya. Akulah yangpunya hak untuk menegurnya, atau Pamela, atau bahkan Nona Potts. Bukan kau.Bisa kaubayangkan, betapa kacaunya suasana kalau setiap anak di sekolah inidiperbolehkan menampari anak lain sesuanya!""Aku tahu, hal itu juga terpikir olehku," kata Darrell. "Aku juga sangatmalu pada perbuatanku tadi, Katherine. Sudah pantas bila kau menggusariku. Akuharap kau percaya padaku.""Aku percaya," kata Katherine. "Tetapi kurasa ada sesuatu hal yang haruskaulakukan. Sesuatu yang mungkin sangat tidak menyenangkan hatimu, sebelumperkara ini bisa kita anggap selesai.""Oh, apa itu?" tanya Darrell, tampak sangat takut."Begini. Kau harus minta maaf pada Gwendoline," kata Katherine hatihati,mengira setiap saat Darrell akan meledak marah lagi."Minta maaf pada Gwendoline? Oh, itu sudah kulakukan," kata Darrelldengan perasaan lega. "Kukira kau akan menyuruh aku melakukan sesuatu yangtak menyenangkan. Aku selalu menyesal segera setelah marahku reda, sepertikataku tadi. Dan karenanya aku selalu langsung minta maaf!"Anak-anak makin tercengang. Mereka memperhatikan Darrell yangmengibaskan rambut hitamnya serta menatap Katherine dengan mata jernih jujur.Kalau begitu... sesungguhnya mereka tak perlu mengadaan rapat ini! Mereka takperlu bersepakat untuk mengadili Darrell dan menyuruhnya minta maaf. AgaknyaDarrell bisa mengadili dirinya sendiri, serta bisa memperbaiki tingkahnya yangsalah. Semua memandang Darrell dengan rasa kagum. Mary-Lou tak bisa diam ditempat duduknya. Betapa hebatnya Darrell!"Tentu saja aku masih berpendapat bahwa Gwendoline telah berbuat kejikepada Mary-Lou. Dan aku berpendapat sungguh patut disayangkan bahwa Mary-Lou tidak berusaha membela diri sehingga anak berhati keji seperti Gwendolinetidak kapok-kapoknya menggoda dia," kata Darrell.Mary-Lou melemas di kursinya. Oh, Darrell ternyata menganggapnyaanak lemah tak punya daya dan tak punya keberanian. Dan itu memang benar Iatahu tentang dirinya sendiri. Ia tahu bahwa seorang anak yang kuat danmengagumkan seperti Darrell takkan pernah betul-betul menyukai seorang anaklemah seperti Mary-Lou. Alangkah senangnya kalau ia bisa membuat Darrellbersahabat dengannya!Gwendoline membuka pintu dan masuk, membuat wajahnya sesedihmungkin. Rambutnya telah dibuatnya berurai ke punggungnya dan iamembayangkan dirinya seorang malaikat yang baru saja disiksa oleh sesuatukekuatan jahat - atau begitulah kira-kira.Didengarnya kalimat terakhir Darrell- "... anak berhati keji sepertiGwendoline tidak kapok-kapoknya menggoda dia." ltulah yang didengarnya."Oh, Gwendoline," Katherine menyambutnya dengan suara yang agaktajam. "Lain kali kalau kau ingin membuat anak lain terkejut, carilah seseorangyang bisa membela diri. Dan kuharap kau minta maaf pada Mary-Lou. Kau telahmembuatnya sangat ketakutan. Darrell telah minta maaf padamu, maka sekaranggiliranmu untuk minta maaf.""Oh - jadi Darrell berkata bahwa dia telah minta maaf padaku, ya?" tanyaGwendoline. "Aku tak menganggapnya sebagai permintaan maaf!""Apa?" seru Darrell heran. Ia berpaling pada anak-anak lain "Pokoknyaaku sudah minta maaf padanya! Kalian boleh percaya padaku, atau percaya padaGwendoline. Pokoknya aku telah minta maaf padanya, secara langsung pula!"Katherine berpaling dari muka Darrell yang merah padam ke mukaGwendoline yang tersenyum mengejek. "Kami percaya padamu, Darrell," katanyadengan suara tenang. Kemudian suaranya menjadi tajam lagi saat ia berkata padaGwendoline, "Dan kini, Gwendoline, di depan kita semua, agar kami semua bisamendengar, kuharap kau mau minta maaf pada Mary-Lou."Gwendoline terpaksa mengatakan ia menyesal. Suaranya gemetar,tergagap-gagap. Sebetulnya ia tak sudi mendapat hinaan seperti itu, tetapi matakawan-kawannya yang menatapnya tajam membuatnya tak bisa menghindar.Belum pernah sepanjang hidupnya ia menyatakan menyesal atas sesuatu yangdilakukannya. Ia jadi benci sekali pada Darrell yang dianggapnya sebagai biangkeladi ini semua. Ya, ia juga benci pada si Tolol Mary-Lou itu!Hampir menangis ia meninggalkan ruangan itu. Semuanya bernapas legabegitu Gwendoline keluar. "Untunglah semuanya sudah selesai," kata Irene yangtak suka melihat pertengkaran. "Aku akan pergi ke ruang berlatih. Kurasa denganmendengarkan musik maka kejadian ini bisa kulupakan. "Ia pergi ke salah satu ruang berlatih. Ia pasti akan segera melupakan apayang telah terjadi, tenggelam dalam indahnya lagu yang dimainkannya di piano.Tetapi anak-anak lain tak begitu mudah melupakan kejadian itu. Mereka mengertibahwa tak baik bagi Darrell untuk begitu ringan tangan, tetapi mereka jugamengerti bahwa Gwendoline memang patut menerima tamparan itu.Mereka membandingkan cara Darrell meminta maaf - sangat wajar, takmencari-cari alasan, sepenuh hati. Sementara Gwendoline tampak berat sekalimenyatakan penyesalannya kepada Mary-Lou yang kemalu-maluan. AgaknyaGwendoline boleh dikata kalah dalam peristiwa ini. Dan ia sendiri mengetahui halini. Ia merasa terhina. Ah, untuk apa begitu ribut hanya karena ia ingin bercandasedikit! Toh anak-anak lain juga sering bermain saling membenamkan!Betapapun, ia akan menulis surat tentang hal ini pada ibunya. Ya, akandikatakannya betapa kejinya Darrell menamparinya! Biar tahu rasa anak-anak lainyang ikut menyalahkan dirinya itu.Ia kembali ke ruang rekreasi, membuka lacinya. Kertas suratnya ada disitu. DiambiInya selembar dan ia duduk untuk menulis surat seperti yangdirencanakannya. Biasanya ia tak suka menulis. surat pada ibunya. Rasanyamembosankan! Ia bahkan tak pernah menulis surat pada Nona Winters semenjakia berada di Malory Towers, walaupun guru pribadinya itu telah menulis suratpadanya tiga kali dalam seminggu. Gwendoline memang cenderung untukmeremehkan orang-orang yang menyukainya, serta membenci orang-orang yangtak menyukainya."Aku akan menulis surat pada ibuku,” ia berkata pada anak-anak disekelilingnya. Beberapa orang sedang menjahit, beberapa membaca. Saat itumemang jam bebas sebelum waktu makan malam. Tak ada yang memperhatikankata-kata Gwendoline tadi, kecuali Jean."Bukan hari yang biasa untuk menulis surat, kan?" tanyanya padaGwendoline. "Kenapa kau, Gwendoline, menulis surat di pertengahan minggu?Padahal setiap hari Minggu kau selalu membuat kami menutup telinga karenakeluh kesahmu menulis surat, yang katamu merupakan pekerjaan palingmembosankan di dunia.""Aku akan menulis surat pada Ibu tentang bagaimana Darrell menamparaku!" kata Gwendoline dengan suara keras agar semua mendengarnya. "Aku takmau tinggal diam diperlakukan seperti itu. Dan Ibu juga pasti tak akan tinggaldiam. "Katherine bangkit. "Aku gembira kau mengatakan pada kami semuatentang maksudmu itu," atanya. "Aku akan menulis surat juga kalau begitu. Akuyakin kau tak akan bercerita pada ibumu tentang apa yang menyebabkan Darrellmenamparmu. Nah, akulah yang akan menceritakan hal itu pada ibumu."Gwendolie membanting penanya dengan marah. Diremasnya kertas suratyang baru saja ditulisnya. "Baiklah,” katanya. "Aku tak akan menulis surat itu.Aku tak mau kau memutarbalikkan keadaan tentang diriku pada keluargaku!Sungguh sekolah jahanam sekolah ini! Tak heran Ibu sesungguhnya tak maumengirimkan aku kemari.""Gwendoline sayang,” kata Alicia saat Gwendoline dengan marah lari keluar, "ia sama sekali tak bisa melakukan apa saja yang diingininya! Aku yakin,justru Malory Towers inilah yang akan menyembuhkan dirinya dari sifat-sifatburuknya itu." Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras, untuk kesekiankalinya. Darrell heran memandangnya."Kenapa kau ini?" tanya Darrell."Kukira telingaku kemasukan air," kata Alicia. "Rasanya buntu. Wah -jangan-jangan besok aku jadi tuli. Memang pernah aku jadi tuli dulu, setelahmenyelam lama sekali.""Oh, Alicia, betapa lucunya besok kalau kau betul-betul tuli dalampelajaran Mam'zelle!" kata Darrell tertawa geli. "Oh, ya ampun! Aku tak bisamembayangkan apa yang terjadi bila itu terjadi!""Aku bisa membayangkan apa yang akan terjadi," gumam Alicia, kecut."Mudah-mudahan telingaku besok sembuh!"9. ALICIA DAlAM KESULITANPERISTIWA kolam renang membawa berbagai akibat. Pertama, peristiwaitu membuat Mary-Lou mengikuti ke mana pun Darrell pergi, seperti kesetiaanseekor anjing pada tuannya.Ia selalu siap mengambilkan atau membawakanbarang-barang Darrell. Ia selalu membersihkan meja Darrell. Ia merapikan petipakaian Darrell, dan bahkan menawarkan diri untuk merapikan tempat tidurnyasetiap pagi.Tetapi Darrell tak mau diperlakukan seperti itu."Jangan!" katanya selalu pada Mary-Lou. "Aku bisa melakukan apa sajasendiri. Untuk apa kau merapikan tempat tidurku? Kau tahu, kita masing-masingmemang harus merapikan tempat tidur sendiri-sendiri. Jangan begitu tolol, Mary-Lou!""Aku tidak tolol," kata Mary-Lou, memandang Darrell dengan matanyayang bulat besar. "Aku hanya ingin melakukan sesuatu untukmu... untukmembalas budimu... menyelamatkan diriku dari bahaya terbenam.”"Itu tidak benar. Sesungguhnya tak kutolong pun kau tak akan apa-apa.Aku kini tahu itu. Lagi pula, aku hanya menampar Gwendoline Jadi tak adahubungan apa-apa denganmu."Tetapi tak peduli apa yang dikatakan Darrell, Mary-Lou tetap sajamemujanya dan selalu siap membantunya, atau membuatnya senang. Darrellmulai sering sekali menemukan permen cokelat di lad mejanya. Dan tiap pagiterdapat satu vas bunga di meja hiasnya. Ini bahkan membuatnya guar.Ia tak sadarbahwa Mary-Lou sedang mencoba keluar dari dirinya sendiri yang selalu tertutupselama ini. Ia merindukan suatu persahabatan yang mungkin akanmenyembuhkannya dari rasa takutnya.Mary-Lou begitu lemah. Ia memerlukan seseorang yang dianggapnya kuatsebagai sahabat. Baginya, Darrell-lah orang yang diperlukannya, anak terbaikyang pernah dikenalnya.Anak-anak yang lain selalu menggoda Darrell tentang hal ini. "Apakahanjing kecilmu sudah mengibaskan ekor untukmu hari ini?" Alicia seringbertanya."Alangkah senangnya bisa mendapat bunga cantik-cantik di meja hiaskuselalu," kata Irene."Dasar Darrell! Pasti dialah yang minta dilayani seperti itu oleh Mary-Lou!" dengus Gwendoline yang sangat iri atas perhatian Mary-Lou pada Darrell."Jangan berkata begitu," tukas Katherine. "Darrell sendiri tak sukadiperlakukan seperti itu oleh Mary-Lou."Akibat kedua dari peristiwa kolam renang itu adalah bahwa kiniGwendoline betul-betul sangat benci pada Darrell. Selama hidupnya ia belumpernah dipukul oleh siapa pun. Jadi ia tak pernah melupakan pukulan Darrell itu.Sesungguhnya akan baik bagi Gwendoline kalau sewaktu kecil ia dipukul sekalidua kali. Tetapi ia sangat dimanja. Tak ada yang berani memukulnya di rumah.Jadi kini pukulan Darrell tidak bisa dianggap sebagai ledakan suatu kemarahanbaginya, melainkan suatu penghinaan yang harus dibalas dan tak boleh dilupakan."Suatu hari aku pasti membalasnya," geram Gwendoline dalam hati. "Takpeduli kapan, tapi pasti kubalas."Akibat ketiga adalah: Alicia betul-betul jadi tuli karena menyelam terlalulama waktu itu. Bukan tuli selamanya, dan tidak untuk waktu yang lama. Kadangkadangtelinganya terasa 'plong' dan ia bisa mendengar dengan jelas. Tetapi lebihsering ia hampir tak bisa mendengar apa-apa - dan celakanya ini terjadi sehabisdia berpura-pura tuli di kelas Mam'zelle! Apakah Mam'zelle akan percayapadanya?Sialnya, Alicia duduk di bangku nomor dua dari belakang. Denganpendengaran normal, maka dari tempat itu bisa terdengar jelas apa kata guru.Tetapi pada saat-saat telinga Alicia 'buntu', maka sangat sulit baginya untuk bisamendengar dengan jelas.Lebih sial lagi, ternyata di hari berikutnya yang mengajar bahasa Prancisbukanlah Mam'zelle Dupont, tetapi Mam'zelle Rougier, yang kurus tinggi.jangkung. Ia jarang sekali bersikap ramah seperti yang ditunjukkan oleh keduabibirnya yang tipis dan selalu terkatup keras itu. Sungguh aneh, pikir Alicia, orangpemarah biasanya berbibir tipis.Mam 'zelle Rougier suaranya lembut, tetapi bila ia marah suara tersebutjadi serak dan keras sekali. Anak-anak sangat membenci suara serak itu.Hari itu ia mulai mengajarkan permulaan suatu sandiwara berbahasaPrancis. Tiap semester memang selalu ada sebuah sandiwara Prancis yangdimainkan oleh anak-anak Malory Towers dan tiap anak mendapat bagianperanan. Kadang-kadang beberapa kelas memainkannya cukup bagus sehinggadipertunjukkan pada pertunjukan sekolah. Tetapi lebih sering permainan merekadianggap hanya cukup baik di depan kelas saja."Kini," kata Mam'zelle Rougier. "kita akan memperbincangkan sandiwaraitu. Dan mungkin akan kita tentukan siapa-siapa yang akan memerankan tokohtokohdalam sandiwara tersebut. Mungkin satu-dua murid baru cukup baik bahasaPrancisnya. hingga bisa memainkan peran-peran utama. Itu akan baik sekali. Akukira, anak-anak lama tak akan keberatan.”Tentu saja mereka takkan keberatan! Makin kecil peranan yang merekaperoleh. makin sedikit yang harus dihapalkan. Anak-anak baru terpaksatersenyum gelisah. Mereka berpendapat kata-kata Mam'zelle Rougier ini terlalumenyudutkan mereka."Kini coba kita lihat. siapa-siapa yang memegang peran utama disandiwara semester yang lalu," kata Mam'zelle. "Kau. Alicia, peran apa yangkaupegang?"Alicia tak mendengar, karenanya ia tak menjawab. Betty menggamitnyadan bertanya keras."Peran apa yang kaupegang di sandiwara semester lalu?""Oh, maaf. Mam'zelle. aku tak mendengar apa yang Anda katakan," kataAlicia. "Aku menjadi gembala.""Kukira itu di semester yang sebelumnya lagi,” kata Mam'zelle. Alicia takmendengar lagi kata-katanya. Betty mengulangi keras-keras. "KATAMAm'ZELLE. ITU SEMESTER YANG SEBElUMNYA!"Mam'zelle tercengang. Mengapa Betty harus mengulang setiapperkataannya seperti itu? Kemudian tiba-tiba ia teringat akan cerita Mam'zelleDupont tentang Alicia - ah, ya. ia seorang anak yang sangat nakal! Ia telahberpura-pura tuli, bukan? Dan kini agaknya ia akan menjalankan muslihat yangsama padanya!"Ah. Tidak, tidak, tidak!" kata Mam'zelle Rougier pada dirinya sendiridengan marah. "Ini sudah keterlaluan! Aku tak mau dipermainkan!""Alicia," katanya sambil mengusap gelung kecil di bagian belakangkepalanya. "Kau memang lucu dan banyak berbuat kelucuan. Tetapi kadangkadangaku juga lucu dan berbuat kelucuan pula. Kau tak keberatan. bukan? Nah,aku ingin kau menulis dengan tulisanmu yang terbaik dan dalam bahasa Prncisyang terbaik, lima puluh kali. 'Aku tak boleh tuli pada jam pelajaran Mam'zelleRougier.""Anda berkata apa. Mam'zelle?" tanya Alicia yang hanya mendengarnamanya disebut di awal kalimat itu tadi. "Aku tak begitu jelas mendengar Anda.""Ah. cette mechante cille!*" seru Mam'zelle Rougier tiba-tiba marahseperti biasanya. "Alicia, ecoutez bien! Dengar baik-baik! Kau harus menulis.'Aku tak boleh tuli pada jam pelajaran Mam'zelle Rougier' SERATUS KALI!""Tetapi baru saja Anda berkata lima puluh kali!" tukas Betty."Dan kau,” kata Mam'zelle pada Betty. "kau harus menulis seratus kali'Aku tak boleh menyela pembicaraan guru'!" Kelas itu hening seketika.Mereka tahu benar tabiat Mam'zelle bila sedang marah. Ia akanmenghambur-hamburkan hukuman pada siapa saja! Sungguh ia guru yang palingmengesalkan bagi anak-anak.Betty berbisik pada Alicia begitu Mam'zelle berpaling ke papan tulis untukmenuliskan sesuatu. Tetapi karena Alicia tak bisa mendengar apa-apa. iamenuliskan pesan pada secarik kertas. "Kau harus menulis seratus kali untuknya.Lebih baikkau jangan berkata kau tak bisa mendengar apa pun. Bisa-bisahukutnanmu dinaikkan menjadi seribu. Ia sedang sangat marah!"Alicia mengangguk. Dan bila mana Mam'zelle bertanya padanya apakah iamendengar apa yang dikatakannya. ia menjawab dengan sopan. "Ya. terima kasih,Mam'zelle," dengan harapan hukumannya akan diperingan atau diampuni.Pada pelajaran berikutnya Nona Potts masuk. Dan di pintu Mam'zellemenyempatkan diri untuk berkata pada wali kelas itu dengan pandang masihmurka. "Wah, Nona Potts, salah satu murid Anda. Alicia. tuli lagi telinganya.Sungguh sayang, bukan? Padahal ia begitu sehat!"Nona Potts tercengang. Beberapa saat tertegun di pintu sampai Mam'zellehilang. Ia kemudian berpaling pada Alicia."Alicia. kukira kau tak begitu tolol untuk melakukan muslihat yang samadua kali." katanya dengan nada dingin. Alicia yang malang. Ia tak mendengar apapun yang dikatakan Nona Potts!Dengan pandang bertanya ia memperhatikan Nona Potts."Tinggalkan bangkumu. dan pindah ke salah satu meja di depan,” perintahNona Potts. "Jean, tukar tempat dengan Alicia. Nanti waktu istirahat kalian harusmemindahkan isi meja kalian!"Jean berdiri. sangat gembira bisa meninggalkan tempatnya di depan. dimana ia selalu jadi sasaran pandangan mata Nona Potts. Gembira sekali ia bisapindah ke barisan belakang, tempat yangmemang diinginkan oleh hampir setiap murid. Di belakang mudahberbisik-bisik, tukar-menukar catatan atau bercanda. Sementara itu Alicia takbergerak karena ia memang tak bisa mendengar apa pun"Kau harus pindah. Tolol!" bisik Betty keras-keras. "Ayo! Ke bangkuJean!"Alicia sadar apa yang terjadi. Dia sungguh kecewa. Apa, meninggalkantempat yang paling disukainya itu? Meninggalkan Betty? Pindah ke tempat yangtepat berada di bawah mata guru? Semua tahu. tak enak duduk di depan."Oh, Nona Potts,” katanya kecewa. "aku betul-betul tuli! Aku tuli karenaterlalu lama menyelam!""Beberapa hari yang lalu kau mengira atau berpura-pura dirimu tuli,” kataNona Potts tanpa ampun. "Bagaimana aku bisa mengetahui kapan kau tuli dankapan kau tidak tuli. Alicia?""Tetapi kali ini aku betul-betul tuli. Nona Potts!" kata Alicia,mengharapkan agar telinganya tiba-tiba 'plong'. "Biarlah aku tinggal di sini terus.""Alicia, dengarkan aku!" kata Nona Potts dengan suara keras dan terang."Dengarkan dan katakan kau setuju tidak. Kalau kau sesungguhnya tidak tuli tapihanya in gin mengganggu pelajaran, sungguh tepatlah bila kau kududukkan dimana aku bisa mengawasimu dengan baik. Kalau kau tuli dan karenanya tak bisamendengar di bangku belakang, maka masuk akal bila kau duduk di bangkupaling depan ini agar kau bisa mendengarkan kata-kataku. Nah. bagaimanapendapatmu?"Tentu saja mau tak mau Alicia harus setuju. Dengan agak cemberut iaduduk di bekas tempat duduk Jean. Dan memang di tempat itu ia bisa mendengarlebih jelas. Dan kemudian sesuatu terjadi, salah satu kupingnya terasa berbunyi'plong'. disusul oleh telinga satunya. Bagus! Kini kedua telinganya bisamendengar dengan baik!Ia begitu gembira sehingga ia langsung berbisik pada Mary-Lou di bangkusebelahnya. "Telingaku telah plong! Aku bisa mendengar lagi."Nona Potts pendengarannya sangat tajam. Ia mendengar bisikan tadi dancepat berpaling dari papan tulis. "Sudikah kau mengatakan kembali apa yang barukaukatakan pada Mary-Lou?""Aku berkata. 'Telingaku telah plong! Aku bisa mendengar lagi'""Bagus." kata Nona Potts. "Sudah kukira dari tadi, bahwa begitu kaupindah tempat duduk, pastilah pendengaranmu beres.""Tetapi, Nona Potts, aku...,” kata Alicia."Cukup,” kata Nona Potts. "Mari kita mulai pelajaran ini tanpamembuang-buang waktu dengan memperbincangkan telingamu. apakah tuli atautidak."Alicia gusar karena Jean dan dia harus saling tukar isi laci meja di waktuistirahat nanti. Ia juga gusar karena harus duduk di depan. Sebaliknya Jean sangatgembira sekali karena perubahan itu“Aku memang sudah berharap dengan sangat semoga dipindahkan kebelakang," kata Jean. "Dan harapanku itu terkabul.""Ini tidak adil." gerutu Alicia. "Aku memang tuli pagi tadi. Dan tiba-tibatelingaku 'plong'. Nona Potts seharusnya percaya padaku!"Darrell yang membantu Alicia memindahkan barang-barangnya tertawaterpingkal. Alicia yang sedang gusar itu jadi makin cemberut karena ditertawakan."Oh. Alicia, aku tahu sungguh kelewatan aku menertawakan kesialanmuini," kata Darrell. "Tetapi ini betul-betul lucu! Pertama. kau pura- tuli dan berhasilmenipu Mam'zelle. Kemudian kau betul-betul tuli, dan tak ada yang percayapadamu! Ini seperti dongeng tentang anak gembala yang berteriak 'Sergala!Serigala!' pada saat tak ada serigala, sehingga orang-orang yang datang padanyamenjadi kesal. Dan ketika ada serigala betulan. kemudian ia berteriak mintatolong, tak seorang pun yang mau datang, mengkal karena sebelumnya merekatertipu.""Kukira kau sahabatku. tak kusangka kau tega berkhotbah seperti inipadaku!" kata Alicia kaku."Oh, aku tak berkhotbah padamu," kata Darrell. "Begini saja, Alicia. Akutahu kau paling benci menulis. Biarlah kubantu kau menuliskan hukumanmuseparuhnya, lima puluh baris. Aku kan suka menulis!""Baiklah. terima kasih banyak!" kata Alicia menjadi sedikit gembira.Begitulah. Mam'zelle Rougier menerima hukuman Alicia malam itu - limapuluh baris ditulis dengan halus dan indah, lima puluh lagi tak keruan rupanya."Sungguh aneh, anak ini menulis indah di satu sisi, dan tulisan buruk di sisilainnya. Bagaimana ia bisa melakukannya?" gumamMam 'zelle heran. Untunglah rasa heran Mam 'zelle hanya sampai di situ,tidak diteruskan dengan pemeriksaan yang mendalam.10. PERSAHABATAN YANG ANEHUDARA terasa selalu panas. Anak-anak Malory Towers boleh dikatamenghabiskan seagian besar waktu mereka di kolam renang. Mereka berkeluhkesah bila pasang surut. yang berarti air di kolam renang juga ikut surut danmereka tak bisa mandi. Untunglah koram renang itu besar sekali sehingga bisadipakai bersama-sama oleh seluruh isi sekolah itu bila perlu.Darrell paling suka main tenis, kemudian berlari menuruni tebing langsungterjun ke dalam kesejukan kolam renang. Oh. betapa nikmatnya rasa sejuk itu! Iasama sekali tak bisa mengerti, mengapa Gwendoline atau Mary-Lou tak sukamandi di kolam renang itu. Mereka berdua bersikeras bahwa makin panas udaramakin dingin air terasa."Tetapi itulah enaknya berenang," kata Darrell. "Merasakan rasa yangbegitu dingin setelah rasa yang begitu panas Kalau saja kau bisa memberanikandiri untuk langsung terjun dan tidak masuk ke kolam sedikit demi sedikit. kaupasti akan menyukainya. Kalian berdua ini sungguh keterlaluan penakutnya."Baik Mary-Lou maupun Gwendoline tidak suka dikatakan pengecut.Terutama Mary-Lou. ia sangat tersinggung bila Darrell menganggapnya satugolongan dengan Gwendoline, apalagi kalau terang-terangan mengatakannyapenakut. Ia berusaha keras untuk membuat Darrell senang dengan semakin giatmelakukan segala hal yang sesungguhnya akan dikerjakan Darrell. Bahkan kini iamalah ikut-ikut membersihkan lemari kecil milik Darrell di ruang rekreasi. Inijustru membuat Darrell kesal, sebab Mary-Lou mengubah susunan barang-barangdi lemari itu, sehingga ia tak bisa dengan cepat menemukan barang-barang yangdikehendakinya."Di mana permenku?" sering Darrell harus berseru gusar. "Aku yakin akutelah maruhnya di depan sini. Dan mana kertas suratku? Sialan! Padhal akusedang tergesa-gesa nih!"Dengan geram dibongkarnya isi lacinya. dilemparkannya ke sana kemari.Mary-Lou dengan sedih memandang semua itu."Oh, padahal tadi sudah kuatur begitu rapi," katanya."Tak usah kausentuh barang-barangku!" geram Darrell. "Mengapa takkauganggu punya orang lain saja? Selalu milikku saja yang kauganggu. Kauagaknya tergila-gila untuk merapikan barang dan menyimpannya. Mengapa takkaucoba merapikan lemari Alicia? Lemarinya jauh tak keruan daripada punyaku!""Aku melakukannya hanya untuk membantumu." gumam Mary-Lou.Sungguh sedih untuk memuja seseorang dan ternyata orang itu malah merasakesal karenanya. Mungkin Darrell memang ingin agar ia merapikan lemari Alicia!Ya, terpikir hal itu oleh Mary-Lou. Darrell tampaknya sangat menyukai Alicia.Mungkin sekali Darrell benar-benar ingin agar ia membantu Alicia merapikanbarang-barangnya!Tetapi sama seperti Darrell. Alicia juga tak mau dicampuri urusanmerapikan meja dan lemarinya. Ia bahkan sangat marah karena Mary-Loumenjatuhkan potret ibunya. hingga kaca bingkai potret itu pecah berantakan."Jangan ganggu aku lagi." bentak Alicia. "Tak tahukah kau bahwa kamitak ingin anak bayi macam kau berkeliaran terus di sekitar kami? Lihat potret,ibuku itu! Hancur berantakan karena ulahmu!"Mary-Lou menangis. Ia selalu ketakutan bila ada orang memarahinya. Iakeluar dari ruang rekreasi, dan hampir bertubrukan dengan Gwendoline."Halo! Menangis lagi? Ada apa kini?" tanya Gwendoline yang selalutertarik akan pertengkaran orang lain, walaupun tak pernah berminat untukmendamaikan mereka."Tak apa-apa. hanya... Alicia dan Darrell selalu bersikap keras padaku.padahal aku ingin membantu mereka," tangis Mary-Lou. tersedu-sedu terharuakan dirinya sendiri."Oh. tentu saja! Apa yang kau bisa harapkan dari anak seperti Alicia.Darrell. dan... ya, Betty juga!" kata Gwendoline. begitu gembira bisa mengatangataimusuh-musuhnya itu. "Mereka sangat angkuh, lidah mereka tajam. Aku takmengerti. mengapa kau ingin berteman dengan mereka.""Aku baru memecahkan potret ibu Alicia." kata Mary-Lou. mengusapmatanya. "Itulah yang jadi gara-gra. ""Yah. tentu saja. Mary-Lou. Alicia pasti tak akan mau memaafkan kau!"sahut Gwendoline membakar. "Ia pasti akan membalas dendam. Ia begitumemuja ibunya. Tak ada seorang anak pun yang boleh memegang Potret itu. Kaupasti tak akan diampuninya, Mary-Lou!"Tiba-tiba ia mendapat suatu ilham hebat. Tertegun sesaat Gwendolinememikirkan pikiran yang tiba-tiba muncul itu. Saat itu juga ia mendapat cara yangtepat untuk membalas den dam pada Alicia dan Darrell. Ya. bahkan ia bisamenghantam Mary-Lo yang tolol ini juga! Mary-Lou memandang heran padanya"Ada apa. Gwendoline?" tanyanya."Tak apa. Hanya tiba-tiba saja timbul suatu pikiran padaku,” jawabGwendoline. Dan Mary-Lou semakin heran sewaktu anak itu menggandengtangannya dengan ramah sekali."Jadilah sahabatku,” kata Gwendoline dengan suara sangat merdu. "Akutakkan memperlakukanmu seperti yang dilakukan oleh Darrell atau Alicia. Akutoh tak pernah memarahimu. seperti yang dilakukan Alicia. Aku tak akan melototpadamu seperti Darrell. Mengapa kau tak bersahabat denganku saja? Aku takkanpernah mengejekmu karena kau mau membantuku, misalnya. Pasti itu!"Mary-Lou ragu-ragu memandang Gwendoline. Ia tak suka pada anak ini,tetapi Gwendoline tersenyum begitu inanis padanya. Mau tak mau Mary-Loumerasa cukup lega masih ada yang mau bermuka man is padanya. MemangDarrell dan Alicia malah masam mukanya bila ia berusaha membantu mereka.Tapi tiba-tiba ia teringat bahwa Gwendoline pernah mencoba untukmembenamkan dirinya.Dilepaskannya tangannya dari tangan Gwendoline. "Tidak, aku tak bisabersahabat denganmu, Gwendoline,” katanya. "Kau begitu jahat padaku. hari itudi kolam renang. Aku sampai sering bermimpi buruk tentang itu."Dalam hati Gwendoline begitu marah mengetahui bahwa bahkan si LemahMary-Lou ini menolak untuk bersahabat dengannya. Tetapi dipaksanya untuktersenyum terus, dan dipegangnya tangan Mary-Lou lagi."Kau tahu, waktu itu aku hanya bercanda,” katanya. "Hanya bergurau. Tohanak-anak lain juga banyak yang main benam-benaman. Aku menyesal telahmembenamkan kau. Aku tak tahu bahwa kau bisa begitu ketakutan."Gwendoline bisa berkeras hati bila ia sudah bertekad untuk mencapaisesuatu. Mary-Lou merasa tak punya alasan untuk menghindarinya. Dan sepertibiasa ia menyerah saja akhirnya."Ya...," katanya ragu-ragu, "kalau kau memang tak bermaksud untukmencelakakanku waktu itu Gwendoline, baiklah. Aku mau bersahabat denganmu.Tetapi aku takkan mau kauajak memusuhi Darrell atau Alicia."Gwendoline meremas lembut tangan Mary-Lou dan tersenyum manis lagi.Ia pun meninggalkan anak kecil itu kebingungan, sementara ia sendiri merasabegitu gembira berhasil menemukan suatu siasat yang sangat cemerlang."Hebat sekali!" pikirnya. "Semua anak tahu betapa muaknya Darrell padaMary-Lou, karena dnak itu selalu mengikutinya. Semua juga pasti akan tahubahwa Alicia sangat marah pada Mary-Lou karena Mary-Lou memecahkan potretibunya. Jadi, kalau aku mempermainkan Mary-Lou, semua akan mengira bahwaitu perbuatan Darrell atau Alicia. Dan oh, betapa untung bagiku bahwa kini Aliciaterpaksa harus duduk sebangku dengan Mary-Lou!"Ia duduk di Taman Dalam untuk menyempurnakan rencananya. Iabermaksud membalas dendam pada tiga orang ana yang paling tidak disukainya.Ia akan membuat Mary-Lou ketakutan setengah mati dengan cara sedemikian rupasehingga semua orang akan menyalahkan Darrel dan Alicia! Ia akan membuatkedua anak itu dimarahi. kemudian dihukum! Baru tahu rasa mereka."Dan sementara itu akan kutunjukkan pada semua orang bahwa aku danMary-Lou bersahabat akrab,” pikir Gwendoline. "Dengan begitu tak seorang punakan menduga bahwa akulah yang menjebak dia. Wah, sesungguhnya aku iniberotak cemerlang! Tak akan ada seorang pun di kelas satu yang bisamerencanakan sesuatu secerdik ini!"Ia benar. Tak akan ada anak lain sampai memikirkan rencana seperti itu.Bukan karena mereka tak mampu. tetapi karena mereka tak cukup berhati kejiuntuk rencana tersebut!Gwendoline tak mengerti tentang itu. Ia bahkan tak tahu bahwa yangdirencanakan itu suatu perbuatan keji. Ia hanya tertarik pada satu hal: membalasdendam pada Darrell!Diaturnya rencananya hati-hati sekali. Ia akan menunggu sampai Aliciadan Darrell mendapat giliran piket - membersihkan kelas serta mengisi vas-vaskembang dengan air. Dengan begitu semua akan tahu bahwa hanya kedua oranganak tersebutlah yang berada di dalam kelas sebelum anak lain masuk, bahwahanya kedua anak itulah punya kesempatan untuk memasukkdn atau mengambilsesuatu dari atau ke dalam laci seseorang.Ya, ia akan memasukkan seekor kumbang hitam ke laci Mary-Lou. Ataubeberapa ekor cacing. Atau bahkan seekor tikus kalau ia bisa menangkapnya.Tetapi tidak. Ia sendiri takut pada tikus. Juga kumbang hitam rasanya terlalumenjijikkan. Apa lagi cacing. Kalau saja ia bisa menangkap mereka denganbantuan sebuah kotak, mungkin ia takkan begitu jijik.Ya, ia akan menangkap kumbang atau cacing dengan sebuah kotak korekapi. Kemudian memasukkannya ke laci Mary-Lou. Atau ia bisa mengambil pinsilpinsilkesayangan Mary-Lou dan menaruhnya di laci Alicia. Wah, itu pikirancerdik!Mungkin ia bisa menyembunyikan beberapa buku Mary-Lou di laciDarrell. Dan ia akan bersikap sangat menghibur serta membeIa Mary-Lou bilarencananya itu mulai jalan.Gwendoline pergi ke kebun, mengaduk-aduk tanah untuk melihat seranggaapa yang bisa dipakainya. Jean. yang sangat senang dan ahli berkebun, sertapaling. senang bekerja di kebun sekolah. merasa sangat heran melihat Gwendolineberada di kebun itu. Dan Gwendoline mengaduk-dduk tanah dengan sekop kecil!"Hei. apa yang kaulakukan?" Jean bertanya. "Mencari tulang yangkausembunyikan?""Jangan tolol!" geram Gwendoline. marah sekali bahwa ternyata Jeanmemergokinya. "Aku hanya berkebun. Masa hanya kau yang boleh berkebun.""Berkebun apa kau?" Jean biasa selalu mengejar bila bertanya, inginmengetahui sampai ke persoalan yang paling kecil dari peristiwa apa pun yangmembangkitkan rasa ingin tahunya."Menggali-gali saja,” jawab Gwendoline. "Membuat gembur tanah. Di sinitanah begitu kering."Jean mendengus. Ia mempunyai kumpulan berbagai macam dengusan.Semuanya khusus untuk Gwendoline, Mary-Lou dan Sally. Dengan geramGwendoline menggali tanah. Alangkah senangnya kalau ia bisa memperolehbeberapa ekor cacing untuk dimasukkan ke punggung Jean. Tetapi Jean mungkintak akan merasa jijik sedikit pun.Gwendoline akhirnya tak jadi mencari cacing. Ia memutuskan untukmencari labah-labah saja. Tetapi ketika ia menemukan seekor labah-labah digudang kayu. hampir saja ia lari tunggang langgang. Labah-labah itu besar sekalisungguh menakutkan! Tapi tunggu. Bukankah ia memang mencari labah-labahyang menakutkan? Ini tepat sekali untuk dimasukkan ke dalam laci Mary-Lou.Pasti labah-labah tersebut bisa berlarian di dalam laci dan membuat Mary-Lou takberhenti-hentinya menjerit -jerit.Entah bagaimana. Gwendoline akhirnya berhasil menangkap labah-labahitu dengan menangkup kan sebuah pot bunga di atasnya. Gemetar juga ia, dandengan susah payah akhirnya dapat memasukkan labah-labah tersebut ke dalamsebuah kotak karton. Dan dengan rasa bangga ia masuk kembali ke ruang rekreasi.dengan maksud menyembunyikan kotak berisi labah-labah tadi dalam lemarinyasampai saat yang tepat.Malam itu di ruang rekreasi Gwendoline, mengalihkan pembicaraan padalabah-labah."Tanganku terperangkap jaring labah-labah di gudang hari ini,” ia berkata."Oh, jijik sekali rasanya. Aku sangat benci pada labah-labah""Adikku, si Sam, pernah punya seekor labah-labah jinak,” kata Alicia yangtak pernah kekurangan cerita tentang apa saja. "Binatang itu tinggal di bawahpakis di kebun kami. Setiap sore ia keluar bila Ibu menyirami pakis itu. Dan iaminum dirnya!""Oooh! Pasti pingsan aku melihatnya!" kata Mary-Lou gemetar. "Aku takpernah tahan melihat labah-labah.""Dasar anak tolol," kata Alicia yang masih marah karena Mary-Loumemecahkan potret ibunya. "Takut ini, takut itu... sungguh merana hidupmu,Mary-Lou. Tunggu saja. kapan-kapan akan kutangkapkan seekor labah-labah dankumasukkan ke dalam bajumu!"Mary-Lou pucat pasi seketika. Memikirkan tentang ancaman Alicia sajamembuat ia begitu ketakutan. "Oh, pasti aku mati ketakutan kalau itukaulakukan!" katanya lemas."Pengecut!" kata Alicia. "Baiklah. kalau begitu aku pasti akan mencarilabah-labah untukmu."Gwendoline tak berkata apa-apa. Tetapi dalam hati ia bersorak gembira!Segalanya berjalan jauh lebih lancar dari rencananya! Alicia telah mengucapkansesuatu yang pasti akan diingat oleh semua anak kelas satu yang hadir di situ -sebuah ancaman untuk memberi Mary-Lou seekor labah-labah! Bagus sekali!"Aku akan menunggu sampai Senin. saat Alicia dan Darrell piket dikelas," pikirnya. "Dan akan kumasukkan labah-labah itu ke dalam laci Mary-Lou.Mereka patut mendapat pelajaran!"Maka ketika hari Senin tiba, Gwendoline mencari-cari kesempatan yangbaik. Ia dan Mary-Lou selalu bersama-sama, membuat heran semua temanmereka. Terutama Darrell, Alicia, dan Betty. Bagaimana Mary-Lou bisabersahabat dengan Gwendoline yang keji itu? Lupakah ia akan peristiwa di kolamrenang itu? Dan mengapa Gwendoline begitu manis terhadap Mary-Lou?Sungguh sebuah persahabatan yang aneh.Gwendoline memperoleh kesempatan yang ditunggunya. Ia diperintahkanuntuk mengambil sesuatu dari ruang rekreasi di asramanya, sepuluh menitsebelum masa sekolah sore. Ia berlari ke asrama, mengambil barang yang harusdiambilnya, dan juga kotak karton tempat labah-labah itu.Ia masuk ke kelas yang pada saat itu kosong. Dibukanya kotak karton tadidi dalam laci Mary-Lou. Dengan langkah cepat labah-labah besar itu berlari keluar. langsung bersembunyi di sudut tergelap di dalam laci tersebut.Gwendoline bergegas keluar. Ia yakin tak seorang pun melihatnya masuktadi. Dua menit kemudian Alicia. dan Darrell tiba untuk mengisi vas-vas bungadengan air. Ah. agaknya Gwendoline kali ini beruntung!11. PERISTIWA LABAH-LABAHPELAJARAN pertama sore itu adalah mencongak. Semuanya berkeluhkesah memeras otak, kecuali beberapa anak - misalnya Irene, yang bisa menjawabdengan cepat dan tepat, seolah-olah tanpa berusaha sama sekali. Tetapi itu berartitak dda yang membuka laci. sebab semuanya dilakukan secara lisan.Untung Nona Potts agak lunak pada anak-anak kelas satu, sebab udara saatitu terasa sangat panas. Darrell cukup bersyukur karena Nona Potts tidak begituteliti. Berhitung mencongak bukanlah pelajaran di mana ia cukup kuat.Pelajaran berikutnya adalah pelajaran bahasa Prancis. Kali ini Mam'zelleDupont lagi, dan anak-anak akan diharuskan menjawab pertanyaan-pertanyaan,Mam'zelle itu. Mam'zelle Dupont menggantikan Nona Potts, dengan wajah agakmuram. Tidak cerah seperti biasanya, sebab ia begitu gemuk hingga tak bisamenikmati hangatnya udara. Keringat menitik dan bersinar di dahinya saat iaduduk di meja besar menghadap murid-muridnya di kelas itu."Asseyez-vous, "* katanya, dan anak-anak dengan lega duduk kembali.Mereka merasa bahwa pada saat seperti itu pelajaran yang mereka sukai hanyalahpelajaran berenang.Pelajaran bahasa Prancis berlangsung begitu lamban dan tersendat-sendat.Arus pembicaraan dalam bahasa Prancis sama sekali tidak lancar. Dan anak-anakyang ditanyai oleh Mam 'zelle begitu lama berpikir, sehingga akhirnya Mam'zellesangat marah."Ah, sudahlah!" ia berseru. "Agaknya hari ini terlalu panas untukbercakap-cakap dengan anak-anak tolol seperti kalian ini. Keluarkan buku tatabahasa, dan akan kuterangkan beberapa hal yang bisa membantu kalian bercakapcakap,kalau saja kalian bisa memasukkannya ke dalam kepala kalian yang begitubodoh!"Semua membuka laci untuk mengeluarkan buku tata bahasa. Gwendolinemenunggu dengan berdebar-debar, bagaimana kalau Mary-Lou membuka lacinya.Tetapi ternyata tak apa-apa.Mary-Lou tak melihat labah-labah itu, dan labah-labah tersebut juga masihbersembunyi diam di sudutnya. Mary-Lou menutup kembali lacinya denganaman.Semua membuka buku tata bahasa pada halaman yang ditunjukkan olehMam'zelle. Ternyata Mary-Lou telah mengeluarkan buku tata bahasa Inggris,bukannya Prancis! Maka ia terpaksa membuka kembali lacinya untuk mengambilbuku yang benar."Que {aUes vous, Mary-Lou?" tanya Mam'zelle yang tak suka mendengarlaci dibuka dan ditutup begitu sering. "Apa yang kaulakukan?"Mary-Lou melemparkan buku tata bahasa Inggrisnya ke dalam lad danmenarik ke luar buku tata bahsa Prancis. Si labah-labah, yang hampir terlemparoleh buku Mary-Lou, ketakutan lari dari persembunyiannya. Dan tiba-tiba sajabegitu dekat lengan Mary-Lou! Terkejut Mary-Lou melepaskan tutup laci mejahingga berdebam keras sambil menjerit dengn sekuat suaranya!Semua terlompat terkejut. Mam'zelle begitu terkejut, sehingga setumpukanbuku di mejanya terlempar jatuh. Ia melotot pada Mary-Lou.“lens! Suara apa itu? Mary-Lou sudah gila kah kau?"Mary-Lou tak bisa berbicara. Teringat olehnya betapa labah-labah besaritu hampir merambati lengannya! Ia mundur dari kursinya. Matanya terusmembelalak, seolah-olah labah-labah itu bisa meloncat menembus tutup mejanya."Mary-Lou! Katakan kau ini kenapa!" bentak mam'zelle. "Haruskaukatakan padaku!"“Oh, Mam'zelle... ada... ada labah-labah besar ... Ia bah-Ia bah raksasa...di dalam laci mejaku! Mary-Lou menjawab tergagap-gagap. Wajahnya pucat pasi."Labah-labah?" tanya Mam'zelle. "Hanya labah-labah dan kau melompat?Kau menjerit? Kau membuat semua terkejut? Mary-Lou, kau harus malu! Akumarah padamu! Duduk!""Oh... aku... aku tak berani...,” Mary-Lou gemetar. "Labah-labah itu bisakeluar.... Labah labah itu besar sekalil"Mam'zelle tak bisa memutuskan, apakah ia percaya pada kata-kata Mary-Lou atau tidak. Kalau mengingat Alicia yang pura-pura tuli itu, lalu ini..Irene tertawa terkikik. Mam'zelle melotot pada nya. "Baiklah," katanyakemudian, "kita lihat apakah labah-labah ini ada atau tidak. Dan kuperingatkanpadamu, Mary-Lou, kalau ini hanya tipuan lagi, kau langsung harus menghadappada Nona Potts. Aku cuci tangan darimu!"Mam'zelle mendekati meja Mary-Lou. Dengan penuh gaya dibukanyatutup laci meja itu Mary-Lou melompat mundur, mencoba melihat ke dalam laci.Tetapi tak ada seekor labah-labah pun keluar Labah-labah tersebut telahbersembunyi di sudut yang tergelap. Mam'zelle memeriksa meja itu sesaat danberpaling pada Mary-Lou yang malang itu."Anak nakal!" ia berkata menghentakkan kaki. "Kau tampaknya sajapendiam dan baik. Tapi ternyata kaujuga berani menipuku! Aku Mam'zell yangmalang ini! Aku tak mau terima ini!""Mam'zelle, percayalah!" pinta Mary-Lou, putus asa. Ia takut sekalidimarahi guru. "Tadi ada labah-labah di situ. Besar sekali.”Mam 'zelle memasukkan tangannya ke dalam laci Mary-Lou danmengaduk-aduk isinya. "Tak ada labah-labah! Tak ada satu pun! Lihatlah! Apalabah-labah itu sudah pergi? Ayo, katakanlah!"Labah-labah itu jadi ketakutan oleh gerakan tangan Mam'zelle. Tiba-tiba ialari dari sudut, dan langsung merayapi tangan Mam'zelle!Sesaat Mam'zelle ternganga. Matanya melotot seolah tak percaya.Kemudian ia menjeril, jauh lebih keras dari jeritan Mary-Lou tadi. Ia juga sangattakut pada labah-labah, dan yang lari merayapi tangannya adalah seekor labahlabahraksasa!Tawa Irene bagaikan meledak. Ini seakan suatu isyarat bagi anak-anak lainuntuk ikut serta ramai-ramai. Hampir serentak mereka berlompat-lompatanmengerumuni Mam'zelle.“Ah, di mana makhluk jahat itu? Anak-anak, cepat cari! Cepat cari!" seruMam'zelle."Ini.. ini!" seru Alicia yang nakal. Jari-jarinya berlari di punggungMam'zelle. Mam'zelle menjerit lagi keras-keras, mengira jari-jari Alicia itu labahlabah."Cepat ambil! Cepat ambil, Alicia! cepat!""Wah, lari masuk ke punggung Anda, Mam'zelle!" teriak Betty, membuatMam'zelle bagaikan gila.Mam’zelle merasa labah-labah itu berlarian di dalam gaunnya! Mam'zellegemetar tak keruan. Alicia menggelitik tengkuknya, dan Mam'zelle meloncattinggi. "Oh la la! Oh, la la! Keterlaluan makhluk ini menyiksaku! Mana dia,Anak-anak? mana dia?"Ribut tak keruan di kelas itu. Nona Potts yang saat itu sekali lagi sedangmengajar di kelas dua merasa sangat heran. Apa lagi yang terjadi di kelas yangmenjadi tanggung jawabnya itu? Apakah mereka ditinggalkan Matn'zelle dankelas belajar sendiri? Ataukah semuanya telah gila?"Teruskan dengan peta kalian," katanya pada murid-murid kelas dua yangsaling pandang keheranan. Nona Potts meninggalkan kelas itu dan cepat-cepatpergi ke kelas satu.Dibukanya pintu kelas satu. Suara ribut menyambutnya bagaikan suatutamparan keras. Lebih ribut dari seluruh sekolah saat beristirahat Mula-mula ia takmelihat ada guru di situ. Kemudian terlihat olehnya kepala Mam 'zelle di antarakerumunan anak-anak. Apa yang terjadi?"Anak-anak!" katanya. Tapi tak seorang pun mendengar suaranya."ANAK-ANAK!"Irene tiba-tiba melihatnya. Ia cepat menggamit kawan-kawannya danberbisik, "Ssst! Ada Potty!"Anak-anak itu langsung bubar meninggalkan Mam'zelle. Sekejap sajasemua sudah kembali ke tempat duduk masing-masing. Mam'zelle berdiri sendiri,diam, gemetar, heran karena tiba-tiba semua anak meninggalkannya. Di manalabah-labah raksasa itu?"Mam'zelle!" kata Nona Potts ketus, hampir saja lupa pada peraturanbahwa guru-guru tak boleh saling memberi teguran peringatan di depan anakanak."Aku sama sekali tak mengerti, Apa yang terjadi di kelas ini setiap Andamengajar.”Mam'zelle mengerdip-ngerdipkan matanya tertegun. "Oh, anu, ada labahlabah!"katanya akhirnya. "Besar sekali. Raksasa. Lari di lenganku, dan hilang.Ahhhh... rasanya masuk ke dalam bajuku!""Labah-labah tak akan menyakiti Anda," kata Nona Potts. "Apakah Andaingin keluar sebentar untuk menenangkan diri, Mam'zelle, sementara aku menegurkelas satu ini?""Ah, tidak, tidak usah," kata Mam 'zelle. "Kelas ini baik. Anak-anakmembantuku untuk mengusir labah-labah itu. Begitu besar, Nona Potts!"Nona Potts memandang tak percaya pada lengan Mam'zelle yang diangkatuntuk menggambarkan betapa besarnya labah-labah itu. Kalau melihat tanganMam'zelle tersebut, pastilah labah-labah itu sebesar dua buah tinju orang dewasadijadikan satu.Anak-anak begitu gembira mendapat selingan ini. Hebat sekali pelajaranbahasa Prancis kali ini. Gwendoline juga merasa gembira karena dialah yangmenjadi penyebabnya, walaupun tak ada yang mengetahui hal itu. Ia pura-purabersikap tenang, memperhatikan kedua guru itu.Dan tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang merambati kakinya. Ia melihat kebawah. Labah-labah itu! Ternyata binatang tersebut telah meninggalkan tubuhMam'zelle dan bersembunyi di bawah meja, takut terinjak kaki yang begitubanyak. Kini, saat keadaan mulai tenang, labah-labah tersebut meninggalkantempat itu untuk mencari tempat sembunyi yang lebih baik. Ia berlari, merayapisepatu Gwendoline, merambat ke atas lewat kaus kakinya, dan merayapi lututnya!Tak tertahan lagi Gwendoline menjerit melengking keras sekali. Semuaterperanjat, dan Nona Potts dengan marah berpaling padanya."Gwendoline, keluar kau!" katanya gusar. "Berani betul kau menjeritseperti itu! Tidak! Jangan katakan padaku bahwa kau juga melihat seekor labahlabah!Aku bosan mendengar labah-labah saja yang jadi alasan. Kalian sungguhmemalukan!"Gwendoline gemetar, tak berani menjerit. Tetapi ia merasa sangatketakutan, kalau-kalau labah-labah itu merayapi tubuhnya!"Labah-labah itu... labah-labah itu...," suaranya begitu lemah."GWENDOLlNE!'" bentak Nona Potts. "Kau-dengar kataku? Aku takingin mendengar kata labah-labah lagi! Ayo, keluar! Seluruh isi kelas ini akanmenerima hukuman tidur satu jam lebih awal. Dan Gwendoline, khusus untukmu:dua-jam lebih awal!"Sambil menangis Gwendoline lari ke luar. Ternyata labah-labah itusungguh menjengkelkan. Mengapa ia tidak memilih anak lain saja! Dengangemetar Gwendoline memeriksa seluruh badannya. kalau-kalau labah-labah itumasih ikut dengannya. Ia sungguh bersyukur ketika dilihatnya labah-labah itumelarikan diri ke lantai, meninggalkannya.Gwendoline bersandar di tembok di luar kelasnya. Sialan! Kini ia malahmendapat hukuman ganda! Tapi tak apa, nanti ia akan mengalihkan persoalansehingga semua anak dan guru akan menyalahkan Darrell dan Alicia, menuduhmerekalah yang memasukkan labah-labah itu ke laci Mary-Lou. Keterlaluan NonaPotts itu, seenaknya memberikan hukuman. Toh ia tak bisa melarang labah-labahitu mendekatinya!Tetapi bisa juga suatu hal yang menguntungkan bahwa Nona Potts ikutcampur. Beliau dengan begitu tahu apa yang terjadi. Mungkin nanti Gwendolinebisa memberi kesan bahwa yang berbuat nakal adalah Alicia dan Darrell!Nona Potts keluar dari ruang kelas, melirik tajam pada Gwendoline."Nona Potts, labah-labah itu lari ke arah sana." Gwendoline menuding,bersikap manis sekali agar Nona Potts mau memaafkannya.Tetapi Nona Potts tak memperhatikannya. Ia bergegas memasuki kelas duadan menutup pintunya. Gwendoline kebingungan Apa yang akan dilakukannyakini? Berdiri saja di sini atau menyelinap masuk ke dalam kelas? Kalau berdiriterus di sini, bisa-bisa ia terpergok oleh Nona Grayling yang pasti akanmemarahinya lagi. Lebih baik nekat saja masuk. Dibukanya pintu dan iamenyelinap masuk."Ha! Kau kembali lagi!" kata Mam 'zelle, kini malu akan apa yangdilakukannya tadi. "Siapa yang menyuruhmu masuk?" ia membentak lagi untukmenyalurkan perasaan mengkalnya. "Kau menjerit dan membuat Nona Pottssangat marah!""Tapi, Mam'zelle, Anda pun menjerit tadi," kata Gwendline denganperasaan tersinggung. "Bahkan jeritan Anda jauh lebih keras dari jeritanku!"Mam'zelle berdiri. Dan walaupun tubuhnya kecil, bila sedang marahtubuhnya serasa raksasa yang akan menelan Gwendoline."Kau berani kurang ajar padaku, Mam'zelle Dupont! Kau beranimenentang kata-kataku, ya? Aku yang sudah lebih dari dua puluh tahun mengajardi sini! Kau... kau....”Gwendoline berpaling dan lari ke luar. Lebih baik berdiri di depan ruangkelas sepanjang hari daripada menghadapi Mam'zelle pada saat kemarahannyaseperti itu!12. KATA-KATA TAJAMSEBELUM hari itu lewat, peristiwa labah-labah sudah didengar olehseluruh isi sekolah itu, dan selalu membuat semua pendengarnya tertawaterpingkal-pingkal. Ketika Mam'zelle Rougier mendengarnya, ia mencibirkanbibirnya dan berkata dengan nada mengejek, "Keterlaluan! Masa seorang wanitaPrancis begitu tolol! Kalau aku, aku takkan takut pada binatang apa pun! Labahlabah,serangga, bahkan ular! Mestinya Mam 'zelle Dupont harus malu telahbertingkah seperti itu!"Anak-anak kelas satu tak bosan-bosannya membicarakan peristiwa itu.Tiap kali mereka tertawa tergelak-gelak lagi bila mengingat betapa Mary-Lou,Gwendoline, dan Mam'zelle Dupont menjadi korban labah-labah tersebut."Sungguh pandai labah-labah itu," kata Irene. "Ia bisa memilih tiga orangyang sangat takut padanya di dalam kelas. Betul-betul luar biasa!""Aku tak tahu mengapa binatang itu memilih mejaku," kata Mary-Lou."Ya, alangkah anehnya," kata Gwendoline."Kasihan kau, Mary-Lou. Pastilah kau sangat terkejut saat pertama kaumelihatnya. Entah siapa yang begitu keji menaruhnya di lacimu."Seketika semua diam. Untuk pertama kalinya anak-anak kelas satu itusadar bahwa labah-labah tadi tak bisa begitu saja masuk ke laci Mary-Lou.Mungkin ada yang memasukkannya. Mereka saling pandang."Sungguh keji orang yang menaruhnya di laci Mary-Lou,” kata Jean."Semua kan tahu bahwa ia sangat penakut. Bisa pingsan ia kalau terkejut lagiseperti tadi itu. Kukira semua anak di kelas kita cukup tahu diri, dan kalaupun adayang ingin bermain takut-takutan dengan labah-labah, mestinya masukkan saja kelaci Alicia.""Kecuali kalau yang bawa labah-labah itu Alicia sendiri,” sebuah suaralicik terdengar. "Kau kan suka mengganggu orang, Alicia? Kau dan Darrellberada di dalam kelas sebelum pelajaran sore dimulai. Dan kukira semua ingatkau pernah berkata ingin memasukkan seekor labah-labah ke dalam gaun Mary-Lou."Yang berbicara itu adalah Gwendoline. Alicia melirik tajam padanya."Pokoknya bukan aku yang melakukannya," katanya. "Dan Darrell juga tidak.Maaf untuk mengecewakanmu, Gwendoline sayang, tetapi kami tidak tahumenahutentang labah-labah tersebut. Kalau ada orang sekeji itu, maka aku yakinorang itu adalah kau!""Mary-Lou adalah sahabatku," bantah Gwendoline. "Tak mungkin akumelakukan hal itu.”"Wah, kalau sekali kau mampu membenamkan dirinya, kukira tak sulitbagimu untuk menaruh labah-labah di lacinya,” kata Darrell."Sungguh aneh bahwa hanya kau dan Alicia yang berada di dalam kelassebelum pelajaran sore," Gwendoline mengejar terus, merasa gusar karenaternyata tak seorang pun mendukung gagasannya."Sudahlah!" tukas Katherine. "Kita semua tahu bahwa yang melakukan halitu bukannya Alicia ataupun Darrell, sebab mereka mengatakan hal itu dan katakatamereka bisa dipercaya. Kita anggap saja labah-labah itu secara kebetulanmemasuki laci Mary-Lou.""Tapi kupikir..." Gwendoline akan mulai lagi, tetapi anak-anak sekelaslangsung memutuskan pembicaraannya dengan berseru-seru berlagu,"Diam Gwendoline, Gwendoline diam! Diam Gwendoline, Gwendolinediam! Diam Gwendoline, Gwendoline diam.”Terpaksa Gwendoline diam. Gwendoline sangat marah dalam hati.Rencananya berjalan begitu baik, tetapi ternyata dialah yang mendapat hukuman!Dikeluarkan dari kelas, dimarahi, dan tak ada yang berhasil diyakinkannya bahwaAlicia dan Darrell-Iah yang bertanggung jawab! Ia juga dihukum dua jam lebihawal harus tidur! Yang lain memang dihukum tidur satu jam lebih awal, tetapimereka melakukannya tanpa perasaan mengkal. Mereka bahkan sepakat, hukumantersebut cukup sesuai dengan kegembiraan yang telah mereka rasakan.Gwendoline begitu mendendam oleh kegagalannya. Ia memutuskan untuktidak putus asa oleh kegagalan pertama ini. Ia akan terus mengganggu Mary-Lousecara diam-diam, hingga akhirnya yang lain yakin Alicia dan Darrell-lah yangberbuat.Ia juga bermaksud untuk memberi kesan pada Nona Potts, bahwa Aliciadan Darrell menjadi biang keladi peristiwa labah-labah itu. Tetapi ternyatarencananya yang terakhir itu tak memberi hasil sesuai dengan harapannya.Kesempatan melakukan rencananya tadi diperolehnya saat ia harus menghadapNona Potts untuk menunjukkan pembetulan pekerjaan rumahnya, di kamar yangditempati Nona Potts bersama Mam'zelle Dupont Sambil menunggu Nona Pottsmemeriksa pekerjaannya, Gwendoline berkata, "Nona Potts, aku sangat menyesalakan peristiwa labah-labah waktu itu. Aku tak tahu siapa yang berbuat. Tetapi hariitu adalah hari piket Alicia dan Darrell. Mereka berada di dalam ruang kelassebelum pelajaran sore. Mungkin mereka tahu esuatu. Dan Alicia pernaberkata....”Nona Potts mengangkat muka. "Apakah kau bermaksud memfitnah?"tanyanya dingin. "Atau dengan kata yang lebih halus - menggunjingkanseseorang? Jangan coba-coba padaku. Di sekolahku dulu, Gwendoline, adahukuman khusus bagi dnak yang suka memfitnah. Semua anak yang satu asramadengan anak itu diharuskan memukulnya sekali pada pantatnya, denganmenggunakan bagian belakang sikat rambut. Entah apa hukuman untuk kesalahanserupa itu di sini. Aku akan menanyakannya pada anak-anak di sini.”Merah padam muka Gwendoline. Memfitnah! Keterlaluan Nona Pottsmenjulukinya. Masa memberi suatu petunjuk kecil saja memfitnah! Gwendolinetak tahu harus berbuat apa. Mau rasanya ia menangis, tetapi Nona Potts selalusangat galak terhadap seorang anak yang terlalu cengeng. Ia meninggalkan kamarNona Potts dengan keinginan untuk membanting pintu keras-keras seperti biasadilakukannya di rumah.Tentu saja ia tak berani melakukannya di sini. Ia merasa iba pada dirinyasendiri. Kalau saja ibunya tahu betapa sekolah ini begitu kejam padanya, pastibeliau segera mengambilnya kembali. Nona Winters pasti juga sangat gusar atasperlakuan anak-anak pada murid kesayangannya itu. Tetapi Gwendoline takbegitu yakin tentang ayahnya. Kadang-kadang ayahnya mengucapkan kata-kataseperti yang sering diucapkan Nona Pot padanya.Minggu itu pun berlalu. Minggu yang cukup menyenangkan. Udara panas,namun sering bertiup angin sejuk yang membuat berolahraga, terutama berenang,lebih menyenangkan dan biasanya. Alicia dan Betty berlatih keras untukpertandingan-pertandingan sekolah nanti. Kedua nya merupakan perenang pilihanserta peloncat indah unggulan. Darrell selalu mencoba mengejar keduanya. Hasilyang dicapainya cukup lumayan, tetapi belum sebaik hasil Alicia dan Betty.Kelebihan Darrell adalah keberaniannya. Ia berani terjun dari menara loncattertinggi, berani meluncur dengan gaya yang aneh-aneh.Yang pling sedih minggu itu adalah Mary-Lou. Berkali-kali ia mendapatkesulitan karena beberapa peristiwa kecil. Misalnya, baju-bajunya di kamar gantitelah dibuang oleh seseorang ke air sehingga basah semua. Ia terpaksamembawanya ke Ibu Asrama untuk dikeringkan.Ibu Asrama sangat marah. "Mary-Lou! Tak dapatkah kaumenggantungkan pakaianmu dengan baik? Kau tahu, di kamar ganti selalu sajaada air tergenang karena anak-anak yang baru berenang selalu basah kuyup.""Aku telah menggantungnya dengan baik, Ibu," kata Mary-Lou lemah."Aku yakin itu."Kemudian raket tenis Mary-Lou ternyata kedapatan putus senarnya, tigahelai. Jelas putus karena dipotong oleh seseorang. Mary-Lou kesal sekali."Raket baruku!" katanya. "Lihat, Gwendoline, masa raket baru begitumudah putus senarnya!""Tak mungkin," kata Gwendoline, pura-pura mengamat-amati rakettersebut. "Senar ini telah dipotong oleh seseorang, Mary-Lou. Seseorang telahmempermainkanmu dengan keterlaluan!"Mary-Lou bingung. Ia tak percaya dirinya punya musuh. Tetapi ketikadidapatinya pakaiannya yang terbaik hilang beberapa kancingnya, ia terpaksayakin bahwa seseorang memang telah berlaku kejam padanya. Gwendolinemenghiburnya."Tak apa, Mary-Lou, akan kujahitkan untukmu. Aku tak suka menjahit,tetapi untukmu tak apalah!"Dan dengan berusaha agar semua anak melihat, suatu malam Gwendolinemenjahitkan keenam kancing pakaian Mary-Lou itu. Anak-anak melihatnyadengan heran. Mereka tahu Gwendoline tak pernah dengan suka rela menjahitsesuatu."Bagaimana kancing-kancing itu bisa copot?" tanya Jean."Itulah yang ingin kuketahui," kata Gwendoline penuh arti. "Enam buah,dan semuanya copot! Aku menjahitkannya untuk Mary-Lou sebab aku merasakasihan padanya. Sungguh keji anak yang mengganggunya seperti ini. Aku jugaingin tahu, siapa yang telah memutuskan senar raketnya."Anak-anak saling pandang. Memang aneh hal-hal yang terjadi pada Mary-Lou. Bahkan buku doanya hilang. Begitu juga beberapa batang pensilnya.Memang betul pensil-pensil itu diketemukannya kembali di laci Alicia, tetapisemua mengira hal itu hanyalah suatu kebetulan. Kini anak-anak mulai berpikirbahwa memang ada seseorang yang mempermainkan Mary-Lou. Pasti bukanAlicia. Alicia tidak akan sekeji itu. Pasti ada orang lain.Tengah semester makin dekat Banyak anak yang menantikan saat itudengan penuh harapan. Menurut rencana, orang-orang tua mereka akan datangberkunjung. Memang orang-orang tua yang tinggal tak terlalu jauh dari sekolahbiasanya datang pada tengah semester. Tetapi Darreil luar biasa gembiranyamengetahui bahwa bahkan ayah-ibunya akan datang, walaupun mereka tanggal ditempat yang sangat jauh. Keduanya memastikan untuk berlibur di Cornwall, agarberada dekat dengan Malory Towers pada saat tengah semester.Anak-anak mulai sering membicarakan keluarga mereka. "Wah, alangkahsenangnya kalau ketiga kakakku bisa datang," kata Alicia. "Mereka sungguhmenyenangkan!""Aku ingin adik perempuanku datang kemari, akan kupamerkan padanyaMalory Towers ini," kata Jean."Apakah ibumu akan datang, Sally?" tanya Mary-Lou."Tidak, ia tinggal terlalu jauh dari sekolah ini,” kata Sally.Darrell teringat sesuatu yang disebutkan ibunya di surat kira-kiraseminggu yang lalu. Ibunya telah bertemu dengan ibu Sally Hope, Nyonya Hope.Menurut surat itu, ibu Darrell menyukai Nyonya Hope. Ia bahkn telah melihatbayi Nyonya Hope, adik Sally, yang baru berumur tiga bulan. Tadinya Darrellingin mengatakan berita ini pada Sally tetapi lupa. Kini ia ingat."Oh, Sally, mungkin ibumu tak bisa datang karena harus mengurusbayinya," katanya.Sally seketika tampak tegang. Ia memperhatikan Darrell, seolah-olah takmengerti apa yang dikatakannya. Wajahnya jadi pucat, suaranya gemetar, "Apakatamu? Bayi apa? Kami tak punya bayi! Ibuku tidak dapat datang karenarumahnya terlalu jauh!"Darrell heran. "Tetapi Sally... ibuku berkata dalam suratnya bahwa ia telahmelihat adikmu yang masih bayi! Tiga bulan!""Aku tak punya adik!" desis Sally dengan suara aneh. "Aku anak tunggal.Aku dan ibuku begitu saling menyayang, dan sering kami tinggal berdua dirumah, sebab Ayah sering harus pergi untuk beberapa lama. Aku tak punya adik!"Anak-anak memperhatikan Sally dengan rasa heran. Sungguh aneh katakatanya.Kenapa anak ini?"Baiklah," kata Darrell akhirnya, "tentu saja kau lebih tahu. Lagi pula, kaupasti menyayangi adikmu kalau kau memang punya adik. Jadi kau tak usah begitungotot membantahnya kalau sesungguhnya kau punya adik. Senang lho punyaadik!""Aku tak mau punya adik!" kata Sally. "Aku tak ingin ibu membagi kasihsayangnya pada anak lain."Sally cepat keluar dari ruangan itu, dengan wajah tetap kaku. Anak-anaksaling pandang dengan heran. "Aneh sekali dia," kata Irene. "Biasanya tak pernahberbicara sepatah kata pun! Selalu tertutup. Tetapi orang-orang yang tertutupseperti itu sering kali tiba-tiba meledak. Dan kalau itu terjadi - hati-hatilah!""Aku akan menulis surat pada Ibu bahwa beliau telah keliru tentang adikSally itu," kata Darrell. Dan saat itu juga ia melakukannya. Ketika kemudian iabertemu Sally, ia mengatakan hal tersebut pada Sally."Maaf tentang kekeliruanku mengatakan kau punya adik,” kata Darrell."Aku telah menulis surat pada Ibu bahwa kau sesungguhnya tak punya adik.Mungkin ia keliru menerima kata-kata ibumu."Sally terpaku dan tampak marah. "Kenapa sih kau selalu ikut campururusan orang lain?" katanya ketus. "Jangan urus keluargaku!"Darrell jadi gusar juga. "Aku tak mau ikut campur urusan keluarga orang,tapi jangan terlalu kasar berbicara, Sally! Apa sih yang kau ributkan? Kau punyaadik atau tidak sesungguhnya aku tak peduli!""Dan katakan pada ibumu tak usah dia ikut campur urusan keluargaku!"kata Sally pula. "Untuk apa menulis surat tentang ibuku segala?""Oh, sialan!" Darrell jadi marah, ibunya diikut sertakan dalam kegusaranSally. "Rahasia apa sih yang disembunyikan keluargamu? Sudahlah. Kita tunggusaja balasan suratku nanti, dan akan kukatakan padamu apa yang ditulis ibuku.""Aku tak ingin mengetahuinya! Aku tak mau!" kata Sally hampirberteriak. "Aku benci padamu, Darrell Rivers! Kau dan ibumu yang membuatmucongkak karena dia mengantarkanmu ke stasiun, mengirimkan berbagai benda,mengirimkan surat panjang-panjang, dan akan menjengukmu di tengah semester...aku benci padamu! Kau memamerkan itu semua untuk menyakiti hatiku! Kausungguh keji! Sungguh kejam!"Darrell terperangah. Apa maksud Sally? Dengan heran diperhatikannyaSally yang dengan gusar sekali meninggalkan ruang kelas. Kebingungan Darrellduduk di sebuah kursi.13. TENGAH SEMESTERMURID-MURID Malory Towers begitu gembira di awal minggu tengahsemester. Di hari Sabtunya banyak yang akan bertemu dengan orang tua mereka -dan Nona Remmington, guru olahraga, muncul dengan gagasan mengadakanbeberapa perlombaan di air. Untuk dipamerkan pada orang tua murid. Danmemang setiap orang yang berkunjung ke Malory Towers biasanya kagum akankolam renang mereka."Kukira tambahan acara itu sangat tepat," kata Nona Remmington. "Udarabegini panas, dan di sekitar kolam bertiup angin sejuk. Para tamu tidak saja akanmelihat keindahan kolam renang kita, tetapi mereka juga akan bisa menyaksikanketangkasan putri-putri mereka berenang atau loncat indah. Setelah pertandingan,semua akan dijamu dengan strawberry dan teh krim, dengan es.”Hebat sekali! Darrell tak sabar menanti saat itu tiba. Ia kini sudah pandaidalam berenang dan loncat indah. Ia yakin ayah-ibunya akan bangga padanya.Dan setelah itu, es krim! Alangkah nikmatnya!Tetapi ia tertegun kecewa di hari Rabu, saat urutan tingkatan angka rapordibacakan. Tadinya ia menduga ia akan menempati urutan ketiga atau keempatTetapi ternyata ia berada pada urutan kesepuluh dari bawah! Ia hampir takpercaya akan telinganya. Di puncak urutan, Katherine. Alicia pada urutan kelima.Betty keempat belas. Gwendoline paling bawah. Mary-Lou enam tingkat di atasGwendoline. Tak begitu jauh di bawah Darrell!Darrell tak berani bergerak sedikit pun karena kecewanya. Kelas satuterdiri dari sekitar tiga puluh anak. Jadi sedikitnya ada dua puluh anak yangnilainya jauh lebih baik darinya! Pastilah ada kekeliruan!Sehabis jam pelajaran, ia menemui Nona Potts untuk menanyakan hal itu."Nona Potts," katanya agak takut, sebab Nona Potts tampak sedang sibukmemeriksa pekerjaan murid-muridnya. "Nona Potts, maaf aku mengganggu.Bolehkah aku menanyakan sesuatu?""Ada apa?" tanya Nona Potts sementara pensil birunya menelusuri sebariskata-kata di kertas yang diperiksanya."Tentang urutan di kelas," kata Darrell. "Apakah aku memang begiturendah?""Tunggu, kau di tingkat berapa? Ya, begitu rendah" kata Nona Pottsmemeriksa daftarnya."Benar. Aku juga heran. Dan kecewa. Dua minggu pertama nilaimu begitubagus.""Tetapi, Nona Potts..." Darrell akan berkata lagi, tetapi tertegun tak tahubagaimana ia harus bertanya. Ia ingin berkata bahwa ia merasa lebih pandaidaripada hampir separuh teman-temannya sekelas. Lalu mengapa ia begiturendah? Tapi rasanya kalau ia bertanya begitu, kedengarannya ia sombong.Tetapi ternyata Nona Potts yang tanggap itu agaknya mengerti apa yangdipikirkannya. "Kau ingin bertanya mengapa kau begitu dekat dengan kedudukanterbawah, padahal kau merasa bisa berada di antara mereka yang berada ditingkat-tingkat teratas?" tanyanya. "Begini, Darrell. Ada orang yang sepertiAlicia. Dia nakal, suka mengganggu anak lain, suka menghabiskan waktunyadengan bercanda, tetapi masih tetap bisa bekerja dengan baik dan dengan hasilcukup baik. Dan ada pula orang yang seperti kau, yang juga suka bergurau,bermain, membuang-buang waktu - tetapi tak bisa menjaga hasil kerjanya. Hasilkerjamu terpengaruh karena kurang belajar dan kau melorot ke bawah. Kaumengerti?"Pipi Darrell merah padam. Malu sekali dia, dan mau rasanya terbenam dilantai. Ia mengangguk."Ya, terima kasih," katanya lemah. Dipandangnya Nona Potts denganmatanya yang cokelat bening. "Kalau aku tahu bahwa perbuatanku itu akanmempengaruhi pekerjaanku hingga aku begitu rendah, tentulah aku takkanmelakukannya," katanya. "Kupikir... kupikir aku cukup cerdas dan daya ingatkucukup kuat hingga aku merasa bermain-main sedikit takkan apa-apa. Ayah danIbu pastilah sangat kecewa nanti.""Tentu," kata Nona Potts, mengambil pensil birunya lagi. "Kalau akuengkau, maka aku takkan terlalu meniru tingkah laku Alicia dan Betty. Kau akanlebih berhasil kalau kau tidak meniru siapa-siapa. Sebab sifatmu adalahmelakukan apa saja yang ingin kaulakukan dengan sepenuh hati Kau tak bisamembagi perhatianmu. Kalau kau sedang senang bercanda, maka bercanda sajayang kaupikirkan, tak bisa memikirkan pekerjaan mu. Karena itu pekerjaanmujadi menurun. Alici lain. Alicia bisa melakukan satu, dua, atau tiga hal sekaligus,dalam waktu yang bersamaan dan dengan hasil yang baik semuanya. Itu memangsuatu kelebihan. Tetapi orang-orang terbaik di dunia ini kebanyakan adalah orangorangyang biasa melakukan sesuatu dengan sepenuh hatinya, tanpa pikiran yangbercabang. Mereka menjadi sangat berhasil bila dapat memilih satu saja hal yangpaling tepat untuk mereka.""Yah, kukira begitulah," gumam Darrell. "Seperti ayahku. Ia selalu tekunakan suatu hal. Ia seorang ahli bedah. Dan ia hanya punya satu tujuanmengembalikan kesepatan dan kebahagiaan orang yang dirawatnya. Dan ternyataia kini termasuk salah seorang ahli bedah yang terbaik!""Tepat!" kata Nona Potts. "Itu takkan terjadi kalau ia membagi dirinya -misalnya berusaha untuk menjadi baik dalam dua belas hal sekaligus. Ia mungkintakkan bisa menjadi ahli bedah yang begitu cemerlang. Seperti beliau, lebih baikkau memilih salah satu hal saja yang kausukai - apakah itu menjadi dokter, guru,penulis, pelukis, atau apa saja, kemudian kau tekuni bidang yang kaupilih itu.Dengan cara itu kau akan lebih berhasil. Beda dengan orang-orang yangkatakanlah bisa dianggap kelas dua atau tiga. Orang-orang macam itu bisaberhasil baik dalam beberapa hal sekaligus, tetapi tidak akan menonjol samasekali. Orang yang punya bakat untuk menjadi orang kelas satu haruslah memilihsalah satu saja suatu pekerjaan yang diutamakan, mempelajarinya dengan tekundan sepenuh hati, dan dengan begitu ia akan menonjol dan cemerlang."Darrell tak berani bertanya, apakah ia termasuk mereka yang berbakatuntuk menjadi orang kelas satu. Dalam hati ia hanya bisa berharap, dan denganmurung ia meninggalkan ruang kerja Nona Potts. Sayang sekali dahulu ia takmencurahkan seluruh perhatiannya pada pelajarannya. Sayang sekali ia malahanbegitu tekun untuk bersenang-senang saja bersama Alicia dan Betty. Ia merasamampu untuk berada di antara yang teratas, dan bukannya meluncur ke bawahseperti saat ini.Gwendoline menurut rencana akan dikunjungi oleh ibunya dan gurupribadinya, Nona Winters. Ia begitu menantikan kedatangan kedua orang tersebut,ingin memamerkan apa saja yang ada di sekolahnya serta apa saja yangdicapainya - walaupun sebagian besar hanyalah khayalannya sendiri. Ia pasti akanbisa menunjukkan pada Nona Winters, bahwa mungkin ia telah jauh lebih pintardaripada guru pribadinya itu.Ayah-ibu Mary-Lou tak bisa datang. Ia begitu kecewa. Gwendolinemenghiburnya dengan berkata, "Tak apalah, Mary-Lou. Kau boleh ikut denganaku, ibuku, dan Nona Winters. Aku takkan membuatmu kesepian di hari besarini."Sesungguhnya Mary-Lou tak ingin berdua saja dengan Gwendoline. Iabosan selalu dibelai-belai oleh anak itu, bosan selalu harus mendengar berbagaikisah tentang keluarga Gwendoline di mana Gwendoline selalu tampil begitucemerlang, selalu melakukan berbagai perbuatan yang luar biasa.Tetapi Gwendoline sangat menyukai seorang pendengar yang begitupendiam, walaupun dalam hati ia memandang rendah pada Mary-Lou yang lemahitu.Ketika Darrell mendengar bahwa ayah-ibu Mary-Lou tak bisa datang, iasegera menemuinya."Maukah kau bersama aku dan ayah-ibuku selama sehari itu?" tanyanya."Mereka akan membawaku makan siang di luar. Pasti sangat menyenangkan!"Hati Mary-Lou melonjak. Dipandangnya Darrell dengan pandang penuhterima kasih. Bayangkan - diajak oleh Darrell untuk bersama dalam hari liburtengah semester! Apa lagi yang lebih hebat dari itu? Akhir-akhir ini Darrell begitusering gusar padanya, tetapi agaknya kini ia ingin mengubah kelakuannya itu danberbaik padanya.Tetapi kemudian Mary-Lou teringat akan undangan Gwe!ldoline untukbersamanya di hari tersebut. Rasa gembiranya lenyap. "Oh, tetapi Gwendolinetelah memintaku untuk menemaninya," katanya. "Dan aku telah menyatakansetuju.""Kalau begitu bilang padanya bahwa aku memintamu menemaniku, danayah serta ibuku sangat ingin bertemu denganmu," kata Darrell. "Kukira, ia takakan keberatan melepaskanmu.""Entahlah... aku tak berani mengatakan hal itu pada Gwendoline," kataMary-Lou. "Mungkin ia malah marah. Kau tahu, ia tak suka padamu.""Jadi itu berarti kau lebih suka pergi dengan Gwendoline daripadadenganku," kata Darrell tajam. Ia selalu gusar bila Mary-Lou menunjukkan airmuka ketakutan seperti itu. "Kalau begitu, ya sudah. "“Darrell! Jangan begitu! Sesungguhnya aku... aku... aku lebih suka pergidenganmu!" Mary-Lou hampir menangis."Kalau memang begitu, berterus teranglah pada Gwendoline," kataDarrell. "Kau harus berani menentukan apa yang kausukai apa yang tidak. Betulbetulpengecut kau.""Aku mengerti, tapi jangan selalu berkata begitu padaku." Mary-Loukebingungan. "Kalau kau selalu menggusariku, aku akan jadi semakin takut.Tolong kaulah yang mengatakan pada Gwendoline, Darrell.""Enaknya!" dengus Darrell "Aku tak mau melakukan apa yang kau sendiritak mau melakukannya. Lagi pula, kupikir-pikir takkan menyenangkan bagikuuntuk berdua bersama seorang penakut seperti kau di hari gembira itu."Dengan gemas ia meninggalkan Mary-Lou. Jean yang kebetulanmendengarkan percakapannya tadi merasa kasihan pada Mary-Lou dan ia segeramenyusul Darrell."Darrell, kukira kau terlalu keras padanya," katanya dengan suara Skotsnyayang begitu nyata."Tapi itu untuk kebaikannya," kata Darrell. "Kalau ia bisa kupaksa agarmenjadi sedikit berani, pastilah kelak ia berterima kasih padaku. Sengaja akuberkata begitu kejam padanya, agar ia merasa malu dan berani menentangGwendoline.""Kau memang telah membuatnya merasa malu, tetapi dengan akibat yangjauh dari dugaanmu. Ia begitu malu hingga malahan tak berani berbuat apa-apa!Kau memberinya malu yang membuat orang putus asa!"Jean benar. Mary-Lou bahkan merasa putus asa. Semakin iamerancangkan untuk berkata pada Gwendoline bahwa ia akan pergi denganDarrell, semakin ketakutan ia. Memang akhirnya ia pergi menemui Gwendoline,tetapi ia tak berani berkata apa-apa. Ini membuat ia dalam hati semakin putus asa.Kasihan sekali Mary-Lou.Gwendoline mendengar juga entah dari siapa bahwa Darrell telah memintaMary-Lou untuk menemaninya. Ia begitu gembira karena ternyata Mary-Loumasih tetap ingin pergi dengannya."Keterlaluan betul Darrell itu, ya?" ia berkata pada Mary-Lou. "Ia kansudah tahu bahwa aku telah memintamu menemaniku. Aku gembira kau beranimenolak ajakannya, Mary-Lou. Aku mengerti. Kau pasti takkan mau pergi denganseorang anak seperti itu, yang selalu menganggapmu sebagai seekor cacing saja."Mary-Lou tak bisa berkata apa-apa. Kalau saja ia bisa mengumpulkankeberanian untuk mengatakan sesuatu yang menentang Gwendoline, mungkinsegalanya akan beres!Hari besar yang begitu dinantikan telah tiba. Fajar menyingsingmenjanjikan hari yang cerah dan cemerlang. Laut berseri-seri di bawah cahayamatahari, tenang bagaikan cermin. Jam dua siang nanti pasang akan naik hinggakolam renang akan menyenangkan airnya. Untung sekali!Anak-anak mengangkut kursi-kursi lipat ke tepi kolam renang,menempatkannya di batu-batu karang yang tidak tercapai oleh air laut sekitarkolam renang itu. Di tempat itulah para penonton bisa duduk dengan nyaman.Darrell tak henti-hentinya bernyanyi gembir. Ia akan bertemu ayah-ibunya! Mary-Lou tak ikut bernyanyi. Tampak murung wajahnya. Sally Hope tampak murungjuga. Wajahnya lebih tertutup dari biasanya, pikir Darrell.Alicia sebaliknya, tampak riang gembira. Ayah-ibunya beserta salah satusaudaranya akan datang.Ayah-ibu Betty tIdak datang, maka Betty akan menyertai Alicia.Darrell melihat Sally Hope menunduk mendaki tebing setelah membawakursi-kursi lipat ke kolam renang. Melihat betapa sedih air muka anak itu, Darrelllangsung memanggilnya, "Hai, Sally! Sally Hope! Ayah-ibumu tidak datang, kan?Bagaimana kalau kau menyertaiku dengan ayah-ibu-ku?""Terima kasih, tidak saja," kata Sally agak kaku dan bergegasmeninggalkan Darrell."Wah, aneh sekali dia," pikir Darrell. Ia sedikit gusar sebab dua kali iamengajak temannya, dan dua kali tak berhasil. Ia harus mencari seseorang untukmenemaninya, sebab ibunya telah menulis bahwa beliau ingin diperkenalkandengan seseorang yang menjadi sahabat akrabnya, kalau dapat.Tetapi Darrell belum punya sahabat akrab. Ia ingin memilih Alicia, tetapiAlicia sudah punya Betty. Ia menyukai Irene, tetapi Irene agaknya tidakmemerlukan seorang sahabat. Baginya musik adalah segala-galanya."Oh, ya sudah... Bagaimana kalau Emily?" pikirnya. Sesungguhnya ia taktertarik sama sekali pada Emily yang begitu pendiam dan terlalu rajin itu, yang takpernah lupa mengerjakan jahitan setiap malam. Tetapi ayah-ibu Emily tidak akandatang dan belum ada yang mengajak Emily untuk bersama-sama di hari besar itu.Tak ada pilihan lain. Darrell menyampaikan permintaannya pada Emily.Emily tentu saja sangat girang hatinya dan langsung setuju. Ia juga tampak heran,mengapa justru dirinyalah yang diminta Darrell. Mary-Lou mau menangis rasanyamelihat Darrell dan Emily bersiap-siap menunggu kedatangan ayah-ibu Darrell.Iatak tahan melihat Emily memperoleh kesempatan yang begitu diinginkannya itu.Tetapi ia memang tak punya keberanian untuk meraih kesempatan itu.14. SUATU HARt YANG INDAHHALAMAN besar Malory Towers mulai ramai oleh kedatangan berbagaijenis mobil. Orang-orang tua murid muncul dari mobil-mobil itu dan langsungdisambut oleh teriakan-teriakan di sana-sini."Ibu Ayah! Senang sekali aku, Ayah dan Ibu datang begini awal!""Ayah! Ibu! Oh, senang sekali aku'"Riuh rendah suara mobil dan teriakan anak-anak itu. Darrell berdebardebarmenunggu kedatangan ayah-ibunya. Dan akhirnya muncul juga mobil hitammilik keluarganya, yang dikemudikan sendiri oleh ayahnya. Dan itu ibunya!Betapa cantiknya beliau, dalam pakaian baru, duduk di samping ayahnya, dantampaknya tak sabar untuk bisa segera bertemu Darrell!Darrell meleset turun ke halaman, berlari begitu cepat hingga hampirmembuat Gwendoline jatuh terjungkal tertubruk olehnya. Ia langsung menubrukdan memeluk ibunya. "Ibu! Aku sudah menunggu dari tadi! Oh, senang sekalibertemu Ibu lagi! Halo, Ayah! Ayah mengemudikan mobil ini langsung darirumah?""Halo, Sayang,” kata Nyonya Rivers, memperhatikan putrinya. KulitDarrell kecoklatan kini, sehat berseri. Matanya cemerlang tampak bahagla. Keduaorang tuanya sangat gembira melihat keadaan putri mereka ini.Darrell menuntun mereka memasuki gedung sekolahnya, tak hentihentinyaberbicara dengan suara keras sekali. "Ibu harus melihat tempat tidurku.Ibu harus melihat kamarku! Dan lihat nanti pemandangan di luar jendelaku.Begitu indah!"Dalam kegembiraannya ia sampai lupa pada Emily yang dengan sabarberdiri menunggu di sampingnya. Tetapi tiba-tiba Darrell melihatnya danmenghentikan celotehnya."Oh, Emily! Ibu, Ibu bilang aku boleh mengajak seorang temanku untukmenyertai kita. Dan ini Emily Lake, dia sekelas denganku."Nyonya Rivers berjabat tangan dengan Emily. Ia heran juga. Sama sekalitak dikiranya Darrell akan memilih teman yang tampaknya begitu pendiam. Ia taktahu bahwa Darrell memang belum punya teman yang tetap dan akrab.Setelah berbicara sebentar dengan Nyonya Rivers, Emily terpaksa diamsaja mendengar bicara Darrell yang tak pernah putus-putusnya, serta jawaban atautanggapan orang tuanya yang sering kali cukup lucu terdengar. Emily menyukaikedua orang tua Darrell ini. Ibunya cantik, menyenangkan, dan tampaknya pandai.Sedangkan ayahnya, ya, begitu mantap dan terpercaya, pikir Emily Wajahnyatampan, pandang matanya jemih tajam, dengan alis dan mata berwarna hitamgelap seperti Darrell.Darrell begitu bangga akan kedua orang tuanya. Ingin ia memamerkanmereka pada siapa saja. Dilihatnya Gwendoline berbicara dengan dua orangwanita - seorang pastilah ibunya, dengan rambut emas seperti Gwendoline, danwajah yang agak kekanak-kanakan serta kosong seperti Gwendoline pula. Yangsatu lagi agaknya Nona Winters, guru pribadinya, pikir Darrell. Nona Winters takbegitu menyenangkan tampaknya. Nona Winters wajahnya dan penampilannyaterlalu sederhana, dan agaknya ingin selalu menyenangkan orang lain. Ia sangatmemuja Gwendoline yang cantik dan anggun, dan ia tak bisa melihat betapa dibalik kecantikan itu anak tersebut terlalu manja, mementingkan diri sendiri, dantak begitu cerdas.Mary-Lou berada bersama mereka, berusaha untuk tersenyum selalu tetapisesungguhnya merasa begitu tertekan. Ia tak menyukai Nyonya Lacey maupunNona Winters. Dan ia mulai muak akan bualan Gwendoline."Boleh dibilang akulah juara tenis di kelasku,” kata Gwendoline, "danMungkin sekali aku akan dimasukkan menjadi anggota regu tenis sekolah.""Oh, Sayangku, kau begitu pandai," kata Nyonya Lacey kagum. Mary-Louternganga memandang Gwendoline. Wah! Padahal semua anak tahu bahwaGwendoline tak bisa berbuat apa-apa di permainan apa pun!"Dan Mam'zelle begitu senang akan bahasa Prancisku,” kata Gwendolinelagi. "Aku yakin aku akan bisa mencapai nilai tertinggi nanti. Kata Mam'zelle,lagu bahasaku sungguh bagus."Nona Winters berseri-seri. "Oh, Gwen sayang, bagus sekali kau. Kuharapitu semua karena dasar yang telah kuberikan, walaupun aku takut karena rasanyatak banyak yang telah kuberikan padamu, sebab aku belum pernah pergi kePrancis."Mary-Lou ingin sekali berkata bahwa Gwendoline selalu memperolehangka terendah dalam bahasa Prancis. Tetapi ia tak berani! BagaimanaGwendoline bisa seenaknya saja mengatakan dusta itu? Dan bag aim ana ibunyapercaya padanya?"Apakah kau akan ikut berenang sore ini?" tanya Nyonya Lacey denganpandang menyayang pada Gwendoline yang sore ini membiarkan rambutnya yanglembut mengkilap terjurai di punggungnya, sangat mirip seorang bidadari."Rasanya tidak, Ibu. Kurasa lebih baik bila aku memberi kesempatan padaanak lain untuk menang,” kata Gwendoline. "Terlalu sering aku mengalahkananak-anak lain dalam berbagai pertandingan. Biarlah di renang ini mereka dapatgiliran!""Oh, Gwendoline, sungguh baik hatimu," puji Nyonya Lacey. Mary-Loutak tahu harus berbuat apa.Kemudian Darrell mengacaukan suasana manis itu. Ia melintas di dekatmereka dengan ayah dan ibunya. Nyonya Lacey begitu tertarik akan wajah Darrellyang begitu manis dan bahagia itu."Oh, lihat, manis sekali anak itu!" kata Nyonya Lacey pada Gwendoline."Apakah dia teman sekelasmu? Aku ingin bicara dengannya.""Oh, dia tak terlalu akrab denganku," kata Gwendoline. Tetapi Mary-Louyang begitu gembira karena Darrell dipuji, segera berseru memanggil"Darrell! Darrell! Nyonya Lacey ingin berbicara denganmu!"Darrell segera mendekat dan dengan agak cemberut diperkenalkan olehGwendoline. "Apakah kau akan ikut bertanding dalam olahraga renang nanti?"tanya Nyonya Lacey. "Kudengar Gwendoline dengan murah hati memberikesempatan pada kalian untuk menang, dengan tidak ikut bertanding.""Gwendoline? Oh, mengayunkan tangan saja ia tak bisa," kata Darrell."Tiap kali pelajaran berenang, dia paling takut air. Untuk masuk ke air saja iamemerlukan waktu lima menit dan kami harus meneriakinya dulu. Bukankahbegitu, Gwendoline ?"Semua ini diucapkan Darrell dengan nada gembira dan bercanda. TetapiGwendoline mau rasanya saat itu mendorong Darrell sampai jatuh ke laut.Mukanya langsung merah malu.Nyonya Lacey mengira Darrell hanyalah bergurau. Maka ia tertawaterkikik-kikik, cara tertawa yang dianggapnya sangat manis terdengar. "Ah, tapiGwendoline sudah sering mengalahkan yang lain, bukan?" tanyanya lagi. "Sepertidi tenis misalnya."Darrell tercengang memandang Gwendoline yang sebaliknya menatappadanya dengan wajah merah. "Wah, aku yakin Gwendoline telah banyakmembual tentang dirinya kepada Anda!" kata Darrell tertawa kemudian menyusulayah dan Ibunya."Betapa terus terangnya anak itu berbicara!" kata Nona Winters denganwajah kuatir dan heran. Gwendoline cepat menguasai dirinya kembali."Oh, dia termasuk anak-anak yang agak tertinggal di kelas," katanya."Nakal, dan tak banyak yang menyukainya. Ia bahkan tak punya kawan yangbetul-betul kawan akrab. Terang saja, sifatnya begitu... suka menjatuhkan anaklain dengan berbicara yang tidak-tidak. Mungkin karena iri. Tak usah perhatikankata-katanya, Ibu. Tanya saja Mary-Lou ini. Ia akan mengatakan pada ibu bahwaaku betul-betul juara dalam tenis dan olahraga lainnya."Tetapi Mary-Lou tak sanggup mengatakan hal itu. Ia tampak semakinketakutan, dan dengan suara lemah ia menggumamkan sesuatu tentang Mam zelle- Ia berkata bahwa ia harus menemui guru bahasa Prancis itu. Tanpa menunggujawaban Nyonya Lacey, Mary-Lou bergegas meninggalkan Gwendoline danibunya.Setelah menunjukkan semua sudut sekolahnya pada ayah-Ibunya, Darrellmengajak mereka kembali ke mobil. Dan saat itulah Nyonya Rivers melihat SallyHope."Hei, bukankah itu Sally Hope?" tanyanya. "Aku yakin dia Sally Hope.Aku pernah melihat potretnya di ruang tamu keluarganya waktu aku mengunjungiNyonya Hope.""Ya, memang itu Sally," kata Darrell. "Ibu ingin bicara dengannya?""Ya, ada pesan dari ibunya," kata Nyonya Rivers.Maka Darrell berteriak dengan suara lantang dan nyaring, "Sally! SallyHope! Datanglah kemari sebentar!"Sally pastilah mendengar teriakan itu. Beberapa orang anak yang lebihjauh dari Sally juga menoleh. Tetapi Sally tak mau berpaling pada Darrell. Iamalah memasuki semak-semak bunga di taman dan lenyap."Sial!" seru Darrell. "Mestinya ia dapat mendengar teriakanku tadi. Akujuga telah mengajaknya ikut dengan kita, Ibu, tetapi ia menolak.""Ayo masuk." Ayah Darrell membukakan pintu mobil. "Kita akanmengikuti jalan yang menyusuri tebing ini, kemudian kita akan masuk ke sebuahjalan kecil yang kuketemukan, yang menuju ke sebuah teluk kecil. Di sana nantikita makan siang."Darrell dan Emily masuk. Emily senang sekali. Nyonya Rivers begitumanis dan ramah, menanyainya tentang berbagai hal tentang dirinya. BiasanyaEmily tak begitu bisa berbicara dan tak banyak yang mau mengajaknya berbicara.Tetapi karena Nyonya Rivers menyangka ia sahabat akrab Darrell, maka takhenti-hentinya ia mengajaknya bercakap-cakap.Nyonya Rivers segera mengetahui bahwa Emily sangat suka jahitmenjahit.Darrell sampai heran melihat Emily begitu lancar berbicara. Ia sampaitidak dapat kesempatan! Dengarkan, betapa pandainya Emily menerangkantentang sarung bantal yang sedang dikerjakannya - warnanya, jenis jahitannya,apa saja!"Aku selalu kecewa bahwa Darrell tak begitu suka jahit-menjahit,menyulam, dan merenda,” kata Nyonya Rivers. "Padahal aku sangat menyukaipekerjaan itu. Semua tempat duduk di kursi-kursi di rumahku kukerjakan sendiri,kusulam sendiri!""Oh, betulkah?" Emily berseru kagum. "Aku juga mencoba membuatsarung tempat duduk kursi. Tetapi sampai sekarang baru bisa membuat dua buah.Aku suka sekali menyulam.""Mungkin kau bisa membuat Darrell tertarik pada jahit-menjahit," kataNyonya Rivers, tertawa."Kalau tidak terpaksa sekali, takkan sudi dia memegang jarum!""Kalau Darrell mau, bisa kuajar dia menjahit, menyulam, dan merenda,"kata Emily yang ingin membuat senang hati Nyonya Rivers.Darrell terkejut. Wah! Ia tak menyangka bahwa Emily akan seberani itumenjanjikan sesuatu pada ibunya! Cepat-cepat ia mengalihkan pembicaraansebelum ibunya menyuruhnya menerima tawaran Emily tadi. Ia berbicara tentangGwendoline dan betapa anak itu telah berdusta pada ibunya tentang dirinyasendiri.Tak lama mereka telah sampai di tempat yang dikatakan ayah Darrell tadi.Mereka makan makanan yang luar biasa lezatnya - terutama bagi Darrell yangsudah sekian lama harus puas dengan hidangan asramanya - ayam dingin danacar... acar! Belum pernah acar dihidangkan di asrama. Ditambah puladenganselada segar serta saus mayonais. Sedap! Kue selai, dan es krim cokelat juga!Sungguh hebat makanan mereka saat itu."Dan bir jahe sebagai minumnya,” kata Nyonya Rivers, mengisi gelasgelasmereka. "Ayam lagi, Darrell? Masih banyak.”Selesai makan mereka kembali ke sekolah untuk menonton pertandingan.Emily tidak ikut bertanding, karena itu ia terus menemani ayah-ibu Darrell,mencari tempat duduk, dan menonton pertandingan yang berlangsung. Darrellmeninggalkan mereka untuk berganti pakaian.Sungguh menyenangkan hari itu. Semua orang tampak gembira, tertawa,saling sapa, bergurau ria. Bahkan kedua Mam 'zelle yang biasa bermusuhan itu,hari itu bergandengan tangan dengan penuh persahabatan.Pertandingan olahraga air begitu mengasyikkan. Nyonya Rivers begitubangga melihat gerakan renang Darrell yang kuat tetapi anggun itu. Darrell jugabegitu berani dalam nomor-nomor terjun. Ia termasuk yang terbaik di antarapeserta-peserta kelas satu. Di kelas yang lebih tinggi terdapat peloncat-peloncatindah yang begitu mengagumkan, terutama Marilyn, anak kelas enam yangmenjadi ketua seksi olahraga Malory Towers. Semua bersorak ramai saat Marilynmeloncat dengan anggun dari papan loncat yang tertinggi."Apakah kau bisa melakukan itu semua, Sayangku?" Darrell mendengarNyonya Lacey bertanya pada Gwendoline. Gwendoline yang duduk dekat Darrelldan beberapa orang anak lainnya terpaksa tak berani segera menjawab. Ia melihatberkeliling, dan dengan hati-hati akhirnya berkata, "Bisa sih bisa, tetapi tidaksemua.""Ah, kau selalu rendah hati, Gwen sayang,” puji Nona Winters, menepukpunggung Gwendoline.Hampir saja Darrell tertawa mendengar Gwendoline dikatakan rendahhati. Dan ia jadi benci pada Mary-Lou yang kini telah duduk di sampingGwendoline. Bagaimana anak itu bisa mendengarkan bualan anak yang lebihbesar darinya itu tanpa membantah sekali pun?Pada acara minum teh, Darrell dan Emily mengisi penuh-penuh piringpirngkedua orang tua Darrell dengan strawberry, krim, dan es krim berlimpah.Untuk mereka sendiri sudah tentu hampir sama banyaknya. Betapa nikmatnyamakanan mereka - ditambah dengan berbagai kue, roti, dan biskuit berbagaimacam. Malory Towers memang tahu bagaimana cara menjamu anak-anak danorang tua mereka itu."Ibu, itu Sally Hope lagi,”" seru Darrell tiba-tiba, di kejauhan ia melihatkepala Sally. "Akan kukejar dia. Oh, ya, Ibu belum bercerita padaku, bagaimanaIbu mengira bayi di rumah Sally itu adiknya. Sally tak punya adik.""Tetapi, Darrell - percayalah! Sally punya adik! Aku sendiri telahmelihatnya!" Ibunya heran.“Wah, entahlah apa sesungguhnya maksud Sally," kata Darrell. "Aku akanmenemuinya dan membicarakan hal ini."15. PERTENGKARANTETAPI Sally tak mudah diketemukan. Entah pergi ke mana, tak adayang tahu. Timbul juga pertanyaan di hati Darrell, apakah Sally menghindarinya.Tidak. Untuk apa? Sama sekali tak ada alasan untuk itu.Dicarinya ke mana-mana. Tak ada yang bisa memberinya penjelasantentang Sally. Sungguh aneh. Darrell kembali ke ayah-ibunya, karena inginselama mungkin berada bersama mereka selama waktu masih memungkinkan halitu."Entah Sally ke mana," katanya. "Lenyap. Tapi tak apalah. Akankusampaikan pesan ibunya. Apa sih pesan itu?""Oh, ibunya sedikit kuatir tentang Sally. Sebab ini adalah pertama kali iaberada di sekolah berasrama. Dan surat-surat Sally begitu kaku!" kata NyonyaRivers. "Kutunjukkan pada Nyonya Hope beberapa suratmu, Sayang. Aku tahukau tak akan keberatan. Nyonya Hope berkata surat-surat Sally tidak seceriasuratmu, penuh berita dan menggambarkan kegembiraan. Ia merasa ia tak punyahubungan lagi dengan Sally. Suratnya begitu dingin! Ia jadi sangat kuatir. Ia inginaku berbicara dengan Sally dan menyampaikan salam sayang serta minta maafkarena ia tak bisa datang. Ia juga berkata adik Sally mengirimkan cium mesra!""Akan kukatakan padanya," kata Darrell agak bingung. "Tetapi, Ibu, Sallyagaknya aneh. Ia bersikeras mengatakan padaku bahwa ia tak punya adik. Iamarah karena aku berbicara tentang ibunya. Ia bilang aku sok tahu dan suka ikutcampur urusan keluarganya.""Mungkin ia bergurau saja," kata Nyonya Rivers, juga heran. "Sally tahubahwa ia punya adik. Itulah salah satu sebab mengapa ia harus bersekolah yangberasrama seperti ini. Adiknya agak lemah dan harus mendapat perhatian penuhdari Nyonya Hope. Kasihan sekali bayi itu.""Bagaimana, marahmu sudah pernah meledak?" tanya ayah Darrell denganmengerjapkan mata. Darrell merah mukanya."Yah... sekali," katanya. "Padahal aku sudah berjanji untuk selalu bisamengendalikan diriku!""Oh, Darrell! Kuharap saja kau tak berlaku keterlaluan!" kata ibunyakuatir.Emily yang menjawab untuk Darrell. "Oh, ia hanya menampar seoranganak yang keterlaluan sikapnya. Di kolam renang! Dan tamparan itu begitu kerassampai terdengar di menara sekolah"."Darrell!" Nyonya Rivers sangat terkejut. Darrell menyeringai."Aku tahu! Aku memang tak bisa diatur, bukan?" katanya. "Aku tak akanmelakukannya lagi. Aku kini bisa mengendalikan amarahku.""Sesungguhnya hampir semua anak ingin menampar anak yang ditamparDarrell itu," kata Emily. "Karenanya dalam hati kami girang juga Darrellmelakukan hal itu untuk kami."Mereka tertawa. Darrell begitu bahagia sehingga ia yakin ia tak akankelepasan tangan lagi. Sayang sekali hari yang begitu menggembirakan ituakhirnya harus berakhir.Sekitar jam enam sore satu demi satu mobil-mobil mulai meninggalkanhalaman sekolah. Anak-anak melambaikan tangan, dan suara-suara ramai makinlama makin reda. Anak-anak kembali ke asrama masing-masing untukmembicarakan hari yang baru saja mereka nikmati itu. Setelah beberapa saatDarrell teringat akan pesan yang harus disampaikannya pada Saliy Hope. Iamelihat berkeliling ruang rekreasi itu. Sally tak ada. Di mana dia? Kenapa iaselalu lenyap?"Di mana Sally Hope?" tanya Darrell."Mungkin ia di kamar musik," kata Katherine. "Entah kenapa hari sepertiini Ia berlatih. Padahal semua diliburkan!""Akan kucari dia," kata Darrell, dan ia keluar ruangan. Ia pergi ke ruangmusik, serangkaian kamar-kamar kecil yang masing-masing berisi sebuah piano,kursi piano, dan sebuah kursi biasa. Di kamar-kamar inilah anak-anak berlatih.Dua di antara kamar-kamar tersebut memancarkan musik. Darrellmengintip kamar yang pertama. Irene bermain di dalamnya, memainkan sebuahlagu lembut dengan penuh perhatian, hingga tak melihat atau mendengar pintukamarnya dibuka oleh Darrell. Darrell tersenyum dan menutup pintu itu. Irenememang gila musik.Ia mengintip ke kamar di mana terdengar musik yang satu lagi. Di siniyang terdengar bukanlah lagu merdu seperti permainan Irene tadi. Yang terdengaradalah latihan lima jari yang dimainkan berulang-ulang, berulang-ulang, hampirdalam nada kemarahan.Darrell membuka pintu. Ya, yang main itu Sally. Bagus. Darrell masukdan menutup pintu. Sally berpaling, cemberut."Aku sedang berlatih," katanya. "Keluarlah!""Kenapa sih kau ini?" tanya Darrell, langsung merasa tersinggung. "Kautak usah membentakku seperti itu. Aku telah mencarimu sehari ini. Ibuku inginbicara denganmu.""Aku tak ingin bicara dengan ibumu!" tukas Sally dan mulai menghantamtuts piano keras-keras, berulang-ulang naik-turun tangga nada."Mengapa kau tak ingin bicara dengan ibuku?" teriak Darrell marah. "Adapesan dari ibumu!"Sally tidak menjawab. Tangannya semakin keras menghantam tuts pianodengan lagu yang bukan lagu itu, makin lama makin keras. Darrell tak bisamenguasai diri lagi."Berhentilah bermain!" ia berteriak. "Kau ini kenapa sih?"Sally menekan pedal pengeras suara dan suara pianonya kini semakinmemekakkan telinga. Agaknya ia memang tak ingin mendengar sepatah kata pundari Darrell.Darrell mendekatinya, dan menjerit di telinganya,"Mengapa kau bilang tak punya adik? Padahal kau punya, bukan? Danitulah sebabnya ibumu tak bisa datang, karenanya ia hanya bisa berkirim salamsayang padamu dan..."Sally memutar tubuhnya, menghadapinya dengan wajah sangat pucat dananeh. "Tutup mulutmu!" ia berteriak. "Kau sok tahu, sok ikut campur urusanorang... pergi! Hanya karena kau begitu dimanjakan ibumu, jangan kaupikir kaubisa mengejekku seperti ini. Pergi! Aku benci padamu!""Kau gila!" tangan Darrell menghempas ke tuts piano, membuat suaraganjil dan keras. "Kau tak mau mendengarkan bila kukatakan sesuatu padamu!Tetapi kau harus mendengarkan kini! Ibumu berkata pada ibuku bahwa suratsuratmubegitu dingin, dan beliau...""Aku tak mau mendengarkanmu!" jerit Sally dengan suara tertahan serak,bangkit dari kursinya. Dengan gusar ia mendorong Darrell ke pinggir.Tetapi Darrell selalu tak bisa tinggal diam bila disentuh pada saat iamarah. Tanpa berpikir lagi ia membalas mendorong Sally keras-keras. Sally -terpelanting menubruk kursi dan terjatuh di situ.Beberapa sa at ia terdiam di sana. Kemudian ia memegang perutnya,mengaduh-aduh. "Aduh! Sakit sekali! Kau sungguh jahat, Darrell!"Darrell masih gemetar karena marah saat Sally terhuyung keluar darikamar itu. Tetapi rasa marah Darrell segera lenyap, berganti rasa takut dankecewa. Bagaimana ia bisa bertindak begitu kasar?Sally memang aneh sikapnya, tetapi itu tak berarti ia boleh menggunakanseluruh kekuatannya untuk menyakiti anak itu! Wah! Ia tak bisa mengendalikandirinya lagi, padahal ia baru saja berjanji pada kedua orang tuanya bahwa hal itutak akan terjadi!Ia lari ke pintu, ingin mengejar Sally dan minta maaf padanya. TetapiSally telah lenyap. Darrell berlari ke ruang rekreasi. Sally tak ada di sana. Darrellduduk lemas, menggosok dahinya yang penuh keringat. Betapa memalukankelakuannya tadi! Mengapa ia tak bisa menguasai diri?"Kenapa?" tanya Alicia."Oh, tak apa-apa. Sally aneh sekali kelakuannya. Dan aku tiba-tibamarah," kata Darrell."Tolol sekali!" kata Alicia. "Lalu kauapakan dia? Tampar? Atau kaupijitpijitsaja?"Darrell tak bisa tersenyum. Ia bahkan ingin sekali menangis. Betapaburuknya akhir hari yang indah ini! Setelah begitu penuh semangat bergembiraria, dan kemudian bertengkar ini, ia merasa lemas, lelah. Ia tak begitu gembirasaat Emily datang dengan membawa jahitannya."Ayah-ibumu sungguh menyenangkan," kata Emily dan mulai berbicaratak putus-putus. Suatu hal yang jarang dilakukannya. Betapa membosankan!Darrell ingin sekali menyuruh Emily tutup mulut. Kalau saja ia Alicia, pasti halitu dilakukannya. Tetapi dalam hati ia tak pernah merasa tega, takkan bisa berbuatseperti Alicia yang berlidah tajam itu. Ia tak mau melukai perasaan hati seseorang.Terpaksa ia melayani pembicaraan Emily dengan menahan diri.Dari seberang ruangan Mary-Lou memperhatikannya. Ingin sekali iabergabung dengan Emily dan Darrell. Tetapi di sampingnya Gwendoline sedangmencurahkan sejarah keluarganya yang tak kunjung habis padanya. Ia terpaksadiam mendengarkan. Dan lagi, mungkin saja Darrell tak mau menerimanya bila iamendekatinya.Darrell menunggu kemunculan Sally. Kalau Sally datang mungkin ia bisamendekat dan mengatakan penyesalannya. Ia sungguh malu akan kelakuannya. Iaingin memperbaiki kesalahannya itu. Sial sungguh punya sifat pemarah sepertiini! Apakah ia kelak bisa menguasainya? Sally tak juga muncul.Tak lama lonceng makan malam berbunyi. Anak-anak pergi ke ruangmakan. Darrell mencari-cari Sally. Tetapi Sally tak ada. Sungguh aneh.Nona Potts melihat ada kursi yang kosong."Siapa tidak datang?" tanyanya."Sally Hope," kata Darrell. "Tadi kulihat dia di ruang latihan. Satu jamyang lalu""Kalau begitu, jemput dia,” kata Nona Potts tak sabar."Oh, dia telah meninggalkan ruang latihan itu waktu aku di sana,” kataDarrell. "Aku tak tahu ia pergi ke mana.""Kalau begitu dia harus kita tinggal," kata Nona Potts. "Aku yakin dia bisamendengar lonceng makan kita."Anak-anak itu masih ramai membicarakan hari besar yang baru sajamereka nikmati. Hanya Darrell yang diam saja. Apakah Sally masih sangat marahpadanya? Kenapa dia? Mengapa ia begitu aneh? Apakah ia sedih karena sesuatuhal?Mary-Lou mendengus keras karena sedikit pilek kini. "Di mana saputanganmu?" tanya Nona Potts. "Kau tak bawa? Oh, Mary-Lou, kau tahu semuaanak harus membawa sapu tangan. Pergi ke asramamu, cepat, dan ambil saputanganmu. Aku tak tahan mendengar suara dengusan seperti itu."Mary-Lou menyelinap keluar dari ruang makan dan berlari menaikitangga. Lama juga ia pergi sehingga Nona Potts jadi tak sabar."Masa mengambil sapu tangan saja semalaman, si Mary-Lou itu!" katanya.Terdengar suara kaki berlari menuruni tangga. Dan pintu ruang makanterbuka dengan keras. Mary-Lou berlari masuk dengan wajah lebih ketakutan daribiasanya."Nona Potts! Oh, Nona Potts! Aku menemukan Sally. Ia terbaring ditempat tidurnya, di kamar. Ia mengeluarkan suara yang sangat mengerikan!""Suara apa?" Nona Potts tergesa bangkit."Suara seperti mengerang, dan ia memegang terus perutnya sambilmengaduh ‘Perutku, perutku!'," Mary-Lou tak tertahan lagi, menangis. "Oh, NonaPotts! Cepat lihat dial Dia bahkan tak mau berbicara denganku!""Anak-anak, teruskan makan kalian," kata Nona Potts tegas. "AgaknyaSally terlalu banyak makan strawberry dan es krim. Katherine, panggil IbuAsrama, minta beliau datang ke kamar kalian di atas. "Nona Potts bergegas keluar. Anak-anak itu langsung ramai berbicara,semua menanyai Mary-Lou. Hanya Darrell yang terdiam. Rasa takut mulaimerayapi hatinya.Ia telah mendorong Sally hingga terjatuh. Mungkin perutnya terbenturkursi. Pasti sakit! Ia ingat apa kata Sally waktu itu, "Aduh! Sakit sekali!"Tidak. Pasti sakit Sally bukan karena strawberry dan es krim. KemarahanDarrell-lah yang membuatnya sakit!Darrell tak bisa meneruskan makanannya. Ia menyelinap ke luar, ke ruangrekreasi. Apakah Sally sangat kesakitan? Mungkin tergores kursi. MudahmudahanNona Potts segera masuk dan berkata bahwa semuanya beres."Oh, semoga Sally lekas sembuh!" pikir Darrell yang malang itu. Taksabar ia menunggu suara sepatu Nona Potts mendatangi.16. DARRELL MERASA WAS-WASANAK-ANAK itu memasuki ruang rekreasi setelah selesai makan malam.Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum waktu tidur. Mereka begitu lelahsetelah hari yang penuh kegembiraan tersebut. Beberapa di antara mereka bahkansudah mengantuk.Alicia memperhatikan Darrell sesaat dan bertanya, "Mengapa kau begitumuram?""Mmm... aku sedang memikirkan Sally," kata Darrell. "Mudah-mudahansaja sakitnya tidak terlalu keras.""Memang tak mungkin," kata Alicia. "Paling-paling karena terlalu banyakmakan strawberry. Ada orang yang tak tahan buah itu. Kakakku juga begitu."Alicia langsung bercerita tentang satu segi dari keluarganya. Darrelldengan rasa bersyukur mendengarkan cerita Alicia itu. Cerita Alicia selaluterdengar segar, tak pernah menjago-jagokan dirinya sendiri seperti yang biasadilakukan Gwendoline. Cerita Alicia selalu lucu - tentang kehidupannya dengankakak-kakak lelakinya di rumah. Nakal sekali mereka, dan kalau memang ceritaAlicia benar-benar terjadi, pastilah ibu mereka sudah penuh uban memikirkankenakalan anak-anak itu. Tetapi ibu Alicia tampak tak beruban waktu Darrelmelihatnya di hari itu.Jam tidur tiba untuk anak-anak kelas satu dan dua. Anak-anak itu segeramenyimpan barang-barang mereka. Ibu Asrama biasanya tak sabaran pada anakanakyang tidak begitu cepat merapikan barang-barang mereka. Dan memangbegitu banyak anak-anak yang harus diburu-buru untuk pergi tidur!Nona Potts tidak kembali ke ruang rekreasi itu. Darrell jadi was-was lagi.Mungkin Ibu Asrama tahu apa yang terjadi. Ia akan segera bertanya nanti bila ibuAsrama memeriksa kamar-kamar mandi.Tetapi ternyata Ibu Asrama tidak datang. Yang datang ternyata Mam'zelle,yang wajahnya berseri-seri, masih gembira merasakan kebahagiaan di hari itu."Halo, Mam'zelle!" seru Alicia heran. "Di mana Ibu Asrama?""Merawat Sally Hope,” kata Mam'zelle. "Ah, kasihan sekali anak itu. Iasangat kesakitan!"Runtuh harapan Darrell. "Apakah... apakah ia dirawat di sana?" tanyanya.Anak-anak yang sakit dirawat di sanatorium, alias san., beberapa kamar yangmenyenangkan di atas kamar Kepala Sekolah. Di san. terdapat seorang jururawatkhusus, selalu ramah tetapi selalu tegas menghadapi berbagai macam penyakitatau kecelakaan serta berbagai macam tingkah anak-anak."Ya, tentu saja ia di san. Ia sangat sakit," kata Mam'zelle. Kemudiandengan kesukaannya untuk menambah-nambah, ia berkata lagi. "Perutnya... ya,perutnya. Sangat, sangat sakit di tempat itu."Darrell semakin cemas."Oh! Apakah... apakah jururawat tahu apa penyakitnya, Mam'zelle?" tanyaDarrell. "Apa penyebabnya?"Mam'zelle "tak tahu. "Aku hanya tahu bahwa penyakit itu bukan karenabanyak makan strawberry dan es krim," katanya. "Sebab ternyata Sally tak makanapa-apa. Ia mengatakan hal itu pada Ibu Asrama."Darrell makin yakin. Pastilah karena dorongannya tadi Sally jadi begitu sakit! Lenyap sudah harapan Darrell. Ia begitu tampak lemas dan lesu sehinggaMam'zelle juga melihatnya. Mam'zelle jadi ketakutan kalau-kalau ada lagi anakyang akan sakit."Kau tak apa-apa, Darrell kecilku?" tanyanya merayu."Oh, aku sehat, terima kasih!" Darrell tergagap. "Aku hanya... hanyamerasa lelah."Malam itu Darrell sukar sekali tidur. Ia ketakutan. Bagaimana ia bisabegitu marah dan mendorong Sally, hingga Sally terjatuh dengan kera? Oh, betapakejamnya dirinya! Memang betul tingkah Sally aneh, tetapi itu toh bukan alasanbagi Darrell untuk berbuat begitu kasar!Kini Sally sakit. Apakah Sally mengatakan pada Ibu Asrama tentangtindakannya? Tak terasa dingin kaki Darrell. Kalau sampai Kepala Sekolah tahubahwa dialah penyebab sakttnya Sally..."Dan Nona Grayling pasti akan tahu, bagaimana aku telah menamparGwendoline!" pikirnya. "Aku pasti akan dikeluarkan dari sekolah ini! Oh, Sally!Sally! Cepatlah sembuh! Aku akan mengatakan padamu betapa menyesalnya aku.Aku akan melakukan apa saja untuk menebus kesalahanku itu!"Akhirnya ia pun tertidur. Tetapi sewaktu lonceng bangun terdengar iamerasa betapa lelah dirinya. Yang pertama terpikir olehnya adalah Sally.Dilihatnya tempat tidur Sally kosong, dan ia menggeletar ketakutan. Betapasenangnya kalau ternyata malam tadi Sally boleh tidur ditempatnya!Ia berlari ke bawah mendahului kawan-kawannya. Dilihatnya Nona Pottsdan ia bertanya, "Maaf, Nona Potts, bagaimana keadaan Sally?"Nona Potts berpikir betapa baiknya hati Darrell, lemperhatikan kawannya."Sayang sekali sakitnya tidak berkurang," katanya. "Dokter masih ragu tentangpenyebab sakitnya. Tetapi terlihat sekali anak itu kesakitan. Begitu tiba-tiba lagi -kemarin dia toh masih sehat!"Darrell berpaling. Tak keruan rasa hatinya. Ya, Sally masih sehat sewaktuia belum mendorongnya jatuh. Ia kini tahu, apa penyebab sakitnya tetapi oranglain tak tahu! Sally pasti juga tahu, tetapi agaknya ia tak memberi tahu siapa puntentang pertengkarannya dengan Darrell waktu itu!Hari itu hari Minggu. Darrell berdoa sepenuh hati untuk kesehatan Sally digereja. Ia merasa berdosa dan malu. Ia juga merasa sangat ketakutan. Ia merasa iaharus mengaku pada Nona Potts atau Ibu Asrama tentang pertengkarannya sertatentang bagaimana Sally didorong olehnya. Tetapi ia begitu ketakutan!Ia sendiri merasa aneh bahwa dirinya bisa merasa takut. Ia betul-betultakut. Ia takut kalau-kalau Sally sakit keras sehingga takkan bisa sembuh lagi, danbahwa itu semua hanya karena dirinya yang tak bisa mengendalikankemarahannya!Ia tak berani mengatakan pada siapa pun tentang kesalahannya. Semuaorang akan menuduhnya berhati jahat. Ia akan membuat malu ayah dan ibunya.Orang-orang akan menunjuknya sebagai anak yang dikeluarkan dari MaloryTowers karena membuat anak lain sakit keras!Akan sangat memalukan untuk dikeluarkan secara tidak hormat dariMalory Towers. Ia takkan bisa menanggung rasa malu itu. Ia tak tahan berdiamdiri, tetapi ia juga merasa yakin Nona Grayling langsung akan mengeluarkannyabila beliau tahu ialah yang menyebabkan rasa sakit Sally."Aku tak bisa mengatakan pada siapa pun," pikir Darrell. "Jika ada yangtahu, aku pasti dikeluarkan. Ayah dan Ibu pasti malu. Aku pengecut! Belumpernah aku sadar bahwa sesungguhnya aku pengecut!"Tiba-tiba ia teringat Mary-Lou yang sering disebutnya pengecut. KasihanMary-Lou. Kini Darrell bisa merasakan, bagaimana rasa takut itu sebenarnya.Sungguh perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Kita tak bisa lari dariperasaan itu. Bagaimana ia bisa mengejek Mary-Lou? Merasa takut saja sudahtidak enak, apa lagi bila ada seseorang yang mengejeknya!Darrell merasa amat lelah dan tak berdaya. Ia memulai bersekolah di sinidengan harapan dan semangat yang tinggi. Ia merasa bahwa ia pasti jadi nomorsatu. Ia merasa ia akan cemerlang di berbagai pelajaran dan membuat kedua orangtuanya bangga. Ia bertekad akan mempunyai seorang sahabat akrab. Tetapi tidaksatu pun dari tekadnya itu dipenuhinya.Tingkatannya di kelas begitu rendah. Ia tak punya sahabat. Ia keji padaMary-Lou yang dengan ketakutan telah mencoba bersahabat dengannya. Dan kiniia telah berbuat sesuatu yang begitu kejam, sehingga ia tak beranimenceritakannya pada orang lain!Darrell begitu murung hari itu. Tak ada yang bisa membuatnya gembira.Nona Potts yang bermata tajam melihat hal ini dan kuatir kalau-kalau Darrell jugasedang sakit. Mary-Lou juga melihat kemurungan Darrell. Ia berusaha berada didekat Darrell untuk bisa segera membantunya bila dibutuhkan.Dan sekali ini Darrell tidak begitu peduli, tidak mengusir Mary-Lou daridekatnya seperti biasa. Kali ini ia merasa bersyukur karena Mary-Lou tampakingin menghiburnya.Hari itu dua orang dokter datang untuk memeriksa Sally. Berita buruktersebar di Menara Utara. "Sally sakit keras! Bukan suatu penyakit yang menularsehingga kita tak usah di karantina. Kasihan Sally. Tessie tadi pagi menemuiKepala Sekolah. Dan katanya dari kantor Kepala Sekolah rintihan Sally terdengarjelas."Darrell ingin sekali ibunya ada di dekatnya. Ia tak tahu dimana ayahibunyatinggal saat itu. Mereka telah mengatakan suatu tempat tetapi karenabegitu gembira kemarin Darrell lupa tempat tersebut. Kini lenyap sudah kenangangembira hari Sabtu kemarin. Darrell menyendiri di pantai, duduk di batu karang,melamun.Ia tak boleh terus-menerus menjadi pengecut. Makin lama makin tersiksaia berada di Malory Towers. Rasanya lebih baik rnengaku dan diusir dari MaloryTowers daripada tetap di Malory Towers dengan kesadaran bahwa dirinyapengecut. Tetapi kepada siapa ia akan mengaku?"Lebih baik kalau aku menulis surat pada ibu Sally tentang semua ini,"pikir Darrell akhirnya "Beliau orang yang paling dekat dengan Sally. Aku akanmenulis tentang pertengkaranku, dan bagaimana hal itu sampai terjadi. Aku akanmenceritakan semuanya. Aku akan mengatakan padanya bahwa Sally selaluberkata ia tak punya adik Semua tingkah Sally sangat aneh, dan mudah mudahanNyonya Hope mengerti sesuatu tentang itu. Kemudian terserah Nyonya Hope, apayang akan dilakukannya. Mungkin ia akan lapor pada Kepala Sekolah. Ya ampun!Alangkah senangnya bila nanti kukirimkan surat itu."Ia meninggalkan tempat duduknya di pantai itu dan bergegas ke MenaraUtara. Diambilnya kertas uratnya, dan ia mulai menulis. Tak begitu mudahmenulis surat itu, tetapi Darrell sudah terbiasa menulis sural. Tak lama ia telahdengan lancar menuliskan semuanya - tentang pertengkarannya, tentang penyebabpertengkaran itu, bagaimana Sally tak ingin berbicara dengan Nyonya Rivers,bagaimana Sally begitu muram selalu, bagaimana Sally tak mengakui punya adikbayi. Sungguh mengherankan betapa banyak yang diketahuinya tentang Sally!Ia segera merasa lega setelah surat itu selesai. Tanpa dibacanya lagi, surattersebut dimasukkannya ke pos. Nyonya Hope akan menerimanya besok pagi,tentu.Berita baru menjalar di Menara Utara. "Sakit Sally semakin berat! Seorangdokter ahli telah didatangkan. Keluarganya telah ditelegram untuk segera datang,dan besok mereka akan datang!"Darrell tak bisa makan apa pun hari itu. Rasanya hari itu adalah hariterpanjang dalam hidupnya. Mary-Lou begitu ketakutan melihat wajah Darrellyang semakin murung itu. Ia tak pernah meninggalkan sisi Darrell lagi - dan kaliini Darrell tidak merasa muak oleh kehadirannya, malah merasa sedikit lega.Mary-Lou tak tahu mengapa Darrell murung. Dan dia pun tak berani bertanya. Iatelah lupa betapa Darrell begitu sering mengejek dan mengata-ngatainya. Ia hanyaingin membantu Darrell.Anak-anak lain tak begitu memperhatikan Darrell. Mereka berjalan-jalan,berenang, atau berjemur diri di hari Minggu yang tenang itu. Nona Potts masihterus memperhatikan Darrell. Kenapa anak itu? Apakah sakit Sally yangmembuatnya tampak begitu cemas? Rasanya tak mungkin Darrell bukanlahsahabat akrab Sally. Dan memang Sally tak pernah punya sahabat.Akhirnya waktu tidur tiba. Ibu Asrama tidak membawa berita apa puntentang Sally, kecuali mengatakan bahwa anak itu belum membaik. Tak seorangpun diizinkan menjenguknya. Ibu Asrama merasa heran karena Darrell telahmemohon agar ia diperbolehkan menjenguk Sally.Darrell tak bisa tidur, berbaring di tempat tidurnya. Didengarnya waktutidur untuk kelas tiga dan empat. Kemudian untuk kelas lima dan akhirnya untukkelas enam. Setelah itu Ibu Asrama, Mam'zelle, dan Nona Potts juga pergi kekamar masing-masing. Darrell mendengar lampu-lampu di padamkan. Hari telahlarut malam di luar gelap.Semua orang sudah tidur. Kecuali Darrell."Aku tak bisa berbaring terus di sini, hanya berpikir, hanya merenung,hanya melamun!" pikir Darrell. Gemas ia bangkit, membuang selimutnya. "Akubisa gila kalau diam saja di sini. Aku akan berjalan-jalan saja di Taman Dalam.Bunga-bunga mawar semerbak di tempat itu. Mungkin aku bisa merasa sejuk danmengantuk nanti."Tanpa bersuara dipakainya gaun kamarnya, dan hati-hati ia ke luar kamar.Tak seorang pun mendengar gerakannya. Ia merambat menuruni tangga dankeluar ke Taman Dalam. Kemudian, dalam kesunyian malam itu, didengarnyasuara sebuah mobil mendaki bukit ke arah Malory Towers. Memasuki halamansekolah! Siapa yang datang pada larut malam begini?Darrell menengadah menoleh ke arah jendela san. Cahaya cemerlangtampak di sana, lebih terang dari biasanya. Pasti Sally tidak sedang tidur. Kalaudia tidur, tentu lampu tidur yang suram yang dinyalakan. Apa yang sedangterjadi? Oh, kalau saja ia bisa mengetahuinya!Darrell menyelinap ke gapura yang menghubungkan Taman Dalamdengan halaman depan.Ya, ada sebuah mobil di sana. di dalam bayang-bayang gedung sekolah.Kosong. Tentu isinya telah masuk ke dalam gedung. Darrell bergegas menujugedung tempat Kepala Sekolah.Ternyata pintu masuk gedung itu terbuka, tak terkunci seperti biasanya.Darrell masuk. Kini ia bisa mengetahui apa yang sedang terjadi.17. KEJUTAN YANG MENGGEMBlRAKANDI lorong antara kamar-kamar masih ada lampu menyala. Tapi kamartempat tinggal Kepala Sekolah gelap. Agaknya Kepala Sekolah telah pergi ke san.Hati-hati Darrell naik. Di lantai dua lampu menyala semua, terang benderang. Danagak ada suatu kesibukan luar biasa. Apa yang terjadl dengan Sally?Darrell tak bisa mengerti. Pastilah Sally sakit parah sehingga begitubanyak orang harus turun tangan untuk menolongnya. Di tengah malam, lagi.Darrell amat kecut hatinya. Ia tak berani melangkah lebih jauh. Tapi ia juga takmau kembali setelah sejauh ini ia menyelidik. Tak mungkin ia kembali denganpikiran damai tanpa tahu apa yang terjadi. Kalau saja ia bisa membantu!Ia duduk di bingkai jendela. Ditutupinya dirinya dengan tirai jendeIa yangtebal dan berat itu. Ia takkan terlihat di situ, sementara telinganya bisamendengarkan betapa orang-orang bergegas dari satu kamar ke kamar lain di san.itu. Dan suara orang berbicara. Itu suara Ibu Asrama. Itu suara jururawat. Tegas,mantap, memberi perintah. Dan terdengar pula suara seorang lelaki. Darrellmenahan napas untuk bisa mendengarkan lebih jelas. Tetapi ia tak bisamengartikan apa pun yang idengarnya.Oh, apa yang terjadi kalau ia ketahuan berada di tempat itu? Apalagi kalauorang tahu bahwa Darrell-lah yang menjadi penyebab keributan ini! Darrellsemakin merapatkan tirai jendeIa tebal itu menyelimuti dirinya, dan tanpabersuara ia menangis menumpahkan air mata ke tirai sutra tebal itu.Ia duduk di situ sekitar setengah jam. Dan tanpa terasa tiba-tiba ia tertidurnyenyak. Terbungkus dalam tirai tebal hangat, begitu lelah, ia tak bisa menguasairasa kantuknya.Ia tak tahu berapa lama ia tidur. Tahu-tahu ia mendengar beberapa suara.Ia tersentak bangun. Bingung sesaat ia berada di mana. Kemudian ia ingat. Tentusaja, ia berada di dekat san. Ia sedang lencari tahu apa yang terjadi dengan Sally.Dan segera semua kecemasan dan ketakutan datang lagi. Ia merasa begitusendiri, sunyi. Dan ia teringat ibunya. Dipeluknya tirai yang menyelimutinya saatterdengar beberapa suara datang mendekat Suara dokterkah? Jururawat? Ataumungkin Kepala Sekolah?Kemudian jantung Darrell seakan berhenti berdetak. Seseorang berjalanmelewati tempatnya bersembunyi, dan orang itu berbicara dengan suara yangbegitu dikenalnya dan dicintainya."Ia pasti sembuh,” kata suara itu. "Untung aku datang tepat padawaktunya. Kini..."Darrell ternganga. Suara itu... rasanya tak mungkin! Rasanya tak mungkin!Suara ayahnya!Tiba-tiba ia merasa bahwa dirinya bisa bergerak. Disingkirkannya tirainya,dan ia menjenguk ke balik tirai itu. Ia melihat ayahnya berjalan bersama jururawat, membicarakan sesuatu dengan sangat bersungguh-sungguh. Ya, ituayahnya!"AYAH!" teriak Darrell, lupa segalanya kecuali bahwa ia telah melihatayahnya, yang tadinya dikiranya telah berada di tempat yang begitu jauh darinya.Ayahnya berjalan di gang di hadapannya!"Ayah! Oh, Ayah! Tunggu! Ini Darrell!"Ayah berhenti bagaikan tertembak. Ia tak bisa mempercayai telinganya.Darrell berlari kepadanya, melompat menubruknya bagaikan kilat, memelukOyaerat-erat, dan menangis tersedu-sedu."Kenapa kau, Darrell?" tanya ayahnya heran. "Mengapa kau ada di sini?"Nona Grayling muncul, heran, dan agak gusar menegur Darrell. "Darrell!Untuk apa kau kemari? Pak Rivers, silakan datang ke kamarku, di bawah."Sambil memondong Darrell, Pak Rivers mengikuti Kepala Sekolah kelantai bawah. Jururawat mengikuti dari belakang, tak putusnya terheran-heran.Darrell memeluk ayahnya erat-erat, seolah-olah tak akan mau melepaskannyalagi. Apakah ia bermimpi? Mungkinkah ini benar-benar ayahnya, di tengahmalam ini? Darrell tak bisa membayangkan mengapa ayahnya berada disekolahnya. Tapi tak apa. Yang penting ayahnya ada.Pak Rivers duduk di kursi panjang di kamar Kepala Sekolah, denganDarrell di pangkuannya. Jururawat telah lenyap. Hanya Nona Grayling yang adaEbook by CLU5TER 116di situ, memandang heran pada Darrell dan ayahnya. Ada sesuatu yang tak bisadimengertinya."Menangislah sepuas hatimu, dan kemudian ceritakan apa yang terjadi,"kata ayah Darrell. "Baru kemarin aku melihatmu begitu bahagia. Dan sekarang...tapi tak apa. Aku akan membereskan persoalanmu, apa pun yang kauhadapi.""Tak mungkin," kata Darrell. "Aku telah begitu jahat. Aku telah marahlagi! Ayah, salahkulah maka Sally sakit!""Anakku sayang, apa maksudmu?" Ayahnya semakin heran. Darrellmerapatkan dirinya pada dada ayahnya, dan rasa kuatirnya mulai lenyap. Ya,Ayah selalu bisa membuat segalanya beres. Seperti juga Ibu. Sungguh suatuberkat Tuhan maka Ayah ada di sini malam ini.Tetapi tiba-tiba Darrell mengangkat kepala, bertanya heran. "Tapi, Ayah,mengapa Ayah ada di sini? Bukankah Ayah berada jauh dari sini?""Memang, aku dan ibumu menginap di kota Tetapi Nona Graylingmeneleponku bahwa Sally mendapat serangan radang usus buntu. Ahli bedahyang biasa menangani pembedahan di daerah ini sedang sakit. Maka aku dimintauntuk segera datang dan melakukan operasi. Tentu saja aku datang. Aku tinggalnaik mobil, pergi kemari, dan kulihat segalanya sudah dipersiapkan dengan baik.Jadi kulakukan operasi kecil itu, dan selesai sudah! Sally akan sembuh dan sehatwalafiat lagi dalam dua minggu ini.”Suatu beban berat lenyap dari pikiran Darrell. Usus buntu! Itu sesuatuyang memang bisa saja diderita oleh semua orang. Ayahnya begitu seringmengoperasi usus buntu. Tapi dengan cemas ia bertanya, "Ayah... usus buntutidak bisa disebabkan oleh karena.... didorong, bukan? Atau jatuh?""Tentu saja tidak!" kata ayahnya. "Sesungguhnya sudah lama Sallymerasakannya. Aku yakin itu. Bahkan sebelum masuk kemari, ia telah menderitaradang usus buntu tersebut. Mengapa kau bertanya seperti itu?"Dan segalanya meluncur keluar - betapa anehya kelakuan Sally, betapakasarnya Sally, bagaimana Darrell kehilangan kesabarannya, bagaimana denganmarah Darrell mendorong Sally sampai jatuh... semuanya!"Dan aku begitu kuatir dan berkuatir terus,” isak Darrell. "Aku pikir kalauNona Grayling tahu, aku pasti dikeluarkannya dari Malory Towers. Ayah dan Ibupasti malu sekali. Aku tak bisa tidur, keluar dari kamar dan...""Alangkah tololnya kau," kata ayahnya, mencium kepala Darrell."Mungkin lebih baik bila sekarang saja kau kubawa pulang, Darrell, kalau kaumasih punya pikiran setolol itu.""Oh. tidak, jangan! Aku sangat senang berada di sini, Ayah!" seru Darrell."Oh, Ayah! Kalau saja Ayah tahu betapa leganya hatiku kini setelah tahu bahwasesungguhnya Sally memang telah sakit sebelum bertengkar denganku. Tetapi, yaampun, aku telah menceritakan semuanya pada Nyonya Hope dalam suratku! Apajadinya nanti?"Kemudian ia terpaksa bercerita tentang suratnya, tentang bagaimana iamenceritakan keanehan tingkah Sally. Ayahnya dan Nona Grayling tampak sangatheran, mengapa Sally tak mau mengaku punya adik."Ada sesuatu yang aneh yang harus segera dibereskan,” kata Pak Riverspada Nona Grayling "Ini mungkin bisa menghalangi penyembuhan cepat yangkita inginkan pada Sally. Kapankah ayah dan ibu Sally datang?""Besok," jawab Nona Grayling. "Aku akan memberi keteranganseperlunya pada mereka. Nah, Pak Rivers, apakah Anda akan menginap di sini?Rasanya sudah terlalu malam bagi Anda untuk pulang ke penginapan Anda.""Oh, tidak," kata Pak Rivers. "Aku sudah terbiasa mengemudikan mobil dimalam hari. Terima kasih. Dan Darrell harus pergi tidur. Tak usah kuatir, Sayang.Segalanya akan beres. Bukan doronganmu yang membuat usus buntu Sallykambuh, walaupun mungkin sekali telah membuatnya lebih merasakan sakitnya.Pastilah anak itu telah kesakitan sepanjang hari.""Aku mendorongnya keras sekali," kata Darrell malu."Sungguh sedih aku memikirkan bahwa sifat pemarahku menurunpadamu,” kata ayahnya.Darrell mempererat pelukannya."Tak usah kuatir. Ayah. Aku pasti bisa menguasai diriku,” kata Darrell."Aku akan berusaha untuk seperti Ayah, menyalurkan semangat marahku untukhal-hal yang lebih perlu.""Baiklah. Selamat malam, Sayang." Ayahnya menciumnya. "Dan temuilahSally segera setelah kau diizinkan. Dengan begitu kau akan lebih merasa tenang.""Aku lebih lega sekarang," kata Darrell, meluncur turun dari pangkuanayahnya. Matanya merah, tetapi ia kini tersenyum. Betapa berbeda perasaannyakini. Semua kecemasannya lenyap.Ayahnya masuk ke dalam kegelapan, ke mobilnya. Nona Grayling sendiriyang mengantar Darrel ke tempat tidur, menyelimutinya dengan rapi. Darrellsudah tertidur sebelum Kepala Sekolah keluar dari kamarnya.Dan di san. Sally juga tertidur lelap. Rasa sakitnya lenyap. Juru rawatmemperhatikannya terus, lega melihat pernapasan Sally yang teratur kini. Betapatangkasnya ayah Darrell bekerja - hanya tiga belas menit untuk operasi ususbuntu! Sungguh beruntung mereka bisa memperoleh ahli bedah yang begitu ahli.Fajar menyingsing dengan cerah. Darrell terbangun oleh suara loncengpagi. Ia merasa lelah, tetapi sangat bahagia. Sesaat ia berbaring dan berpikir-pikir.Hatinya penuh dengan rasa syukur. Sally pasti akan sembuh. Ayahnya sendiriyang mengatakan hal itu. Dan ayahnya telah berkata bahwa sakit Sally bukankarena ulah Darrell. Jadi semua kecemasannya selama ini sesungguhnya tak adaperlunya. Tetapi ada juga perlunya. Akibat dari ia tidak bisa menahan marah inibegitu berkesan, tak terlupakan. Rasanya kelak ia pasti akan teringat peristiwa inibila hampir kehabisan kesabaran. Ia mendapat pelajaran yang sangat berharga."Ingin aku mengerjakan sesuatu untuk menunjukkan betapa bersyukurnyaaku bahwa segalanya telah beres kini," pikir Darrell melompat turun dari tempattidur. "Tetapi tak ada yang bisa kulakukan. Entah bagaimana keadaan Sally hariini."Sally telah membaik. Ketika ia mendengar bahwa ayah dan ibunya akandatang ia hampir tak percaya."Betulkah Ibu akan datang?" tanyanya berulang kali. "Apakah Anda yakinIbu akan datang? Tetapi Sabtu kemarin ia toh tak bisa datang. Mengapa sekarangdatang?"Nona Grayling menyambut kedatangan Pak dan Nyonya Hope di ruangtamunya yang besar. Pak Hope seorang yang bertubuh kokoh besar, terlihat sangatkuatir. Nyonya Hope bertubuh kecil, berwajah manis."Sally belum siap untuk menerima Anda berdua sekarang,” kata NonaGrayling. "Aku hanya bisa merasa sangat bersyukur bahwa operasi atas dirinyatelah berlangsung dengan hasil gemilang. Dan keadaan Sally membaik dengancepat. Pak Rivers, seorang ahli bedah yang sangat berpengalaman, kebetulanmenginap di hotel di kota. Dan kami berhasil memintanya untuk datang kemari. Iaadalah ayah dari salah seorang murid kami di sini. Darrell Rivers.""Oh, Darrell Rivers,” kata Nyonya Hope, mengeluarkan selembar suratdari tasnya. "Aku menerima sepucuk surat yang sangat aneh darinya, NonaGrayling. Kuterima pagi tadi. Coba bacalah. Agaknya ia berpendapat bahwadialah yang menyebabkan Sally sakit. Tetapi tentu saja kami tak percaya hal itu.Tetapi hal-hal lain yang ditulisnya sungguh membuat kami cemas. Bisakah kamiberbicara dengan Darrell sebelum kami menemui Sally?"Nona Grayling membaca surat Darrell dengan wajah bersungguh-sungguh."Memang ada yang sangat aneh di sini," katanya kemudian. "Mengapa Sallyselalu mengatakan bahwa ia tak punya adik. Padahal ia tahu bahwa ia punya adik,bukan?""Ya, kami tak mengerti sikap Sally itu," kata Nyonya Hope, sedih. "Diabersikap aneh sejak lahirnya Daphne. Ia tak mau melihat atau berbicara denganadiknya itu. Dan sekali, ketika ia tak tahu bahwa aku melihat, ia telah mencubit sibayi. Padahal Sally tak pernah berlaku kejam sebelumnya.""Apakah Anda punya putra lain?" tanya Nona Grayling. Nyonya Hopemenggelengkan kepala."Tidak," katanya. "Sally berumur dua belas tahun saat Daphne lahir.Sebelum itu ia anak tunggal. Kukira tadinya ia akan gembira punya adik. Kamitak pernah memanjakannya, tetapi agaknya ia tak mau membagi kami dengananak lain. Kadang-kadang aku berpikir mungkin sekali ia... ia iri. ""Kukira memang begitulah,” kata Nona Grayling. "Menurut pendapatku,Nyonya Hope, Sally sangat rapat dengan Anda. Ia memang tak mau Andamembagi cinta Anda dengan anak lain. walaupun itu adiknya sendiri. Dan ia takberani mengatakan perasaannya ini, takut kalau Anda mengiranya bertabiatburuk.""Ya, ia tak pernah berkata apa pun," kata Nyonya Hope. "Tiba-tiba sajasikapnya berubah. Ia tidak lagi periang dan lincah. Ia tak lagi mendekat pada kamiuntuk disayang. Dan tampak ia membenci si bayi. . Tadinya kukira ini semua akanberakhir. Tetapi ketika ternyata tak habis-habis juga, kami memutuskan untukmengirimnya ke sekolah berasrama ini, sebab saat itu aku tak begitu sehatsehingga aku tak bisa dengan baik membagi perhatian antara Sally dan adiknya.Kami berusaha keras agar Sally merasa bahagia.""Ya, kukira begitu," kata Nona Grayling. "Tetapi bagi Sally itu bisadiartikan bahwa Anda tak lagi memerlukannya. Baginya, ia dikirim kemari agar sibayi bisa mendapat tempat yang lebih luas di rumah, agar ia bisa memperolehsemua kasih sayang serta rawatan Anda, Nyonya Hope. rasa iri terhadap adikyang baru lahir seperti ini memang sudah biasa terjadi dan wajar. Anda tak usahmenyalahkan Sally. Tetapi Anda juga tak boleh tinggal diam. Kalau saja Andabisa membuat Sally percaya bahwa Anda masih tetap mencintainya sepertidahulu, pastilah ia bisa mengerti. Nah bagaimana kalau kita panggil Darrell?"Darrell dipanggil di tengah pelajaran matematika. Ia masuk ke ruang itudengan agak gugup, takut akan apa yang hendak dikatakan oleh Nyonya Hope.Tetapi ketika pembicaraan berlangsung, ia jadi tenang, dan menjawab semuapertanyaan dengan jelas.Nona Grayling kemudian berpaling pada Nyonya Hope. "Kukira lebih baikbila Darrell menemui Sally lebih dahulu beberapa menit sebelum Anda berduamasuk," katanya. "Biarlah Darrell mengatakan pada Sally bahwa Anda berduatelah datang, dan bahwa Anda, Nyonya Hope, begitu tergesa-gesa dan inginsegera menemui Sally sehingga Anda meninggalkan si bayi. Hanya untuk bisamenemui Sally! Bisakah kau mengatakan hal itu pada Sally?"Darrell mengangguk. Tiba-tiba ia mengerti persoalan yang dihadapi Sally.Ternyata Sally iri pada adiknya yang masih bayi! Begitu iri sehingga tak maumengaku bahwa ia punya adik! Alangkah lucunya, Sally! Tidakkah ia tahu bahwasungguh menyenangkan punya adik kecil. Sally tak tahu, betapa beruntung diasebenarnya!"Baiklah, akan kukatakan pada Sally," kata Darrell. "Dan nanti aku akanberusaha untuk meyakinkan Sally bahwa sungguh senang punya adik. Akumemang ingin melakukan sesuatu untuk Sally, jadi aku akan melakukan hal itudengan sangat senang hati."18. DARRELL DAN SALLYDARRELL pergi ke san. di tingkat atas. Ia membawa sepucuk surat kecildari Kepala Sekolah untuk diberikan pada jururawat. Surat tersebut berbunyi;'Harap Darrell diperbolehkan berkunjung pada Sally beberapa menitsebelum ibu Sally datang.'Jururawat sangat heran membaca surat tersebut. Dan tampaknya ia taksetuju. Tetapi pesan Kepala Sekolah harus ditaatinya. Dibukakannya pintu untukDarrell. Darrell berjingkat-jingkat masuk. Kamar di situ sangat menyenangkan.Luas, dengan tiga buah tempat tidur putih, dan jendela-jendela lebar. Warna yangada hanyalah warna krem dan putih. Dan semuanya bersih rapi.Di tempat tidur paling ujung, berbaring Sally. Mukanya pucat. namunmatanya cemerlang."Hallo, Sally, aku begitu kuatir akan dirimu," kata Darrell. "Bagaimanakeadaanmu? Apakah ayahku membuatmu lebih baik?""Ya. aku senang pada beliau," jawab Sally. "Ia sangat baik hati. Perutkusakit sekali hari Sabtu itu, Darrell. Tetapi aku tak berani mengatakannya padasiapa pun, sebab semua orang sedang bersenang-senang. Aku tak inginmengganggu suasana.""Wah, kau sungguh tabah,” kata Darrell. "Coba terka... siapa yang akanmengunjungimu hari ini?""Apakah... apakah Ibu?" tanya Sally harap-harap cemas, dengan matabersinar-sinar. Darrell mengangguk. "Ya. Juga ayahmu. Dan tahukah kau, Sally,ibumu telah meninggalkan adikmu yang bayi khusus untuk mengunjungimukemari. Bayangkan! Padahal biasanya ibu-ibu tak bisa berpisah dengan bayinya.Pastilah ibumu sangat mencintaimu, Sally!"Sally agaknya telah lupa bahwa ia pernah mengatakan tak punya adik padaDarrell. Ia segera meraih tangan Darrell. "Betulkah Ibu tidak membawa Adikkemari?" bisiknya. "Betulkah Ibu meninggalkan Adik di rumah?""Ya. Kasihan betul kan adikmu itu?" kata Darrell. "Pasti ia merasakesepian sendiri di rumah. Aku juga punya adik. Senang kan punya adik? Adikkuselalu bangga pada diriku, dikiranya aku bisa segala macam hal! Pasti adikmukelak begitu juga."Gambaran Sally tentang adik tampak segera berubah. Ia jadi sadar akanhubungannya dengan adik dan ibunya.Ia tersenyum berterima kasih pada Darrell."Kau mau menjengukku kapan saja kau sempat, kan?" katanya. "Dan jangankatakan apa pun tentang ketololanku dulu itu... maksudku ke teman-teman kitayang lain.""Tentu saja. Dan sesungguhnya itu bukan ketololan. Hanya kau kelirumengerti saja," kata Darrell. "Sekali lihat saja semua orang tahu bahwa ibumusungguh seorang yang penuh kasih. Dia pasti akan tetap mencintaimu, tak peduliberapa pun putranya, atau apa pun yang kaulakukan. Ibumu betul-betul manis,kulihat.""Memang," kata Sally menghembuskan napas panjang. "Aku menyesaltelah berlaku buruk padamu, Darrell"."Dan aku sangat menyesal telah mendorongmu sampai jatuh, Sally,padahal kau sedang sakit seperti itu," kata Darrell."Apakah kau mendorongku?" tanya Sally. "Aku sudah tak ingat. Lihat,jururawat itu mau berkata apa?"Ternyata jururawat memberi isyarat agar Darrell keluar. Ayah dan ibuSally agaknya telah datang. Darrell segera berpamitan pada Sally dan berjingkatjingkatia meninggalkan anak itu.Kedua orang tua Sally masuk. Darrell mendengar Sally berseru gembiramenyambut keduanya.Darrell merasa bagaikan bisa terbang. Begitu gembira ia berlari menurunitangga dan menyeberangi Taman Dalam untuk kembali ke kelasnya. Ia masuktepat saat lonceng ganti pelajaran berbunyi. Darrell menyelinap duduk dibangkunya. Teman-teman sekelasnya semua memandangnya."Kau dari mana? Lama sekali! Kau bisa bebas hampir separuh pelajaranmatematika! Enak benar!""Aku mengunjungi Sally," kata Darrell dengan nada penting."Bohong! Tak mungkin! Tak ada yang boleh mengunjunginya!" kataIrene."Betul! Dan Sally berkata bahwa ayahku telah membuatnya sembuh!" kataDarrell dengan bangga. "Tadi malam beliau datang. Aku melihatnya!""Darrell Rivers! Kau pasti hanya berkhayal!" kata Alicia sangat heran."Tidak. Betul seperti yang kukatakan!" kata Darrell. "Aku juga bertemudengan ayah dan ibu Sally. Kini mereka menemui Sally. Mereka akan tinggalbersama Nona Grayling sampai besok.""Apakah Sally tercinta sudah mengetahui dia punya adik atau tidak?"tanya Gwendoline mengejek.Hampir saja meledak marah Darrell. Tetapi ia cepat menahan diri. "Itubukan urusanmu. Sesungguhnya sayang sekali kau tak punya enam orang kakakyang akan menindasmu begitu rupa sehingga kau bisa bersikap sedikit lebih baik.Tapi aku yakin mereka hanya akan bisa mengajarkan sedikit saja kesopananpadamu.""Sssh! Mam'zelle datang!" bisik anak yang berada di dekat pintu.Mam'zelle masuk. Pagi ini ia berwajah muram karena ternyata anak kelas tiga bisajuga menjadi luar biasa bodohnya. Darrell tak peduli akan kemarahan Mam'zelleataupun Nona Potts hari itu. Ia terus memikirkan kebahagiaan Sally, dan inginsegera tahu perkembangan selanjutnya.Sally, ayah, dan ibunya berbahagia bisa berkumpul bersama-sama.Dinding aneh yang selama ini dirasakan Sally ada di antara dia dan ibunya telahlenyap, sebab tiba-tiba rasa irinya lenyap. Ibunya telah meninggalkan si bayiuntuk menemuinya! Sally merasa lega. Bukannya ia ingin agar adiknya itu,Daphne, ditinggalkan dengan orang-orang lain, tetapi itu berarti bahwa ibunyamasih mencintainya! Sungguh aneh Sally ini."Kami akan mengunjungimu lagi besok, sebelum kami pulang," kataNyonya Hope saat jururawat mengatakan sudah waktunya Sally ditinggal sendiri."Tetapi bila kau memang ingin ditunggui juga, maka biarlah Ayah pulang lebihdahulu, dan aku akan terus di sini sampai kau betul-betul sembuh.""Tak usah," kata Sally dengan lega kini. "Janganlah Adik ditinggal terlalulama. Dan kau tahu, pastilah Ayah ingin agar Ibu ikut pulang bersamanya. Akusudah sangat membaik, Ibu. Aku akan segera sembuh - dan akan mengubahsikapku."Nyonya Hope kini betul-betul yakin bahwa Sally akan kembali sepertiSally yang dulu, sebelum punya adik. Dan ia pun gembira karenanya. Sungguhuntung sekali Darrell Rivers berkirim surat padanya. Kini segala perkara telahberes.Darrell diizinkan mengunjungi Sally dua kali sehari, jauh sebelum anakanaklain boleh berkunjung. Dan Sally selalu menerima kedatangan Darrelldengan gembira. Sally kini sangat berubah. Tidak lagi pendiam dan tertutup. Iakini dengan gembira mau berbicara tentang rumahnya, keluarganya, anjingnya,kebunnya, dan ia pun banyak bertanya tentang pelajaran-pelajaran yang terpaksatak bisa diikutinya. Ia bertanya tentang tingkah laku Mam'zelle, tentang apa yangdikatakan Nona Potts, dan tentang apakah Mary-Lou dan Gwendoline masihbersahabat."Tahukah Sally, bahwa ketika aku merasa begitu takut karena mengirabahwa akulah penyebab penyakitmu, aku tiba-tiba bisa merasakan bagaimanarasanya menjadi seorang anak seperti Mary-Lou, yang selalu merasa ketakutanterhadap segala hal yang terjadi di sekeIilingnya. Aku jadi begitu menyesal karenasering menggodanya.”"Benar, lebih baik bila mulai sekarang kita berlaku baik kepada Mary-Lou,” kata Sally. Dengan makin bertambahnya kekuatan dan kesehatan Sally,maka Sally merasa bahwa ia harus berbuat baik pada siapa pun - bahkan kalauperlu terhadap Gwendoline. "Katakanlah bahwa aku ingin ia mengunjungiku."Mary-Lou tak terkira gembiranya oleh pesan dari Sally ini. Bayangkan,Sally telah memilihnya sebagai salah satu yang boleh mengunjunginya lebih awal!Dengan mempersenjatai diri dengan permen satu toples besar, Mary-Lou pergi kesan.Sally tampak masih pucat, tetapi terlihat telah berbeda sikapnya Matanyabersinar dan ia tersenyum. Ia menyambut kedatangan Mary-Lou dengan hangat.Mereka berbicara akrab. Mary-Lou sedikit terbuka, lupa akan sifatpenakutnya. Ia tak takut pada Sally. Diceritakannya semua yang diketahuinya.Kemudian ia tampak sedikit kuatir."Begini, Sally. Aku merasa bahwa tak pada tempatnya Gwendoline selalumengatakan hal-hal yang tak baik tentang Darrell. Ia selalu berusaha meyakinkanaku bahwa Darrell-lah yang melakukan berbagai muslihat untuk mencelakakanatau merugikan aku. Atau kadang-kadang ia juga mengatakan mungkin Aliciayang berbuat. Kemarin, misalnya, tinta tumpah di atlasku. Gwendoline berkata,pastilah itu Darrell yang berbuat. Ia berkata hari itu ia melihat jari-jari Darrellpenuh tinta.""Tapi siapa yang akan percaya Darrell melakukan hal seperti itu?" tanyaSally. "Bagaimana kau mau saja mendengarkan ocehan seperti itu dariGwendoline, Mary-Lou?""Aku tak bisa menghentikannya," kata Mary-Lou. Wajah ketakutannyamuncul kembali. "Sebab, ia selalu berkata bahwa ia sahabatku dan akusahabatnya, jadi ia bisa mengatakan apa saja padaku. ""Apakah kau sahabatnya?" tanya Sally mendesak."Tidak... ya, sesungguhnya tidak. Tetapi aku tak berani mengatakanpadanya bahwa aku tak mau menjadi sahabatnya. Jangan katakan aku penakut.Memang aku penakut, tetapi aku tak bisa mengubah hal itu, bukan?""Waktumu habis, Mary-Lou," kata jururawat, menjenguk masuk. "Katakanpada Darrell setengah jam lagi ia boleh berkunjung. Tetapi ia tak boleh membawapermainan yang menyebabkan keributan. Bawa saja kartu."Setengah jam kemudian Darrell datang membawa kartu kwartet. Tetapiternyata ia dan Sally tak jadi main kartu. Keduanya membicarakan Mary-Lou danGwendoline."Gwendoline sungguh jahat," kata Sally. "Ia selalu memfitnah kau danAlicia, seolah-olah kalianlah yang menggoda Mary-Lou dengan berbagai caraitu.""Tapi, siapa sesungguhnya yang berbuat?" tanya Darrell. "Mungkinkahanak dari menara lain? Bagaimana dengan Evelyn dari Menara Barat? Ia selalumelakukan berbagai kenakalan.""Tidak. Aku punya perasaan Gwendoline sendirilah yang berbuat," kataSally, merenungi kartu di tangannya.Darrell heran. "Oh, rasanya tak mungkin!" katanya. "Gwendoline danMary-Lou kan bersahabat!""Begitulah kata Gwendoline. Tetapi kata Mary-Lou tidak begitu.""Memang, tetapi... wah, rasanya tak mungkin ada anak yang berhati begitujahat. Pura-pura bersahabat, tetapi terus mengganggu sahabatnya itu dengan caracarayang keji. Sungguh memuakkan!""Dan aku pikir Gwendoline memang memuakkan," kata Sally. "Aku takpernah bisa tahan mendengarkan kata-katanya dan melihat tingkah lakunya.Seorang yang betul-betul bermuka dua, yang hanya mementingkan dirinyasendiri!"Darrell menatap Sally "Kau sungguh cerdas. Kau tahu begitu banyaktentang orang lain, bisa mengetahui isi hati mereka. Aku yakin kau juga mengertitentang pribadi Mary-Lou, lebih baik dari apa yang kuketahui.""Aku suka pada Mary-Lou," kata Sally. "Kalau saja ia bisa kita bantumeninggalkan sifat penakutnya, ia pasti menjadi anak yang sangatmenyenangkan.""Tetapi bagaimana caranya?" tanya Darrell sambil tanpa berpikirmengocok kartu di tangannya. "Ya ampun! Lihat, kartuku telah kucampur lagi!Tapi tak apalah. Kurasa lebih menyenangkan berbincang-bincang daripada mainkartu. Bagaimana kita bisa menyembuhkan Mary-Lou? Aku pernah mencobamenyakiti hatinya agar ia tergugah untuk melawan, tetapi kurasa malahkebalikannya yang terjadi. Tak ada gunanya membuatnya malu pada sifatnya itu.""Tak tahukah kau bahwa sebenarnya ia sudah malu sendiri karena sifatnyaitu?" tukas Sally."Tetapi karena malu saja ia takkan bisa mengumpulkan keberaniannya.Tak akan ada yang bisa membuatnya berani kecuali dirinya sendiri.""Yah, kalau begitu carilah cara agar ia bisa memberikan keberanian padadirinya sendiri," kata Darrell. "Aku yakin kau takkan mampu berbuat itu.""Akan kupikirkan malam ini sebelum tidur," kata Sally. "Dan bila kaumenjengukku besok pagi, akan kuterangkan padamu. Aku yakin aku bisa mencarijalannya.19. RENCANA SALLYSEPERTI biasanya, pada waktu istirahat pertama pagi hari, Darrellmengunjungi Sally. Sally menyambutnya dengan gembira. "Aku telahmemikirkan sesuatu. Sebuah rencana yang sangat bagus. Ya, tidak terlalu sangat,tetapi kukira cukup bagus.""Bagaimana rencanamu itu?" tanya Darrell, sementara dalam hati iamelihat betapa cantiknya Sally yang biasanya sederhana itu di pagi tersebut,dengan pipinya yang memerah dan mata yang bersinar."Dengarkan. Bagaimana kalau kau berpura-pura mendapat kesulitan dikolam renang? Pada kesempatan pertama untuk itu, kau pura-pura menjerit danminta tolong pada Mary-Lou untuk mengambil ban penolong sertamelemparkannya padamu,” kata Sally. "Jika ia melakukan hal itu, maka ia akanmerasa telah berjasa besar menolong kau dari bahaya tenggelam. Ia akan merasadapat dorongan besar, merasa bahwa sesungguhnya ia berani bertindak. Kitasemua sudah diajari cara melempar ban penyelamat, jadi ia pasti juga bisamelakukannya."“Ya, suatu usul yang bagus," kata Darrell. "Akan kucoba besok. Akankuberi tahu anak-anak lain untuk tidak membantuku, dan memberi kesempatanpada Mary-Lou sendiri untuk bertindak. Hanya anak-anak yang kupercaya sajayang akan kuberi tahu. Tentu saja Gwendoline sayang tidak. Apakah kau yakinrencanamu itu bisa membantu Mary-Lou untuk tidak merasa takut lagi?""Menurut pendapatku, Mary-Lou takkan punya keberanian untukmenghadapi sesuatu kalau ia tak punya pikiran bahwa ia masih punya sedikitkeberanian dan kecerdasan untuk melakukannya!" kata Sally bersungguhsungguh."Kau takkan bisa melakukan apa pun kalau kau sendiri tak yakin kaubisa melakukannya.""Bagaimana kau tahu hal-hal seperti itu?" tanya Darrell dengan kagum."Aku sama sekali tak pernah memikirkannya.""Oh, sesungguhnya hal seperti itu tak begitu sulit," kata Sally. "Yangdiperlukan hanyalah membayangkan dirimu sebagai orang yang ingin kaupelajari.Kau harus bisa ikut merasakan perasaannya, ketakutannya, dan bagaimana caramuuntuk menyembuhkan hal itu kalau kau jadi orang itu. Kedengarannya memangmembingungkan. Aku tak bisa mengatakan dengan tepat apa yang inginkukatakan.""Oh, aku tahu apa yang kaumaksud," kata Darrell. "Kau mengatakandengan tepat sekali apa yang dikatakan ibuku. Cobalah masuki diri orang lain, danrasakan apa yang dirasakannya. Tetapi sering aku tak punya kesabaran untukmelakukan hal itu. Aku telah sibuk dengan diriku sendiri. Kukira kau sangatcerdas, Sally."Muka Sally merah. Tetapi ia tampak senang, walaupun tampak malu."Aku tidak cerdas, dan kalau tahu aku juga tidak baik hati, seperti yang terlihatpada kelakuanku terhadap adikku. Tetapi terima kasih kau telah memujiku sepertiitu. Bagaimana? Dapatkah kau melakukan rencanaku tadi?""Oh, ya, tentu saja," kata Darrell. "Akan kucoba besok di kolam renang.Mary-Lou sedikit pilek dan tidak diperkenankan ikut berenang. Tetapi ia toh harusberada di kolam renang itu. Dengan mudah ia bisa mengambil dan melemparkanban penyelamat itu padaku. Oh, ia pasti heran oleh keberaniannya sendiri.""Aku yakin ia merasa gembira terkena pilek minggu ini," kata Sally,tertawa kecil. "Ia begitu benci air. Aku yakin ia takkan pernah bisa belajarberenang. ""Sungguh lucu saat jururawat memutuskan bahwa Mary-Lou terkena pilekdan tak boleh masuk ke kolam renang," kata Darrell, "segera saja Gwendolinesayang sebentar-sebentar terisak-isak seolah-olah pilek juga, agar terdengar olehNona Potts, agar Nona Potts kemudian melaporkannya pada jururawat, agarkemudian ia juga tidak diperkenankan berenang. Ia kan jauh lebih takut airdaripada Mary-Lou!""Lalu apa yang terjadi?" tanya Sally tertarik. "Oh, alangkah senangnyakalau aku bisa masuk sekolah lagi. Di sini begitu membosankan berdiam diriterus. Kalau kau tak datang serta bercerita, bisa lari aku dari sini....""Nona Potts ternyata malah marah oleh suara isakan Gwendoline, danGwendoline dimarahinya habis-habisan," kata Darrell. "Gwendoline nekat, iaberkata mungkin ia ketularan pilek Mary-Lou. Maka Nona Potts mengirimkannyake jururawat. Dan ternyata jururawat tidak memberinya kesempatan seperti Mary-Lou untuk tidak menyentuh air, tetapi malahan memberinya obat yang sangattidak enak rasanya! Jururawat begitu tegas padanya. Ia bahkan menyuruhGwendoline berenang, sebab garam di air kolam renang itu bisa membuatnyalebih sehat. Dan kudengar jururawat berkat pada Nona Potts bahwa Gwendolinesuka membumbui ceritanya. Dan rasanya sudah tepatlah bahwa ia menelan sedikitgaram di kolam renang."Sally tertawa terpingkal-pingkal. Ia bisa membayangkan betapa gusarnyaGwendoline harus makan obat tidak enak padahal sesungguhnya ia tidak sakitapa-apa. Darrell berdiri."Itu lonceng masuk," katanya. "Sehabis makan siang nanti aku akankembali lagi dengan cerita-cerita lain Aku belum bercerita padamu bagaimanaAlicia dan Betty mengikatkan benang pada buku-buku Mam'zelle di mejanya dandi depan hidung Mam'zelle buku-buku tersebut seolah-olah langsung meloncatsendiri! Irene setengah mati tertawa geli. Kau tahu betapa ia selalu meledak bilatertawa.""Oh, ya. Datanglah lagi dan ceritakan semuanya," kata Sally, semakiningin sering dikunjungi Darrell. "Aku senang mendengar kau berbicara."Sungguh mengherankan perubahan yang terjadi pada diri Sally. Rasanyasulit untuk membayangkan bahwa Sally yang penuh tawa, bersemangat, danbermata ceria ini adalah Sally yang dikenal Darrell dulu. Pemalu, pendiam, dantertutup. Kini ia begitu riang dan menyenangkan."Memang ia tidak terlalu menyenangkan seperti Alicia," pikir Darrell,"tetapi kurasa ia lebih bisa dipercaya. Lidahnya tidak tajam, walaupun ia lebihcerdas dalam hal menelaah pribadi seseorang."Darrell dengan teliti merencanakan untuk menjebak Mary-Lou agar sadarbahwa ia punya keberanian dan mampu bertindak. Tampaknya mudah saja. Iaakan minta agar Alicia dan Betty membawa semua perenang lain ke ujung lainkolam renang itu. Dengan demikian Darrell akan berada di ujung yang terdalamseorang diri. Kemudian ia akan berbuat seolah-olah mendapat kejang kaki,berteriak minta tolong."Aku akan berteriak pada Mary-Lou 'Cepat! Cepat! Lemparkan banpengaman!" pikirnya. "Aku yakin Mary-Lou akan melakukannya. Kemudian akuakan berkata padanya, 'Oh, Mary-Lou, kau telah menyelamatkan jiwaku.' Denganbegitu Mary-Lou akan punya pandangan lain tentang dirinya. Kalau tidak, makaitu betul-betul aneh. Sekali ia mengerti bahwa ia bisa melakukan sesuatu sepertiitu, maka ia bisa meyakinkan diri untuk menghadapi hal-hal yang selama inimembuatnya takut."Rasanya siasat Sally itu sangatlah baik. Darrell menceritakannya padaAlicia dan Betty. "Bagaimana pikiran kalian? Rencana Sally itu sangat bagus,kan?" tanyanya kemudian."Mmm... tetapi untuk apa kau memperhatikan si Bayi Mary-Lou itu?"tanya Alicia heran. "Kau takkan bisa memperbaikinya. Ia sudah keterlaluan.""Tetapi toh ada kemungkinan untuk membuatnya lebih baik darisekarang," kata Darrell, agak kecewa karena ternyata Alicia tampaknya tak terlalubersemangat menerima rencana itu."Rasanya tak mungkin,” kata Alicia. "Aku yakin yang akan terjadi adalahbahwa Mary-Lou begitu ketakutan sehingga ia hanya terpaku diam di tepi kolamdan berteriak-teriak ketakutan. Dan orang lain yang akan melemparkan banpenyelamat itu padamu. Dan ini akan membuatnya semakin malu, sehinggatanggapannya atas dirinya sendiri akan lebih buruk dari sekarang ini. Ia akanmerasa semua orang memandang rendah padanya.""Oh," Darrell patah semangat. "Jika itu terjadi, sungguh berbahaya!" Akubelum pernah memikirkan hal itu."Darrell mengatakan pada Sally apa yang dikatakan Alicia. "Aku mengertiapa maksudnya,” katanya. "Dan memanq itu akan membuat Mary-Lou lebihburuk lagi keadaannya sebab semua orang akan menertawakannya. Alicia sangatcermat bukan, Sally? Kita tak pernah memikirkan kemungkinan itu.""Ya, Alicia memang cermat. Tetapi ia melupakan suatu hal," kata Sally."Apa?" tanya Darrell."Ia melupakan kenyataan bahwa kaulah yang akan berteriak-teriak mintatolong. Semua orang tahu bahwa Mary-Lou sangat memujamu. Mary-Lou akanmelakukan apa saja yang kauperintahkan, kalau kau mengizinkannya. Dan iniadalah sesuatu yang bisa dilakukannya untuk menolongmu! Dan ia pasti akanmelakukannya. Buktikan saja nanti. Berilah Mary-Lou kesempatan ini, Darrell.Alicia memandangnya hanya sebagai seorang bayi yang lemah dan cengeng.Tetapi aku yakin ia bisa melakukan sesuatu yang luar biasa untuk orang yangdisukainya..""Baiklah, Sally, akan kuberi dia kesempatan. Tetapi aku masih merasabahwa Alicia benar. Aku yakin dia memang bisa mengukur kemampuan oranglain. Alangkah senangnya kalau dia mau bersahabat denganku, dan bukannyadengan Betty. Dia begitu cerdas!"Sally tidak berkata apa-apa lagi. Mereka bermain domino dan Sally sedikitpendiam. Kemudian jururawat datang dan menyuruh Darrell pergi."Aku akan mencoba rencana Sally pada Mary-Lou," kata Darrell padaAlicia. "Kuharap kau dan Betty mengajak teman-teman ke daerah yang dangkaljika Mary-Lou terlihat di tepi daerah yang dalam. Kemudian aku akan menjeritdan akan kita lihat, apakah Mary-Lou punya keberanian untuk melemparkan banpenyelamat padaku.""Bahkan pekerjaan sekecil itu akan terlalu berat baginya," kata Alicia,agak kesal karena Darrell terus ingin melakukan rencana itu walaupun ia telahmenyatakan tidak setuju. "Tapi baiklah, akan kita lihat nanti."Sore hari berikutnya, rencana itu dilaksanakan. Pada saatnya, anak-anakkelas satu mulai menuruni tebing, berbicara ramai dengan berpakaian renang dangaun pantai. Gwendoline juga ikut, bermuka cemberut karena semua temannyamenggodanya terus tentang siasatnya berpura-pura sakit.Mary-Lou tidak memakai pakaian renang, dan ia tarnpak gembira. Iabegitu benci akan air! darrell berkata padanya, "Kau boleh melemparkan kepingkepinguang padaku, Mary-Lou. Dan aku akan menyelam untuk mencarinya ditempat yang dalam."Ebook by CLU5TER 134"Baiklah," kata Mary-Lou gembira. Ia menyiapkan uang-uang logam disakunya. Pileknya hampir sembuh. Sayang sekali. Padahal ia merasa senang bisalolos dari pelajaran renang.Tak lama anak-anak itu sudah ramai di kolam renang. Hanya Gwendolineyang masih ragu-ragu, duduk di tangga di tepi kolam. Tapi ia pun segera masukke air sebab tiba-tiba seseorang mendorongnya dari belakang. Menyemburnyembur,terengah-engah ia muncul ke permukaan air.Tetapi tak ada anak di sekitarnya, hingga rasa marahnya tak dapatdisalurkannya. Ia hanya bisa punya dugaan bahwa yang mendorongnya tadiadalah Darrell atau Alicia. Kurang ajar!Mary-Lou berada di tepi daerah yang terdalam, memperhatikan temantemansekelasnya berenang. Paling tidak ia memperhatikan Darrell, mengagurnicara anak itu berenang dengan begitu kuat, cepat, dan indah. Mary-Loumenggenggam uang-uang logam yang telah disiapkannya. Ia sangat gembirabahwa Darrell telah memintanya melakukan sesuatu. Memang ia selalu senangberbuat sesuatu untuk Darrell, walaupun itu suatu tugas yang sangat kedl dan takada artinya."Ayo, pergi ke ujung sana, dan mari berlomba!" seru Alicia tiba-tiba."Ayo, Kawan-kawan... semuanya saja.”"Sebentar, aku akan tinggal di sini saja untuk mencari uang Mary-Lou,"teriak Darrell. "Aku juga sudah kehabisan napas untuk berlomba. Mulailah dulu.Aku akan menyingkir bila kalian sudah kemari. Mary-Lou, uangmu siap?"Alicia dan Betty saja yang tahu tentang rencana Darrell. Merekamenunggu dengan berdebar-debar apa yang akan terjadi. Keduanya yakin bahwaMary-Lou hanya akan menangis tak bergerak bila Darrell berteriak minta tolong.Ia tak akan punya keberanian untuk berlari mengambil ban penyelamat!Anak-anak lain mulai berkumpul di ujung kolam, di daerah yang dangkal,siap untuk berlomba. Di tepi ujung yang dalam Mary-Lou asyik melemparkanuang logam dan melihat Darrell dengan gerakan anggun menyelam danmenangkap uang logam itu.Darrell muncul sambil berseru bangga, menunjukkan sekeping uanglogam. "Dapat! Lempar lagi, Mary-Lou!" teriaknya. Plung! Sekeping uang logammasuk lagi ke air. Darrell terjun dan langsung menyelam. Ia merasa kinilahsaatnya untuk berpura-pura mendapat kesulitan. Ia muncul ke permukaan air,terengah-engah."Tolong! Tolong!" teriaknya. "Aku kejang! Cepat, Mary-Lou! Banpenyelamat! Talong! Cepat!"Darrell tampak meronta-ronta, tangannya menggelepar tak keruan, dan iamulai terbenam. Mary-Lou tertegun, terpaku. Alicia menggamit Betty dikejauhan. "Tepat seperti yang kuduga," bisiknya. "Ia begitu lemah hinggamemutuskan untuk mengambil ban saja tak bisa.""TOLONG!" teriak Darrell. Dua-tiga anak dari ujung kolam bergegasberenang mendekat, mengira bahwa Darrell betul-betul mendapat kesulitan.Tetapi seseorang telah mencapai Darrell lebih dahulu!Terdengar suara mencebur keras, dan Mary-Lou, masih berpakaianlengkap, telah masukke air. Dengan dibayangi ketakutan, anak itu mencobamengingat-ingat gerakan renang yang diketahuinya, berusaha keras untukmencapai Darrell, dan berhasil. Dipeluknya Darrell, ketakutan dan kebingungandicobanya untuk menariknya ke tepi.Darrell saat itu sudah berada di bawah air. Merasa ada yang memegangdirinya, ia muncul ke permukaan. Alangkah terkejutnya ia melihat kepala Mary-Lou di sampingnya! Beberapa saat ia ternganga."Peganglah aku, Darrell!" teriak Mary-Lou, terengah-engah. "Akankutolong kau!"20. BAGUS SEKALI, MARY-LOU!KEMUDIAN dua atau tiga perenang datang mendekat. berseru, "Darrell!Kenapa kau? Minggir, Mary-Lou!"Tetapi Mary-Lou tak dapat minggir. Ia telah mengerahkan semua kekuatandan keberanian yang ada padanya untuk terjun dan berenang mendapatkanDarrell. Kini ia lemas, dan bajunya yang basah kuyup terasa begitu berat. Salahseorang teman membawanya berenang ke pinggir.Di pinggir kolam Mary-Lou berpegangan pada pagar kolam, terengahengahmemperhatikan Darrell dari tempat itu. Agaknya Darrell telah sembuh,sebab kini ia telah bisa berenang lagi dengan ayunan tangan yang kuat dan cepat,mendekati Mary-Lou."Mary-Lou! Kau terjun begitu saja ke air, padahal berenang saja kauhampir tak bisa! Sungguh tolol! Tapi terus terang kau orang tolol yang palingberani yang pernah kukenal!" teriak Darrell.Seseorang membantu Mary-Lou yang menggeletar kedinginan itu keluardari kolam. Saat itu Nona Potts sedang menuruni tebing untuk menuju kolam. Iaterkejut sekali melihat Mary-Lou basah kuyup dengan berpakaian lengkap,dikerumuni anak-anak lain yang malahan hampir semua menepuk-nepukpunggungnya serta memuji-mujinya."Apa yang terjadi?" tanya Nona Potts. "Mary-Lou tercebur?"Berebut anak-anak itu bercerita. "Ia terjun ke air untuk menolong Darrell!Darrell kejang, dan berteriak minta tolong, minta ban pengaman. Mary-Loumelompat langsung ke air dan menolongnya, padahal ia tak begitu bisa berenang!"Nona Potts sama herannya seperti anak-anak itu. Mary-Lou! Betulkah?Mary-Lou yang melihat kumbang saja begitu ketakutan? Sungguh mengherankan!"Tetapi mengapa kau tidak melemparkan saja ban penyelamat?" tanya -licia."Ban itu ttt... tiidak ada...," jawab Mary-Lou dengan gigi gemertak karenakedinginan dan guncangan ketakutan. "Bbban... ittttu kkkan sedddangdippperbaikkki... kkkau ttak tahhhu?"Tidak. Tak seorang pun mengetahui bahwa memang tak ada banpenyelamat di situ. Tak ada cara lain untuk menolong Darrell bagi Mary-Lou,kecuali terjun sendiri ke air. Siapa yang mengira Mary-Lou punya keberanianseperti itu?Nona Potts mengantar Mary-Lou yang menggeletar kedinginan itumenaiki tebing. Darrell berkeling pada Alicia, matanya bersinar-sinar."Nah, siapa yang benar? Kau atau Sally? Mary-Lou begitu berani! Tak adasoal baginya apakah ia tak suka pada air ataukah ia tidak bisa berenang. Ia samaberaninya, oh, mungkin lebih berani dari kita-kita ini, sebab sebelum bertindak itupastilah ia juga merasa sangat ketakutan."Alicia selalu berani mengaku kalah bila ia memang kalah. Ia mengangguk."Ya, ia memang sangat berani. Tak pernah kuduga ia akan seberani itu. Tetapi akuyakin ia bertindak begitu karena yang ditolongnya adalah kau! Kalau orang lainmungkin lain pula kejadiannya."Darrell hampir tak sabaran menunggu waktu untuk bisa berkunjung keSally dan menceritakan apa yang terjadi. Begitu diizinkan, ia bergegas menemuiSally dengan wajah berseri-seri. "Sally! Ternyata siasatmu berhasil cemerlang!Sungguh hebat! Kau tahu tidak, di kolam renang sore tadi ternyata tak ada banpenyelamat. Dan apa yang terjadi? Mary-Lou sendiri terjun ke air, lengkapdengan pakaiannya, untuk menolong aku!""Astaga!" Sally terkejut, tetapi wajahnya juga berseri-seri. "Aku takperoah berpikir sampai seperti itu! Heran! Tapi, Darrell, inilah kesempatan terbaikkita untuk menangani Mary-Lou.""Apa maksudmu?" tanya Darrell."Katakan padanya betapa beraninya dia, jauh di luar dugaan semua orang.Dan ia akan tahu bahwa ia mampu berbuat sesuatu, bahwa sesungguhnya Ia punyakeberanian," kata Sally. "Mudah sekali. Sekali kautanamkan pada seseorangbahwa ia mampu, maka segalanya akan beres.""Kau sungguh bijaksana," kata Darrell kagum. "Aku tak akan pernahberpikir sampai sejauh itu. Baiklah, aku akan berusaha sebaik mungkin. Dan bilaMary-Lou menjengukmu, kau juga berusaha untuk menanamkan keberaniannyaitu padanya."Begitulah, Mary-Lou tiba-tiba saja menjadi pahlawan sekolah itu. Semuaanak mengetahui apa yang telah dilakukannya. Ia tanpa mengenal takut terjun keair untuk menolong Darrell.Mary-Lou sangat heran akan pujian yang terus-menerus datang dariberbagai orang itu. Tapi ia juga merasa senang."Sekarang tak ada gunanya kau pura-pura merasa takut lagi," kata Darrell."Semua tahu bahwa kau sesungguhnya punya keberanian. Jadi semuamengharapkan kau bertindak lebih berani dari biasanya.""Oh, ya, tentu," kata Mary-Lou berseri-seri. "Akan kucoba. Kini aku tahubahwa aku bisa bertindak berani. Dan semuanya jadi berbeda, kurasa. Hanyakalau kita merasa tak bisa melakukan sesuatu, itulah yang menyebabkan kitamerasa begitu tertekan. Aku takkan pernah berpikir untuk terjun begitu saja ketempat yang dalam. Dan ternyata hal itu kulakukan! Tanpa berpikir! Tetapi kurasaitu bukan keberanian, sebab kurasa aku tak akan bisa mengumpulkan keberanianuntuk apa pun."Satu-satunya yang tak memuji Mary-Lou adalah Gwendoline. Pertama, iairi karena semua orang memuji Mary-Lou. Bahkan guru-guru pun tak mauketinggalan, sebab mereka semua melihat ini satu-satunya kesempatan untukmemulihkan rasa percaya diri Mary-Lou. Mereka juga mengerti bahwa sekaliMary-Lou sadar ia bisa berbuat sesuatu yang membutuhkan keberanian, maka iabisa melakukan apa saja tanpa ragu-ragu lagi.Gwendoline benci sekali pada begitu banyak perhatian yang dicurahkanpada Mary-Lou. Dan penyebab rasa irinya yang kedua adalah bahwa Mary-Loumelakukan hal luar biasa itu untuk Darrell!"Heran juga ada orang yang mau membantu seseorang seperti Darrell itu,"gerutu Gwendoline, mengingat betapa kerasnya tamparan Darrell dulu. "Kalauaku, kubiarkan saja ia meronta-ronta di air. Sungguh tolol Mary-Lou. Pasti kini iajadi sombong karena begitu banyak dipuji orang."Tetapi Mary-Lou tidak menjadi sombong. Ia tetap agak pemalu, pendiam,walaupun kini telah tampak bahwa ia punya keyakinan diri. Ia telah membuktikanbahwa dirinya punya keberanian. Ia gembira dan bangga walaupun takdipamerkannya perasaannya itu seperti yang mungkin akan dilakukan olehseseorang seperti Gwendoline.Dan ini semakin membuat Gwendoline kesal, sebab kini Mary-Lou tidakbegitu saja menuruti kehendaknya. Apalagi ketika Sally sudah bisa bersekolahlagi, ternyata Sally juga tak mau ikut-ikut saja dengan kemauan Gwendoline.Sally bahkan terang-terangan membela Mary-Lou dan menegur Gwendolinedengan cara yang hampir saja membuat Gwendoline menjerit-jerit karena marah.Waktu kini terasa lewat dengan begitu cepat. Tinggal tiga minggu lagi dansemester itu akan berakhir. Darrell sampai heran, betapa waktu semakin terasasempit baginya.Ia kini belajar lebih tekun, dan mencapai hasil-hasil yang cukupmemuaskan. Sekali ia bahkan berhasil mencapai tingkat kelima dalam nilaimingguan. Gwendoline adalah satu-satunya yang tak beranjak dari tempatterbawah. Bahkan Mary-Lou mulai merayap ke atas. Darrell tak mengerti,bagaimana Gwendoline nanti menghadapi ayah-ibunya bila rapor semester itudibaca mereka. Selama ini Gwendoline selalu bercerita bahwa ia cemerlang dalamsemua pelajaran, tetapi rapor itu pasti mengatakan hal yang sebenarnya. Suatuhari Darrell mengatakan hal itu pada Gwendoline."Gwendoline, apa yang akan dikatakan oleh ayah-ibumu bila merekamelihat laporan hasil pelajaranmu?" tanya Darrell."Laporan... laporan apa? Apa maksudmu?" Gwendoline tampak heran"Wah, apakah kau tak pernah tahu apa yang dinamakan rapor?" tanyaDarreillebih heran lagi. "Tunggu, akan kutunjukkan buku raporku yang lama, darisekolahku dulu. Aku harus membawa buku rapor itu untuk Nona Potts."Darrell mengambil buku rapornya dan menunjukkannya pada Gwendoline.Gwendoline ternganga ketakutan. Di situ tertulis mata-mata pelajaran, nilai-nilaiyang dicapai untuk setiap mata pelajaran, tingkat kedudukannya di kelas, danbahkan catatan guru tentang pekerjaan-pekerjaan murid yang. bersangkutan!Gwendoline bisa membayangkan apa yang tertulis di rapornya....'Bahasa Prancis, sangat ketinggalan dan malas, Matematika. Tak berusahasama sekali. Harus mengambil pelajaran tambahan selama liburan. 'Olahraga.Sangat buruk. Tak punya keahlian dan kerja sama yang bagus.'Dan seterusnya. Kasihan Gwendoline. Tak pernah ia menduga bahwasemua hasil buruk yang dicapainya akan dilaporkan ke ayah-ibunya dengan caraini. Lemas ia duduk di kursi, menatap Darrell."Apakah kau belum pernah menerima rapor sebelumnya?" tanya Darrellheran."Belum pernah," kata Gwendoline lemas."Sudah kukatakan, aku belum pernah bersekolah. Aku selalu diajar gurupribadiku, Nona Winters. Dan ia tak pernah membuat laporan. Ia hanyamengatakan pada Ibu bagaimana hasil pelajaranku. Dan Ibu percaya padanya.Nona Winters selalu berkata bahwa hasil pelajaranku selalu hebat. Tak tahunya disini aku banyak tertinggal.""Aku yakin kedua orang tuamu akan sangat terkejut menerima rapormu,"kata Darrell terus terang. "Aku yakin rapormu akan menjadi rapor yang terburukdi sekolah ini. Kau akan menyesal telah membual tentang hasil-hasil gemilangyang pernah kaucapai, seperti yang kauceritakan pada ibumu dan Nona Winters ditengah semester lalu.""Aku akan merobek raporku hingga ibuku takkan membacanya," kataGwendoline marah."Tak kan mungkin bisa" Darrell tertawa. "Rapor itu dikirim dengan pos!Ha ha ha. Aku senang sekali kau akan dimarahi ibumu di rumah. Mary-Louberkata padaku tentang apa saja yang kaukatakan di hari tengah semester yanglalu. Lucu sekali, membual seperti itu sementara kau tahu otakmu tak lebihbanyak dari otak tikus dan itu pun tak pernah kaugunakan seluruhnya!"Gwendoline sampai tak bisa berkata apa-apa. Kurang ajar benar Darrell,berani berbicara seperti itu padanya. Dan kurang ajar benar Mary-Lou, beranimengatakan hal-hal yang dikatakannya di tengah semester dulu itu pada anak-anak lain. Sungguh anak yang dengki dan jahat! Ia harus dihajar! Gwendolinemerasa ia harus membalas dendam untuk kelancangan Mary-Lou itu. Misalnyadengan menginjak hancur pulpen anak itu... ya, apa saja akan dilakukannya untukmenghajar Mary-Lou!"Pada hal selama ini ia aku anggap sebagai sahabatku," pikir Gwendolinemarah. "Sungguh tidak punya rasa setial Aku benci padanya!"Kemudian ia mulai memikirkan rapornya. Ia merasa takut bilamembayangkan betapa marah ayahnya nanti membaca rapornya. Sebabsesungguhnya itulah yang membuat ayahnya memutuskan untuk mengirimkannyake sekolah berasrama ini - ayahnya menganggapnya terlalu malas dan terlalubangga akan dirinya. Ayahnya telah sering kali memarahinya. Gwendolineberusaha untuk melupakan kata-kata ayahnya itu, tetapi kata-kata itu berulangulangmuncul lagi dalam ingatannya.Ia bisa saja membual, mengatakan apa saja yang dikarangnya sendiri.Tetapi rapornya akan mengatakan lain - malas, tak bisa diandalkan, takbertanggung jawab, angkuh, bodoh - mungkin kata-kata itulah yang akan masukke dalam rapornya. Dan ia tahu, sesungguhnya ia memang patut memperolehkata-kata tersebut."Tinggal dua atau tiga minggu lagi," pikir Gwendoline dengan gugup."Bisakah aku membuat raporku bagus dalam waktu dua minggu? Aku harusberusaha keras. Mengapa tidak dari dulu aku mengetahui tentang rapor itu? Kalautahu dari dulu, aku bisa berusaha lebih keras. Kini aku harus bekerja bagaikanbudak!"Dan semua orang jadi sangat heran akan perubahan pada Gwendoline.Terutama Nona Potts dan Mam'zelle. Gwendoline mulai menunjukkanperhatiannya pada pelajaran! Dan berusaha keras sekali! Ia tak segan-seganmenulis berkali-kali hingga mendapat hasil yang bagus dalam mengarang. Iaselalu penuh perhatian di dalam kelas."Apa yang terjadi pada Gwendoline?" tanya Nona Potts pada Mam'zelle."Aku jadi berpendapat bahwa sesungguhnya ia punya otak juga, walaupun sangatsedikit.""Ya, aku pun berpendapat begitu," kata Mam'zelle. "Lihat ulangan bahasaPrancis ini? Hanya salah satu! Belum pernah ini terjadi pada Gwendoline.""Ya, hal-hal aneh terjadi di sini," kata Nona Potts. "Lihat saja Darrell. Kiniia juga bekerja lebih keras. Dan Sally Hope sikapnya berbeda. Dan Mary-Lou, iaberkembang menjadi anak yang penuh keyakinan kini, sejak ia terjun ke kolamrenang dulu itu. Tetapi Gwendoline paling mengesankan perubahannya. Kemarinia menulis karangan, cukup bagus, dan hanya salah eja enam buah. Biasanyasalahnya dua puluh. Aku kini bisa menulis 'Bisa menggunakan otaknya' dirapornya, dan tidak lagi 'Tak pernah menggunakan otak'."Gwendoline sesungguhnya tak suka bekerja begitu keras. Darrell selalumenertawakan dirinya. Darrell juga telah mengatakan pada anak-anak lainmengapa Gwendoline begitu berubah."Ia tak ingin ayah-ibunya mengetahui bahwa selama ini ia berdusta padamereka," kata Darrell. "Betul kan, Mary-Lou? ltulah akibat dari membual,Gwendoline. Suatu saat pasti kau terpaksa menanggung akibatnya."Mary-Lou ikut tertawa. Ia makin berani kini walaupun biasanya itudilakukan bila ada Darrell dan Sally di dekatnya. Gwendoline melotot pada anakitu. Pengkhianat!Tapi hari berikutnya Gwendoline mendapat kesempatan untuk membalasMary-Lou.Ia memasuki ruang rekreasi, dan ternyata di situ tak ada orang. Dan dimeja Mary-Lou tergeletak pulpen yang begitu dibanggakannya! Gwendolinelangsung membantingnya ke lantai."Tahu rasa kau!" geram sekali Gwendoline meremukkan pulpen tersebutdengan sepatunya. Pulpen itu hancur, tintanya menebar di lantai.21. SUATU KEJUTAN BAGI DARRELLJEAN yang pertama kali melihat pulpen yang hancur itu. Ia memasukiruang rekreasi untuk mengambil buku dan tertegun ketika melihat tinta di lantaiserta hancuran pulpen berantakan di sekitarnya."Ya ampun!" Jean berseru. "Siapa yang melakukan ini? Sungguh keji!"Emily dan Katherine masuk. Jean menunjukkan pulpen tadi pada mereka."Lihat," katanya. "Ini betul-betul suatu tindakan keji seseorang!""Ini pulpen Mary-Lou," kata Katherine, terkejut. 'Wah, berantakanbegini... siapa yang melakukannya? Ini pasti disengaja."Mary-Lou datang dengan Violet yang pendiam. Ketika ia melihatpulpennya, ia menjerit dan menangis, "Ya ampun! Siapa yang melakukan itu? Inihadiah dari ibuku. Dan kini hancur!"Anak-anak lain datang berkerumun. Darrell dan Sally heran melihatkerumunan ini ketika mereka juga datang. Dan mereka tak heran melihat Mary-Lou menangis setelah tahu penyebabnya."Apa kata ibuku nanti? Ia telah menyuruhku hati-hati merawat pulpen itu!"Alicia masuk sambil bersiul-siul. Ia tertegun ketika melihat pulpen yanghancur serta anak-anak yang terdiam itu, dan Mary-Lou yang menangis. Betapakejinya anak yang melakukan perbuatan tersebut."Siapa yang melakukannya?" tanya Alicia marah. "Ini harus dilaporkanpada Potty. Aku yakin ini ulah Gwendoline - hanya dia yang sanggup berbuatsekeji ini!""Di mana Gwendoline?" tanya Katherine. Tak ada yang tahu. Tetapisesungguhnya Gwendoline ada di luar kamar. Ia hampir saja masuk, tetapiterhenti ketika mendengar nada marah anak-anak di dalam. Tadinya ia akanmasuk dan berpura-pura terkejut, namun kini ia ragu-ragu, mendengarkan apayang sedang dibicarakan di dalam."Aku tahu, ada cara yang paling tepat untuk mencari siapa yangmelakukan perbuatan ini," kata Alicia."Bagaimana?" tanya Katherine."Begini. Siapa pun yang menginjak pulpen ini sampai hancur pastilahsepatunya terkena tinta ungu seperti ini," Alicia berkata geram."Oh, ya, tentu saja,” kata anak-anak itu."Kau benar, Alicia," kata Katherine. "Kita akan memeriksa semua sepatuyang ada di Menara Utara ini. BiIa kita lihat ada yang terkena tinta ungu, pastipemiliknya yang menginjak pulpen Mary-Lou sampai hancur.""Aku bisa tahu tanpa harus pakai cara itu," kata Darrell gemas. "PastiGwendoline Di sini tak ada anak yang mampu berbuat sekeji ini kecuali dia."Di luar Gwendoline gemetar marah dan takut. Tergesa-gesa ia melihatbagian bawah sepatunya. Ya, memang sepatunya itu terkena tinta ungu! Cepatcepatia berlari meninggalkan tempat tersebut ke ujung gang, ke sebuah gudangkecil.Dari dalam gudang kecil tersebut diambilnya sebotol tinta ungu.Kemudian ia berlari ke kamar tempat menyimpan pakaian luar, di mana terdapatjuga lemari-Iemari kecil untuk menyimpan sepatu. Ia harus bisa melaksanakanrencananya sebelum terlambat!Waktu yang ada baginya ternyata cukup banyak. Sebab anak-anak lainsibuk membersihkan lantai tempat pulpen Mary-Lou itu pecah. Gwendolinemengoleskan sedikit tinta ungu ke bagian bawah sepatu Darrell dl lemariperbekalan Darrell.Kemudian dibuangnya botol berisi tinta itu ke sebuah lemari barangbarangdi dekatnya. Sepatunya sendiri, yang terkena tinta, dimasukkannya pula kedalam lemari yang berisi berbagai macam barang itu. Di tempat itu pastilah sepatutadi tak akan diketemukan orang. Dan ia pun memakai sandal sebelum berlari keluar, ke Taman Dalam dan muncul di pintu ruang rekreai seolah-olah baru sajabermain-main di taman. Ia muncul dengan sikap tenang dan seolah tak mengertiapa-apa. Gwendoline memang pandai bersandiwara untuk keperluan dirinyasendiri.‘Ini dia Gwendoline! seru Alicia. "Gwendoline, kau tahu tentang pulpenMary-Lou?""Pulpen Mary-Lou? Kenapa?" tanya Gwendoline seolah-olah tanpa dosa."Ada orang yang telah menginjaknya sampai hancur," kata Sally."Sungguh kejam!" kata Gwendoline, memperlihatkan muka gusar. "Siapayang melakukannya?""Itulah yang ingin kita ketahui," kata Darrell yang gemas melihat wajahkemenangan Gwendoline, "dan kita pasti akan menemukannya!""Kuharap begitulah," kata Gwendoline tersenyum mengejek. "Janganmelotot padaku seperti itu, Darrell. Bukan aku yang berbuat. Malah aku kirapastilah kau! Kuperhatikan akhir-akhir ini kau begitu iri, karena hanya Mary-Louyang dipuji-puji atas jasanya menolong kau dari kolam renang.”Semua tertegun. Bagaimana Gwendoline bisa menuduh Darrell seperti itu?Hampir saja meledak amarah Darrell. Dirasanya darah menderas ke mukanya.Tapi untunglah Sally melihat warna merah mulai membara di muka sahabatnjaitu. Ia segera memegang lengannya. "Sabarlah, Sobat," katanya lembul Dan marahDarrell mereda. Hampir tak bisa bernapas ia menahan amarah itu."Gwendoline," kata Katherine, sambil terus menatap wajah anak itu, "kamiberpikir bahwa siapa pun yang menginjak hancur pulpen ini, sepatunya pastilahterkena tinta ungu. Dan kini kami akan memeriksa sepatu-sepatu yang ada di siniDengan begitu kami akan bisa menemukan siapa yang telah berbuat."Wajah Gwendoline tak memperlihatkan perubahan sedikit pun. "Itu suatucara yang bagus sekali," katanya dengan besemangat. "Sungguh cerdik. Aku yakindengan cara itu anak yang tak punya hati itu bisa ditemukan."Semua tercengang mendengar perkataan Gwendoline. Anak-anak jadisedikit ragu. Kalau memang Gwendoline yang berbuat, apakah ia juga begitubersemangat mendukung pencarian siapa yang menginjak pulpen itu?Mungkinkah memang ia tak berbuat?"Kalau kalian suka, boleh memeriksa sepatuku terlebih dahulu. Atausandal ini," kata Gwendoline, dan ia benar-benar menunjukkan telapak sandalnya.Tentu saja bersih."Kami akan memeriksa sepatu-sepatu yang ada di lemari sepatu,” kataKatherine. "Tetapi baiklah, mula-mula kita periksa sepatu yang ada di sini. Cobakalian satu per satu mengangkat kaki."Semua sepatu diperiksa. Tak ada yang terlihat bertanda tinta ungu.Kemudian tanpa banyak berbicara, anak-anak kelas satu Menara Utara itu pergike ruang penyimpanan pakaian luar, di mana terdapat lemari-lemari sepatu.Lemari sepatu Gwendoline diperiksa pertama kali, sebab Katherine,seperti juga anak-anak lain, mempunyai dugaan bahwa kemungkinan besar salahsatu sepatunya akan berbekas tinta. Tetapi ternyata semuanya bersih.Malah salah satu sepatu Darrell-lah yang elapaknya bertinta. Katherineyang mengambilnya dari lemari tercengang tak bisa berbicara. Dan tanpa bersuaraia menunjukkannya pada yang lain."Sepatumu!" kata Katherine akhirnya. "Oh, Darrell!"Darrell ternganga. Dan ia melihat ke semua wajah anak yangmengelilinginya. Beberapa di antaranya segera membuang muka. Aliciamenatapnya dengan pandangan marah."Wah, wah, wah! Siapa mengira bahwa yang berbuat Darrell kita yangsuka terus terang ini?" desis Alicia dengan nada mengejek. "Aku sama sekaIi takmengira, Darrell!"Dengan wajah jijik ia berpaling. Darrell segera memegang lengannya."Alicia! Masa kau percaya aku yang menghancurkan pulpen Mary-Lou?"katanya gugup. "Percayalah! Bukan aku yang melakukannya! Aku takkan sudimelakukan perbuatan sekeji itu. Oh, Alicia, bagaimana kau bisa punya pikiranseperti itu terhadapku?""Pokoknya sepatumu yang berbekas tinta," kata Alicia. "Kau pastilah takbisa menguasai dirimu lagi, Darrell. Dan dalam marahmu kau menghempaskandan menginjak pulpen itu! Jangan tanya padaku, apa kau mampu berbuat sekejiitu atau tidak. Sebab aku bukannya kau!""Tetapi Alicia... lalu apa alasanku berbuat itu?" seru Darrell. "Dan lagi akubukanlah seorang pendendam! Alicia, kukira kau sahabatku. Kau dan Betty selalumengajakku bersama. Masa kau tega menuduhku seperti ini?""Kau bukan sahabatkul" kata Alicia tegas, dan meninggalkan ruang itu."Ini pasti suatu kekeliruan!" kata Darrell putus asa. "Oh, jangan kalianpercaya bahwa aku yang melakukannya. Jangan percaya!""Aku tidak percaya kau yang melakukannya, Darrell!" kata Mary-Loudengan air mata mengalir di pipinya. Digandengnya tangan Darrell. "Aku yakinbukan kau. Aku akan tetap bersahabat denganmu!""Dan aku juga," kata Sally dengan suara lembutnya. "Aku tak percaya kauyang melakukannya, Darrell."Darrell gembira bahwa di antara anak-anak yang memandangnya denganpandang dingin membenci, masih ada dua pasang mata yang begitu hangatmemandangnya. Ia sangat terharu dan hampir menangis. Sally menuntunnyakeluar dari kamar itu. Katherine memandang pada teman-teman di sekelilingnya.Wajahnya bingung. Dan kecewa."Aku juga tak percaya bahwa Darrell yang berbuat," katanya akhirnya."Tetapi... itu juga harus dibuktikan terlebih dahulu. Dan sebelum terbukti tidakbersalah, kita terpaksa menganggapnya si pelaku perbuatan keji itu. Sayangsekali. Aku tahu bahwa kita semua menyukai Darrell.""Aku tak pernah menyukainya," kata Gwendoline dengan nadakemenangan. "Aku selalu berpendapat bahwa ia mampu berbuat apa saja. Apalagidengan sifat pemarah seperti itu.""Tutup mulut!" tukas Jean agak kasar. Gwendoline tutup mulut. Tetapi iapuas akan apa yang telah dikatakannya dan apa yang dilakukannya.Sally dan Mary-Lou membuktikan kata-kata mereka. Mereka berdua tetapbersahabat dengan Darrell, menemaninya, membantunya, membelanya dengansikap teguh. Mary-Lou malahan terang-terangan menentang Gwendoline. Tetapisuasana tetap saja terasa sangat tidak menyenangkan bagi Darrell. Walaupun takada yang mengusulkan hukuman apa yang harus dijatuhkan pada Darrell, tetapiDarrell merasa begitu tertekan melihat ia seolah-olah dikucilkan oleh semuatemannya - kecuali Sally dan Mary-Lou.Mary-Lou sangat kuatir akan keadaan ini. Baginya, karena pulpennyalahDarrell jadi begitu menderita. Ia yakin Darrell tak bersalah. Seperti Sally, ia yakinakan sifat alami Darrell yang senang akan kejujuran dan penuh kebaikan.Keduanya yakin, tak mungkin Darrell sampai hati berbuat seperti itu.Tapi... lalu siapa yang berbuat? Pastilah seseorang yang mendendam baikpada Mary-Lou dan Darrell. Dan orang itu - pastilah Gwendoline. Jadi, pastiGwendoline yang memberi tinta ungu pada sepatu Darrell.Itu berarti sepatu Gwendoline haruslah berbekas tinta pula. Padahalsewaktu diperiksa, semua sepatunya bersih!Suatu malam Mary-Lou memikirkan semua ini. Ia tak bisa tidur karenabegitu kasihan pada Darrell. Bagaimana Gwendoline bisa melakukan siasat sekejiitu? Bagaimana Gwendoline bisa tahu bahwa mereka akan memeriksa semuasepatu? Apakah Gwendoline ada sewaktu mereka merundingkan hal itu? Tidak.Tetapi mungkin saja ia berada di luar kamar dan mendengar pembicaraantentang itu! Dan pastilah ia kemudian bergegas ke lemari sepatu, mengolesi sepatuDarrell dengan tinta, menyembunyikan sepatunya sendiri, kemudian kembali keruang rekrasi dengan tenang dan aman.Mary-Lou bangkit duduk. Dadanya berdebar keras. Tiba-tiba ia merasamengerti apa yang telah terjadi. Ia mulai gemetar sedikit seperti biasanya bilamerasa tegang atau ketakutan. Di mana kira-kira Gwendoline menyembunyikansepatunya? Pastilah de kat lemari-lemari sepatu itu. Apakah sudah dipindahkandan disembunyikan di tempat yang lebih aman, ataukah masih ada di tempat itu?Malam telah larut. Di luar sangat gelap. Semua sudah tidur lelap. Mary-Lou berpikir-pikir, beranikah ia pergi ke ruang penyimpanan pakaian luar danmenyelidikinya? Ia sangat ingin agar perkara ini segera bisa diselesaikan dandijernihkan. Tetapi ia sangat takut akan kegelapan! Namun... dia dulu toh jugasangat takut akan air, dan ternyata setelah terjun ke tempat dalam untuk menolongDarrell kini ia tak begitu takut lagi. Mungkin ia juga tak akan merasa takut padakegelapan, kalau untuk menolong Darrell. Paling tidak ia aka mencoba dulu.Mary-Lou merayap turun dari tempat tidur. Ia tak memakai gaunkamarnya. Tak terpikirkan olehnya hal itu. Dengan berpakaian tidur, ia merabarabake pintu, keluar. Untung di gang ada sebuah lampu. Remang-remangcahayanya.Menyeberangi gang, turun tangga, ke kamar-kamar di bawah.Ditemukannya ruang penyimpanan pakaian luar . Ya ampun. Gelap sekali. Mary-Lou merasa sesuatu seolah merambati punggungnya. Ia begitu ketakutan. Sesaatia hampir saja menjerit. Ya, ia akan menjerit!"Ini untuk Darrell!" ia berpikir dan memantapkan hati. "Aku melakukanini untuk orang lain, dan sangat penting, harus kulakukan. Aku tak akan menjerit.Oh, tetapi di mana tombol lampu?"Ditemukannya tombol tersebut. Dinyalakannya lampu. Kamar itu jaditerang. Mary-Lou bernapas lega. Kini ia takkan merasa takut Ia tidak lagi didalam kegelapan. Ia merasa bangga bahwa ia tadi tidak menjerit padahal sudahhampir saja dilakukannya.Diperhatikannya lemari-lemari sepatu. Itu punya Gwendoline. Dibukanya,dikeluarkannya semua sepatunya. Tidak, tak ada yang berbekas tinta. Lalu... dimana sepatu yang bertinta itu di sembunyikan?22. AKHIR SEMESTERMARY-LOU melihat lemari kecil di dekatnya. Ia tahu apa isinya. Bola,raket, sepatu rusak.... pokoknya benda-benda yang sudah tak dipakai tapipemiliknya merasa sayang untuk membuangnya. Mungkin sepatu Gwendoline adadi situ! Hati-hati ia membuka pintu lemari kecil tersebut: takut kalau-kalau adalabah-labah atau binatang kecil lain keluar.Diperiksanya berbagai benda rongsokan di dalamnya. Dengan takut iamemindah-mindahkan barang-barang itu satu per satu. Ditariknya sebuah raket,dan sebuah benda terjatuh dengan suara keras. Mary-Lou membeku seketika.Adakah orang yang mendengar suara itu? Ia menahan napas dengan badangemetar. Tidak, agaknya tak ada. Ia mulai mencari-cari lagi.Dan ditemukannya sepatu Gwendoline! Ditemukannya botol dengan tintaungu. Itulah yang jatuh dengan suara keras tadi. Mary-Lou memperhatikan botoltinta itu, dan ia tahu digunakan untuk apa benda tersebut oleh Gwendoline.Diperhatikannya sepatunya - dan di sepatu yang sebelah kanan terlihat bekas tintaungu. Nyata sekali! Dengan tangan gemetar Mary-Lou melihat nama yang tertulisdi dalam sepatu itu. Untuk meyakinkan diri. Ya, di situ tertulis dengan tulisan rapiNona Winters: Gwendoline Lacey."Jadi betul-betul Gwendoline!" pikir Mary-Lou. "Aku memang telah yakinbahwa bukan Darrell yang berbuat. Aku akan segera membangunkan anak-anak...akan kuceritakan sekarang juga. Ah, lebih baik jangan. Mungkin Katherine akanmarah aku keluyuran malam-malam begini."Mary-Lou mengambil botol dan sepatu itu. Dipadamkannya lampu kamar.Ia berdiri dalam kegelapan. Tetapi apakah dia takut? Sedikit pun tidak. Tak sekalipun ia memikirkan kegelapan di sekelilingnya. Pikirannya dipenuhi olehpenemuannya yang begitu berarti. Ia telah membuktikan bahwa bukan Darrellyang melakukan perbuatan itu. Darrell tidak bersalah!Mary-Lou bangun paling pagi. Ia langsung pergi ke tempat tidurKatherine. Diguncangnya ketua kelasnya itu sehingga terbangun. "Bangun!"serunya. "Ada sesuatu yang sangat penting yang harus kukatakan padamu.Bangunkan yang lain!"Yang lain terbangun juga oleh keributan Mary-Lou. Mereka duduk ditempat tidur, mengusap-usap mata masing-masing. Mary-Lou berdiri menghadapsemua tempat tidur, dan ia mengangkat sepatu Gwendoline dengan gaya penuharti."Lihat! Telah kutemukan sepatu yang betul-betul terkena tinta. Dankutemukan pula satu botol tinta ungu. Lihat ini? Anak yang telah menghancurkanpulpenku menyembunyikan sepatunya dan mengoles sepatu Darrell dengan tintaungu ini. Dengan demikian kalian semua menuduh Darrell yang berbuat.""Tetapi sepatu siapa itu?" tanya Katherine heran. "Dan kau temukan dimana?""Malam tadi aku pergi ke bawah, dan menyelidiki di tempat penyimpananbarang-barang yang tak terpakai," kata Mary-Lou bangga. Semua semakin heran.Mary-Lou berani turun dalam kegelapan? Semua tahu bahwa Mary-Lou sangattakut di kegelapan."Kutemukan sepatu dan botol tinta ini di dalam lemari kecil di tempat itu,”kata Mary-Lou. "Dan apakah kalian ingin mengetahui sepatu siapakah ini? Akutak akan mengatakannya pada kalian. Tidak. Lihat saja ke seisi kamar ini. Dankalian bisa melihat dari gerak-gerik mukanya, nama siapa yang tertulis di dalamsepatu ini!"Memang benar. Muka Gwendoline merah padam oleh rasa marah dan rasaketakutan. Dengan gusar dipelototinya Mary-Lou. Wah, jadinya dirinyatertangkap juga. Mengapa tidak dibuangnya saja botol dan sepatu itu ke laut!"Gwendoline!" bisik anak-anak itu. Mereka memandang dengan rasamarah dan jijik pada anak yang kini wajahnya merah padam itu. Dan kali iniGwendoline tidak berusaha untuk menyangkal.Ia merebahkan badan kembali ke tempat tidur, menyembunyikan mukanyadi bantal.Katherine memeriksa sepatu dan botol itu. Kemudian ia mendekatiDarrell, mengulurkan tangan minta maaf."Darrell, aku minta maaf karena telah berpikir bahwa kaulah yangberbuat," katanya. "Sesungguhnya aku tak meragukan kejujuranmu, tapi aku harusmempunyai bukti nyata untuk itu.""Oh, tak apa. Lupakanlah,” kata Darrell dengan wajah berseri-seri."Memang aku sangat menderita karena sikap kalian, tetapi aku ternyata dapatmengandalkan dua orang sahabat yang tak pernah meragukan aku... Sally danMary-Lou. Aku masih beruntung. Gwendoline tak akan punya sahabat sepertikeduanya itu."Satu per satu anak-anak di kamar itu minta maaf pada Darrell. Alicia agakkaku sikapnya, sebab ia betul-betul malu akan kata-kata keras yang diucapkannyadulu itu. Namun memang begitulah sifat Alicia. Selalu keras dan tajam. Ia harusmendapat banyak pelajaran sebelum bisa menguasai sifat kekerasannya itu danmemperoleh pengertian dari orang-orang di dekatnya."Aku ingin bersahabat denganmu lagi,” kata Alicia kikuk. "Bergabunglahdengan Betty dan aku seperti dulu.""Terima kasih," kata Darrell, dan ia menoleh pada wajah kecil penuh rasasetia, Sally, di sampingnya. "Tapi kalau kau tak keberatan aku lebih sukabersahabat dengan Mary-Lou dan Sally saja. Aku sering memperlakukan merekadengan buruk, tetapi ternyata mereka malah membelaku pada saat aku mendapatkesulitan. Kukira merekalah sahabat-sahabat sejatiku.""Oh, terima kasih, Darrell!" kata Mary-Lou dengan wajah bahagia.Sally tak berkata apa-apa. Tetapi Darrell merasakan sebuah cubitan lembutdi lengannya. Darrell berpaling pada Sally dan tersenyum. Ia juga merasa sangatbahagia kini. Segalanya telah selesai dan keadaan pasti akan baik terus sampaiakhir semester. Sagus.Ia melihat Gwendoline tengkurap di tempat tidurnya, menangis. Dalamkebahagiaannya, Darrell bahkan tak bisa melihat musuhnya bersedih. DidekatinyaGwendoline, dan diguncangkannya punggung anak itu perlahan."Gwendoline," katanya, "aku tak akan mengatakan peristiwa ini pada siapapun. Dan teman-teman di kamar ini juga akan berbuat yang sama, bila kuminta.Tapi kau harus membelikan pulpen baru bagi Mary-Lou. Pulp en yang samaindahnya, sama bagusnya dengan pulpen yang kauhancurkan. Bagaimana?""Baiklah," kata Gwendoline lemas, hampir tak terdengar. "Aku akanmembelikannya."Hanya itulah yang bisa dikatakan Gwendoline. Ia bahkan tak bisa berkatabahwa ia menyesal. Ia bahkan tak bisa berkata minta maaf ketika akhirnya iamemberi Mary-Lou sebuah pulpen baru dan sangat bagus. Ia lebih lemah dariMary-Lou, sebab ia tak punya kekuatan untuk mengalahkan dirinya sendiri."Ia tak akan bisa jadi baik kan, Katherine,” tanya Darrell suatu hari padaKatherine. Katherine tersenyum."Itu tergantung pada berapa lama ia berseolah di Malory Towers ini,”jawabnya. “Aneh juga, betapa semakin lama kita tinggal di sini, semakin baikpribadi kita. Begitulah kata ibuku. Ia bersekolah di sini juga, dan banyak ceritanyatentang anak-anak yang bertabiat buruk yang akhirnya menjadi baik karenakehidupan di sini.”"Tetapi kukira Gwendoline sudah tak bisa diperbaiki lagi," kata Darrell."Kukira lebih baik bila ia meninggalkan saja sekolah ini.”Gwendoline sendiri merasa bahwa ia lebih baik meninggalkan sekolah itu.Dua minggu terkhir semester itu sangat tak menyenangkan baginya. Memang takseorang pun berbicara tentang peristiwa pulpen Mary-Lou itu, tetapi setiap anakselalu memikirkan peristiwa itu dan memandang Gwendoline. Karenanya merekaselalu menghindarinya, dan bicara dengannya hanya bila sangat perlu saja.Mereka juga jadi yakin bahwa Gwendoline-lah yang melakukan perbuatan lainnyayang merugikan Mary-Lou sebelum itu.Kasihan Gwendoline. Di samping menghadapi perasaan benci anak-anakdi sekitarnya, ia harus bekerja keras untuk mengejar ketinggalann. Tetapi inisemua adalah akibat dari ulahnya sendiri. Jadi ia tak bisa mengeluh terlalu dalam.Toh yang salah adalah dirinya sendiri.Selama akhir semester itu Darrell merasa sangat bahagia. Ia, Sally, danMary-Lou selalu bersama-sama kini. Darrell tak lagi ingin menjadi sahabat eratAlicia. Sally sudah menjadi sahabat yang sangat memuaskan hatinya. Sebab Sallyyang berhati sabar dan cerdas itu bisa membuatnya menahan diri. Dengan Sally didekatnya, rasanya tak mungkin Darrell akan kehilangan kesabarannya.Ujian datang dan pergi. Darrell mencapai hasil-hasil yang sangat baik.Sally tak begitu baik angkanya, karena ia pernah tak masuk selama dua atau tigaminggu saat ia harus dirawat di san. dan lagi demi kesehatannya ia takdiperkenankan mengambil seluruh pelajaran sepenuhnya.Gwendoline cukup maju, di luar dugaan semua orang. "Itulah bukti bahwakau sesungguhnya bisa kalau kau mau mencobanya," kata Nona Potts padanya."Aku tak bisa mengerti mengapa kau baru mau menggunakan otakmu dua-tigaminggu sebelum semester berakhir. Mungkin semester berikutnya kau sudi untuksepenuhnya mencoba dari awal semester?"Gwendoline tak mengatakan pada Nona Potts apa yang membuatnyabekerja begitu keras di minggu-minggu terakhir. Ia sangat berharap agar hasilkerjanya yang ditulis di rapor cukup menyenangkan ayah-ibunya! Sungguhmengesalkan semester ini. Mudah-mudahan ia tak usah kembali ke sekolah ini.Sebab semester yang akan datang ia akan terpaksa berjuang agar anak-anakmelupakan apa yang pernah dilakukannya di semester ini.Sebaliknya, Darrell merasa bahwa semester yang dijalaninya itu sungguhindah - kecuali saat-saat Sally sakit dan dua-tiga hari saat anak-anakmemusuhinya karena perkara pulpen Mary-Lou. Tetapi Darrell jarangmemikirkan hal itu.Sifatnya bagaikan matahari, hanya melihat hal-hal yang terbaik saja danmelupakan hal-hal yang kurang menyenangkan. Ia agak menyesal bahwa akhirnyasemester itu harus berakhir - tapi waktu liburan bisa juga menyenangkan.Sally akan tinggal di rumahnya selama liburan ini, selama satu minggu.Kemudian Darrell akan tinggal di rumah Sally selama satu minggu pula."Kau pasti akan menyukai adikku" kata Darrell. "Ia sungguh lincah!""Dan kau akan melihat adikku," kata Sally setengah malu. "Aku akanmengajarnya agar suka berolahraga. suka bergerak, jujur dan menyenangkanseperti... kau."Sayang Mary-Lou tidak tinggal di dekat rumah Sally atau Darrell.Sesungguhnya ia juga ingin berlibur dengan mereka. Tapi tak apa. Toh merekaakan bertemu lagi semester yang akan datang. Dan semester yang akan datanglagi. Dan semester yang akan datang lagi... Mary-Lou sadar bahwa sesungguhnyasahabat akrab Darrell adalah Sally, dan bukannya dirinya. Tetapi ia tak terlalu -memikirkan hal itu. Toh Darrell jelas juga suka padanya dan malahanmengaguminya juga. Itulah yang penting bagi Mary-Lou. Betapa herannya nantiibunya melihat Mary-Lou yang kini tak takut pada kegelapan itu!Hari terakhir tiba. Ramai sekali, ribut dengan berbagai persiapan untukberangkat Bagaikan pasar malam saja. Hiruk-pikuk dan anak-anak dari keempatmenara campur aduk tak keruan."Selalu hari terakhir penuh dengan kegilaan,” kata Mam'zelle terengahengahmencari jalan di antara begitu banyak anak. “Darrell! Sally! Tolong berijalan! Aku mau lewat! Ah, anak-anak Inggris ini sungguh gila semua!"Nona Potts tampak tenang dan pasti di antara keributan itu memberikantas-tas kecil pada beberapa orang murid serta mencatat siapa-siapa yang sudahdijemput oleh orang tua mereka, mengumpulkan barang-barang yang terjatuh atauterlupa oleh pemiliknya. Biasanya memang hanya Nona Potts yang tampak warasdi hari-hari seperti itu. Bahkan Ibu Asrama juga tampak kebingungan mencaridaftar pakaian yang sebenarnya terselip di ikat pinggangnya.Bis-bis datang. anak-anak semakin ribut. "Ayo, Darrell!" teriak Sally."Ayo, cari tempat duduk di depan! Di mana Mary-Lou?""Ia naik mobil!" teriak Darrell. "Hai, Mary-Lou! Selamat jalan! Kirimsurat. ya! Selamat jalan!""Ayo, cepat! Cepat!" seru Nona Potts menggiring anak-anak masuk kedalam bis. "Di mana Alicia? Kalau dia hilang lagi bisa gila aku. Alicia! Cepat naikdan jangan turun lagi! Selamat jalan. Anak-anak. Baik-baiklah selama liburan!Dan jangan lupa bawa surat dokter kalau kembali kemari lagi!""Selamat tinggal Potty! Selamat tinggal, Potty!" teriak anak-anak dari bisbisyang sudah mulai berjalan. "Selamat tinggal. Potty!""Ya ampun!" seru Darrell terkejut. Belum pernah Nona Potts dipanggil'Potty' secara langsung begitu. "Berani benar mereka!""Inilah satu-satunya saat kita berani memanggilnya begitu," kata Aliciamenyeringai. "Di saat kita meninggalkannya. Dan biasanya dia tak marah. Lihatsaja itu, ia malah tersenyum."Darrell menjulurkan badannya ke luar bis dan berteriak. "Selamat tinggal.Potty! Selamat tinggal Malory Towers!" Dalam hati ia menambahkan."Sampai jumpa nanti di semester baru!"Selamat jalan! Selamat tinggal! Selamat berpisah, Darrell, Sally, dan lainlainnya!Sampai jumpa lagi segera. Selamat jalan!TAMAT
Judul : Mallory Towers
Deskripsi : ENID BLYTON SEMESTER PERTAMA DI MALORY TOWERS 1. BERANGKAT DARRELL RIVERS memperhatikan dirinya di kaca. Sudah tiba saatnya untuk be...